You are on page 1of 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.R DENGAN DM DF


( GANGGREN)
DI RUANG ARJUNA RSU KERTHA USADA SINGARAJA

A. TINJAUAN TEORI DIABETES MELLITUS


 Definisi
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Definisi lain menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Dalam jangka waktu lama, DM bisa menyebabkan komplikasi berupa
penyempitan pembuluh darah diseluruh tubuh, dan gangguan fungsi saraf,
sehingga pada akhir-nya fungsi alat-alat tubuh akan terganggu. Hal ini disebabkan
fungsi saraf dan aliran darah yang ke alat tersebut berkurang karena penyempitan.
Kelainan pada saraf dan pembuluh darah inilah yang melatar belakangi
munculnya komplikasi kronik seperti serangan jantung, lemah jantung, stroke,
kebutaan karena kelainan selaput jala mata yang mengakibatkan cepatnya terjadi
katarak, gangguan fungsi ginjal sampai gagal ginjal terminal, gangguan aliran
darah ke tangan sehingga mudah terjadinya infeksi, abscess, gangrene yang
menyebabkan alasan dilakukan pemotongan tangan atau kaki (amputasi),

 Insiden
Diabetes mellitus atau DM kini menjadi ancaman serius bagi umat
manusia di dunia. Pada tahun 2003, Badan Kesehatan Dunia atau WHO
memperkirakan, 194 juta jiwa atau 5,1 persen dari 3,8 miliar penduduk dunia usia
20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi
333 juta jiwa.
Di Indonesia, penderita diabetes juga mengalami kenaikan dari 8,4 juta
jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa. Tingginya angka kesakitan
itu menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah Amerika
Serikat, India dan China sebagaimana dicantumkan dalam Diabetes Care tahun
2004. Survei Kesehatan Rumah Tangga atau SKRT memberi gambaran terjadinya
peningkatan prevalensi DM dari tahun 2001 sebesar 7,5 persen menjadi 10,4
persen pada tahun 2004.
Peningkatan angka kejadian diabetes itu seiring dengan meningkatnya
faktor risiko di antaranya obesitas atau kegemukan, kurang aktivitas fisik, kurang
mengonsumsi makanan berserat tinggi, tinggi lemak, merokok, dan kelebihan
kolesterol,” kata Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen
Kesehatan, Yusharmen, dalam seminar sehari bertema Pengendalian Faktor
Risiko dan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus, Kamis (13/11), Kantor Depkes,
Jakarta.

 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses
autoimun yang menyerang insulinnya. IDDM merupakan jenis DM yang
diturunkan (inherited).
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor
lingkungan. Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk menderita
NIDDM jika orang tuanya adalah penderita DM dan menganut gaya hidup
yang salah.
3. Diabetes mellitus sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
(pancreatitis, kelainan hormonal, dan obat-obatan).
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam
keluarganya terdapat anggota yang juga menderita DM. Faktor risikonya
adalah kegemukan atau obesitas.

 Etiologi
Diabetes tipe I :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.

Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Penyebabnya antara lain:
a) Penyakit Penkreas
b) Factor hormonal
c) Kelainan reseptor
d) Obat-obatan atau bahan kimia
e) Kelainan gestional

 Manifestasi
Menurut Price (1995) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut :
a. DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia,
turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa
minggu, penderita menjadi sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat
meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan dengan segera. Biasanya
diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin.
b. DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II
Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun. Pada
hiperglikemia yang lebih berat, mungkin memperlihatkan polidipsi, poliuri,
lemah, dan somnolen, serta biasanya tidak mengalami ketoasidosis. Jika
hiperglikemia berat dan tidak respon terhadap terapi diet mungkin diperlukan
terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Kadar insulin sendiri
mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak memadai untuk
mem-pertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap
insulin eksogen.

 Patofisiologis
a. Menurut Brunner dan Suddarth (2001), patofisiologi DM yaitu:
1). Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post
pandrial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan dieresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.

2). Diabetes Tipe II


Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan
dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian
insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan
pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi pe-ningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II.
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah meningkat
 Elektrolit : Na, K, fosfor
 Urine : gula + aseton positip
 Asam lemak bebas meningkat
 Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
 Ureum/kreatinin meningkat/normal
 Osmolalitas serum meningkat

2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
>25/<18,
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25
5
Pria 20-24,9 25-27
>27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95

 Komplikasi
Masalah serius penyakit diabetes dapat dilihat pada setiap komplikasi yang
ditimbulkannya. Lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu system
saja, tetapi berbagai komplikasi dapat diidap secara tunggal maupun bersamaan
yaitu :
 Chronic heart disease
 Neurophaty
 Retinophaty
 Gangrene kaki diabetic, komplikasi akibat gangrene :
- Osteomyelitis
- Sepsis
 Saraf diabetes
 Kematian

B. TINJAUAN TEORI GANGREN


 Definisi
Gangren atau pemakan luka didefinisikan sebagaii jaringan nekrosis atau
jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri
pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat
proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja
atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik
diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999).
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer
akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah
tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula
atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik
adalah streptococcus (Soeatmaji, 1999).

 Etiologi
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren diabetik
dibagi menjadi faktor endogen dan faktor eksogen.
 Faktor endogen :
a. Genetik
b. Metabolik
c. Angiopati diabetic
d. Neuropati diabetik
 Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren
diabetik adalah neuropati, iskemia, dan infeksi. (Sutjahyo, 1998). Iskemia
disebabkan karena adanya penurunan aliran darah ke tungkai akibat
makroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama
pembuluh darah di daerah betis. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor resiko
lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi
endotel yang berperan terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan
endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan
terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia. Iskemia atau gangren
diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai trombosis,
pembentukan mikrotrombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang berasal dari
plak atheromatous dan obat-obat vasopressor.

 Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren diabetik menjadi enam tingkatan,
yaitu:
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki.
 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren diabetik
menjadi dua golongan :
a) Gangren diabetik akibat Iskemia
Gangrene diabetic jenis ini disebabkan penurunan aliran darah ke
tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah
besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis:
 Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat
 Pada perabaan terasa dingin
 Pulsasi pembuluh darah kurang kuat
 Didapatkan ulkus sampai gangren.
b) Gangren diabetik akibat neuropati
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan
dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati
rasa, oedem kaki dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

 Manifestasi klinis
Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang
timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai
dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila
penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka
tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku
kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar
sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga
bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar
dengan cepat (Sutjahyo, 1998). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh,
bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan.
Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa
nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak
serta adanya bau yang makin tajam.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah berjalan pada jarak
tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa :
ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki
menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika
sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993).
 Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada
sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin.
Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara
normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim
aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk
dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi
pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin.
Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor –
faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya
KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor
penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan
sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada
kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan
pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri
kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya
penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga
menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.

 Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis


DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
 Plasma vena < 100 100-200 >200
 Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
 Plasma vena <110 110-120 >126

 Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
 Penatalaksanaan
1. Diet
Perencanaan makan
 Pasien harus mendapat Terapi Gizi Medis (TGM) sesuai dengan
kebutuhannya
 Komposisi makanan yang dianjurkan : Karbohidrat, Lemak, Protein, Natrium,
Serat, Pemanis Alternatif

Langkah yang dilalui dalam perencanaan makan adalah :


a. Pengkajian status gizi sebelum melakukan diet, termasuk pengkajian
terhadap aspek budaya dan keuangan yang dapat berpengaruh pada pola
makan
b. Penentuan tujuan yang akan di capai. Dilakukan bersama dengan ahli gizi
c. Intervensi gizi, dilakukan dengan menghitung kebutuhan kalori. Faktor
yang menentukan : Jenis Kelamin, Umur, Aktifitas Fisik, Berat Badan
d. Evaluasi untuk menilai hasil intervensi

Menentukan kebutuhan kalori : besaran 25 – 30 kalori/kg BB Ideal


 Rumus Brocca :

BBI = 90% x (TB (cm) – 100) x 1 kg

- BB normal : BB Ideal + 10%


- Kurus : < BBI – 10%
- Gemuk : > BBI + 10%
Atau
IMT = BB (kg) / (TB (m2)

- BB normal : 18.5 – 22.9


- kurang : < 18.5
- lebih : > 23.0
Langkah – langkah perhitungan sederhana kebutuhan kalori seorang
diabetisi :
1. Hitung berat badan idaman dengan rumus = (tinggi badan dalam cm – 100)
x 90% x 1 kg. Kecuali jika tinggi badan dibawah 160 cm pada pria dan
dibawah 150 cm pada wanita, tidak dikali 90% lagi
2. Kebutuhan kalori basal = 25 kkal/kgBB idaman (wanita) atau 30 kkal/kgBB
idaman (pria)
3. Umur 60 – 69 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 10%. Diatas 70 tahun
dikurangi 20%
4. Bila dalam keadaan istirahat, kebutuhan kalori ditambah 10%. Bila aktifitas
ringan, ditambah 20%, aktifitas sedang ditambah 30%, aktifitas berat
ditambah 40%
5. Pada kehamilan triwulan pertama tambahkan 150 kkal/hari. Kehamilan
lebih lanjut ditambahkan 350 kkal/hari. Pada waktu laktasi ditambahkan 550
kkal/hari
6. Adanya komplikasi seperti infeksi, trauma, operasi yang menyebabkan
kenaikan suhu tubuh ditambahkan 13% kalori setiap kenaikan 1oC
7. Untuk yang kegemukan dikurangi dan sebaiknya yang kurus ditambahkan
20 – 30%kalori
2. Olahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga/aktivitas juga memperhatikan hal-hal
sebagai berikut
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL.
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya
makan camilan dahulu.
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi
disesuaikan dengan kondisinya.
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan.
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetik, tidak dianjurkan untuk
melakukan latihan fisik yang terlalu berat.
- Selalu memakai alas kaki .
3. Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur.
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik.
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi
dengan indikasi yang sangat jelas.
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin).
- Basah
o Istirahat di tempat tidur.
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik.
o Debridement.
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau
dingin.
o Beri “topical antibiotic”.
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic
spectrum luas.
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik
lain.
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin).

- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang
dapat diambil adalah amputasi atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 4 :
- Pemicu sekresi Insulin, yaitu golongan Sulfonilurea. Bekerja untuk
merangsang sel beta pancreas untuk memproduksi insulin. Namun,
hati-hati dengan efek sampingnya yaitu hipoglikemia (kadar
glukosa darah rendah, kurang dari 60 mg/dl)
- Penambah sensitifitas insulin
- Penghambat glukoneogenesis
- Penghambat absorpsi glukosa
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat,
dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD
Insulin umumnya diberikan melalui injeksi dibawah kulit (subkutan)
meskipun dapat juga diberikan kedalam otot (intramuscular), intra vena
dan inhalasi.
Penyuntikan Insulin hendaknya tidak dilakukan hanya pada satu area
tubuh karena dapat menyebabkan atrofi (mengecilnya) otot tubuh daerah
penyuntikan. Namun, penyuntikan di lakukan secara bergantian pada
bagian tubuh yang lain seperti yang tertera pada gambar.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan
dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, nafas bau keton, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan
dengan diskontinuitas jaringan.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
8. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
9. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

 Rencana Keperawatan
a. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh
darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran
darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi
pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan
ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan
sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek
dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi
oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi
pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki,
sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.

b. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren


pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : - Berkurangnya oedema sekitar luka
- Pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah,
pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti
biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

c. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan.


Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : - Penderita secara verbal mengatakan nyeri
berkurang/hilang .
- Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk
mengatasi atau mengurangi nyeri .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas
normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 –
130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien
untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat
luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan
pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat
memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi
nyeri pasien.

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka


di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil : - Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara
bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki
pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk
menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas
bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi
dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian
analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri,
fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara
bertahap dan benar.

e. Perubahan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : - Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan
nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan
diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat
badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan
program diet yang ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin
dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan
glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah
menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat
penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

f. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan


dengan diskontinuitas jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : - Tanda-tanda infeksi tidak ada.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C
)
- Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda
penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga
kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara
untuk mencegah infeksi kuman.
3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran
infeksi.
4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan
yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat,
mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil
kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan
insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian
insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga
proses penyembuhan.

g. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang


penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : - Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
- Emosi stabil, pasien tenang.
- Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami
pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat
dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien
sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan
pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan
keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi
beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim
kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang
terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu
menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien
secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota
keluarga yang menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu
mengurangi rasa cemas pasien.

h. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah


satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang
berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan
pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan
terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung
yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di


kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : - Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu
meningkatkan tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur
pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur
yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik
relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh
dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan
rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan
tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil
tindakan yang tepat.

j. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan,


dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang
penyakitnya.
Kriteria Hasil : - Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet,
perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan
kembali bila ditanya.
- Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri
berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM
dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga,
perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau
pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan
menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti
pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah
dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan
tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien
dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung
dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif
dan cemasnya berkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika
ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat
penjelasan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih
bahasa Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8 Vol 1 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Price, Anderson Sylvia. 2005. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata: EGC
Ikram, Ainal. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada
Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga. Jakarta : FKUI.
Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

You might also like