You are on page 1of 38

Referat

Gambaran Radiologi pada Pneumokoniosis

Oleh:

Denni Dililahari 1840312294

Heniza Indri 1740312303

Preseptor:

dr.Hj Rozetti, Sp.Rad

BAGIAN ILMU RADIOLOGI

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit paru kerja adalah penyakit pada paru yang disebabkan akibat

debu, gas atau asap berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat pekerjaan.

Klasifikasi penyakit paru kerja dikelompokkan berdasarkan etiologinya, yaitu

kelainan pada jalan napas, pneumonitis hipersensitif, pneumokoniasis, keganasan

dsb.Manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan klinis paru lain yang tidak

berhubungan dengan pekerjaan.1

Pneumokoniosis merupakan salah satu Penyakit Paru Akibat Kerja

(PPAK) yang terdapat pada perundang-undangan yakni KEPRES No. 22 tahun

1993.2 Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu

yang masuk ke dalam saluran pernafasan (inhalasi).Pneumokoniosis

membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk timbul setelah paparan terjadi. Hal

tersebut menyebabkan banyak orang mengabaikan kemungkinan terjadinya

penyakit pneumokoniosis, meskipun gejala pneumokoniosis dapat muncul lebih

cepat.3

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Health and Safety Executive

(HSE), pada tahun 2014 terdapat 215 kasus baru pneumokoniosis pada pekerja

batu bara di Inggris ditambah dengan kasus sebelumnya pada tahun 2013

sebanyak 275 kasus. Pada tahun 2013, terjadi 147 kematian disebabkan

pneumokoniosis yang meningkat sekitar 130 kejadian per tahun selama 5 tahun

terakhir. Sedangkan untuk kejadian silikosis pada tahun 2014, didapatkan 55

2
kasus baru setelah sebelumnya pada tahun 2013 diperoleh data 45 kasus silikosis

dengan 18 kasus kematian.3

Semua pasien yang menunjukkan gejala pernapasan harus memiliki

riwayat kerja dan lingkungan yang tercatat.Toksin pada pneumokoniosis ini baru

berpengaruh setelah bertahun-tahun terpapar, oleh karena itu riwayat paparan

seumur hidup harus diperoleh.Hal ini terutama berlaku untuk pasien dengan

penyakit interstisial atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Bronkoskopi

dengan biopsi dan lavage dilakukan untuk mengkonfirmasi penyakit terkait

berilium, atau saat gejala klinis tidak spesifik. Tes fungsi paru berguna untuk

menentukan tingkat keparahan dan pengobatan farmakologis. Perubahan X-ray

yang khas bersamaan dengan riwayat kerja sangat penting untuk membuat

diagnosis dan ditambah dengan pemeriksaan radiologis lainnya seperti CT-

Scan.5Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Gambaran Radiologi pada

Pneumokoniosis” sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang radioanatomi thoraks, definisi,

epidemiologi, etiopatogenesis, diagnosis, pemeriksaan radiologi, diagnosis

banding, dan tatalaksana pneumokoniosis.

3
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari referat ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, diagnosis, diagnosis

banding, dan tatalaksana pneumokoniosis secara umum

2. Mengetahui gambaran pemeriksaan radiologis pneumokoniosis secara

khusus.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan dari referat ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, etiopatogenesis,

diagnosis, diagnosis banding, dan tatalaksana pneumokoniosis secara

umum

2. Menambah pengetahuan mengenai gambaran pemeriksaan radiologis

pneumokoniosis secara khusus.

1.5 Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan mengacu kepada berbagai tinjauan pustaka dan

literatur.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Toraks

Toraks atau rongga dada adalah rongga tertutup di sekeliling paru yang

mewadahi jantung, paru, dan pembuluh darah besar. Toraks dibatasi oleh sternum

dan tulang rawan iga di depan, kedua belas ruas tulang punggung beserta diskus

intervertebralis di belakang, iga-iga beserta otot interkostal di samping, diafragma

di bawah, dan dasar leher di atas. Sebelah kanan dan kiri toraks terisi penuh oleh

paru-paru beserta pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah paru dan

membentuk batas lateral mediastinum yaitu ruang antara kedua paru-paru.6

Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apex (puncak) di

atas dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula.Hilus (akar) terdapat pada

bagian medial paru, berisi bronkus, arteri dan vena pulmonalis, arteri dan vena

bronkialis, limfe, serta persarafan.Paru-paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh

fisura.Paru-paru kanan terbagi menjadi tiga lobus dan paru-paru kiri memiliki dua

lobus.Setiap lobus tersusun atas lobula. Bronkhial kecil masuk ke dalam setiap

lobula dan semakin bercabang, semakin menjadi tipis dan berakhir menjadi

kantong-kantong udara kecil, disebut alveoli. Jaringan paru-paru elastik, berpori,

dan seperti spon.6

5
Gambar 1. Anatomi Toraks5

2.2 Radioanatomi Toraks

Rontgen toraks merupakan pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan.

Foto toraks memperlihatkan tulang-tulang iga, diafragma, jantung, paru-paru,

klavikula, scapula, dan jaringan lunak dinding toraks. Toraks terbagi dua oleh

mediastinum ditengah. Dalam keadaan normal, trakea dan aorta berjalan di tengah

tanpa deviasi bermakna pada kedua sisi. Paru-paru terletak di kanan dan kiri

mediastinum, berupa daerah radiolusen karena berisi udara. Pada bagian medial

paru kanan dan kiri terlihat bayangan hilus paru, yang kiri terletak sedikit lebih

tinggi daripada yang kanan. Bayangan hilus dibentuk oleh arteri dan vena

pulmonalis, bronki besar, dan kelenjar limfe hilus. Akar tampak senantiasa

bercabang dua (dikotom) hingga ke perifer, yang lumennya semakin sempit ke

perifer. Apeks paru terletak di atas bayangan os clavicula. Lapangan atas paru

berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah antara iga 2-4 anterior, dan lapangan

bawah di bawah iga 4 anterior. Adapun diafragma terlihat sebagai kubah di bawah

6
jantung dan paru dengan tinggi minimal 1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm,

diafragma dikatakan mendatar.8 Sudut yang dibuat antara diafragma dan dinding

dada disebut sudut kostofrenikus. Sudut ini menghilang bila terkumpul cairan

efusi pleura. Diameter terbesar jantung pada proyeksi PA normalnya kurang dari

50% dibandingkan rongga terbesar dada7.

Gambar 2. Radiografi Thorax Proyeksi Postero-anterior8

Iga anterior terletak lebih tinggi di sebelah lateral daripada sebelah medial,

sehingga iga kiri-kanan yang samanomornya berbentuk huruf V. Iga posterior

lebih tinggi di sebelah medial daripada di sebelah lateral sehingga iga kiri-kanan

yang sama nomornya membentuk huruf A. Bagian-bagian iga yang terletak paling

anterior dan berhubungan dengan sternum pada orang muda masih merupakan

tulang rawan (kartilago) sehingga tidak terlihat pada foto roentgen. Tetapi dengan

meningkatnya umur dan juga pada beberapa keadaan lain, sebagian kartilago ini

mengapur dan mengakibatkan bayangan-bayangan dengan densitas tinggi,

7
berbintik-bintik secara tidak teratur. Pada interpretasi tulang harus diperiksa

adanya gambaran fraktur, blastik atau litik.8,9

Pada foto polos toraks harus dibedakan jaringan lunak dinding toraks

dengan adanya proses patologis. Bayangan-bayangan densitas jaringan lunak

seperti payudara wanita, papilla mamae, muskulus sternokleidomastoideus, dan

muskulus pektoralis mayor pada laki-laki superposisi atas paru-paru sehingga

dapat disalahtafsirkan sebagai bentuk patologis.8

Computed Tomography (CT) Scan merefleksikan densitas yang berbeda

sesuai komposisi jaringan dan dinyatakan dengan Hounsfield units (HUs). Air

dan udara memiliki 0 dan -1000 HU.Densitas jaringan lunak berkisar 10-50 HU,

sedangkan tulang paling sedikit memiliki 1000 HU. Pemeriksaan CT Scan toraks

diindikasikan untuk klarifikasi temuan radiografi dada yang abnormal, stadium

kanker paru-paru dan kanker esophagus, mendeteksi penyakit metastatik dari

keganasan ekstrathoracic, evaluasi nodul paru soliter, massa mediastinal atau

hilar, diduga tumor paru atau empiema, menentukan sumber hemoptisis, aspirasi

jarum perkutan dan drainase pleura yang dipandu CT-scan.11

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pemeriksaan diagnostik

radiologi yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ

manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064-1,5 tesla

dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Pencitraan MRI toraks

umumnya digunakan untuk evaluasi kardiovaskular, namun terdapat beberapa

indikasi untuk evaluasi mediastinum dan parenkim paru. Indikasi tersebut yaitu

evaluasi massa mediastinum, diduga tumor Pancoast, sindrom vena kava superior,

stadium kanker paru dimana terdapat dugaan invasi jantung, pembuluh darah

8
besar, dinding thoraks, dan diafragma pada CT-scan, serta evaluasi emboli paru

sentral.11

2.2 Pneumokoniosis

2.2.1 Definisi

Pneumokoniosis adalah kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu

anorganik di dalam paru yang menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu

tersebut.12Pneumokoniosis merupakan salah satu Penyakit Paru Akibat Kerja

(PPAK) yang terdapat pada perundang-undangan yakni KEPRES No. 22 tahun

1993.2 Penyakit yang termasuk dalam golongan pneumokoniosis adalah silikosis,

pneumokoniosis penambang batu bara (coal worker’s pneumokoniosis, CWP),

asbestosis, beriliosis, talkosis, dan lainnya.13

Pneumokoniosis dikategorikan berdasarkan reaksi jaringan yang

diakibatkan debu penyebabnya. Terdapat 3 tipe pneumokoniosis yaitu

pneumoconiosis mimic, uncomplicated pneumoconiosis, dan complicated

pneumoconiosis. Pada rontgen thoraks pneumoconiosis mimic memperlihatkan

opasitas akibat retensi debu namun tidak terjadi fibrosis. Pada uncomplicated

pneumoconiosis dan complicated pneumoconiosis terjadi fibrosis, dimana fibrosis

masif dan progresif terjadi pada complicated pneumoconiosis.16

Jenis pneumokoniosis ditentukan berdasarkan agen penyebabnya.Silikosis

adalah pneumokoniosis yang disebabkan oleh inhalasi kristalin silikon dioksida

(silika).Asbestosis adalah pneumokoniosis yang disebabkan oleh akumulasi

pajanan serat asbestos. Debu batubara dapat menyebabkan coal-worker

pneumokoniosis (CWP). Beriliosis adalah penyakit paru granulomatous kronis

9
karena pajanan debu berilium. Talkosis diakibatkan inhalasi talk yaitu magnesium

silikat hidrat yang digunakan di pabrik kulit, karet, tekstil, dan tegel keramik.

Begitu juga pneumokoniosis lainnya, dinamakan berdasarkan debu anorganik

penyebabnya10,13.

Tabel 1. Klasifikasi Pneumokoniosis13

Tipe Jenis/Debu Penyebab Gambaran Radiografi

Pneumoconiosis Siderosis (debu besi) Rontgen thorax menunjukkan

mimic Stanosis (debu timah) opasitas akibat retensi debu

Baritosis (barium sulfat) tapi tidak ada fibrosis atau

kelainan fungsi

Uncomplicated Aluminosis (aluminium) Debu menyebabkan fibrosis

pneumoconiosis Talkosis (talk) tapi tidak terjadi fibrosis masif

Beriliosis (berilium) dan progresif

Complicated Pneumokoniosis batu baru Debu menyebabkan fibrosis,

pneumoconiosis (batu bara) terjadi fibrosis masif dan

Silikosis (silica) progresif

Asbestosis (asbestos)

2.2.2 Epidemiologi

Data World Health Organization (WHO) tahun 1999 menunjukkan bahwa

terdapat 1,1 juta kematian oleh penyakit akibat kerja di seluruh dunia, 5% dari

angka tersebut adalah pneumoconiosis.12Kini, kasus pneumokoniosis seperti

asbestosis dan CWP cenderung menurun di negara maju karena penggunaannya

telah dibatasi. Namun, di negara berkembang insidennya masih tinggi.13,15.

10
Pneumokoniosis terbanyak adalah silikosis, asbestosis, dan pneumokoniosis

batubara. Data di Australia tahun 1979-2002 menyebutkan, terdapat lebih dari

1000 kasus pneumokoniosis terdiri atas 56% asbestosis, 38% silikosis, dan 6%

pneumokoniosis batubara. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan asbestosis

terdeteksi pada 10% pekerja penambang asbestos yang bekerja selama 10-19

tahun dan pada 90% pekerja yang telah bekerja selama lebih dari 40 tahun.

Kematian akibat asbestosis merupakan 28% dari semua kasus kematian akibat

pneumokoniosis, sedangkan 6% adalah pneumokoniosis batu bara.12,13Sebuah

penelitian pada 495 pekerja tambang batu bara dengan CWP di China

menunjukkan pekerja tambang batu bara umumnya terdiagnosis menderita CWP

pada usia 51,5 tahun.15

2.2.3 Etiopatogenesis

Debu yang berukuran 0.1 – 10 mikron mudah terhirup pada saat kita

bernapas. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan mengendap disaluran

napas bagian atas. Debu berukuran 3-5 mikron akan menempel di saluran napas

bronkiolus, sedangkan yang berukuran 1-3 mikron akan sampai ke alveoli. Debu-

debu tersebut masuk ke dalam paru, terdistribusi di saluran napas, dan

menimbulkan reaksi sistem pertahanan tubuh sebagai respon terhadap debu

tersebut. Timbulnya reaksi debu anorganik terhadap jaringan membutuhkan waktu

yang cukup lama, pada beberapa penelitian didapatkan sekitar 15 – 20 tahun.12

Serat debu akan menyebabkan cedera sel epitel dan sel makrofag alveolar

yang berusaha memfagosit serat. Beberapa serat akan masuk ke dalam jaringan

intersisium melalui penetrasi yang dibawa oleh makrofag atau epitel. Makrofag

yang telah rusak akan mengeluarkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat

11
merusak jaringan dan beberapa sitokin, termasuk tumor necrosis factor (TNF),

interleukin-1, dan metabolit asam arakidonat yang akan memulai inflamasi alveoli

(alveolitis). Sel epitel yang terganggu juga mengeluarkan sitokin. Gangguan

pneumokoniosis berskala kecil tidak akan menimbulkan gangguan setelah

inflamasi terjadi. Namun bila serat terinhalasi dalam kadar lebih tinggi, alveolitis

akan terjadi lebih intens, menyebabkan reaksi jaringan yang lebih hebat. Reaksi

jaringan ini menyebabkan fibrosis yang progresif, yaitu pengeluaran sitokin

profibrosis seperti fibronektin, fibroblast growth factor, platelet-derived growth

factor, dan insulin-like growth factor yang akan menyebabkan sintesis kolagen.

Pada asbestosis, jika makrofag tidak dapat mengeliminasi serat debu, maka

hemosiderin akan menyelubungi serat debu tersebut dan membentuk asbestos

body. Pada CWP, lesi pada radiografi dada disebut macula batu bara dan terdiri

dari kumpulan makrofag sarat debu yang dikelilingi emfisema fokal.16

Faktor faktor yang dapat meningkatkan resiko pneumokoniosis yaitu tipe

debu dimana debu yang mengandung silika dapat memperberat terjadinya CWP,

usia pekerja saat paparan debu pertama kali, lama berada di tempat kerja,

merokok, ukuran debu, jenis pekerjaan dimana pekerja yang bertugas sebagai

penambang secara langsung memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan

pekerja lainnya.12

2.2.4 DIAGNOSIS

Semua pasien yang menunjukkan gejala pernapasan harus memiliki

riwayat kerja dan lingkungan yang tercatat.Toksin ini baru berpengaruh setelah

bertahun-tahun terpapar, oleh karena itu riwayat paparan seumur hidup harus

diperoleh.Hal ini terutama berlaku untuk pasien dengan penyakit interstisial atau

12
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Perubahan X-ray yang khas bersamaan

dengan riwayat kerja biasanya cukup untuk membuat diagnosis. Bronkoskopi

dengan biopsi dan lavage dilakukan sebagaikonfirmasi penyakit terkait berilium,

atau saat gejala klinis tidak spesifik. Tes fungsi paru berguna untuk menentukan

tingkat keparahan dan pengobatan farmakologis.5

Pneumokoniosis dapat diklasifikasikan menjadi fibrotik dan non fibrotik,

berdasarkan ada atau tidaknya fibrosis pada paru. Pneumokoniasis fibrotik seperti

silikosis, pneumokoniosis pada pekerja batu bara, asbestosis, beriliosis dan

talakosis. Pneumokoniasis non fibrotik seperti siderosis, stannosis dan baritosis.

Pada individu yang memiliki riwayat terpapar debu silika atau batu bara, dapat

ditemukan nodul atau retikulonodular pada foto polos thorax atau nodul nodul

kecil dengan distribusi perilimfatik pada potongan tipis CT, dengan atau tanpa egg

shell calcification, dapat kita curigai sebagai silikosis atau pneumokoniasis pada

pekerja batu bara. MRI berguna untuk membedakan fibrosis masif progresif

dengan kanker paru. CT dan penemuan histopatologi pada asbestosis mirip

dengan idiopatik pulmonary fibrosis, namun kehadiran asbestos bodies pada

histopatologi adalah diagnosis spesifik untuk asbestosis. Giant Cell Interstisial

Pneumonia yang disebabkan paparan debu logam berat termasuk dalam

klasifikasi pneumokoniosis fibrotik dan pada CT dapat ditemukan gambaran.17

2.2.4.1 Anamnesis

Langkah awal dalam mendiagnosis silikosis, pneumokoniosis penambang

batubara, atau penyakit berilium kronis adalah mendapatkan riwayat terpapar

silika, batubara, atau berilium. Untuk silika atau batubara, paparan biasanya

terjadi selama 20 tahun atau lebih sebelum muncul gejala klinis. Silikosis akut

13
jarang terjadi, namun bisa terjadi dalam beberapa minggu sampai bulan bila

paparannyasangat tinggi. Tidak ada kejadian akut pneumokoniosis penambang

batubara.Paparan berat pada berilium dapat menyebabkan pneumonitis akut (akut

berylliosis), yang dapat berkembang menjadi penyakit berilium kronis.5

Riwayat pekerjaan seumur hidup harus diperoleh yang mencakup semua

pekerjaan sebelumnya dan saat ini. Riwayat pemaparan biasanya akan dikenali

karena jenis pekerjaan yang telah dilakukan pasien. Berikut ini adalah contoh

pekerjaan dimana mungkin terpapar silika, batubara, atau berilium.

Silika :pertambangan, konstruksi, atau pekerjaan pengecoran.

Batubara :penambangan batubara bawah tanah.

Berilium :pengolahan bijih, bekerja dengan keramik suhu tinggi,

atau pembuatan bom nuklir.

Penting untuk ditanyakan tentang riwayat merokok.Merokok dikaitkan

dengan peningkatan risiko pneumokoniosis silikosis dan pekerja batubara.Faktor

risiko untuk penyakit berilium kronis setelah terpapar adalah adanya polimorfisme

genetik dimana asam amino glutamat berada pada posisi 69 dari rantai beta HLA-

DP1.Polimorfisme ini diukur untuk menentukan individu yang berisiko memiliki

sensitisasi tinggi terhadap berilium dan / atau perkembangan penyakit berilium

kronis.Namun, penggunaannya terbatas karena sensitivitas dan spesifisitasnya

rendah.5

Pasien yang simptomatik akan memiliki gejala sesak napas, batuk, dan /

atau mengi. Pasien yang asimptomatik tidak menunjukkan gejala pernafasan.

14
Individu yang bekerja dengan berilium mungkin asimtomatik, dan dapat

dilakukan tes proliferasi berilium lymphocyte (BeLPT).5

Haemoptysis, berkeringat di malam hari, dan demam mungkin merupakan

gejala awal dimana TB paru berkembang sebagai komplikasi paparan

silika.Gejala non-pernafasan jarang terjadi, seperti gejala skleroderma atau

rheumatoid arthritis (komplikasi yang tidak biasa dari paparan silika atau

batubara).Sebagian besar, gejalanya berkembang secara kronis.Bentuk akut dari

beriliosis dapat terjadi sebagai pneumonitis, dengan mengi akut, sesak dada, dan

sesak napas.5

2.2.4.2 Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium

Temuan fisik akan normal di awal penyakit ini. Tidak ada pemeriksaan

fisik yang spesifik untuk pneumokoniosis.Ekspirasi memanjang dan mengi dapat

didengar pada pasien ini.Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat didengar rhonki

pada penyakit berilium kronis.Apabila terdapat fibrosis yang masif dan progresif,

pada perkusi dada dapat ditemukan area yang redup.Seperti penyakit pernafasan

lainnya, seiring perkembangan penyakit ini, pasien mungkin mengalami sianotik,

barrel chest, dan mengalami penurunan berat badan.Clubbing finger bisa terjadi

karena kondisi paru yang semakin memburuk. Tanda-tanda non-pernafasan,

seperti hipertensi, edema, perubahan kulit, pembengkakan sendi, nyeri tekan, atau

deformitas dapat terjadi akibat komplikasi paparan silika atau batu bara yang

jarang terjadi (misalnya, gagal ginjal, rheumatoid arthritis, dan skleroderma)3.

Tes fungsi paru ditujukan pada semua pasien dengan:

- Perubahan radiografi

15
- Paparan silika, batu bara, atau berilium yang signifikan

- Gejala sesak napas.

Bergantung pada beratnya penyakit, fungsi paru bisa normal atau

abnormal. Kelainan pada paru yang bersifat restriktif ditunjukkan pada spirometri

dengan: Berkurangnya kapasitas vital paksa (FVC), dengan rasio volume ekspirasi

paksa detik pertama(FEV1) terhadap FVCnormal, berkurangnya kapasitas vital

dan kapasitas total paru.Pasien dengan pneumokoniosis silikosis atau penambang

batubara umumnya memiliki perubahan paru yang bersifat obstruktif, ditandai

dengan berkurangnya FEV1 dan peningkatan volume residu.Risiko perubahan

obstruktif meningkat pada pasien yang memiliki riwayat paparan debu mineral

dan perokok.Saturasi oksigen dan arterial blood gas (ABG) dapat menentukan

tingkat kerusakannya.Saturasi oksigen saat istirahat dan setelah olahraga juga

berguna untuk menentukan apakah pasien memerlukan terapi oksigen, dan

ditujukan pada individu dengan perubahan pada pemeriksaan fungsi dan / atau

radiografi paru.5

Tes proliferasi limfosit berilium (BeLPT) sangat sensitif dan spesifik

untuk diagnosis penyakit berilium kronis. Tes ini biasanya dilakukan

menggunakan sampel darah terlebih dahulu.Cairan bilas bronkus diuji dengan

BeLPT dan mungkin positif walaupun tes darahnya negative.5

Biopsi paru terbuka jarang diperlukan untuk diagnosis.Penggunaannya

harus dibatasi, hanya dilakukanbila terdapat kecurigaan terhadap kanker, atau bila

tidak diketahui ada riwayat terpapar debu inorganik yang dicurigai.Bila biopsi

dilakukan pada orang dengan silikosis, dapat ditemukan nodul silisotik. Biopsi

16
pada pneumokoniosis penambang batubara mencakup perubahan fokal dan diskrit

pada bronkiolus, dimana partikel fagosit beragregrat.5

2.2.4.3 Radiologi

Rontgen foto thorax adalah tes skrining awal pada seseorang yang diduga

terpapar silika, batu bara, atau berilium. Ini juga merupakan tes awal saat pasien

hadir dengan sesak napas.5

Karakteristik radiologi ini mewakili semua kondisi paru-paru yang

disebabkan karena inhalasi partikel-partikel debu inorganik. Partikel -partikel ini

melawan mekanisme pertahanan paru-paru dan menginduksi reaksi

granulomatosa kronik.Paparan terhadap partikel-partikel ini terjadi dalam

beberapa tahun.Perubahan yang terjadi pada paru bersifat progresif dan

ireversibel. Terdapat 2 tipe pneumokoniosis :

1. Gejala minimal disebabkan partikel yang tidak fibrinogenik, seperti :

stannosis (timah), baritosis (barium) dan siderosis (besi)

2. Simptomatik disebabkan partikel yang fibrogenik, seperti : silikosis

(silika), asbestosis (asbes) dan pekerja batu bara

Semua kondisi diatas memiliki karakteristik klinis dan radiologis yang

sama. Terdapat multilpel nodul berukuran 3-10mm pada bagian atas dan

tengah.Terdapat beberapa nodul yang bersatu.Perbedaan partikel menghasilkan

densitas nodul yang berbeda, contohnya stannosis memiliki densitas yang tinggi.5

Gambaran opak yang bulat pada lobus atas, adalah tanda khas pada orang

dengan pneumokoniosis silika dan penambang batubara.Lapisan kalsifikasi yang

tipis di sekitar kelenjar getah bening di daerah hilar (‘egg shell calcification')

adalah temuan yang tidak biasa, namun spesifik untuk silikosis.Perubahan

17
interstisial linier, pada awalnya di lobus atas, merupakan temuan foto polos thorax

yang khas pada orang dengan penyakit berilium kronis.5

CT scan dengan resolusi tinggi (HRCT) dapat ditemukan nodul-nodul

opak kecil, penebalan septum interlobar, fibrous parenchymal bands dan ground

glass pattern.CT scan dengan resolusi tinggi (HRCT) lebih sensitif daripada foto

polos thoraks dalam mengidentifikasi fibrosis interstisial.HRCT juga lebih sensitif

dalam mendeteksi perkembangan dari silikosis atau pneumokoniosis penambang

batubara ke fibrosis yang masif dan progresif.HRCT harus dilakukan jika pasien

mengalami sesak napas dan tidak dapat dijelaskan oleh hasil foto polos thorax

atau tes fungsi paru.HRCT juga dapat digunakan untuk menggambarkan lebih

jauh penyakit parenkim.Karena masalah biaya, pemindaian HRCT biasanya tidak

dilakukan pada individu tanpa gejala jika foto polos thorax dan tes fungsi paru

normal.5

1. Pneumokoniosis Pada Penambang Batu Bara

Pneumokoniosis penambang batubara disebabkan oleh paparan washed

coal, yang hampir bebas dari silika, dan memiliki basis histologis yang sangat

berbeda dengan silikosis.Spesimen jaringan dari pasien dengan

pneumoconiosis pada penambang batubara menunjukkan dua ciri karakteristik

morfologi: coal maculesdan fibrosis masif progresif .

Fibrosis masif progresif ditandai dengan adanya massa fibrotik dengan

diameter lebih dari 1 cm dan dengan pigmentasi anthracotic. Ukuran coal

macules berkisar antara 1 sampai 5 mm dan ditandai dengan pigmentasi

anthracotic yang solid tanpa mengganggu jaringan fibrotik. Makula

mengandung makrofag berpigmen yang mengelilingi bronkiolus di inti lobular;

18
Dengan demikian, distribusi makula terutama centrilobular. Terlepas dari

perbedaan histopatologis ini, temuan radiologis pada pneumokoniosis pada

penambang batubara dan silikosis sulit untuk dibedakan.17

Gambar 3. Pneumokoniosis pada penambang batubara pada pria


berusia 62 tahun yang bekerja selama 20 tahun di sebuah tambang
batu bara. CT scan tipis aksial (bagian setebal 1,0 mm) yang diperoleh
pada tingkat lengkung aorta menunjukkan sejumlah nodul
sentrilobular (panah) dan subpleural (panah kecil) kecil di kedua
paru-paru16.

Gambar 4.Fibrosis masif dan progresif pada pria berusia 64 tahun


yang bekerja selama 25 tahun sebagai penambang batubara. CT scan
tipis aksial (bagian setebal 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat

19
lengkung aorta menunjukkan massa yang ireguler di lobus atas paru
kanan dan nodul subpleural dan fisura pada kedua lapangan paru16.

Risiko tuberkulosis meningkat pada individu dengan pneumokoniosis

batubara, seperti pada mereka yang menderita silikosis.Menghirup debu

batubara juga terkait dengan perkembangan penyakit paru obstruktif kronik,

yang berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas di antara pasien dengan

pneumokoniosis batubara.18 Pekerja dengan tingkat fibrosis masif yang tinggi

juga memiliki tingkat kematian yang meningkat secara signifikan.18

- Simple Coal Workers’ Pneumoconiosis

Pola radiografi simple coal workers’ pneumoconiosi (CWP) biasanya

terdiri dari gambaran opak berupa nodular bulat kecil dan kadang-kadang

mencakup retikuler atau retikulonodular.Nodul pada pneumokoniosis

pekerja batubara memiliki diameter 1-5 mm, tepi yang tidak jelas dan

terlihat granular daripada silikosis.Kalsifikasi pada gambaran rontgen dada

ditemukan pada 10% -20% pasien.Kalsifikasi berkembang sebagai titik

nodular sentral pada pneumokoniosis batubara, sedangkan cenderung lebih

menyebar dalam silikosis. Selanjutnya, pola egg shell calcification yang

patognomonik dari silikosis sederhana jarang terjadi pada pneumokoniosis

batu bara (hanya terdapat 1,3% pasien)16.

- Complicated Coal Workers’ Pneumoconiosis

Pada rontgen thorax, gambaran opak besar (fibrosis masif progresif) dapat

terlihat pada complicated CWP,seperti pada complicated silicosis (Gambar

3). Namun, dasar histopatologis dari gambaran fibrosis masif progresif

pada compilcated CWP berbeda dengan complicated silicosis. Pada CWP,

20
massa fibrotik terdiri dari kolagen dengan banyak makrofag mengandung

pigmen16.

Gambar 3. A. Simple CWP B. Progressive Massive Fibrosis

Gambar 4. Radiografi dada pada pekerja batubara berusia 60 tahun


menunjukkan massa bilateral (panah) di paru-paru bagian atas
dengan perubahan fibrotik. Penampilan "angel’s wing" menunjukkan
fibrosis masif progresif.20

21
Gambar 5.Silicotuberculosis pada pria 52 tahun yang bekerja
selama 30 tahun sebagai tukang batu. Scan CT sisi tipis aksial (bagian
1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat pembuluh darah besar
menunjukkan lesi kavitas berdinding tebal yang tidak beraturan
(panah) di lobus atas paru kiri, temuan yang menunjukkan
adanyaparu Tuberkulosis, serta lesi nodular subpleural di kedua
paru-paru.17

Gambar 6.Fibrosis masif dan progresif pada pria berusia 64 tahun


yang bekerja selama 25 tahun sebagai penambang batubara. CT scan
tipis aksial (bagian setebal 1,0 mm) yang diperoleh pada tingkat
lengkung aorta menunjukkan massa yang ireguler di lobus atas paru
kanan dan nodul subpleural dan fisura pada kedua lapangan paru.16

22
2. Silikosis

Partikel SiO2 menyebabkan gambaran fibrotik yang tipis sekitar

bronkovaskular. Bila proses berlangsung lebih lanjut, maka gambaran akan

menjadi bentuk noduler tersebar pada kedua lapangan paru. Kelenjar hilus

dapat membesar dengan kalsifikasi tipis yang dikenal sebagai gambaran kulit

telur (egg shell appearance).Pada anthrokosilikosis bayangan-bayangan

noduler fibrosis tipis dapat bersatu menjadi bayangan yang masif.

Gambar 7. Silikosis dengan fibrosis massif dan progresif pada pria


berusia 66 tahun yang bekerja selama sepuluh tahun sebagai
pembelah batu.Foto polos dada menunjukkan opasitas bilateral
berukuran besar pada bagian atas paru.21

23
Gambar 8. Silikosis dengan fibrosis massif dan progresif pada pria
berusia 58 tahun yang bekerja 30 tahun sebagai pekerja batu. Gambar
foto polos toraks (a.) menunjukkan nodul multiple berukuran kecil dan
massa di kedua lapangan paru, terutama di bagian atas dan tengah,
dengan egg shell calsifications di hilus dan mediastinum. Gambar CT-
Scan axial (b.) menunjukkan opasitas bilateral dengan tepi ireguler,
menggambarkan fibrosis massif dan progresif.21

3. Asbestosis

Pemeriksaan radiologi sering menunjukkan penebalan pleura disertai

fibrosis paru, biasanya terjadi di lapangan paru bawah, terutama paru kiri

sekitar parakardial yang menutupi batas jantung kiri.Kadang-kadang dapat

ditemukan pembesaran kelenjarhilus.Karsinoma bronkogen sering dijumpai

pada pasien-pasien dengan asbestosis, begitu juga mesotelioma.

24
Gambar 9.Asbestosis pada pria berusia 58 tahun yang telah bekerja
selama 25 tahun di kontruksi bangunan.Foto polos toraks
menunjukkan opasitas retikular kecil pada basal kedua paru.21

4. Talkosis

Pemeriksaan radiologi berupa fibrosis noduler di lapangan paru bawah

seperti asbestosis tetapi tidak disertai penbalan pleura.7

25
Gambar 10.A. awal pemeriksaan rfoto polos dada, ditemukan noduler
dengan opasitas halus yang difus di kedua paru. B. rontgen dada
diperoleh pada pemeriksaan follow-up 15 tahun, yang menunjukan
nodul halus dan opasitas besar di bagian atas paru kanan dan bagian
tengah paru kiri. C. pada CT scan tipis axial menunjukan nodul opak
(panah besar) terutama didistribusikan di bagian sentrilobular.

5. Beryllosis

Gambaran radiologi tidak khas, pada stadium akut menyebabkan

pneumonitis kimiawi dengan gambaran edema dan perdarahan yang berupa

bayangan suram paru dan sering dengan pembesaran kelenjar hilus.Keadaan ini

dapat menghilang secara spontan dan masuk ke stadium kronik.Pada stadium

kronik, gambaran berubah menjadi granuler atau noduler fibrotik yang dapat

mencapai ukuran 1 cm, stadium lanjut berupa garis fibrotik atau atelektasis

terutama di lobus atas.7

26
Gambar 11.Beriliosis pada pria berusia 49 tahun yang bekerja selama

7 tahun pada tempat pemolesan logam.Foto polos dada menunjukkan

pelebaran nodus limfe hilus dan mediastinum bilateral.21

6. Siderosis

Endapan debu besi yang terhisap di paru berupa bayangan noduler dengan

densitas yang lebih tinggi daripada jaringan fibrotik dan mempunyai batas yang

tegas.Tidak pernah terjadi pembesaran kelenjar hilus dan umumnya tidak ada

keluhan.7

2.2.5. DIAGNOSIS BANDING

1. Idiopathic Pulmonary Fibrosis(IPF)

Penyakit ini termasuk fibrotik lung disease.Etiologi masih belum pasti,

diperkirakan karena merokok dan paparan lingkungan.Diagnosis penyakit

ini ditegakkan atas adanya gejala progresif (sesak dan batuk), gambaran

radiologi, dan tidak ada riwayat paparan debu anorganik. Gambaran

27
radiologi yang dapat ditemukan yaitulower lobe linear fibrosis, subpleural

reticular, infiltrat nodular, dan honeycomb pada HRCT21.

Gambar 12. CT Scan pada pasien dengan Idiopathic Pulmonary

Fibrosis21

2. Sarkoidosis

Sarkoidosis adalah penyakit dimana munculnya kumpulan sel-sel

inflamasi atau granuloma yang tersebar di bagian tubuh yang berbeda-

beda.Etiologi pasti masih belum diketahui, merupakan multisistem disease

Berdasarkan gambaran radiologi dibagi dalam 4 stadium :

1. stadium1 : perbesaran hillus dan nodul mediastinum

2. stadium2 : perbesaran nodul, parenchimal disease

3. stadium3 : parenchimal disease

4. stadium4 : fibrosis paru22

28
Gambar 13(a).stadium 1 Gambar 13( b). stadium 2

Gambar 13(c).stadium 422

4. Metastasis Milier

Paru-paru adalah tempat metastasis kedua tersering dari keganasan ekstra

toraks.Gambaran radiografi tersering pada metastasis paru yaitu nodul multipel

dengan ukuran bervariasi dari 3 mm hingga 15 cm atau lebih.Gambaran lainnya

berupa nodul milier yaitu nodul berukuran 1-4 mm dengan jumlah yang sangat

banyak.Metastasis milier dapat disebabkan persebaran limfatohemagenous dari

karsinoma tiroid, karsinoma sel renal, karsinoma mamae, melanoma malignant,

tumor pancreas, osteosarcoma.Meskipun jarang, kanker paru primer juga dapat

29
menyebabkan nodul milier pada radiografi melalui penyebaran

hematogenous.Nodul miliar dapat ditemukan pada pneumokoniosis, khususnya

silikosis dan siderosis23.

Pasien yang telah diketahui dengan keganasan, foto polos dada umumnya

merupakan pencitraan pertama untuk mendeteksi metastasis paru. CT Scan adalah

modalitas yang paling sensitif dalam mendeteksi metastasis paru. Dibandingkan

foto polos dada, CT Scan dapat mendeteksi lebih banyak nodul dan nodul yang

lebih kecil dari 5 mm. Selain itu, dapat mendeteksi temuan lainnya seperti

limfadenopati, keterlibatan pleura, dinding dada, vascular, dan jalan napas.

Pemeriksaan histopatologi dibutuhkan untuk mengkonfirmasi diagnosis metastasis

pada paru dengan gambaran radiografi yang tidak khas, evaluasi nodul soliter

pada pasien keganasan, identifikasi tumor primer, evaluasi respon terapi

terutamapada nodul yang tidak mengalami perubahan ukuran pada radiografi23

Gambar 14. CT Scan menunjukkan nodul milier bilateral pada pasien

dengan metastasis paru dengan tumor primer adenocarcinoma paru 25

30
5. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) aktif umumnya ditandai dengan bayangan bercak-

bercak, awan-awan, atau lubang, sedangkan bayangan garis-garis dan sarang

kapur merupakan tanda tenang.Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-

sarang sebesar kepala jarum, tersebar secara merata di kedua belah paru.

Distribusi nodul milier secara acak dapat ditemukan pada tuberkulosis dan

silikosis. Nodul silikosis umumnya terdistribusi di lapangan paru atas dan

posterior, cukup padat dengan batas yang khas.Nodul cenderung menyatu dan

dapat disertai fibrosis masif dan progresif.Pemeriksaan High-Resolution

Computed Tomograph (HRCT) lebih baik dalam menggambarkan nodul miliar

dibanding foto polos toraks. Kepastian diagnosis tuberkulosis hanya dapat

diperoleh melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboratoris6,26.

Gambar 15. Foto polos dada dan CT Scan pada pasien TB Milier26.

31
2.2.6 TATALAKSANA

Untuk asbestosis, pneumokoniosis pada penambang batu bara, dan

silikosis, tidak ada pengobatan selain mengoptimalkan kesehatan pasien saat ini

dan mencegah paparan lebih lanjut. Prognosis bervariasi tergantung pada tingkat

keparahan penyakitnya. Pasien dengan simple coal’s worker pneumokoniosis atau

silikosis klasik mungkin tidak pernah mengalami gejala, sedangkan complicated

coal’s worker pneumokoniosis menyebabkan gangguan pernafasan yang parah

hingga kematian15.

Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi, menghilang ataupun

berkurang progresivitasnya hanya dengan menjauhi pajanan. Tata laksana medis

umumnya terbatas hanya pengobatan simptomatik.Tidak ada pengobatan yang

efektif yang dapat menginduksi regresi kelainan ataupun menghentikan

progesivitas pneumokoniosis20.

Penting dilakukan pengurangan risiko tuberkulosis, dan semua pasien

harus diskrining untuk laten atau aktif tuberkulosis dan dievaluasi untuk faktor

risiko tuberkulosis lainnya, seperti infeksi HIV. Seperti halnya penyakit paru-

paru, berhenti merokok adalah suatu keharusan.Dalam uji coba pengobatan sejauh

ini, tidak ada obat yang ditemukan untuk menghentikan perkembangan penyakit15.

Pencegahan dari pneumokoniosis jenis ini yang paling penting dilakukan

adalah menjauhi pajanan. Untuk penatalaksanaan dari kasus ini hanya diberikan

terapi medikamentosa untuk mengatasi simtomatisnya dan mengurangi

kemungkinan komplikasi yang akan muncul27. Hal ini dikarenakan CWP bersifat

progresif yang tidak akan bisa sembuh hanya dengan menjauhi pajanan.

32
Selebihnya para pekerja wajib dilakukan pemeriksaan berkala serta pengontrolan

kadar debu di lingkungan kerja27,28. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga

penting seperti menghindari merokok yang akan memperburuk kondisi saluran

pernapasan dan menghindari infeksi misalnya dengan melakukan vaksinasi29.

33
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Pneumokoniosis adalah kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu

anorganik di dalam paru yang menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu

tersebut yang merupakan salah satu Penyakit Paru Akibat Kerja (PPAK).

2. Penyebab pneumokoniosis adalah masuknya debu berukuran 0.1 – 10

mikron ke dalam saluran nafas yang menyebabkan reaksi peradangan yang

mengganggu proses pernafasan. Penyebabnya debu adalah silika, asbestos,

batu bara, talk, berilium, dan besi.

3. Gejala klinis pneumokoniosis secara umum yang simptomatik adalah gejala

sesak napas, batuk, dan / atau mengi. Pasien yang asimptomatik tidak

menunjukkan gejala pernafasan.

4. Modalitas utama yang paling sering digunakan adalah foto rontgen thoraks

sebagai lini pertama dan dapat diperkuat dengan CT Scan.

5. Penatalaksanaan pneumokoniosis adalah dengan cara preventif yaitu

menjauhi pajanan debu. Dan penatalaksanaan dari kasus ini hanya

diberikan terapi medikamentosa untuk mengatasi simtomatisnya dan

mengurangi kemungkinan komplikasi yang akan muncul.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Penyakit Paru Akibat Kerja: seri

pedoman tatalaksana penyakit akibat kerja bagi petugas kesehatan. Dep Kes RI

2007.p. 1-15

2. Presiden Republik Indonesia. Keputusan presiden republik Indonesia nomor 22

tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja.

3. Health and Safety Executive (HSE). Portland Cement Dust. Hazard Assessment

Document. United Kingdom (UK) 2005.

4. Diagnosis Approach Pneumoconioses. 2016. BMJ Publishing.

5. Pearce E. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia; 2006,

211-25.

6. Health Life Media Team. Understanding the human (chest) thorax anatomy.

Tersedia dari: healthlifemedia.com/healthy/understanding-the-human-chest-

thorax-anatomy/ (diakses 13 Agustus 2017).

7. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I (penyunting). Radiologi diagnostic.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999. hlm. 90-9.

8. Pambuddy IM, Wulani V. Radiologi toraks. Dalam: Tanto C, Liwang F,

Hanifati S, Pradipta EA (penyunting). Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4.

Jakarta: Media Aesculapius; 2014. hlm. 949-51.

9. Paulsen F, Waschke J (penyunting). Sobotta: Atlas anatomi manusia. Jakarta:

EGC, 2012. hlm. 5.

35
10. Chen MYM, Pope TL, Ott DJ (editors). Basic radiology. New York:The

McGraw-Hill Companies, Inc; 2011. pp:67-128

11. Rinawati P. Coal worker’s pneumoconiosis. J Majority. 2015; 4(1):49-56.

12. Haurissa AE. Pencitraan diagnostik kasus asbestosis dan diagnosis

diferensialnya. CDK-197, 2012; 39( 9):660-4.

13. Karkhanis VS, Joshi JM. Pneumoconiosis. Vinaya S. Karkhanis and J.M.

Joshi. Indian J Chest Dis Allied Sci, 2013; 55:25-33.

14. Han L, Han R, Ji X, Wang T, Yang J, Yuan J. Prevalence Characteristics of

Coal Workers’ Pneumoconiosis (CWP) in a State-Owned Mine in Eastern China.

Int J Environ Res Public Health, 2015; 12:7856-67.

15. American Thoracic Society. Chapter 13:Occupational lung diseases. Tersedia

dari: https://www.thoracic.org/patients/patient-resources/breathing-in-america/

resources/chapter-13-occupational-lung-diseases.pdf (diakses 13 Agustus 2017).

16. Chong S, Soo Lee K, Jin Chung M, Han J, Kwon O, Sung Kim T. 2006.

Pneumoconiosis: Comparison of Imaging and Pathological Findings. Korea. Vol.

26: 59-77.

17. Cochrane AL, Moore F, Moncrieff CB. Are coalminers, with low “risk

factors” for ischaemic heart disease at greater risk of developing progressive

massive fibrosis.Br J Ind Med 1982; 39: 265–268

18. SadlerRL, Roy TJ. Smoking and mortality from coalworkers’

pneumoconiosis. Br J Ind Med 1990; 47: 141–142

36
19. Andrzej R Jedynak, MD, MS; Chief Editor: Kavita Garg, MD. Imaging in

Silicosis and Coal Workers Pneumoconiosis. 2015.

20. Susanto, Agus Dwi. Pneumokoniosis. Pengembangan Pendidikan Keprofesian

Berkelanjutan- IDI. J Indon Med Assoc; 2011 (61): 12.

21. Rezaee A, Weerakkody Y. Idiopathic pulmonary fibrosis. Tersedia dari:

https://radiopaedia.org/users/weer06 (diakses 21 Agustus 2017).

22. Maller VG. Pumonary sarcoidosis (staging on chest radiograph). Tersedia

dari: https://radiopaedia.org/articles/pulmonary-sarcoidosis-staging-on-chest-

radiograph (diakses 21 Agustus 2017).

23. Gaillard F. Milliary opacities. Tersedia dari: radiopaedia.org/articles/milliary-

opacities (diakses 27 Agustus 2017).

24. Patel T. Lung metastasis imaging. Tersedia dari:

emedicine.medscape.com/article/358090-overview (diakses 27 Agustus 2017).

25. Saleem A, Thomas EC, Wilkinson A, Azher M, Saleem N. Bilateral military

shadowing on chest x-ray. Journal of the College of Physicians and Surgeon

Pakistan 23(12): 902-3.; 2013.

26. Sharma BB. Miliary nodules on chest radiographs: A diagnostic dilemma.

Lung India 32(5):518-20; 2015)

27. Miyazaki MaU H. Risk of lung cancer among Japanese coal miners on hazard

risk and interaction between smoking and coal mining. J Occup Health 2001:

43:6.

37
28. Cowie RL, Murray JF, Becklake MR. Pneumoconiosis. In: Mason RJ,

Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA, editors. Textbook of Respiratory Medicine.

4th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005: 1748-82.

29. Demedts M, Nemey B, Elnes P. Pneumoconioses. In: Gibson GJ, Gedder DM,

Costales U, Sterk PJ, Cervin B, editor. Respiratory Medicine. 3rd ed. London:

Elsevier Science; 2003: 675-92.

38

You might also like