You are on page 1of 13

TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH :

ADI TRI IRAWAN (1702087)


APRILIA DIAN P (1702092)
DINDA IRMAWATI K (1702097)
FARIDA ULFA DWI P (1702102)
KISMI HANDAYANI (1702107)
NURJANAH S (1702112)
RINO TEGAR P (1702117)
SUSI ERAWATI (1702122)
ZOGI PANGESTU (1702128)

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN


2018/2019
A. Pengertian kejang demam

Merupakan kejang yang terkait dengan gejala demam dan usia, serta tidak
didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain diotak. Demam adalah kenaikan
suhu tubuh lebih dari 38oC rektal atau lebih 37,8oC aksila. Pendapat para ahli, kejang
demam terbanyak terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai dengan 5
tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah usia 5 tahun pernah mengalami bangkitan
kejang demam. Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi pada anak berusia antara 6
bulan sampai 22 bulan, insiden bangkitan kejang demam besar kemungkinan terjadi
usia 18 bulan. (jurnal sari pediatri, vol.12, No.3, Oktober 2010)

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oC ) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Hasan & Alatas,dkk,2002)

B. Etiologi kejang demam


Kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38.4oC tanpa adanya
infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia diatas 1
bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Demam pada kejang dalam
umumnya disebabkan oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak, seperti infeksi
traktus respiratorius dan gastroenteritis (sumber: jurnal medula 1, Nomor 1 September
2013

C. Tanda dan gejala


1. Demam
2. Sakit kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang nafas dapat berhenti
beberapa saat
3. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jaadi kaku, kepala terkulai kebelakang, disusul
gerakan yang kuat
4. Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru dan bola mata naik keatas
5. Gigi terkatup dan kadang disertai muntah
6. Nafas dapat berhentibeberapa saat
7. Anak tidak dapat mengontrol buang air besar dan kecil
D. Macam kejang demam
Livingston membuat kriteria kejang demam atas 2 golongan :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
Demam yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered of by fever)
Demam yang berlangsung kurang dari 15 menit total, atau multiple (lebih dari 1 kali
kejang dalam 24 jam)
(sumber: Jurnal Medula 1 nomor 1 september 2013)

E. Penatalaksanaan Kejang Demam


1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Livington (2001) penatalaksanaan medis
a) Menghentikan kejang secepat mungkin diberikan antikonvulsan secara
intravena jika klien masih kejang
b) Pemberian oksigen
c) Penghisapan lendir kalau perlu
d) Mencari dan mengobati penyebab pengobatan rumah protalaksis intermitten
untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipiretika
2. Penatalaksanaan Keperawaatan
a) Semua pakaian ketat dibuka
b) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mecegah aspirasi isi lambung
c) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d) Monitor suhu tubuh. Paling akurat dengan suhu pada rektal
e) Obat untuk penurun panas, pengobatan ini dapat mengurangi ketidaknyamanan
anak dan menurunkan suhu 1 sampai 1.5oC
f) Berikan kompres hangat
g) Menaikkan asupan cairan anak
h) Istirahatkan anak saat demam

( Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697 Vol.2 No.3 september 2009)


F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin, tetapi dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,
rekomendasi D).
2. Pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis
meningitis. Pada kejang didahului demam apabila umur <12 bulan : harus segera
dilakukan pungsi lumbal, karena ginjal meningitis mungkin sulit dinilai. Umur 12-
18 bulan: bila ragu-ragu mengenai ada tidaknya meningitis dianjurkan pungsi
lumbal. Umur >18 bulan: tidak dianjurkan kecuali ada gejala meningitis .
3. Elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan pada kejang demam sederhana,
hasil EEG pada kejang demam tidak berguna untuk memperkirakan berulangnya
kejang, memperkirakan epilepsi dikemudian hari, menentukan ada tidaknya kelainan
organik.
4. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala dilakukan bila adanya kelainan neurologik
fokal yang menetap ( hemiparesis ) , paresis nervus Vi, papiledema.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengumpulan Data
1. Biodata
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa, diagnosa,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, no. medical record, dan alamat.

b. Identitas penanggung jawab


Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan klien.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
RSMRS, Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat
penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
b. Keluhan utama : kejang demam
c. Riwayat keluhan utama
P : kejang
Q : hilang timbul
R : seluruh tubuh
S :-
T : tiap 15 menit
d. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama sebelumnya.
A. Pengkajian Primer
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
1. Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang
terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga
jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota
gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik,
tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita.
Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut
dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu
menyumbat saluran pernapasan. Tindakan yang dilakukan :
a. Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
a) Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
b) Jalan nafas bersih dari sumbatan
c) RR dalam batas normal
d) Suara nafas vesikuler

2. Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih 15
menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat
untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan
terjadinya asidosis. Tindakan yang dilakukan :
a. Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2
masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
b. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
a) RR dalam batas normal
b) Tidak terjadi asfiksia
c) Tidak terjadi hipoxia

3. Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga


meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi. Tindakan yang dilakukan :
Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
1) Tidak terjadi gangguan peredaran darah
2) Tidak terjadi hipoxia
3) Tidak terjadi kejang
4) RR dalam batas normal
B. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
1) Kesulitan dalam beraktivitas
2) Kelemahan
3) Kehilangan sensasi atau paralysis.
4) Mudah lelah
5) Kesulitan istirahat
6) Nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
1) Perubahan tingkat kesadaran
2) Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ),
kelemahan umum.
3) gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
1) Riwayat penyakit stroke
2) Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial.
3) Polisitemia.
Data obyektif:
1) Hipertensi arterial
2) Disritmia
3) Perubahan EKG
4) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
5) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
Data Subyektif:
1) Inkontinensia urin / alvi
2) Anuria
Data obyektif
1) Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
2) Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
1) Nafsu makan hilang
2) Nausea
3) Vomitus menandakan adanya PTIK
4) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
5) Disfagia
6) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif:
1) Syncope
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
3) Kelemahan
4) Kesemutan/kebas
5) Penglihatan berkurang
6) Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
7) Gangguan rasa pengecapan
8) Gangguan penciuman
Data obyektif:
1) Status mental
2) Penurunan kesadaran
3) Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
4) Gangguan fungsi kognitif
5) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam
6) Wajah: paralisis / parese
7) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya. )
8) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
9) Kehilangan kemampuan mendengar
10) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
11) Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif,
ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
1) Tingkah laku yang tidak stabil
2) Gelisah
3) Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh
c) Kesulitan untuk melihat objek
d) Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
e) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
f) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
g) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
h) Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data obyektif:
1) Problem berbicara
2) Ketidakmampuan berkomunikasi
3. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow :
a. Respon motorik
b. Respon bicara
c. Pembukaan mata
1) Pengelompokan Data
a. Data Subyektif
(1) Keluarga Klien mengatakan klien tidak mampu melakukan aktifitas
(2) Keluarga Klien mengatakan klien merasa mual dan muntah
(3) Keluarga Klien mengatakan klien Pusing, mata berkunang-kunang
(4) Keluarga Klien mengatakan klien susah bernafas
(5) Kekuarga Klien mengatakan klien takut dengan keadaanya
b. Data obyektif
(1) Klien tampak kesulitan bernafas
(2) Tampak peningkatan sekresi mucus
(3) Klien nampak lemah
(4) Klien nampak mual dan muntah
(5) Klien nampak gelisah
(6) Klien nampak pusing
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa : resiko injuri berhubungan dengan kejang/ psikomotor, disorientasi/


penurunan status mental.
a. Tujuan : safety status (anak terbebas dari injury)
b. Kriteria hasil : tidak terjadi kejang, lidah tidak tergigit, tidak terjadi fraktur.
c. Intervensi:
1. Seizure management
a) Baringkan ditempat yang rata.
b) Bimbing pergerakan untuk mencegah injury.
c) Pasang sudip lidah atau tong spatel yang telah dibungkus kasa diantara gigi
untuk mencegah lidah tergigit.
d) Singkirkan benda-benda disekitar.
e) Hindari penggunaan restrain.
f) Temani klien saat kejang.
2. Seizure precaution
a) Atur tempat tidur yang rendah
b) Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur.
c) Sediakan suction disamping tempat tidur.
d) Sediakan ambubag dismaping tempat tidur.
e) Beritahu pasien atau keluarga tentang faktor pencetus kejang dan faktor
resiko yang meningkatkan injuri dan bagaimana cara menguranginya.
f) Intruksikan pada keluarga untuk sedia obat antipiretik dan antikonvulsan
sesuai dengan resep dokter.

2. Diagnosa : Hipertermi berhubungan dengan proses penyakitnya, dehidrasi.


a. Tujuan : hipertermi teratasi, terjadi keseimbangan antara produksi panas dan
kehilangan panas.
b. Kriteria hasil : suhu tubuh dalam rentang: 36,5 -37oc, kulit tidak kemerahan.
c. Intervensi :
1. Monitoring vital sign
a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan.
b) Pertahankan secara berkesinambungan monitoring suhu tubuh.
c) Monitoring warna kulit, suhu dan kelembutan.
d) Monitoring adanya sianosis perifer.
e) Identifikasi dari penyebab perubahan vital sign.
2. Penanganan demam
a) Berikan antipiretik jika diperlukan.
b) Buka pakaian sampai hanya tinggal celana dalamnya saja. Pastikan klien
memperoleh banyak udara segar tanpa menjadi kedinginan.
c) Berikan tapid sponge bed dengan air hangat.
d) Berikan intake cairan yang adekuat.
e) Berikan oksigen jika diperlukan.

3. Diagnosa : Resiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.


a. Tujuan : Aktivitas kejang tidak berulang
b. Kriteria hasil : Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
c. Intervensi :
1. Kaji faktor pencetus kejang.
Rasional : Untuk memberikan tindakan yang tepat
2. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Rasional : keluarga sangat penting dalam mendukung proses penyembuhan klien
3. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma.
Rasional : Pemantauan TTV perlu untuk mengetahui perkembangan kondisi
klien, trauma dapat memberikan dapak psikologis bagi klien
4. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Rasional: Untung menurunkan suhu tubuh klien

You might also like