Professional Documents
Culture Documents
Karya: Gu Long
Judul : Naga Kemala Putih
Judul Asli : Bai Yu Diao Long
Judul Barat : White-Jade Carved Dragon
Tahun Terbit : 1981
Saduran: Tjan I.D
Lanjutan dari HARIMAU KEMALA PUTIH
Bab 1. Kebetulan atau Penyelidikan?
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Pada malam yang sama, Tio Bu-ki sedang merasa sulit untuk
memejamkan matanya. Dia ingin segera tidur, tapi berbagai pikiran
berkecamuk dalam benaknya, membuat dia gelisah dan tak tenang.
Dia tidak tahu apakah Sangkoan Jin telah mengirim kabar ke
semua cabang Tayhong-tong agar mereka dapat mempersiapkan diri
untuk menghadapi serangan besar-besaran pihak Benteng Keluarga
Tong. Ia sadar bahwa hal ini merupakan pertaruhan besar,
pertaruhan besar yang menyangkut masa depan serta hidup-matinya
Tayhong-tong.
Dalam pertaruhan ini, Bu-ki sadar kalau dia harus segera
memasang taruhannya. Sampai sekarang, Tio Bu-ki tetap belum
memahami sikap paman Siangkoannya itu, bahkan sikapnya
terhadap rencana Harimau Kemala Putih. Bagaimana mungkin dia
bisa memahami tokoh-tokoh lain di Tayhong-tong?
Karena tidak bisa memahami semua itu, pemuda ini merasa
amat risau, bingung dan gelisah. Semula dia mengira bahwa
Sangkoan Jin pasti akan berupaya untuk menyampaikan berita itu ke
semua cabang Tayhong-tong. Tapi sekarang, tiba-tiba saja, ia mulai
ragu dan bimbang, apa jadinya kalau Sangkoan Jin lebih
mementingkan keselamatan dirinya sendiri, atau gagal menemukan
orang yang bisa membawa berita tersebut ke semua cabang
Tayhong-tong?
Andaikata gara-gara hal ini anggota Tayhong-tong sampai
dibuat kalang-kabut oleh datangnya serangan dari Keluarga Tong,
atau bahkan banyak yang mati atau tcrluka parah, apakah dia yang
harus memikul tanggung-jawab ini?
Ia merasa sudah waktunya untuk mengambil keputusan, dia
harus menyampaikan kabar tersebut ke salah satu pos jaga
Tayhong-tong, sekalipun jika akhirnya terbukti bukan tempat itu
yang diserang Keluarga Tong, paling tidak dia tak akan merasa
menyesal karena hanya berpeluk tangan belaka.
Ia sadar, terus bersembunyi di atas bukit adalah keputusan
yang salah, tidak seharusnya ia mempertaruhkan keselamatan jiwa
para anggota Tayhong-tong dengan menggantungkan diri pada
Sangkoan Jin seorang. Tio Bu-ki menengadah, memandang sejenak
kegelapan malam yang telah menyelimuti angkasa, dia sadar,
seandainya keputusan yang diambilnya keliru, tak akan ada harapan
lagi untuk merubahnya, sebab sudah tidak ada waktu lagi untuk itu.
Pada saat itulah mendadak ia mendengar suara gemersik
seperti suara burung yang terbang rendah bergerak menuju ke
arahnya. Dengan satu gerakan cepat ia mematahkan ranting pohon,
kemudian langsung ditimpukkan ke arah datangnya suara
sambaran itu.
Serangan itu amat cepat dan tepat, sekejap lalu terdengar
suara benturan bergema di udara, disusul suara seperti sesuatu
menumbuk batang pohon dan jatuh ke tanah. Bu-ki tidak langsung
menghampiri tempat itu, ia memasang telinga dan mencoba
mendengarkan keadaan di sekelilingnya. Ia harus yakin di situ tidak
ada orang lain sebelum memunculkan diri dari tempat
persembunyiannya.
Suasana amat hening, kecuali hembusan angin malam yang
lembut, tak terdengar suara apa pun. Lama sekali ia berdiri
mematung, ia kuatir benda yang menyambar ke arahnya tadi adalah
suara sambitan senjata rahasia yang sengaja dilepas seseorang.
Sepeminuman teh lewat tanpa terlihat suatu gerakan apa
pun, suasana tetap hening, sepi dan senyap. Bu-ki mulai menduga,
jangan-jangan benda yang ditimpuknya tadi benar-benar hanya
seekor burung yang sedang terbang rendah. Pelan-pelan ia mulai
bergerak mendekati tempat itu, kemudian mencoba memungutnya
dari tanah.
Di tengah kegelapan malam, ia merasa benda yang
dipungutnya benar-benar seekor burung dan ketika diperiksa lebih
teliti, ternyata burung itu seekor merpati. Burung merpati?
Pemuda itu segera teringat pada merpati pos. Mungkinkah
merpati ini adalah merpati pos yang dilepas orang-orang Keluarga
Tong untuk menyampaikan berita?
Cepat-cepat diperiksanya kaki burung merpati itu dan benar
saja, segulung kertas kecil terikat erat pada kaki burung merpati itu.
Buru-buru dia merogoh ke dalam saku dan mengeluarkan
korek api, lalu di bawah terang cahayanya dia membuka lipatan
kertas itu dan memeriksa isinya. Yang kemudian dilihatnya membuat
anak muda itu terkesiap seketika.
“Aduh celaka!” pekiknya di hati.
Dia segera mengenali isi surat itu, yaitu tanda rahasia yang
sering dipakai Tayhong-tong untuk menyampaikan berita.
Di balik lembaran kertas itu tidak ada tulisan apa pun, tapi
kertas tersebut dilipat dengan suatu lipatan khusus, yaitu selembar
kertas yang ditempeli kertas kecil lain berbentuk hati. Tanda rahasia
ini berarti bahwa seluruh anggota Tayhong-tong harus waspada dan
lebih hati-hati. Lipatan yang kecil menandakan bahwa jangka waktu
untuk berhati-hati adalah satu-dua hari kemudian. Bila delapan
sampai sepuluh hari lagi, lipatan kertas itu akan lebih besar lagi.
Dia tahu, merpati ini pasti dilepaskan oleh Sangkoan Jin
untuk memperingatkan anggota-anggota Tayhong-tong. Namun
sekarang merpati itu sudah mati tersambit. Apa yang harus
dilakukannya sekarang? Mungkinkah Sangkoan Jin hanya
melepaskan seekor merpati? Merpati itu sebenarnya dikirim ke
mana?
Tio Bu-ki menyesal, mengapa ia tidak lebih berhati-hati?
Mengapa ia tidak menduga kalau burung itu adalah seekor burung
merpati pos? Mengapa dia mengira sebagai sambitan senjata
rahasia?
Nasi sudah menjadi bubur, menyesal pun tak ada gunanya,
yang penting sekarang adalah bagaimana mengatasi kesalahan ini.
Tapi... apa yang harus diperbuatnya untuk memperbaiki kesalahan
itu?
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Malam bertambah larut, kegelapan semakin dalam
menyelimuti angkasa.
Ketika Sangkoan Jin dan Wi Hong-nio sudah tertidur
nyenyak, ketika Tio Bu-ki yang berada dalam hutan sedang ragu dan
menyesal atas kecerobohan sendiri, saat itu Tong Hoa sedang
berunding dengan TongOu.
“Ternyata Wi Hong-nio betul-betul ingin meninggalkan
Benteng Keluarga Tong,” lapor Tong Hoa.
“Kau yakin bisa mendampinginya ke mana pun dia pergi?”
“Sangat yakin, semalam aku telah menggunakan siasat
rayuan maut, aku percaya mulai besok dia pasti akan bersikap lebih
baik kepadaku!”
“Kau mesti lebih hati-hati,” pesan Tong Ou kemudian,
“sebab langkah berikut kita kemungkinan besar sangat tergantung
pada keberhasilanmu.”
“Aku tahu.”
Tong Ou bangkit dan berjalan ke lemari, mengeluarkan
sebuah kotak dari dalamnya. Kotak itu lalu diletakkan di atas meja
dan katanya lagi, “Kuserahkan kotak ini kepadamu, bawalah selalu
ke mana pun kau pergi, karena setiap saat kau bakal
membutuhkannya.”
“Apa isi kotak ini?”
“Bukalah sendiri!”
Tong Hoa membuka penutup kotak itu lalu dengan sangat
hati-hati mengeluarkan sebuah benda dari dalamnya. Benda itu
adalah sebuah patung berukir terbuat dari batu kemala putih,
sebuah patung berukiran naga sedang mementang cakar tajamnya,
Naga Kemala Putih.
“Ukiran naga yang sangat indah!” puji Tong Hoa.
“Ya, naga itu diukir di batu kemala, patung itu bernama
Naga Kemala Putih!” jelas Tong Ou.
Ukiran Naga Kemala Putih itu tidak terlalu besar, ukurannya
hanya sedikit lebih besar dari telapak tangan, tapi ukirannya sangat
bagus dan sempurna, seperti seekor naga yang siap terbang ke
angkasa.
Tong Ou mengambil kembali patung naga itu dari tangan
Tong Hoa, lalu sambil menuding ke arah mulut naga itu ia berkata
lagi, “Mulut naga ini memang sengaja dibuat terbuka lebar, di balik
mulut ini ada ruang kosong, kau bisa memasukkan kertas ke
dalamnya.”
“Maksudmu, semua rencana kita akan menggunakan mulut
ukiran naga itu?”
“Yang benar kita menggunakan perut naga yang kosong.”
“Kenapa kita harus menggunakan Naga Kemala Putih ini?”
“Sebab benda ini hadiah dari Sangkoan Jin, menurut
Sangkoan Jin benda ini adalah benda kuno yang paling disayang Tio
Kian semasa hidupnya dulu.”
“Akan kusimpan dengan sangat hati-hati,” janji Tong Hoa.
Tong Ou manggut-manggut, lalu katanya lagi, “Sebelum
digunakan, kau harus mendatangi dusun tempat tinggal Tio Kian, di
dusun itu ada toko yang menjual alat tulis, pemilik toko itu bernama
Pek Giok-ki.”
“Aku tahu, taukenya bernama Pek Giok-ki.”
“Betul, Pek Giok-ki paling mahir tulis menulis, bukan saja
tulisannya sangat indah, dia pun sangat pandai meniru gaya tulisan
orang.”
“Ya, bagaimanapun juga aku mesti menunggu kabarmu,
biarlah sampai waktunya baru kucari dia dan minta dia menulis
sesuai dengan rencanamu.”
“Benar. Kepadanya kau boleh membeberkan indentitas
aslimu.”
“Jadi dia termasuk salah seorang yang kita suap untuk
mendukung kita?”
“Yaa, tiap tahun kita membayarnya limaribu tahil perak.”
“Waah, dengan uang sebanyak itu, berarti dia tidak perlu
buka toko lagi!”
“Jika rencana Naga Kemala Putih kita berhasil dijalankan,
selanjutnya memang dia tak perlu buka toko lagi.”
“Kenapa? Masa kita harus terus membayarnya lagi setelah
dia menuliskannya buat kita?”
“Tidak. Ketika ia selesai menulis, kau harus membunuhnya!”
“Membunuhnya untuk melenyapkan bukti?”
“Benar, orang yang bisa kita suap berarti bisa juga disuap
pihak lain, untuk ini kita harus waspada dan lebih baik sedia payung
sebelum hujan.”
“Sangat masuk di akal!” puji Tong Hoa. Tong Ou tertawa
tergelak.
“Jika tidak masuk di akal, masa Keluarga Tong kita bisa
menancapkan kaki begitu lama di dalam dunia persilatan?”
Tong Hoa ikut tertawa, suara tertawanya penuh rasa bangga
dan puas. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk
pintu. Siapa yang berani mengetuk pintu di tengah malam buta
begini? Mungkinkah sudah terjadi sesuatu yang gawat dan penting?
Buru-buru Tong Ou memerintah Tong Hoa untuk
menyimpan Naga Kemala Putih itu ke dalam sakunya, kemudian
baru membuka pintu. Orang yang berada di luar pintu adalah Tong
Koat, di tangan TongKoat-terlihat seekor burung merpati. Setelah
menutup kembali pintu ruangan, Tong Koat menyerahkan merpati
itu ke tangan Tong Ou.
Merpati itu masih hidup, ia meronta-ronta hendak
melepaskan diri dari genggaman Tong Ou.
Dengan sangat teliti Tong Ou membentangkan sayap
merpati itu dan memeriksanya satu per satu, kemudian berkata,
“Merpati ini bukan burung merpati pos milik kita!”
“Betul,” Tong Koat mengiakan, “merpati ini dirontokkan oleh
penjaga kita yang bertugas tujuh belas li di luar kota, mereka
mengirim balik dengan menggunakan kuda cepat.”
“Jadi milik siapa?” tanya Tong Ou.
“Belum terlacak, sampai sekarang belum pernah dijumpai
burung merpati semacam ini.”
“Apa mungkin merpati pos milik Tayhong-tong?”
“Tayhong-tong tidak pernah menggunakan merpati pos
semacam ini.”
“Apakah sudah diselidiki merpati ini terbang dari mana dan
kira-kira akan terbang ke mana?”
“Menurut laporan, merpati ini kemungkinan besar terbang
dari Benteng Keluarga Tong, hanya tidak jelas akan terbang ke arah
mana.”
“Merpati pos yang mampu terbang malam? Suatu cara
pengiriman berita yang sangat hebat!” puji Tong Ou tanpa terasa.
“Kira-kira jagoan mana dalam dunia persilatan yang mampu melatih
burung merpati semacam ini?”
“Belum pernah ada yang tahu,” jawab Tong Koat, “aku
sudah mengirim orang untuk minta pendapat Pek Siau-seng,
mungkin besok pagi sudah ada beritanya.”
“Apakah belakangan ada orang asing yang berkunjung ke
Benteng Keluarga Tong?”
“Hari ini tidak ada, tapi tiga hari berselang ada.”
“Tiga hari berselang? Berarti orang itu sudah tiga hari
tinggal di sini?”
“Dia seorang pedagang kain, waktu mendaftar di losmen
menggunakan nama Go Yong, tinggal di penginapan Ya-lay. Baru
saja aku mengirim petugas untuk menanyai orang itu.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, Tong Ou telah
melepaskan kertas yang terikat di kaki burung merpati itu dan
memeriksa isinya. Ia melihat isi surat itu hanya sebuah tanda yang
berbentuk hati.
Tong Koat kembali menjelaskan, “Toako, kertas itu sudah
diperiksa, itu adalah kertas tulis yang umum dipakai semua orang,
bahan kertas semacam ini bisa didapat di semua tempat.”
“Apa arti tanda hati di dalam surat ini? Masa surat
pernyataan cinta?” tanya Tong Ou.
“Aaah tidak mungkin, mana ada orang yang mau bersusah-
payah melatih merpati pos yang bisa terbang malam hanya untuk
menyampaikan perasaan cinta?”
“Waah, itu ide yang sangat bagus!” timbrung Tong Hoa
pula, “lain kali aku mesti meniru cara ini, rasanya perempuan yang
kuburu pasti akan terharu bila dirayu dengan cara begini...”
“Aku yakin tanda hati ini pasti bukan berarti cinta, tentu
punya makna lain yang lebih dalam,” tandas Tong Ou.
Tong Hoa mulai memperhatikan lambang hati itu dengan
lebih seksama, tiba-tiba katanya, “Hati ini tidak terlalu besar dan
tidak besar berarti kecil, hati yang kecil melambangkan kehati-
hatian. Mungkinkah surat itu peringatan agar orang lebih berhati-
hati?”
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ketika Gi Pek-bin digelandang balik ke Benteng Keluarga T(
>ng, waktu itu Cing-cing sedang membuka pintu sambil berjalan
masuk ke dalam ruangan.
Begitu melihat kemunculan perempuan itu, Tong Koat
segera menegur, “Kau berhasil menemukan sesuatu?”
“Tidak!” Cing-cing menggeleng.
“Apakah kemampuan Sangkoan Jin memang hebat?” sela
Tong Hoa tiba-tiba.
“Yaa, dia kuat sekali, tak beda dengan anak muda...”
Sekulum senyuman sesat segera tersungging di ujung bibir
Tong Hoa dan Tong Koat, sebaliknya paras muka Tong Ou sama
sekali tak berubah.
“Kalau begitu pergilah beristirahat,” perintah Tong Koat
sambil mengulapkan tangannya, “bila menemukan sesuatu segera
lapor kemari.”
Cing-cing mengiakan sambil berlalu. Dia berjalan sangat
lamban, ketika membuka pintu ia nampak agak sangsi sejenak tapi
kemudian berlalu tanpa berpaling lagi. Dia memang tak tega
mengkhianati Sangkoan Jin, sebab ia sadar bila apa yang ia temukan
dilaporkan kepada Tong Koat, Sangkoan Jin bakal mengalami nasib
yang mengerikan. Bagi ia sendiri, ini sama artinya dengan
kehilangan kesempatan untuk bertemu, bergaul dan menikmati
kegembiraan bersama Sangkoan Jin.
Bagaimanapun dia masih merasa berat untuk kehilangan
kenikmatan hidup seperti ini, maka ia terpaksa harus membohongi
Tong Koat. Tapi ada satu hal yang dia tak ketahui, ia tidak tahu
kalau Gi Pek-bin telah tertangkap dan sedang digelandang ke
markas. Seandainya Gi Pek-bin sampai buka suara dan mengakui
semua tujuan kedatangannya ke Benteng Keluarga Tong, maka
Cing-cing pun akan terancam hukuman mati karena kebohongannya.
Tentu saja semua itu baru akan terjadi bila Gi Pek-bin mengambil
keputusan yang salah sewaktu bertemu dengan Tong Ou nanti.
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Benteng Siangkoan-po.
Ketika Tong Ou dan Siangkoan Ling-ling tiba di situ,
kedatangan mereka disambut dengan sangat meriah.
Di Benteng Siangkoan-po, Tong Ou sengaja tiap hari
menemui Sangkoan Jin untuk diajak merundingkan rencana berikut
dalam usahanya menyerbu benteng Tayhong-tong, setiap kali
berunding dia sengaja pulang larut malam.
Setiap kali selesai berunding sampai larut malam, dia pun
sengaja memberitahukan hal ini kepada Siangkoan Ling-ling, agar
gadis itu tahu kalau ayahnya amat penat dan menderita. Tentu saja
dia mendesaknya agar menjalankan kewajibannya sebagai seorang
putri yang berbakti.
Untuk menunjukkan bakti serta cintanya, tentu saja tak ada
cara yang lebih baik daripada membuatkan semangkok jinsom
berusia ribuan tahun.
Tentu saja cara ini merupakan cara yang paling berbakti.
Oleh sebab itu setiap hari, setiap kentongan pertama nona
ini selalu turun tangan sendiri membuatkan semangkuk kaldu ayam
untuk ayahnya.
Menyaksikan cinta dan bakti putrinya, Sangkoan Jin sebagai
seorang ayah tentu saja tak pernah menaruh curiga.
Maka setiap kali disuguhi kaldu ayam, dia selalu
meneguknya hingga habis.
Tong Ou ikut girang. Tapi yang membuatnya sangat gembira
adalah setiap kali melihat mangkuk berisi kaldu itu diteguk Sangkoan
Jin hingga habis, setetes pun tak tersisa.
Dia tahu, rencananya makin lama makin mendekati puncak
keberhasilan yang gemilang.
Racun yang digunakan adalah racun bersifat lambat, bila
tidak mengerahkan tenaga dalam, siapa pun tak akan menemukan
gejala atau tanda-tanda yang mencurigakan. Bahkan sewaktu
mengatur napas pun tak akan dirasakan.
Racun itu baru bekerja bila seseorang sudah mengerahkan
tenaga dalamnya hingga mencapai paling puncak. Saat itulah
seluruh kekuatannya akan runtuh, bahkan untuk mengerahkan tiga
bagian tenaganya pun tak akan mampu.
Tong Ou percaya, dengan kepandaian silat Tio Bu-ki, bukan
masalah bagi pemuda itu untuk bertarung hingga ratusan jurus
melawan Sangkoan Jin.
Sebaliknya bagi Sangkoan Jin, pertarungan sebanyak seratus
jurus akan banyak menguras tenaganya bahkan kekuatannya akan
mengalami goncangan keras.
Keadaan semacam inilah yang dia harapkan karena akan
mencipta-kan kesempatan bagi Bu-ki untuk membunuh Sangkoan
Jin.
Menanti pemuda itu berhasil menghabisi Sangkoan Jin, Tong
Ou baru akan menceritakan kejadian yang sesungguhnya bahwa
rencana Naga Kemala Putih adalah hasil rancangannya, rencana
yang khusus dia ciptakan untuk menandingi siasat Harimau Kemala
Putih.
Dia bisa membayangkan reaksi Tio Bu-ki pada saat itu, dia
pasti akan merasakan pukulan batin yang amat berat, seluruh
jiwanya pasti akan roboh.
Berpikir sampai di situ Tong Ou tak bisa menahan diri lagi, ia
segera tertawa terbahak-bahak.
Jika Tio Bu-ki sudah rontok, jago mana lagi yang bisa
diandalkan Tayhong-tong? Saat itu, bukankah seluruh dunia
persilatan akan jatuh ke dalam cengkeramannya?
Dengan penuh rasa bangga dia menenggak arak seorang
diri. Dia yang biasanya kurang begitu suka minum arak, hari ini telah
menenggak susu macan hingga setengah mabuk, sedemikian
mabuknya hingga dia sendiri pun tak tahu sejak kapan dia sudah
tertidur di atas ranjangnya.
Bu-ki tahu dengan jelas kapan dia naik ke ranjang untuk
tidur, sebab dia sudah menempuh perjalanan siang malam, jangan
lagi makan, air setetes pun belum pernah membasahi
kerongkongannya apalagi memejamkan matanya untuk beristirahat.
Tapi berjalan terlalu lama membuatnya benar-benar penat.
Ia tahu dirinya sudah tak memiliki kekuatan cukup untuk menempuh
perjalanan, jika tidak dipaksakan untuk beristirahat, jangan harap
dia bias mengalahkan Sangkoan Jin.
Maka dia harus mencari tempat untuk beristirahat dan tidur
yang nyenyak. Lebih baik agak terlambat membalas dendam
daripada sama sekali tak berkesempatan melakukan pembalasan.
Itu alasannya mengapa dia mencari sebuah rumah
penginapan dan tidur dengan nyenyaknya.
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
Ooo)))(((ooo
TAMAT