Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu
dari 4 virus dengue yang berbeda dan ditularkan melalui nyamuk, terutama Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan subtropics di antaranya kepulauan di
Indonesia hingga bagian utara Australia.1
Pada banyak daerah tropis dan subtropis, penyakit DBD adalah endemic yang muncul
sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika kondisi optimal untuk nyamuk
berkembang biak. Biasanya sejumlah besar orang akan terinfeksi dalam waktu yang singkat.1
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Sampai saat ini infeksi virus Dengue tetap menjadi
masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi
DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka
perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1,3
Pada tahun 2015 tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia, dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia. Saat ini jumlah kasus masih tetap
tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah turun bermakna
<2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun.
Penelitian lain yang dilakukan menunjukkan tingginya insiden DBD yang terjadi pada
kelompok usia 1-3 tahun (27,9%) dan disusul dengan kelompok usia 4-6 tahun (23,3%). Hal
ini dapat disebabkan oleh meningkatnya mobilitas, kepadatan penduduk, perubahan iklim dan
rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.2,3
Hal-hal diatas mendorong saya untuk membahas lebih lanjut tentang infeksi virus
dengue. Selain itu pengetahuan orang tua tentang infeksi virus dengue harus lebih
ditingkatkan, baik dari segi pengetahuan penyebab dari DBD, vektor, cara mencegah atau
menanggulangi agar tidak terjangkit virus dengue serta tanda gejala yang harus diwaspadai
agar anak tidak mengalami penanganan yang terlambat hingga menjadi dengue syok
syndrome (DSS).2,3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien pada tanggal
08 Januari 2019 pukul 14.00 di Ruang Perawatan Alamanda
Keluhan utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Tidak terdapat keluarga pasien yang memiliki penyakit maupun keluhan yang sama
Riwayat Obat-obatan
Pasien tidak memiliki obat yang rutin dikonsumsi, dan keluarga pasien belum
memberikan obat untuk keluhan pasien diatas
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama kehamilan, Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya dan
melakukan ANC ke bidan. Ibu pasien mengaku saat hamil rutin melakukan imunisasi
yang dianjurkan oleh bidan. Selama kehamilan, Ibu pasien tidak pernah menderita
sakit. Tidak didapati kelainan maupun gangguan selama kehamilan.
Kesan : Berat badan An. B cukup atau sesuai dengan masa kehamilan.
Ibu pasien mengaku bahwa riwayat imunisasi pasien lengkap dan sesuai yang
dijadwalkan. Pasien selama ini melakukan imunisasi di Puskesmas.
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama ke dua orangtuanya. Rumah terbuat dari beton dan
atap terbuat dari genteng. Ventilasi dan jendela cukup dan dibuka setiap pagi.
Sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari menggunakan air dari sumur pompa
listrik. Daerah tempat tinggal pasien berupa daerah padat penduduk. Disekitar rumah
pasien terdapat banyak tanaman dan tumbuhan.
Tanda vital
Nadi : 100 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Pernapasan : 22x/ menit
Suhu : 39,7o C
Mata :
Ptosis : -/-
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Pupil : Bulat, isokor
Refleks cahaya : Langsung +/+ , tidak langsung +/+
Leher :
- Bentuk tidak tampak kelainan
- JVP tidak meningkat
- Tidak tampak pembesaran KGB
Paru :
Inspeksi : Retraksi substernal subcostal intercostal (-)
Palpasi : Gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus teraba simetris
pada kedua hemithoraks
Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Tidak tampak kelainan
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
KGB :
Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
Punggung : Bentuk tulang belakang normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-),
ruam (-)
KULIT : Tidak tampak kelainan, ptekie (-)
2.7 Tatalaksana :
- Infus RL 1050 cc/ 24 jam
- Zinckid 1x20 mg
- Ranitidin 2x15 mg
- PCT syrup 3x1 cth (k/p)
2.8 Komplikasi :
Pasien dapat jatuh ke dalam dengue syok syndrome bila tidak tertangani dengan baik.
2.9 Prognosis :
Ad vitam : ad bonam
Ad sanactionam : dubia
Ad functionam : ad bonam
2.10 Resume
Pasien An. B usia 3 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS.
Demam dirasakan naik turun, naik saat sore menjelang malam hari, dan turun saat
pagi dan siang hari. Keluarga pasien juga mengatakan adanya keluhan muntah 1x
setelah pasien minum susu. Nafsu makan pasien menurun dan pasien juga terlihat
rewel. Keluhan mual (+) namun nyeri perut disangkal. Didapatkan adanya keluhan
BAB cair, frekuensi >4x, ampas (+), tidak ada lendir maupun darah. BAK dalam
batas normal. Keluhan mimisan, gusi berdarah dan adanya bintik merah pada
ekskremitas disangkal. Keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Tidak terdapat
keluarga An. B yang memiliki keluhan atau penyakit yang sama dengan pasien.
Keluarga pasien mengatakan tidak ada obat yang rutin dikonsumsi oleh pasien dan
pasien belum diberikan obat-obatan lain. Pada pemeriksaan fisik status generalis
dalam batas normal, namun ditemukan adanya bising usus yang meningkat. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan nilai trombosit yaitu 140.000 dan juga
terdapat hasil + 1 : 80 pada pemeriksaan serologi widal.
FOLLOW UP
Planning :
Pasien boleh pulang
Terapi lanjut
Kontrol hari sabtu 12 Januari 2019
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus genue Flavivirus, family Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Keempat serotipe terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan DEN-2.2,3
Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk,
namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi
dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih
tua. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa
gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD)
dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).2,3,4
Selama musim hujan, nyamuk dapat hidup lebih lama sehingga transmisi virus pun
akan semakin besar kemungkinannya. Nyamuk ini akan bertahan pada suhu 16 0C – 300C
dengan kelembaban 60-80%. Nyamuk Aedes aegypti ini dapat terbang hingga jarak 400
meter.
3.3 Patogenesis7
Respon sistem imun host memainkan peran penting dalam patogenesis demam
dengue. Mekanisme patogenesis yang pasti untuk timbulnya manisfestasi klinis dari demam
dengue belum secara jelas diketahui. Mekanisme yang bervariasi telah diajukan untuk
menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada demam dengue, seperti mekanisme komplek
imun, antibodi yang dimediasi sel T yang memicu reaktifitas endotelium vaskular,
meningkatkan antibodi, komplemen dan produk-produknya serta berbagai mediator terlarut
termasuk sitokin dan kemokin. Terdapat mekanisme lain yaitu strain virus yang
meningkatkan antibodi dan sel T memori pada secondary infeksi yang menghasilkan
“Tsunami Sitokin”. Apapun mekanisme yang telah diajukan, pada akhirnya targetnya adalah
endotelium vaskuler, trombosit dan beberapa organ yang mengarah ke vaskulopati dan
koagulopati yang berkembang menjadi perdarahan dan syok.6,7
Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari
dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai
dengan hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan.
Pada fase demam, anak memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak
biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit
berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini
nilai hematokrit masih normal dan viremia berakhir pada fase ini.
Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5
(24-48 jam), pada saat ini demam turun, sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini
kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun
padahal anak memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan
mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah
dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya
berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran
pembuluh darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam
pembuluh darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan
hitung leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 hari tapi dapat menjadi
fase berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak
dapat mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada hari-hari tersebut demam dapat
meningkat kembali tetapi tidak begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu
seperti pelana kuda. Seringkali anak diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase
ini anak terlihat riang, nafsu makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit.
Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase
kritis/kebocoran plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan
laboratorium,seperti peningkatan nilai hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun dan
setelah 24-48 jam, jumlah leukosit dan trombosit akan meningkat bertahap secara bermakna.5
Manifestasi klinis dari pasien dengan infeksi virus dengue dapat tanpa menimbulkan
gejala, hal ini bergantung pada banyak faktor seperti usia, status imun host, strain virus, dan
infeksi ini merupakan infeksi yang pertama atau kedua.7,8
Pada infeksi primer virus dengue pasien dapat menderita demam, namun hal ini sulit
dibedakan dengan infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat timbul atau tidak timbul
selama periode demam maupun periode
penurunan suhu kembali ke normal. Gejala dari
demam dengue mungkin tidak dapat dibedakan dan
tanda dari kebocoran plasma bisa tidak muncul.
3.5 Diagnosis2,4
3.5.1 Anamnesis
Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
Diare kadang-kadang dapat ditemukan
Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan
Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu turun,
yang dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD berat
merupakan tanda awal syok.
Tanda-tanda syok
Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
Akral dingin, capillary refill menurun
Diuresis menurun sampai anuria
Dalam penegakkan diagnosis infeksi virus dengue tidak bergantung hanya dari
pemeriksaan penunjang yang dilakukan, namun berdasarkan anamnesis dan juga pemeriksaan
fisik.
Dengue without warning signs disebut juga sebagai probable dengue, sesuai dengan
demam dengue dan demam berdarah dengue derajat I dan II pada klasifikasi WHO 1997.
Pada kelompok dengue without warning signs, perlu diketahui apakah pasien tinggal atau
baru kembali dari daerah endemik dengue. Diagnosis tersangka infeksi dengue ditegakkan
apabila terdapat demam ditambah minimal dua gejala berikut: mual disertai muntah ruam
(skin rash) nyeri pada tulang, sendi, atau retro-orbital uji torniket positif, leukopenia, dan
gejala lain yang termasuk dalam warning signs. Pada kelompok dengue without warning
signs tersebut perlu pemantauan yang cermat untuk mendeteksi keadaan kritis.
Dengue with warning signs, secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah terus-
menerus, perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati ≥2cm, disertai kelainan
parameter laboratorium, yaitu peningkatan kadar hematokrit yang terjadi bersamaan dengan
penurunan jumlah trombosit dan leukopenia. Apabila dijumpai leukopenia, maka diagnosis
lebih mengarah kepada infeksi dengue.
Pasien dengue tanpa warning signs dapat dipantau harian dalam rawat jalan. Namun
apabila warning signs ditemukan maka pemberian cairan intravena harus dilakukan untuk
mencegah terjadi syok hipovolemik.
Severe dengue
Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe plasma
leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat), atau severe organ
impairment (keterlibatan organ yang berat).
Severe plasma leakage akan menyebabkan syok hipovolemik dengan atau tanpa
perdarahan (pada klasifikasi WHO 1997 dimasukkan dalam sindrom syok dengue) dan
atau penimbunan cairan disertai distres respirasi.
Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi hemodinamik
yang tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan pengganti dan atau transfusi
darah. Yang dimaksud dengan perdarahan adalah semua jenis perdarahan, seperti
hematemesis, melena, atau perdarahan lain yang dapat mengancam kehidupan.
Severe organ involvement, termasuk gagal hati, inflamasi otot jantung (miokarditis),
keterlibatan neurologi (ensefalitis), dan lain sebagainya
Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 disusun hampir
sama dengan klasifikasi diagnosis WHO 1997, namun kelompok infeksi dengue simtomatik
dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded dengue syndrome terdiri
dari isolated organopathy dan unusual manifestation.
Klasifikasi Diagnosis
Dengue WHO 20146
Demam selama 2-7 hari dengan 2 atau lebih tanda gejala berikut : nyeri kepala, nyeri
retro orbita, myalgia, artralgia dengan atau tanpa leukopenia, trombositopenia dan tidak
ada bukti adanya kebocoran plasma
DBD derajat I
Kriteria diatas ditambah dengan uji bendung / tourniquet test dan terdapat bukti
kebocoran plasma. Trombositopenia dengan trombosit < 100.000 dan peningkatan
Hematokrit >20% dari sebelumnya.
DBD derajat II
Kriteria diatas ditambah adanya perdarahan spontan pada tangan atau organ lain (BAB
hitam, mimisan dan gusi berdarah) serta nyeri perut. Trombositopenia dengan jumlah
trombosit < 100.000 dan peningkatan Hematokrit >20% dari sebelumnya.
Kriteria diatas ditambah dengan kegagalan sirkulasi (pulsasi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi yang sempit <20 mmHg, akral dingin dan lemas). Trombositopenia dengan
jumlah trombosit < 100.000 dan peningkatan Hematokrit >20% dari sebelumnya.
DBD derajat IV (DSS)
Terdapat adanya syok dengan tekanan darah yang tidak terdeteksi atau pulsasi nadi yang
tidak teraba. Trombositopenia dengan jumlah trombosit < 100.000 dan peningkatan
Hematokrit >20% dari sebelumnya.
3.7 Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan awal demam dengue diberikan terapi sesuai dengan tingkat
keparahan penyakit. Pasien dengan demam tanpa adanya tanda bahaya atau komplikasi dapat
diberikan terapi sesuai dengan gejala yang muncul. namun pasien dengan adanya warning
sign dan gejala harus dimonitor secara ketat. Pasien dengan DBD derajat III atau derajat IV,
yang mengalami perdarahan signifikan atau adanya keterlibatan berbagai macam organ
membutuhkan terapi yang agresif untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pasien yang
terinfeksi virus dengue mungkin akan mengalami komplikasi pada fase afebris, dimana klini
harus lebih waspada dan berhati-hati dan memperhatikan adanya tanda bahaya.
Tersangka DBD
Periksa Uji
Jumlah trombosit
> 100.000/uL
Jumlah trombosit Rawat jalan
< 100.000/uL Parasetamol Perhatian untuk orang tua
Kontrol tiap hari
sampai demam hilang Pesan bila timbul tanda syok, yaitu
gelisah, lemah, kaki/tangan dingin,
Nilai tanda klinis sakit perut, BAB hitam, BAK kurang
Rawat inap Rawat jalan
Periksa Hb, Ht, trombosit
bila demam menetap
Minum banyak 1,5-2lt/hari
setelah hari sakit ke−3
Parasetamol
Kontrol tiap hari sampai demam
turun Lab : Hb & Ht naik
Periksa Hb, Trombosit turun tiap
Ht, Trombosit
hari
Segera Bawa ke Rumah Sakit
Pulang
Kriteria memulangkan pasien :6
Pasien dapat dipulangkan apabila :
- Hematokrit stabil
Cairan Awal
Evaluasi 15 menit
5 ml/kg/jam
IVFD stop pada 24−48 jam Distress pernapasan
Bila tanda vital/Ht stabil
Perbaikan Ht naik
Tek nadi 20-30 Tanda vital tidak stabil
< 20 mmHg Transfusi darah
danSesuaikan
diuresis cukup Koloid ml/kg
tetesan
3 ml/kg/jam Perbaikan Hb/Ht turun
segar 10ml/kg
1. Oksigenasi (berikan O2 2−4 ltr/menit)
2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis
Evaluasi ketat
Tambahkan koloid/plasma
Tanda vital Dekstran/FPP
Tanda perdarahan 10-20 (max 30) ml/kg/jam
Diuresis
Hb, Ht, trombosit
Koreksi asidosis
Stabil dalam 24 jam/Ht < 40% Evaluasi 1 jam
Infus stop tidak > 48 jam Transfusi darah segar Koloid 20ml/kg
Setelah syok teratasi 10 ml/kg diulang
Sesuai kebutuhan
3.8 Komplikasi
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.7
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,
dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada pasien syok
dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus
diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya.
Pungsi lumbal dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-
hati bila jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar
transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis
pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak darah).7
Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah
urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.7
Edema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan
plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler,
apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen.
3.9 Prognosis5,8
Prognosis dalam penyakit infeksi dengue ditentukan oleh derajat penyakit, cepat
tidaknya penanganan yang diberikan, umur dan juga status imun pasien. Prognosis DBD
derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi
dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %.
- Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-
lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
- Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
- Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
- Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu
- Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.
- Fogging atau pengasapan juga dapat dilakukan.
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada pasien
ini
penatalaksanaan yang didapatkan adalah infus RL sesuai dengan berat badan An. B 11kg.
Berdasarkan rumus holiday segar yaitu 1050 cc per 24 jam. Paracetamol untuk keluhan
demamnya, zinckid syrup yang berfungsi dalam reepitelisasi sel usus dan diberikan Ranitidin
sirup yang merupakan golongan H2 reseptor bloker. Ranitidin bekerja dengan mengurangi
produksi asam lambung sehingga dapat mengurangi rasa mual yang diderita oleh An.B
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2016. Situasi DBD. Jakarta
2. Pudjiadi, Antonius., et al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI. Jakarta
3. Nisa, Wiwik., Notoatmojo, Harsoyo., Rohmani, Afiana. 2013. Karakteristik Demam
Berdarah Dengue pada Anak di Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah Vol 1 No. 2. Semarang. available at :
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/viewFile/1354/1409 [diakses
15 Januari 2019].
4. Shepherd, Suzanne Moore. 2018. Dengue. available at :
https://emedicine.medscape.com/article/215840-overview [diakses 16 Januari 2019]
5. Hadinegoro, Sri Rezeki., et all. 2012. Update Management of Infectious Disease and
Gastrointestinal Disorder. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
6. WHO. 2009. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
7. WHO. 2014. National Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever. India
8. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72