You are on page 1of 19

MAKALAH

OTITIS MEDIA AKUT”

Disusun Oleh:
Kelompok IV
Rahmi
Nikadek
Andi adnan maulana
Moh.budi santoso
Muhlis
evilin

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, taufik,
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teknologi Keperawatan dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Otitis Media” ini dengan baik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ismawati, S.kep.Ns.,M.sc selaku dosen Teknologi
Keperawatan atas bimbingan yang telah berikan sehingga makalah ini dapat selesai. Terima kasih juga
kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih
kurang sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini
bermanfaat.

rabu, 17 januari 2019


palu

Penulis

i
DAFTAR ISI

Cover (Halaman Judul)


Kata Pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………………….1
1.2.1 Tujuan Umum……………………………………………………………………1
1.2.2 Tujuan Khusus………………………………………………………………...…2
1.3 Ruang Lingkup………………………………………………………………...…………2
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Anatomi Telinga………………………………………………………………………….3
2.2 Definisi……………………………………………………………………………………4
2.3 Prevalensi…………………………………………………………………………………4
2.4 Etiologi……………………………………………………………………………………4
2.5 Faktor Resiko………………………………………….………………………………….5
2.6 Klasifikasi……………………………………………………………………………...…5
2.7 Manifestasi Klinis……………………...…………………………...…………………….7
2.8 Patofisiologi…………………………………………………………………...…………..8
2.9 Pemeriksaan Penunjang……………………………………...……………………………8
2.10 Penatalaksanaan Medis……………………………………………………………....10
2.11 Komplikasi………………………………………………………………………...…11
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….19
4.2 Saran………………………………………………………………………………...……19

Daftar Pustaka. ………………………………………………………………………………………..20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007). OMA
biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-
anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum
matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko
terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA karena anatomi saluran eustachi
yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun
menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko
berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi
dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA
(rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan
tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya.
(Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga
tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun
bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus
influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus
vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak
umumnya dapat membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan
antibiotic tertentu, kecuali terdapat adanya indikasi lain. (Byland, dkk, 2007).
Dari uraian di atas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
kejadian OMA yang terjadi pada anak.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan otitis media akut

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi Otits Media Akut
2. Mahasiswa dapat mengetahui prevalensi Otits Media Akut
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan factor resiko Otits Media Akut
4. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi Otits Media Akut
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis Otits Media Akut
6. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Otits Media Akut
7. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Otits Media Akut
8. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis Otits Media Akut
9. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan Otits Media
Akut

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup yang akan dibahas meliputi gambaran penyakit Otitis Media Akut
serta asuhan keperawatan pada klien dengan Otitis Media Akut.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Anatomi Telinga

Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:


1. Telinga Luar
1.1 Auricle: untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam
Meatus Auditorius Externa
1.2 Liang telinga (Meatus Auditorius Externa) : Mengarahkan bunyi untuk masuk ke
telinga tengah

2. Telinga Tengah
2.1 Membran timpani membentang Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk
bundar dan cekung. Untuk mengubah bunyi menjadi getaran
2.2 Tulang pendengaran (osikel: malleus, incus, stapes) : untuk menghantarkan
getaran yang diterima dari membran tympani ke jendela oval.
2.3 Tuba eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan
di dalam telinga tengah

3. Telinga Dalam
3.1 Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor untuk
mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.
3.2 Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari
tiga buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus

3
2.2 Definisi
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis
Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis Interna).
(Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak
yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M. Schwartz.,
2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).

2.3 Prevalensi
OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai
bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan
belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar
resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena anatomi saluran
eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A,
2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun
menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko
berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi
dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA
(rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan
tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya.
(Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga
tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun
bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus
influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus
vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.

4
2.4 Etiologi
1. Bakteri
Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa.
2. Virus
Beberapa virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut. Contoh: Virus Influenza.

*Proses penjalaran virus dan bakteri lebih lanjut dibahas pada patofisiologi.

2.5 Faktor Resiko


Berikut factor resiko terjadinya Otitis Media Akut:
1. Usia (Bayi dan Anak-anak)
2. Konsumsi ASI yang menurun
3. Alergi
4. Kongenital
5. Trauma atau cedera

*Penjelasan terkait factor resiko lebih lanjut dibahas pada patofisiologi.

2.6 Klasifikasi

Otitis Media Supuratif


Akut/Otitis Media
Akut
Otitis Media Supuratif

Otitis Media Supuratif


Kronik

Otitis Media Adhesiva

Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut

Otitis Media Serosa


(Non Supuratif)
Otitis Media Serosa
Kronik

5
1. Berdasarkan Gejala
1.1 Otitis Media Supuratif :
1.1.1 Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan
singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala
lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
1.1.2 Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan
keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan membuat
progresivitas penyakit semakin bertambah.
1.2 Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
1.3 Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1.3.1 Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
1.3.2 Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad
sebagai gejala sisa dari otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.

2. Berdasarkan Perubahan Mukosa


2.1 Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan
negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna
suram.
2.2 Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau seluruh
membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.

2.3 Stadium Supurasi

6
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga
membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

2.4 Stadium Perforasi


Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke
liang telinga.

2.5 Stadium Resolusi


Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani kembali
menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.
(Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).

2.7 Manifestasi Klinis


Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan Otitis
Media Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
5. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah
6. Anak rewel, menangis, gelisah
7. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.

7
2.8 Patofisiologi

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya
membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran timpani,
adanya bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang
keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu tidur
dan aktivitas
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
2.9.1 Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga

8
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2.9.2 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien
terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak
apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan
oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis.
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
2.9.3 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran
timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi
penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur
tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi
dengan mengukur peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya
sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi
tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan menempelkan
sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan secara otomatis
mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.

2.9.4 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau
pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan
pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.
2.9.5 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.

9
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke
depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila
tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
2.9.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
2.9.7 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa
tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala
diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih
dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama
dengan pemeriksa.

2.10 Penatalaksanaan Medis


1. Berdasarkan stadium
1.1 Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat
tetes hidung.
1.1.1 HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
1.1.2 HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
1.1.3 Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.

10
1.2 Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan
penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
1.2.1 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.
1.4 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga
telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3
bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran,
dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani.
Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan
berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga
tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-
inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang
terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran
kecil dan steril. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi
supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis,
neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.

11
2.11 Komplikasi
1. Intra-Temporal
1.1 Abses subperiosteal
1.2 Labirintitis
1.3 Paresis fasial
1.4 Petrositis
2. Intra-Kranial
2.1 Abses ekstradura
2.2 Abses perisinus
2.3 Tromboflebitis sinus lateral
2.4 Abses otak
2.5 Meningitis otik

12
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang disebabkan karena masuknya
bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Bakteri penyebab otitis media antara lain
Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa. Terdapat 5 stadium dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis,
stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada
bayi atau anak karena anatomi saluran eustachi yang masih relatif pendek, lebar, dan letaknya
lebih horizontal.

1.2 Saran
Dari kesimpulan di atas penulis dapat sedikit memberi saran kepada beberapa pihak
agar kualitas pelayanan kesehatan Indonesia semakin meningkat, diantaranya sebagai berikut:
5 Keluarga klien
Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari anggota keluarga dengan masalah Otitis Media Akut serta mampu menjaga
kebersihan lingkungan sehingga anggota keluarga lain terhindar dari penyakit Otitis Media
Akut.
6 Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan Asuhan Keperawatan
pasien dengan Otitis Media Akut

13
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper
Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy Pediatrics
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI

14
15

You might also like