You are on page 1of 3

DISLOKASI TEMPOROMANDIBULAR JOINT

Definisi
Dislokasi TMJ atau dislokasi mandibula adalah pergeseran condylus dari lokasinya yang normal di fossa
mandibularis.
Klasifikasi dan Etiologi
Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi, yaitu :
- Dislokasi anterior
Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi anterior terhadap fossa articularis tulang
temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi akibat interupsi pada sekuens normal kontraksi otot saat mulut
tertutup setelah membuka dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis mengangkat mandibula sebelum
muskulus pterygoid lateral berelaksasi, mengakibatkan condylus mandibularis tertarik ke anterior ke tonjolan
tulang dan keluar dari fossa temporalis. Spasme muskulus masseter, temporalis, dan pterygoid menyebabkan
trismus dan menahan condylus tidak dapat kembali ke fossa temporalis. Dislokasi jenis ini dapat unilateral atau
bilateral. Dislokasi tersebut dibedakan menjadi akut dan kronik.
- Dislokasi akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun biasanya disebabkan oleh pembukaan mulut
yang berlebihan seperti menguap, anestesi umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang. Dislokasi ini juga dapat
terjadi setelah prosedur endoskopik.
- Dislokasi kronik disebabkan oleh mekanisme yang sama pada pasien dengan faktor risiko seperti fossa
mandibularis yang dangkal (kongenital), kehilangan kapsul sendi akibat riwayat disloasi sebelumnya, atau
sindrom hipermobilitas.
- Dislokasi posterior biasanya terjadi akibat trauma fisik langsung pada dagu. Condylus mandibularis tertekan ke
posterior ke arah mastoid. Jejas pada meatus acusticus externum akibat condylus dapat terjadi pada dislokasi
tipe ini.
- Dislokasi superior terjadi akibat trauma fisik langsung pada mulut yang sedang berada dalam posisi terbuka.
Sudut mandibula pada posisi ini menjadi predisposisi pergeseran condylus ke arah superior dan dapat
mengakibatkan kelumpuhan nervus fasialis, kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.
- Dislokasi lateral biasanya terkait dengan fraktur mandibula. Condylus bergeser ke arah lateral dan superior serta
sering dapat dipalpasi pada permukaan temporal kepala.
Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko dislokasi TMJ, antara lain:
- Fossa mandibularis yang dangkal
- Condylus yang kurang berkembang sempurna
- Ligamen TMJ yang longgar
- Penyakit jaringan ikat, misalnya sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos
Diagnosis
Anamnesis
a. Pasien mungkin memiliki riwayat trauma pada wajah,
b. Pasien dengan gangguan makan kronik menyebabkan prevalensi tinggi gangguan TMJ,
c. Pasien akan mengeluhkan gejala berikut:
 Nyeri: nyeri biasanya periaurikuler, dihubungkan dengan mengunyah, dan menyebar ke kepala tetapi
tidak seperti sakit kepala. Mungkin unilateral pada sisi dislokasi TMJ,
 ‘Klik’, ‘pop’ dan ‘snap’: Suara ini biasanya dihubungkan dengan nyeri pada dislokasi TMJ. “Klik” dengan
nyeri pada dislokasi disk anterior disebabkan oleh reduksi mendadak dari pita posterior ke posisi normal.
Klik terisolasi sangat umum pada populasi umum dan bukan faktor risiko terjadinya kelainan TMJ.
 Episode ‘terkunci’ dan pembukaan rahang yang terbatas; ‘Keadaan terkunci’ dapat terbuka atau
tertutup, ‘open lock’ adalah ketidakmampuan untuk menutup mulut dan terlihat saat dislokasi anterior
kondilus mandibular di depan tonjolan artikuler. Jika tidak dikurangi segera maka sangat menyakitkan.
‘Closed lock’ adalah ketidakmampuan untuk membuka mulut karena nyeri atau perubahan lokasi sendi.
 Nyeri kepala: Nyeri dislokasi tidak seperti nyeri kepala biasa. Dislokasi TMJ mungkin menjadi pencetus
pada pasien untuk mengalami sakit kepala, dan saat berkaitan dengan dislokasi TMJ akan cenderung
untuk menjadi berat secara alamiah.
Pemeriksaan Fisik
a. Observasi
 Postur kepala saat menghadap ke depan (dapat menunjukkan dislokasi kondilus posterior)
 Maloklusi rahang, gigi abnormal, dan gigi yang copot
 Ketegangan otot atau spasme otot leher ipsilateral
b. Pemeriksaan
 Rentang gerakan sendi. Pemeriksa memeriksa pembukaan dan penutupan rahang serta deviasi lateral
bilateral. Rentang normal gerakan untuk pembukaan mulut adalah 5 cm dan gerakan lateral mandibula
adalah 1 cm. Pasien sering mengurangi pembukaan mulut.
 Palpasi: Palpasi terbaik TMJ adalah lateral sebagai lekukan tepat di bawah sudut zigomatikum, 1-2 cm
di depan tragus. Aspek posterior sendi dipalpasi melalui kanal auditori eksternal. Sendi sebaiknya
dipalpasi baik pada posisi terbuka maupun tertutup dan baik lateral maupun posterior. Saat palpasi,
pemeriksa sebaiknya merasakan spasme otot, konsistensi otot atau sendi, dan bunti sendi. Otot yang
dipalpasi sebagai bagian dari pemeriksaan TMJ lengkap yaitu masseter, temporalis, pterygoid medial,
pterygoid lateral, dan sternokleidomastoid. Pada disfungsi dan nyeri miofasial terisolasi, ‘klik’ dan
‘kelembutan’ sendi bisanya tidak ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang
 Panoramik
Alat ini digunakan untuk merencanakan terapi bagi implan gigi, memeriksa gigi geraham bungsu, dan
mendeteksi masalah rahang.
 Cephalometri
Menunjukkan keseluruhan sisi kepala. Selain itu juga bermanfaat untuk memeriksa gigi-geligi dengan
hubungan terhadap rahang dan profil individu.
Tatalaksana
Sampai saat ini masih belum ada panduan yang disetujui untuk mendiagnosis kelainan temporomandibular,
begitu pula terapi yang terbaik. Kebanyakan ahli setuju, terapi konservatif, non-bedah adalah langkah yang tepat
untuk memulai. Pembedahan dan terapi invasive lain, seperti injeksi dapan menyebabkan masalah dan digunakan
sebagai langkar terakhir. Kelainan TMJ biasanya sementara dan tidak memburuk. Pada pasien – pasien ini, gejala
dapat dikurangi dengan terapi tunggal yang dapat dilakukan di rumah. Kadang gejala menghilang tanpa dilakukan
terapi sama sekali atau kambuh kembali. Adapun terapi yang dianjurkan yaitu :
a. Makanan lunak
Dengan memakan makanan yang tidak perlu banyak dikunyah, rahang – termasuk sendi temporomandibular
dan otot pengunyahah mendapatkan kesempatan untuk beristirahat dan sembuh.
Pada beberapa orang, gejala menghilang setelah dua atau tiga minggu diet makanan lunak.
b. Obat obatan
Obat yang dapat diberikan antara lain:
 Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) seperti asam mefenamat dan natrium diclofenac.
 Bila NSAID tidak efektif meredakan nyeri, dapat diberikan dosis rendah antidepresan trisiklik dengan anti
muskarinik. Obat –obatan ini menghambat transmisi nyeri dan mengurangi bruxisme malam hari. Jenis yang
biasa digunakan adalah amitriptyline and nortriptyline dalam dosis kecil.
 Relaxan otot untuk melemaskan otot rahang seperti diazepam, methocarbamol, and cyclobenzaprine
diberikan dalam dosis efektif terendah.
c. Splint
Splint yang dipakai didesain untuk seluruh gigi dan ditujukan untuk mencegah gigi atas dan bawah menyatu
sehingga menyulitkan pasien mengatupkan rahangnya. Kerja splint adalah dengan mengambil tekanan sendi dan
otot rahang sehingga memberikan kesempatan untuk beristirahat dan menyembuhkan diri. Pemakaian splint harus
sesuai anjuran dokter dan tidak boleh dipakai terlalu lama karena akan mengubah gigitan. Jenis splint yang dapat
dipakai adalah anterior repositioning splint dan autorepositional splints. Faktor – factor yang mempengaruhi
penyembuhan dengan penggunaan splint diperkirakan adalah perubahan hubungan oklusal, redistribusi gaya oklusi
pada gigitan dan perubahan hubungan struktural dan gaya pada TMJ.
d. Ekuilibrasi
Terapi ekuilibrasi oklusi merupakan salah satu terapi yang sering dilakukan oleh dokter gigi untuk
memperbaiki kondisi dislokasi temporomandibular. Ekuilibrasi oklusi dapat meningkatkan stabilitas dan ortopedik.
Hal ini kemudian dapat meningkatkan fungsi mastikasi. Pada ekuilibrasi, dilakukan penyesuaian sendi rahang, otot
rahang dan gigi agar ototnya berada dalam keadaan rileks, sendi rahang stabil, gigi geligi rahang atas dan bawah
dapat berkontak.
Langkah-langkah ekuilibrasi:
1. Memposisikan sendi rahang dalam posisi stabil (centric relation position). Otot rahang harus diistirahatkan
saat melakukan manuver ini. Pada umumnya, dokter gigi menggunakan teknik manipulasi bimanual.
2. Penyesuaian gigi dan melakukan plaster gigi.
e. Pembedahan
Terapi pembedahan pada tata laksana dislokasi temporomandibular merupakan cara terakhir yang dipilih setelah
terapi non pembedahan lainnya. Terapi pembedahan bersifat ireversibel dan terkadang menimbulkan rasa sakit
bahkan kerusakan rahang. Sebelum terapi pembedahan dilakukan, terapi dental splint atau terapi non bedah lain
dapat dilakukan agar otot lebih relaksasi. Terdapat dua tipe pembedahan pada kelainan temporomandibular, yaitu:
1. Artosentesis
Artrosentesis meliputi pencucian sendi dengan cairan yang diinjeksikan ke dalam ruang sendi dengan spuit.
Tindakan ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal secara intravena.
2. Artroskopi
Artroskopi membutuhkan anestesi umum. Ketika pasien sudah dalam kondisi tidak sadar, dokter bedah akan
melakukan insisi kecil pada depan telinga. Setelah itu, dimasukkan alat melalui lubang ini sehingga bisa terlihat
area sekitar temporomandibular.
Komplikasi
Komplikasi pada TMJ merupakan kondisi sekunder, simptom, atau gangguan lain yang disebabkan oleh TMJ
sindrom. Komplikasi dari TMJ dapat berupa:
 sakit kepala
 sakit pada rahang
 bunyi “clik-clik” pada rahang.
 arthritis
 facial pain

Daftar Pustaka
1. Ugboko VI, Oginni FO, Ajike SO, Olasoji HO, Adebayo ET. Asurvey of temporomandibular joint dislocation :
aetiology, demographics, risk factors and management in 96 nigerian cases . International journal of oral and
maxillofacial surgery, 2005;34(5):499-502.
2. Rao VM, Farole A, Karasik D. Temporomandibular joint dysfunctioncorrelation of mr imaging, arthrography, and
arthroscopy. Vol .174.

You might also like