Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
1.1 Rumusan Masalah
1.1.1 Bagaimana pengertian perilaku sehat sakit?
1.1.2 Bagaimana pencegahan penyakit yang dilakukan dalam praktek
keperawatan?
1.1.3 Bagaimana implementasi antropologi dalam praktek keperawatan?
1.2 Tujuan Tulisan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian dari perilaku sehat sakit
1.2.2 Untuk mengetahui pencegahan penyakit dalam praktek
keperawatan
1.2.3 Untuk mengetahui implementasi antropologi dalam praktek
keperawatan
1.3 Manfaat Tulisan
1.3.1 Manfaat Teoritis
Secara teoretis, makalah ini diharapkan mampu menjadi
referensi atau masukan terhadap pembelajaran antropologi
kesehatan untuk lebih memahami materi mengenai perilaku sehat
sakit dan pencegahan penyakit.
1.3.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, makalah ini diharapkan mampu menjadi
pembelajaran bagi para mahasiswa dalam kaitannya dengan
pembelajaran antropologi kesehatan mengenai perilaku sehat sakit
dan pencegahan penyakit
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Penggolongan status kesehatan di atas menunjukkan bahwa penilaian
medis bukanlah merupakan satu-satunya kriteria yang menentukan tingkat
kesehatan seseorang. Banyak keadaan dimana individu dapat melakukan fungsi
sosialnya secara normal padahal secara medis menderita penyakit. Sebaliknya,
tidak jarang pula individu merasa terganggu secara sosial psikologis padahal
secara medis mereka tergolong sehat. Penilaian individu terhadap status
kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya,
yaitu perilaku sehat jika dia menganggap dirinya sehat dan perilaku sakit jika
merasa dirinya sakit. Orang yang berpenyakit belum tentu orang sakit dan
belum tentu mengakibatkan perubahan perannya dalam masyarakat, sedangkan
orang sakit biasanya akan menyebabkan perubahan perannya dalam
lingkungan keluarga atau masyarakatnya. Orang yang sakit tidak dapat
menjalankan tugas-tugasnya di lingkungan kerja dan keluarganya sehingga
fungsinya itu harus digantikan oleh orang lain. Kadang-kadang peranan orang
yang sakit itu sedemikian luasnya sehingga peran yang ditinggalkannya itu
tidak cukup digantikan oleh satu orang saja melainkan harus digantikan oleh
beberapa orang. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan perubahan dalam sistem
sosial/lingkungan yang langsung berhubungan dengan si sakit. Dalam
kehidupan sosial, orang-orang yang tergolong “medically ill” dan “martyr”
dapat lebih mudah diterima oleh anggota masyarakat sebab penyakit mereka
tidak mengganggu interaksi sosial mereka. Sebalik-nya, orang akan merasa
terganggu bila berhubungan dengan “hypochondriacal” atau yang “socially ill”.
4
untuk menjalankan fungsi fisik atau sosialnya. Berdasarkan penilaian setiap
aspek menurut tingkatan fungsionalnya dapatlah ditentukan status kesehatan
individu. Teori Bush in hanya memberikan kategorisasi status kesehatan
individu namun tidak menjelaskan tentang perilaku sakit/sehat.
5
mengembangkan analisis proses tentang perilaku sakit. Dengan demikian
dapatlah dimengerti mengapa ada orang yang dapat mengatasi gangguan
kesehatan yang cukup berat, sedangkan orang lain yang gangguannya lebih
ringan malah memperoleh berbagai masalah, bukan saja fisik, melainkan
masalah psikis dan sosial.
6
suatu penyakit dimulai). Contoh pencegahan primer antara lain,
progam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan, proyek
rumah aman dan pengembangan personalitas dan pembentukan
karakter. Sayangnya penyakit atau cedera tidak dapat selalu
dicegah. Penyakit kronis khususnya, terkadang menyebabkan
disabilitas (ketidakmampuan) yang cukup parah sebelum akhirnya
terdeteksi dan akhirnya diobati. Dalam hal ini, intervensi segera
mencegah kematian atau membatasi disabilitas.
b. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) seperti diagnosis
dini serta pengobatan tepat. Sasarannya ialah pada penderita /
seseorang yang dianggap menderita (suspect) dan terancam
menderita.
Tujuannya adalah untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat
(mencegah meluasnya penyakit/ timbulnya wabah dan proses
penyakit lebih lanjut/ efek samping dan komplikasi). Beberapa
usaha pencegahannya ialah seperti pencarian penderita, pemberian
chemoprophylaxis (Prepatogenesis / patogenesis penyakit tertentu).
Tindakan pencegahan sekunder yang paling penting adalah skrining
kesehatan. Tujuannya bukan untuk mencegah terjadinya penyakit
tetapi lebih untuk mendeteksi keberadaanya selama masa
pathogenesis awal, sehingga intervensi (pengobatan) dini dan
pembatasan disabilitas sudah dapat dilakukan. Tujuan skrining
kesehatan juga bukan untuk mendiagnosis penyakit, tujuannya
adalah memilah secara ekonomi dan efisien mereka yang
kemungkinan sehat dari mereka yang kemungkinan positif
terjangkit penyakit.
c. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) seperti pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi. Sasarannya adalah penderita
penyakit tertentu.
Tujuannya ialah mencegah jangan sampai mengalami cacat dan
bertambah parahnya penyakit juga kematian dan rehabilitasi
(pengembalian kondisi fisik/ medis, mental/ psikologis dan sosial,
7
serta melatih kembali, mendidik kembali, dan merehabilitasi pasien
yang mengalami disabilitas permanen. Tindakan pencegahan tersier
mencakup tindakan yang diterapkan setelah berlangsungnya masa
patogenesis. Terapi untuk pasien jantung merupakan contoh
pencegahan tersier.
8
desinfeksi, pembunuhan agen menular diluar tubuh pejamu, dan
pengobatan masal dengan antibiotik. Terakhir program
pendidikan kesehatan masyarakat dan promosi kesehatan harus
digunakan sebagai upaya pencegahan primer maupun sekunder.
9
yang sesuai, dan menghindari penggunaan berlebih beralkohol
dan obat-obatan lain. Masing-masing individu juga dapat
melindungi dirinya dari cedera dengan mengenakan sabuk
pengaman, kacamata pengaman, dan lotion tabir surya.
b. Pencegahan Sekunder Penyakit Tidak Menular
Upaya pencegahan sekunder yang dapat dilakukan
masyarakat mencakup pelaksanaan skrining massal untuk
penyakit kronis, upaya penemuan kasus, dan penyediaan tentang
fasilitas, perlengkapan, dan tenaga kesehatan yang memadai bagi
masyarakat. Tugas individu di dalam pencegahan sekunder
mencakup skrining pribadi, misalnya periksa sendiri payudara
atau testis (untuk kanker pada organ tersebut), bemocult test
(untuk kanker kolon dan rektum), dan skrining medis seperti pap
test (untuk kanker servik), tes PSA untuk kanker prostat,
mammografi dan skrining untuk diabetes, glukoma, atau
hipertensi. Keikutsertaan dalam skrining kesehatan dan
pemeriksaan kesehatan dan gigi secara rutin merupakan langkah
awal dalam pencegahan sekunder untuk penyakit tidak menular.
Langkah-langkah itu harus diikuti dengan diagnosis pasti dan
pengobatan segera untuk penyakit apapun yang terdeteksi.
c. Pencegahan Tersier Penyakit Tidak Menular
Upaya pencegahan tersier bagi masyarakat mencakup
ketersediaan fasilitas, layanan, dan tenaga medis kedaruratan
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang di
dalamnya upaya pencegahan primer dan sekunder sudah tidak
ampuh. Contohnya mencakup layanan ambulan rumah sakit,
dokter dan dokter bedah, perawat, dan tenaga professional
kesehatan yang lain.
Pencegahan tersier bagi individu kerap membutuhkan
perubahan perilaku atau gaya hidup yang signifikan. Contohnya
mencakup kepatuhan mengikuti pengobatan yang diresepkan,
program olahraga, dan diet. Contoh, seorang pasien serangan
10
jantung dapat mengikuti program pendidikan dan konseling gizi
dan di dorong untuk perpartisipasi dalam program olahraga
berpengawas sehingga dapat memaksimalkan penggunaan
kemampuan yang tersisa. Kegiatan itu dapat membawa pasien
kembali meneruskan pekerjaannya dan mencegah serangan
jantung kedua. Untuk tipe tertentu masalah kesehatan tidak
menular, misalnya masalah yang melibatkan penyalahgunaan zat,
kedatangan yang rutin pada pertemuan kelompok pendukung atau
sesi konseling dapat menjadi satu bagian penting dalam program
pencegahan tersier.
11
2.3.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara
sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem
perawatan melalui asuhan keperawatan.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan
dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan
bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (dalam buku
Sosiologi Keperawatan, 2009). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang
budaya klien. Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada
pada”Sunrise Model” yaitu:
12
klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.
d) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk.Norma –norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 dalam buku
sosiologi keperawatan). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah:
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien
yang dirawat.
13
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
14
c. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini
15
3. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa
kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan
kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien
maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik
antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien
amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
2.3.4 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai
dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan
kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien.
16
kepala terasa sakit, mual, muntah, tidak nafsu makan dan lemas.
Pendidikan terakhir Ny. H adalah SMP (MTS). Ny. H beragama Islam, iya
berpandangan bahwa sakitnya karena ujian dari Allah SWT. Setelah
dilakukan pemeriksaan oleh perawat didapatkan TTV TD 100/ 70 mmHg,
suhu 38o C, Nadi 60 x/mnt, pernafasan 17 x/ mnt, bercak merah pada kulit,
uji bendung positif, terdapat hematomegali dan hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan Ht > 20 %, penurunan trombosit <
50 Rb/ul, dan penurunan leokosit sampai 4 rb/ul . dan dokter mendiagnoasa
Ny. H DHF. Dokter menyarankan Ny. H harus dirawat kurang lebih 5 hari
dan harus melakukan transfusi trombosit sampai pada keadaan normal
karena penurunan trombosit yang rendah. Ny. H langsung menolak setelah
mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan
alasan dalam kepercayaan dan budayanya yaitu suku kalimantan tidak
boleh menerima tranfusi dari orang lain. Ny. H jarang memeriksakan
dirinya ke rumah sakit Akan tetapi Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya
berobat ke klinik dokter saja. Sesekali dokter pernah menyarankan
pemeriksaan berlanjut ke laboratorium namun Ny. H mengabaikannya
dengan alasan kedokterpun sudah bisa sembuh. Dalam biaya pengobatan
Ny. H dan suaminya tidak ada masalah karena Ny. H dan suaminya sudah
mempunyai tabungan. Ny. H dan keluarga mempunyai kebiasaan makan
sehari – hari adalah makanan hewani jarang memakan makanan nabati.
Makanan yang dipantang adalah daging baby.
17
d) Persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini : Ny. H jarang
memeriksakan dirinya ke rumah sakit Akan tetapi Ny. H pernah
jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja. Sesekali dokter
pernah menyarankan pemeriksaan berlanjut ke laboratorium namun
Ny. H mengabaikannya dengan alasan kedokterpun sudah bisa
sembuh
18
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
a) Posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga : Seorang
suami dan karyawan swasta
b) Bahasa yang digunakan : Istri dan suaminya menggunakan
bahasa Indonesia.
c) Kebiasaan makan dan makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit : Ny. H dan keluarga mempunyai kebiasaan makan sehari –
har makanan hewani jarang memakan makanan nabati. Makanan
yang dipantang adalah daging baby.
d) Persepsi sakit yang berkaitan dengan aktivitas sehari – hari :
Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji
kepada pasien.
19
6. Faktor ekonomi (economical factors)
a. Pekerjaan klien : ibu rumah tangga
b. Sumber biaya pengobatan : tabungan kelurga
c. Tabungan ynag dimiliki oleh keluarga : Dalam Kasus tidak
dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
7. Faktor pendidikan (educational factors)
a) Tingkat pendidikan klien : SMP
b) Jenis pendidikan : MTS
20
2.4.4 Intervensi dan Implementasi Keperawatan Lintas Budaya
1. Diagnosa Keperawatan No. 1
Resiko tinggi : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak ade kuat.
a) Tujuan jangka panjang : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 5 x 24 jam, keluhan pasien dapat diatasi.
b) Tujuan jangka pendek : setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam, klien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi
dengan makan dihabiskan 3 x 1 porsi.
c) Kriteria Hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan
diharapkan pasien dapat menghabiskan makanan yang disediakan
rumah sakit, menunjukan penigkatan berat badan yang progresif,
dan tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
d) Intervensi :
lakukan pemeriksaan TTV setiap 6 jam sekali pada pukul 06.00,
12.00, 18.00, dan 24.00 WIB
Kaji faktor penyebab mual dan muntah yang menimbulkan tidak
nafsu makan. Hal yang dikaji adalah kebiasaan sebelum makan
pasien, dan makanan yang biasa dimakan pasien.
Lakukan pengukuran berat badan pasien dan menghitung berat
badan ideal pasien dengan rumus BB ideal = (TB – 100 ) – 10
%
Anjurkan makan sedikit tapi sering seperti makan roti setiap
setengah jam.
Anjurkan makanan yang halus seperti makan biskuit, bubur, dan
roti,
Anjurkan banyak minum air mineral minimal 8 – 10 gelas / hari
Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi Tinggi
kalori dan tinggi protein (TKTP) atau sesuai kebutuhan pasien.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen tambahan
dan obat antiemetik
R/ Curcuma Syr 125 ml/5 cc No. II
21
S3ddc.orig 1 P.C
R/ Inj Metoclopramide 5mg/ml No. IV
S pro Inj
22
sudah ada dirumah sakit. Apabila tidak dilakukan akan
berdampak negatif bagi pasien
Gunakan bahasa dan terminologi yang mudah dipahami oleh
pasien.
Menggunkan pihak ketiga yaitu suami atau anaknya untuk
membantu meyakini transfusi trombosit.
Lakukan Informed Consent apabila pasien tetap tidak ingin
transfusi trombosit.
2.4.5 Evaluasi
1. Diagnosa II
Tanggal 20 mei 2013 pukul 13.00 WIB
S : Pasien mengatakan dirinya setuju dilakukan transfusi
trombosit agar suami dan istrinya dapat bahagia.
O : Wajah pasien menunjukan kesetujuannya, pasien tidak
menolak ketika perawat mulai melakukan tindakan, adanya
peningkatan trombosit sampai 5 rb/ul.
A : Masalah meyakinkan klien untuk melakukan transfusi teratasi
namun belum mengalami peningkatan trombosit yang cukup.
P : Lanjutkan Intervensi Keperawatan untuk pemberian kembali
transfusi trombosit 400 cc/ jam.
I : pukul 15.00 WIB Transfusi trombosit 400 cc/jam dilakukan
E : Pasien tampak tenang dan tidak ada penolakan untuk dilakukan
transfusi trombosit kembali.
R : kaji ulang
2. Diagnosa I
Tanggal 24 mei 2013 pukul 08.00 WIB
S : Pasien mengatakan dirinya sudah tidak merasakan mual, nafsu
makan meningkat
O : pasien menghabiskan makanan yang disediakan dirumah sakit dan
pasien tampak tenang.
A : pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi sehingga masalah
teratasi.
23
P : lanjutkan intervensi keperawatan untuk perawatan dirumah
• anjurkan banyak makan sayur
• anjurkan berorahraga
• mengenakan pakainya panjang
• mengenakan obat penangkal ketika tidur
• membersihan kamar mandi dan bak mandi
• Tetap Menjaga kesehatan
I : 08.30 WIB Melaksanakan intervensi Keperawatan
E : pasien menerima informasi yang disampaikan dan menunjukan
pemahamannya.
R : Kaji Ulang
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perilaku sakit (illness behavior) diartikan sebagai segala bentuk
tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh
kesembuhan, sedangkan perilaku sehat (health behavior) adalah tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri (personal hygiene),
penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.
Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatanm dgn
menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yg telah dibuktikan efektif, dimana
tingkat pencegahan penyakit ada tiga tingkat yaitu upaya pencegahan primer,
upaya pencegahan sekunder, dan upaya pencegahan tersier. Upaya pencegahan
penyakit dibagi menjadi dua yaitu upaya pencegahan terhadap penyakit menular
dan upaya pencegahan penyakit tidak menular.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan kepada para mahasiswa keperawatan agar
lebih memahami pembelajaran antropologi kesehatan dan mampu
mengaplikasikannya dimasyarakat.
25
26