You are on page 1of 3

ANALISIS JURNA PASIEN SEFTY

Program IPC yang komprehensif dengan focus dengan dengan hand hygine dan isolasi pasien dimulai
pada ICU pada tahun 2010. Pada saat itu penggunaan IPC kami untuk mencegah HAI’s di ICU menjadi
solusi pergeseran paradikma di rusia sebagai strategi pencegahan HAI’s sebelumnya yang tidak berubah
selama bertahun – tahun dan telah menjadi using.

Pentingnya program pencegahan HAI’s jelas di tunjukkan oleh pengamatan bahwa infeksi nosocomial
langsung memperburuk kelangsungan hidup pasien. Ditemukan bahwa HAIS’s meningkatkan
kemungkinan kematian sebesar 1,4 – 1,5 dan perkiraan kematian meningkat 1,5 – 1,9 kali lipat. Dalam
penelitian kami kami menemukan bahwa HAVM menurunkan kemungkinan kelangsungan hidup sebesar
1,43, sedangkan HAI,s lainnya tidak berpengaruh secara signifikan bagi kelangsungan hidup. Telah
dilaporkan sebelumnya bahwa peningkatan kematian HAVM sekitar 3 kali lipat. Meskipun mekanisme
yang tepat belum di pahami harapan dari penelitian telah menemukan bahwa pada pasien ICU, disfungsi
gastrointestinal jugu meremukan factor resiko independen yang meningkatkan kematian. Kita dapat
berdalil bahwa mikroba usus berperan penting dalam fungsi imun dan akibatnya terjadi resistensi
antibiotic, selain itu pada pasien dengan sakit kritis dysbiosis dapat di dalilkan sebagai contributor ke
usus perpindahan pathogen dan mungkin berperan dalam absorbs usus dalam penyerapan enteric.
Dalam penelitian kami ICU acquired intenstinal dysfunction menurunkan bertahan hidup sebesar 1,46
yang mana konsisten dengan penelitian sebelumnya. Pelaksanaan dari IPC dan pengurangan kejadian
infeksi sehingga mengurangi penggunaan antibiotic dapat asumsikan stidaknya sebagai bagian dari
pengurangan dysbiosis gastrointestinal. Penelitian ini lebih jauh menyoroti potensi kematian yang tidak
terlihat yang berdampak pada pengukuran sederhana IPC dari penggunaan antibiotic dan jumlah
resistensi

Pelaksanaan program IPC di ikuti oleh penurunan yang signifikan dari infeksi nosokomual di ICU, bahkan
dampak dari program ini berada dibawah perkiraan. Program IPC kami dilaksanakan pada 9/2010
sedangkan pengumpulan data dimulai 1/2011. Oleh karena itu meskipun kepatuhan terhadap protocol
IPC di harapkan meningkatkan lebih banyak waktu dan pengenalan jumlah dari dampak program ini
mungkin dibawah perkiraan. Kunci awal, seperti pengangkatan kateter lebih awal di harapkan memiliki
dampak langsung dalam pengurangan infeksi nosokomial bahkan terputusnya IPC berdampak pada awal
bulan setelah implementasi, fakrta bahwa pengurangan yang di pertahankan dan berlanjut terhadap
pengurangan jumlah HAI’s yang terjadi berarti baik dan berfungsi sebagai penguat peralatan secara
keseluruan. Pada pasien ICU resiko tinggi kami mengamati penurunan dasar pada kejadian HAI’s jumlah
kejadian HAI’s saluran pernafasan menurun sebesar 1,47, HAI’s saluran kencing menurun 1,4 kali, HAVM
menurun 2 kali lipat, CAUTI menurun 1,93 dan ICU –acquired intestinal dysfuncition menurun 2,3 kali.
Hasil ini konsisten dengan laporan insiden sebelumnya, menunjukkan pengurangan dari privalensi HAI’s
dengan perkiraan 1,7 kalilipat.

Kita menemukan bahwa kejadian beresiko yang di sesuaikan dari EVD terkait HAVM berkurang 1,6 kali
lipat Selama periode penelitian 6 tahun. Dampak dari program IPC pada kejadian DA-HAI’s telah
dilaporkan sebelumnya. Sebagai contoh satu publikasi melaporkan penuurunan 2,7 kali lipat dalam
episode CAUTI per 100 pasien dalam waktu 1 tahun setelah pelaksanaan IPC akan tetapi beberapa HAI’s
seperti HAVM pada statistic tidak di temukan selain itu perubahan dalam kejadian disfunsi usus dapat di
kacaukan oleh protocol implementasi gizi yang maju pada tahun 2012 di ICU.
Kami menemukan bahwa tahun 2012 tingkat infeksi beberapa sub kategori memenag meningkat di
bandingkan pada tahun 2011. Tinggkat infeksi saluran pernafasan dan saluran kencing terkait HAI’s
meningkat dari 4 menjadi 14% dibandingkan dengan tahun 2011. Alasan untuk peningkatan tidak jelas,
tapi kami mendalilkan bahwa ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor. Salah satu contributor
mungkin dari penddidikan staf yang tidak sesuai dari HAI’s dan standar tidak jelas dari penggunaan alat.
Sataf menjadi lebih kenal terhdap pengertian ini mereka mungkin dapat lebih baik mengidentifikasi
kasus yang mengarah pada peningkatan infeksi yang jelas. Selain itu selama awal implementasi protocol
IPC, staf menjalani pelatihan in servis dan berakibat adanya fokus kusus pada ketaatan protocol. Namun,
kepatuhan terhadap faktor pengendalian infeksi dapat berkurang seiring berjalanya waktu dan itu terjadi
pada tahun 2012. Olehkarena itu penguatan lebih lanjut dari praktek bersama dengan umpan balik untuk
tim kesehatan di perlukan untuk kepatuhan berkelanjutan dalam memulai IPC. Setelah pendidikan
berulang pada staf perhatian baru pada IPC mungkin dalam berkontribusi untuk mengurangi kejadian
HAI’s pada tahun 2013.

Selain itu lama rawat pasien di ICU dan kejadian kematian pasien telah menurun selama periode
penelitian. Meskipun penyebab langsung tidak dapat di tentukan ini akan tepat untuk mendalilkan
bahwa penurunan kejadian HAI’s telah menjadi contributor sebagian dari pengurangan ini. Dengan
demikian tingkat penurunan HAI’s menghasilkan penurunan yang berarti dalam biaya perawatan
kesehatan, dan potensi keuntungan dalam menurunkan kematian secara keseluruhan. Namun tetapi
kami tidak memantau semua parameter lain yang dapat mempengaruhi mortalitas dan lama rawat,
dengan demikian penjelasan lain. Sebagai tambahan kami mengakui bahwa pendekatan secara
keseluruhan pada perawatan pasien tidak berubah dan DUR tidak berubah untuk salah satu prangkat
yang kita pantau.

Pencegahan penyebaran dari resistensi karbapenem, bakteri gram negatif menjadi pioritas pertama dari
program IPC berdasarkan guidelines WHO terbaru karena jenis ini memberikan ancaman yang siknifikan
pada kesehatan global. Kami pertama menemukan bahwa proporsi dari bakteri gram negatif seperti
pneumoni dan A.baumanii dalam spectrum HAI’s aliran darah menurun dan yang kedua resistensi dalam
dua pathogen terhadap carbapenem secara siknifikan berkurang. Dalam penelitian kami persentase awal
dari isolate resisten terhadap imipenem adalah 34,5% untuk K.pneumoni dan 77,7% untuk A.baumanii.
pada akhir penelitian persente menurun 1,7 – dukali lipat. Prevalensi awal dari isolate resistren
karbapenem di NSI neuro-ICU terbukti lebih tinggi dari pravelinsi rata – rata di eropa (8,1% untuk
K.pneumoni dan 50% untuk A. BAumanii) dan di amerika (7,9% untuk K. Pneumoniae dan 49,5% untuk
A. baumanii). Temuan ini sebagian dapat dijelaskan oleh populasi penelitan karena kami hanya
menganalisis pasien ICU yang mungkin merupakan populasi beresiko tinggi. Namun kami mendalilkan
jumlah resistensi awal karbapenem setidaknya sebagian karena infeksi silang dari pasien.

Hipotesis kami adalah pelaksanaan protocol IPC bekerja 2 kali lipat dengan pengurangan awal dalam
transmisi HAI’s pasien yang berakibat pada penurunan infeksi nosocomial. Intervensi kami yang paling
penting melibatkan tindakan pencegahan kontak dengan menggunakan sarung tangan, gaun, masker dan
isolasi pada pasien yang mengalami resistensi terhadap karbamapenem dan infeksi acinetobacter atau
klebsiella. Upaca ini di pasangkan dengan pengukuran disinfeksi lingkuangan intensif, antiseptic kulit
untuk perangkat yang diam serta focus pada hand hygine sebagai multi modal strategi.

Sebagai catatan kepatuhan terhadap hand hygine sebenarnya sulit untuk dilaksanaan dalam angka
kepatuhan 27% di 2011, kepatuahn terhadap hand hygine pada tahun berikutnya mulai dari tahun 2012
sampai 2016 adalah 40,69,63, 68, dan 81% penurunan tingkat infeksi dari waktu ke waktu bisa
mempengaruhi pengurangan penggunaan antibiotic spectrum luas. Pengurangan penggunaan antibiotic
secara siknifikan menurun selama periode penelitian. Harus di catat bahwa program pelayanan
antibiotik telah ada sebelum pelaksanaan IPC. Pelayanaan antibiotic melibatkan protocol institusi untuk
antibiotic periopratif dan profilaksis dan untuk terapi antibiotic empiris. Akan tetapi integrasi protocol
IPC termasuk pengukuran survelen telah meningkatkan efektivitas intervensi penggunaan antibiotic.
Hasil akhir dalam penelitian ini, tingkat resistensi yang dia amati menurun pada level secara global dan
regional.

Peningkatan pada tingkat kerentanan ini, berbeda dengan tren global dari peningkatan resistensi
karbamapenem selama dekade terahir menunjukkan bahwa dalam sumber daya yang terbatas program
IPC dapat berjalan secara efektif. Program bermakna secara kusus dalam seting pelayanan kesehatan
dengan resistensi level yang tinggi dimana mereka dapat berfunsi sebagai intevensi efektif yang
mengarah pada dampak klinis yang cukup bersar. Penguran subtansi dalam karabamapenem mendukung
gagasan bahwa penerapatan startegi IPC mengandung langkah – langkah efektif untuk mencegah dan
mengendalikan resistensi karabapenem. Selain itu ini di dukung oleh pedoman WHO baru yang
menegaskan bahwa starategi multi modal IPC dapat membantu mencegah karbapenem

You might also like