You are on page 1of 18

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Laporan Kasus
Otomikosis

Pembimbing :
dr. Zulrafli, Sp. THT-KL

Disusun Oleh :
Elisabeth Letwar - 112017164

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN
KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
Periode 21 Mei 2018 s/d 23 Juni 2018
STATUS PASIEN

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT BAYUKARTA

Nama Mahasiswa : Elisabeth Letwar (112017164) Tanda Tangan :


Dokter Pembimbing : dr. Zulrafli, Sp.THT-KL .............

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Nn LP Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun 5 bulan 3 hari Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta Pendidikan : SMK
Alamat : Perum bumi karawang. Teluk Jambe
Status : Belum menikah

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 8 Juni 2018
Pukul : 20.07 WIB

Keluhan Utama: Gatal pada telinga kanan dan kiri sejak 1 minggu lalu
Keluhan Tambahan: -
Riwayat Penyakit Sekarang: Pada 1 bulan yang lalu pasien datang ke poli THT RS
Bayukarta dengan keluhan gatal pada telinga kanan. Pasien mengatakan telinga kanan pasien
terasa penuh, serta berdengung. Pasien juga mengaku merasa sakit pada telinga kanan. Pasien
mengatakan pendengaran pada telinga kanan pasien berkurang. Pasien mengaku merasa
pusing. Demam, mual, dan muntah disangkal oleh pasien. Pasien juga mengaku sering
mengorek-ngorek telinga dengan cotton bud. Paisen menyangkal adanya cairan yang keluar
dari telinga. Pasien juga menyangkal mengalami batuk pilek. Pasien mengatakan tidak ada
nyeri tenggorok, maupun nyeri saat menelan. 2 minggu SMRS pasien mengalami kecelakaan
sepeda motor, sehingga tidak datang untuk kontrol. 1 minggu SMRS pasien mengeluh gatal
pada telinga kanan dan telinga kiri. Sekarang telinga kiri dan kanan pasien sudah tidak
berdengung. Tidak ada penurunan pendengaran. Adanya mual, muntah, dan demam disangkal
oleh pasien. Kini pasien datang untuk melakukan kontrol. Pasien mengaku mandi dan wudhu
tanpa menutup telinga. Dan pasien suka berenang.
Riwayat Penyakit Dahulu: 1 bulan yang lalu pasien didiagnosis menderita otomikosis AD.
Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis, darah tinggi, asma, serta tidak ada riwayat
alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga: Dikeluarga pasien tidak ada yang mengeluh dengan keluhan
yang sama seperti pasien.
Riwayat pengobatan: Pasien sudah berobat 1 bulan yang lalu untuk keluhan gatal pada
telinga kanan pasien, dan dijadwalkan untuk kembali kontrol. Untuk keluhan yang saat ini
dirasakan, pasien belum meminum obat maupun berobat.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
KEPALA
Mata
Kanan Kiri
Bentuk pupil Isokor Isokor
Reflek cahaya + +
Pergerakan bola mata Normal Normal
Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ketajaman penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konjungtiva Tidak anemis Tidak anemis
Sklera Tidak ikterik Tidak ikterik
STATUS THT
Pemeriksaan Fisik

Gambar 1.1 Ditemukan jamur pada liang telinga pasien dengan endoskopi

TELINGA
Kanan Kiri
Bentuk daun telinga Normal, tidak tampak bat ear Normal, tidak tampak bat ear.
Kelainan kongenital Tidak tampak mikrotia, tidak Tidak tampak mikrotia, tidak
tampak anotia tampak anotia,
Radang, Tumor Tidak ada tofus, tidak ada Tidak ada tofus, tidak ada benjolan,
benjolan, tidak ada tanda tidak ada tanda radang.
radang.
Nyeri tekan tragus Tidak ada nyeri tekan tragus Tidak ada nyeri tekan tragus
Penarikan daun Tidak ada nyeri saat penarikan Tidak ada nyeri saat penarikan
telinga daun telinga. daun telinga.
Kelainan pre-, infra-, Tidak ada fistula pre-, infra-, Tidak ada fistula pre-, infra-,
retroaurikuler retroaurikuler, tidak ada abses, retroaurikuler, tidak ada abses,
tidak ada pembesaran KBG. tidak ada pembesaran KBG.
Region mastoid Tidak ada bengkak, tidak ada Tidak ada bengkak, tidak ada
hiperemis/eritema, tidak ada hiperemis/eritema, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri, tidak benjolan, tidak ada nyeri, tidak ada
ada tanda radang. tanda radang.
Liang telinga Sedikit sempit, tampak benang- Sedikit sempit, tampak benang-
benang hifa berwarna putih, benang hifa berwarna putih,
benang hifa terdapat pada benang hifa terdapat pada dinding
dinding liang telinga, tampak liang telinga, tampak tipis. Tidak
tipis dan berkurang. Tidak ada ada furunkel, tidak ada jaringan
furunkel, tidak ada jaringan granulasi, terdapat sedikit serumen,
granulasi, terdapat sedikit tidak ada sekret, tidak ada benda
serumen, tidak ada sekret, tidak asing.
ada benda asing.
Membran tympani Utuh, refleks cahaya (+) arah Utuh, refleks cahaya (+) arah jam
jam 5, tidak ada perforasi, tidak 7, tidak ada perforasi, tidak ada
ada retraksi, tidak ada bulging, retraksi, tidak ada bulging, warna
warna putih keabu-abuan. putih keabu-abuan.

TES PENALA
Kanan Kiri
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Penala yang dipakai Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Kesan : -
HIDUNG
Bentuk Normal, tidak tampak saddle nose (hidung pelana),
tidak ada perubahan bentuk
Tanda peradangan Tidak ada edema, mukosa hidung tidak hiperemis,
tidak ada nyeri
Daerah sinus Frontalis dan Tidak ada nyeri tekan pada daerah frontal dan maksila
Maksilaris kanan kiri
Vestibulum tidak ada sekret, tidak terdapat furunkel, tidak ada
massa di vestibulum kanan/kiri.
Cavum nasi lapang pada kavum nasi kanan dan kiri.
Konka inferior kanan/kiri Pada konkha inferior kiri dan kanan tampak eutrofi,
mukosa tidak hiperemis
Meatus nasi inferior kanan/kiri -
Konka medius kanan/kiri -
Meatus nasi medius kanan/kiri -
Septum nasi Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi, tidak ada
edema, tidak ada perubahan warna, tidak terdapat
septum deviasi.
RHINOPHARYNX (dengan menggunakan nasal-endoskopi)
 Koana : tidak dilakukan
 Septum nasi posterior : tidak dilakukan
 Muara tuba Eustachius : tidak dilakukan
 Tuba Eustachius : tidak dilakukan
 Torus tubarius : tidak dilakukan
 Post nasal drip : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
 Sinus Frontalis kanan, grade : tidak dilakukan

 Sinus Frontalis kiri, grade : tidak dilakukan


 Sinus Maxillaris kanan, grade : tidak dilakukan
 Sinus Maxillaris kiri, grade : tidak dilakukan

TENGGOROKAN
PHARYNX
 Dinding pharynx : tidak dilakukan
 Arcus : tidak dilakukan
 Tonsil : tidak dilakukan
 Uvula : tidak dilakukan
 Gigi : tidak dilakukan

LARYNX
 Epigrlotis : tidak dilakukan
 Plica aryepiglotis : tidak dilakukan
 Arytenoids : tidak dilakukan
 Ventriculer band : tidak dilakukan
 Pita suara : tidak dilakukan

 Rima glotidis : tidak dilakukan


 Cincin trachea : tidak dilakukan
 Sinus piriformis : tidak dilakukan
 Kelenjar limfe submandibular : tidak dilakukan
 Kelenjar limfe cervical : tidak dilakukan
RESUME
Dari anamnesa didapat keluhan:
Pasien datang ke poli THT RS Bayukarta dengan keluhan gatal pada telinga kanan dan kiri
sejak 1 minggu SMRS. Pasien datang melanjutkan kontrolnya sejak berobat pada 1 bulan yang
lalu. Pasien mengaku tidak mempunyai keluhan lain, kecuali sekarang telinga kiri juga ikut
menjadi gatal sama seperti telinga kanan sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengaku mandi dan
wudhu tanpa menutup telinga. Dan pasien suka berenang.
Dari pemeriksaan fisik didapakan:
 Telinga kanan: didapatkan liang telinga tampak sedikit sempit, tampak benang-benang
hifa berwarna putih, benang hifa terdapat pada dinding liang telinga, tampak tipis dan
tidak memenuhi diameter dari lubang liang telinga Terdapat sedikit serumen. Membran
timpani utuh, tidak ada perforasi, warna putih keabu-abuan, refleks cahaya positif diarah
jam 5.
 Telinga kiri: didapatkan liang telinga tampak sedikit sempit, tampak benang-benang hifa
berwarna putih, benang hifa terdapat pada dinding liang telinga, tampak tipis dan tidak
memenuhi diameter dari lubang liang telinga. Terdapat sedikit serumen. Membran
timpani utuh, tidak ada perforasi, warna putih keabu-abuan, refleks cahaya positif diarah
jam 7.
 Hidung tidak ditemukan kelainan
 Tenggokan tidak ditemukan kelainan

Diagnosa banding
Otitis Eksterna
Dasar diagnosis
Pada pasien dengan otitis eksterna, keluhan nyeri adalah keluhan paling dominan. Rasa nyeri
bertambah saat dilakukan penarikan daun telinga dan penekanan tragus. Selain itu, rasa nyeri
dapat timbul spontan sewaktu membuka mulut. Terdapat furunkel pada liang telinga untuk
otitis eksterna sirkumskripta dan kondisi liang telinga yang menyempit pada otitis eksterna
difus. Terdapat sekret yang tidak mengandung lendir atau musin. Pada pasien ini, tidak
ditemukan adanya nyeri tarik daun telinga dan nyeri tekan tragus. Pada pasien juga tidak
terdapat furunkel.

Working Diagnosis
Otomikosis ADS
Dasar diagnosis: Pada pasien didapati keluhan utama terasa gatal pada telinga kanan dan kiri.
Pasien merupakan pasien kontrol dengan diagnosis otomikosis AD pada 1 bulan yang lalu,
tapi tidak kontrol rutin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan liang telinga tampak sempit,
tampak benang-benang hifa berwarna putih, benang hifa terdapat pada dinding liang telinga,
tampak tipis dan tidak memenuhi diameter dari lubang liang telinga. Terdapat serumen.
Membran timpani utuh, tidak ada perforasi, warna putih keabu-abuan, refleks cahaya postif
(pada telinga kanan di arah jam 5, dan telinga kiri arah jam 7). Keadaan telinga yang terdapat
benang-benang hifa menandakan bahwa terjadi ineksi pada liang telinga kanan dan kiri akibat
jamur (otomikosis).

Penatalaksanaan
 Terapi jamur non-spesifik  Kapas + alkohol  telinga kanan dan kiri
 Medikamentosa : Cetirizine
Ketoconazole

Edukasi
 Telinga harus tetap kering, tidak boleh kemasukan air
 Tidak boleh berenang
 Hindari mengkorek-korek telinga
 Rutin melakukan kontrol

PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Otomikosis adalah suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh belahan
dunia. Frekuensinya bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik, faktor lingkungan,
dan jugawaktu. Otomikosis atau Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur digambarkan
sebagai infeksi akut maupun kronik oleh jamur yang menginfeksi epitelskuamosa pada kanalis
auditorius eksternus dengan komplikasi yang jarang melibatkan telinga tengah. Jamur
penyebab Otomikosis adalah Aspergillus Niger, Candida Albicans, Aspergillus Fumingatus,
Aspergillus Flavus, Mucor, Spesies Rhizopus, dan Spesies Scapulariopsis. Walaupun sangat
jarang mengancam jiwa, proses penyakit ini sering menyebabkan keputusasaan baik pada
pasien maupun ahli telinga hidung tenggorok karena lamanya waktu yang diperlukan dalam
pengobatan dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinyayang begitu tinggi.
Gejala Otomikosis yang sering adalah telinga gatal, rasa sakit di telinga, sekret pada telinga,
pendengaran menurun, dan telinga berdengung dan kecurigaan otomikosis semakin tinggi
pada pasien dengan faktor predisposisi. Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi
terjadinya otomikosis, termasuk cuaca yang lembab, adanya serumen, instrumentasi pada
telinga, status pasien yang immunocompromised, dan peningkatan pemakaian preparat steroid
dan antibiotik topika. Pengobatan yang direkomendasikan meliputi debridement lokal,
penghentian pemakaian antibiotik topikal dan anti jamur lokal atau sistemik. Berikut ini akan
dibahas tentang anatomi telinga itu sendiri, karakteristik, gejala klinis, faktor-faktor
predisposisi, dan komplikasi dari otomikosis, sehingga kita dapat mendiagnosa dan memberi
pengobatan secara cepat dan tepat.1

Anatomi Telinga
Daun Telinga
Daun telinga terletak di kedua sisi kepala, merupakan lipatan kulit dengan dasarnya
terdiri dari tulang rawan yang juga ikut membentuk liang telinga bagian luar. Hanya cuping
telinga atau lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan, tetapi terdiri dari jaringan lemak dan
jaringan fibros.2,3 Daun telinga merupakan struktur tulang rawan yang berlekuk-lekuk dan
dibungkus oleh kulit tipis. Lekukan-lekukan ini dibentuk oleh heliks, antiheliks, tragus,
antitragus, fossa triangularis, konka dan lobulus. Permukaan lateral daun telinga mempunyai
tonjolan dan daerah yang datar. Tepi daun telinga yang melekung disebut heliks. Pada bagian
postero-superiornya terdapat tonjolan kecil yang disebut tuberkulum telinga. Pada bagian
anterior heliks terdapat lengkungan yang disebut antiheliks. Bagian superior antiheliks
membentuk dua buah krura antiheliks dan bagian di kedua krura ini disebut fossa triangular.
Diatas kedua krura ini terdapat fossa skafa. Di depan antiheliks terdapat konka yang terdiri
atas dua bagian yaitu simba konka yang merupakan bagian antero superior konka yang
ditutupi oleh krus heliks dan kavum konka yang terletak dibawahnya berseberangan dengan
konka dan terletak dibawah krus heliks terdapat tonjolan kecil berbentuk segitiga tumpul yang
disebut tragus. Bagian diseberang tragus dan terletak pada batas bawah antiheliks disebut
antitragus. Liang telinga luar yang sering disebut meatus, merupakan suatu struktur
berbentuk “S“ yang panjang kira- kira 2,5 cm, membentang dari konka telinga sampai
mambran timpani. Bagian lateral liang telinga adalah tulang rawan meluas kira- kira ½
panjang liang telinga. Bagian tulang rawan liang telinga luar sedikit mengarah keatas dan
kebelakang. Penarikan daun telinga kearah belakang atas luar, akan membuat liang telinga
cenderung lurus sehingga memungkinkan terlihatnya membran timpani pada kebanyakan liang
telinga. Pada liang telinga bagian tulang ada bagian daerah cembuung yang bervariasi dari
dinding anterior dan inferior tepat dimedial persambungan antara bagian tulang dan disebut
ishmus. Sesudah ishmus, dasar liang telinga menurun tajam bawah dan kemudian menaik
keatas kearah persambungan pinggir inferior anulus timpanikus, membentuk lekukan yang
disebut resensus tuimpanikus inferior sudut yang dibentuk dinding anterior dengan membran
timpani juga bermakna kepentingan klinis dari resesus ini adalah dapat menjadi tempat
penumpukan keratin atau serumen yang mana dapat bertindak sebaga sumber infeksi. Bentuk
dari daun telinga dan liang telinga luar menyebabkan benda asing serangga dan air sulit
memasuki liang telinga bagian tulang dan mencapai membran timpani. Garis pertahanan lain
juga dibentuk oleh tumpukan massa serumen yang menolak air, yang mengisi sebagian liang
telinga bagian tulang rawan tepat dimedial orifisium liang telinga. Penyempitan ini membuat
sulitnya serumen menumpuk atau benda asing memasuki lumen liang telinga bagian tulang
dan membran timpani.3
Batas-batas liang telinga luar adalah :
Anterior : Fossa mandibula, kelenjar parotis
Posterior : Mastoid Superior
Medial : Resesus epitimpanikus
Inferior : Kelenjar parotis
Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulti yang sama dengan lapisan kulit
pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit liang telinga merupakan
lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas menjadi lapisan luar membran timpani.
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulanga rawan dari pada bagian tulang.
Pada liang telinga rulang rawan tebalnya 0,5 – 1 mm, terdiri dari lapisan empidermis dengan
papillanya, dermis dan subkutan merekat dengan perikondrium. Lapisan kulit liang telinga
bagian tulang mempunyai yang lebih tipis, tebalnya kira- kira 0,2 mm, tidak mengandung
papilla, melekat erat dengan periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar
dari membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani dan tulang skuama kulit ini
tidak mengandung kelenjar dan rambut. Epidermis dari laing telinga bagian tulang rawan
biasanya terdri dari 4 lapis yaitu sel basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk. Folikel
rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga tetapi pendek tersebar secara tidak
teratur dan tidak begitu banyak pada 2/3 liang telinga bagian tulang rawan. Pada liang telinga
bagian tulang, rambut- rambutnya halus dan kadang-kadang terdapat kelenjar pada dinding
posterior dan superior. Dinding luar folikel rambut dibentuk oleh invaginasi epidermis yang
mana menipis ketika mencapai dasar polikel, dinding sebelah dalam folikel adalah rambut
sendiri. Ruang potensial yang terbentuk disebut kanalis folikularis. Kelenjar sebasea atau
kelenjar lemak banyak terdapat pada liang telinga dan hamper semuanya bermuara kefolikel
rambut. Kelenjar sebasea pada telinga berkembang baik pada daerah konka, ukuran
diameternya 0,5 - 2,2 mm. Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar bagian tulang
rawan, dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut. Pada bagian luar liang telinga bagian
tulang rawan, kelenjar sebasea menjadi lebh kecil, berkurang jumlahnya dan lebih jarang atau
tidak ada sama sekali pada kulit liang telinga bagian tulang kelenjar apokrin terutama terletak
pada dinding liang telinga superior dan inferior.kelenjar-kelenjar ini terletak pada sepertiga
tengah dan bawah dari kulit dan ukurannya berkisar 0 ,5- 2,0mm.3,4

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Manusia

Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur,
yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah
yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut dan subakut, dan khas dengan adanya inflammasi,
rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan,
pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukandebris yang berbentuk hifa, disertai
suppurasi, dan nyeri.

Etiologi
Beberapa jamur dapat menyebabkan reaksi radang liang telinga. Dua jenis jamur yang
paling sering ditemukan pada tempat ini adalah Pityrosporum dan Aspergillus (A.niger dan
A.flavus). Jamur Pityrosporum dapat hanya menyebabkan deskuamasi superisial yang
menyerupai ketombe pada kulit kepala, atau dapat menyerupai suatu dermatitis seboroika yang
meradang, atau dapat menjadi dasar berkembangnya ineksi lain yang lebih berat seperti
furunkel atau perubahan ekzematosa. Demikian pula halnya dengan jamur Aspergillus. Pada
sekitar 75% kasus otomikosis genus aspergillus merupakan agen kausative utama, dengan
penyebab tersering disebabkan oleh A.Niger, dan terkadang disebabkan oleh A.flavus dan
A.fumigatus. jamur ini kadang-kadang didapatkan dari liang telinga tanpa adanya gejala
apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga, atau dapat berupa peradangan yang dapat
menyerang epitel kanalis atau gendang telinga dan menimbulkan gejala-gejala-akut. Kadang-
kadang dapat pula ditemukan Candida albicans.5 Faktor timbulnya penyakit ini disebabkan
oleh perubahan kelembaban lingkungan, suhu yang tinggi, maserasi kulit liang telinga yang
terpapar lama oleh kelembaban, trauma lokal serta masuknya bakteri sebagai keadaan yang
sering berkaitan dengan penyakit ini. Banyak penelitian menyokong timbulnya infeksi karena
masuknya bakteri dari luar. Faktor predisposisi meliputi menurunnya sistem imun,
penggunaan steroid, penyakit dermatologi, ketiadaan serumen, penggunaan antibiotik
spektrum luas, dan alat bantu dengar.1

Patogenesis
Pada dasarnya, telinga memiliki kemampuan untuk melakukan mekanisme
pembersihan. Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan membuang sel-sel
kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga
dengan cotton buds (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa
mendorong sel-sel kulit yang mati kearah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk
disana. Penimbunan selsel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air
yang masuk kedalam saluran telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan
lembab pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh jamur. Kelembaban merupakan faktor
yang penting untuk terjadinya otomikosis. Kandungan air pada lapisan permukaan luar kulit
diduga memegang peranan yang nyata terhadap mudahnya terjadi infeksi telinga luar. Stratum
korneum menyerap kelembaban dari lingkungan yang mempunyai derajat kelembaban yang
tinggi. Peningkatan kelembaban dari keratin didalam serta disekitar unit-unit apopilosebacea
dapat menunjang terjadinya pembengkakan serta penyumbatan folikel sehingga dengan
demikian menyebabkan berkurangnya aliran sekret ke permukaan kulit. Trauma dapat
diakibatkan karena luka goresan oleh penjepit rambut atau batang korek api, alat yang tidak
seharusnya digunakan untuk membersihkan benda asing, maupun pembersihan kanal telinga
yang terlalu sering setelah berenang ketika kulit kanal sudah maserasi. Kulit yang normal
mengandung lapisan lemak yang tipis pada permukaan yang diduga mempunyai kerja
antibakteri dan fungistatik. Lapisan lemak ini mempunyai fungsi penting dalam pencegahan
maserasi kulit serta menghalangi masuknya bakteri kedalam dermis melalui unit-unit
apopilosebasea. Apabila lapisan lemak dari tulang rawan liang telinga dibuang, pada
umumnya ia menggantikan dirinya dalam waktu yang singkat. Namun apabila berulang-ulang
dicuci maka lapisan lemak tersebut akan menghilang dan organisme patogen yang tertanam
disini bisa berkembang.6
Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen memiliki sifat antimikotik, bakteriostatik, dan juga
penolak serangga. Serumen terditi dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas, dan ion
mineral. Serumen juga mengandung lisozim, imunoglubulin, dan asam lemak tak jenuh.
Adanya ikatan rantai panjang asam lemak pada kulit yang normal dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Disamping itu, karena kompisisi hidrofobiknya, serumen mampu
mencegah air masuk, membuat lapisan permukaan kanal menjadi impermeabel, dapat
menghindari maserasi, dan menghindari kerusakan epitel. olah raga air misalnya berenang dan
berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang dengan air
sehingga kanal menjadi lembab dan dapat mempermudah jamur tumbuh. Hal inilah yang
sering dihubungkan dengan terjadinya infeksi pada telinga luar (otomikosis). 6

Gejala dan Tanda Klinis Otomikosis


Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling sering terjadi
adalah rasa gatal atau pruritus. Penderita mengeluh rasa penuh dan sangat gatal didalam
telinga. Liang telinga merah sembab dan banyak krusta. Inflamasi disertai eksfoliasi
permukaan kulit atau pendengaran dapat terganggu oleh karena liang telinga tertutup oleh
massa kotoran kulit dan jamur. Infeksi jamur dan invasi pada jaringan dibawah kulit
menyebabkan nyeri dan supurasi. Bila infeksi berlanjut, eksema dan likenifikasi dapat jelas
terlihat dan kelainan ini dapat meluas ke telinga bagian luar hingga bawah kuduk. Tulang
rawan telinga dapat juga terserang.5,7
Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan umum pada tahap awal dan sering
mengawali terjadinya rasa nyeri. Rasa sakit pada telinga bisa bervariasi mulai dari hanya
berupa perasaan tidak enak pada telinga, perasaan penuh dalam telinga, perasaan seperti
terbakar hingga berdenyut diikuti nyeri yang hebat. Keluhan rasa sakit yang dikeluhkan sering
menjadi gejala yang mengelirukan, walaupun rasa sakit tersebut merupakan gejala yang
dominan. Derajat rasa sakit belum bisa menggambarkan derajat peradangan yang terjadi. Hal
ini dijelaskan bahwasanya kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan
periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis akan menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa nyeri. Selain itu, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung
dengan kulit dan tulang rawan daun telinga, sehingga gerakan dari daun telinga akan
mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada kulit dan tulang rawan di liang telinga luar.
Kurangnya pendengaran mungkin dapat terjadi akibat edema kulit liang telinga, sekret yang
purulen,atau penebalan kulit yang progresif yang bisa menutup lumen dan mengakibatkan
gangguan konduksi hantaran suara. Rasa sakit didalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya
berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar
hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut.pada suatu penelitian multisenter yang
melibatkan 239 pasien yang dilakukan oleh Cassisi dkk, rasa sakit yang hebat 20%, sedang
27%, ringan 36% dan tidak ada rasa sakit 17%. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala
yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa
sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan
dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan
periosteum dan perikondrium,sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga
bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja
dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan
mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna.3
Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit
yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Rasa gatal yang hebat 9%, sedang 23%, ringan
35%, tidak didapat rasa gatal 33%. Pada kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh
dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan suatu etitis eksterna akuta. Pada
otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama.Kurang pendengaran mungkin terjadi pada
akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau
purulen, penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat
lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif.3 Keratin yang deskuamasi, rambut,
serumen, debris, dan obat - obatan yang digunakan kedalam telinga bisa menutup lumen yang
mengakibatkan peredaman hantaran suara.3,8,9

Tatalaksana
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan lembab, dan
disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang yang kotor seperti
korek api, garukan telinga, atau kapas. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang
telinga. Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes telinga
yang mengandung campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan keliang telinga biasanya
dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga preparat anti-jamur yang diberikan
secara topikal yang mengandung nistatin, klotrimazol. Preparat anti-jamur dapat dibagi
menjadi jenis antijamur non-spesifik dan antijamur spesifik. Anti jamur nonspesifik yaitu:
 Asam borat merupakan asam menengah dan sering digunakan sebagai antiseptik dan
insektisida . asam borat dapat digunakan untuk mengobati ragi dan infeksi jamur yang
disebabkan Candida albican.10,11
 Gentian violet disiapkan sebagai larutan konsentrat rendah ( misalnya 1% ) dalam air .
Telah digunakan untuk mengobati otomycosis karena merupakan pewarna anilin dengan
antiseptik , antiseptik , antiinflamasi , antibakteri dan aktivitas antijamur . Hal ini masih
digunakan di beberapa negara dan disetujui FDA . Studi melaporkan efektif hingga
80%.10,11
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Enny Puji Astuti et al (2015), yang
membandingkan antara efektivitas klinik larutan gentien violet dengan mikonazol krim pada
terapi otomikosis, didapatkan bahwa gentien violet lebih efektif dibanding mikonazol krim 2%
terhadap perbaikan keluhan dan tanda klinik, namun tidak menunjukan perbedaan bermakna
terhadap perubahan pengecatan jamur pada terapi otomikosis.12

Terapi antijamur spesifik terdiri dari:


 Nistatin adalah antibiotik yang menghambat sintesis sterol pada membran sitoplasma.
Banyak ragi yang sensitif terhadap nistatin termasuk spesies Candida .10,11
 Clotrimazole paling banyak digunakan sebagai golongan azole topikal. Clotrimazole
menjadi salah satu antibiotik yang paling efektif untuk manajemen dalam otomikosis
dengan tingkat keefektifannya 95-100%. Klotrimazol memiliki efek bakteri, sehingga
dapat digunakan apabila terdapat infeksi bakteri - jamur campuran . Klotrimazol tidak
memiliki efek ototoksik dan tersedia sebagai bubuk, lotion dan solusi. 10,11
 Ketoconazole dan flukonazol memiliki aktivitas spektrum yang luas . Khasiat
ketoconazole dilaporkan 95-100% terhadap spesies Aspergillus dan Candida albicans.
Kemasan dapat sebagai krim 2 %. Flukonazol topikal telah dilaporkan efektif dalam 90%
kasus.10,11
 Miconazole krim 2 % juga telah menunjukkan pada tingkat efikasi hingga 90 %.10,11
 Bifonazole merupakan agen antijamur dan umum digunakan di 80-an. Potensi solusi 1 %
mirip dengan clotrimazole dan miconazole . Bifonazole dan turunannya menghambat
pertumbuhan jamur hingga 100 %.10,11
 Itrakonazol juga memiliki invitro dan efek vivo terhadap Aspergillus sp.13
Pembahasan dan kesimpulan
Pada pasien didapati keluhan berupa gatal di telinga kanan dan kiri. Ada riwayat
sering mengkorek-korek telinga, dan jika mandi maupun telinga seslalu terkena air. Pasien
merupakan pasien kontrol, dalam penyembuhan otomikosis. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pada liang telinganya sempit, tampak benang-benang hifa berwarna putih, tampak
tipis dan tidak memenuhi diameter dari lubang liang telinga, membran timpani utuh, tidak ada
perforasi, warna putih keabu-abuan, refleks cahaya postif (pada telinga kanan di arah jam 5,
dan telinga kiri arah jam 7). Keadaan telinga yang terdapat benang-benang hifa ini
menandakan bahwa terjadi infeksi pada liang telinga kanan dan kiri akibat jamur (otomikosis).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, penulis menyimpulkan
bahwa pasien menderita otomikosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya otomikosis
merupakan salah satu infeksi telinga luar, yang dapat saja terjadi karena perubahan
kelembaban lingkungan, suhu yang tinggi, maserasi kulit liang telinga yang terpapar lama oleh
kelembaban, trauma lokal serta masuknya bakteri sebagai keadaan yang sering berkaitan
dengan penyakit ini. Kulit yang basah dan lembab pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi
oleh jamur. Infeksi jamur menimbulkan gejala biasanya berupa gatal dan rasa penuh di liang
telinga. Terkadang hia yang terdapat pada liang telinga dapat menghambat hantaran
gelombang suara, sehingga apabila jamur tersebut sudah menumpuk, dapat menyebabkan
gangguan pendengan pasien. Penatalaksanaan otomikosis yang dapat dilakukan berupa irigasi
telinga dan pemberikan antibiotik, biasanya antibiotik diberikan dalam sediaan topikal.
Daftar Pustaka
1. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006). Otomycosis : Clinical
featuresand treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head and neck
Surgery.
2. Austin DF. Anatomi dan Embriologi. Dalam : Balengger JJ. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala dan Leher. Jilid II, Edisi 13. Alih Bahasa : Staf Ahli THT RSCM,
FKUL Jakarta; Bina Rupa Aksara, 1997: 105 - 7.
3. Senturia HB. Disease of the External Ear, An Otologic Dermatologic. San Fransisco ;
Manual Grime & Strotton, 2nd ed, 1980: 1 - 16, 31 - 59.
4. Surbakti R : Uji Coba Banding Klinik Pemakaian Larutan Burrowi Saring
(Aluminium Acetate Solution) dan Tetes Telinga Campuran Antibiotika (Framycetine,
Gramicidin) dan Steroid Pada Otitis Eksterna Akut, Tesis, FK.USU / RS. H. Adam Malik
Medan, 1996: 1 - 73.
5. Boeis, adams LR, George L. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta:EGC;1997.
6. Dhingra PL, Shruti. Disease of ear, nose,, and throat. 5th Edition. India: Elsevier.2012.
7. James B, snow JR. Manual of otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC
Decker. 2002.
8. Mawson SR. Disease of the Ear, 4d' ED, London ; Edward Arnold, 1979: 249 - 64.
9. Becker W, Nauman H.H, Rudolf C. Ear, Nose and Throat Diseases, 2th ed, New York;
Thieme Medical Publishers Inc, 1994: 71- 3.
10. Lee KJ. Infection of the ear. In: Lee KJ, editor. Essential otolaryngology Head & Neck
surgery. New York: McGraw Hill;2003:p.462-511.
11. Munguia R, Daniel SJ. Ototopical antifungals and Otomycosis: A review. Int J Ped
Otorhinolaryngol 2008; 72:453-9.
12. Astuti EP, Widodo P, Ruspita DA, et al. Perbandingan efektivitas klinik larutan gentian
violet dengan mikonazol krim pada terapi otomikosis. Semarang: Medica
Hospitalia;2015.h.81-7.
13. Karaarslan A, arikan a, Ozcan M, Ozcan KM. In vitro activity of Terbinafine and
itraconazole against aspergillus species isolated from otomycosis. Mycoses 2004;47:284-
7

You might also like