You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu
dari 4 virus dengue yang berbeda dan ditularkan melalui nyamuk, terutama Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan subtropics di antaranya kepulauan di
Indonesia hingga bagian utara Australia.1
Pada banyak daerah tropis dan subtropis, penyakit DBD adalah endemic yang muncul
sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika kondisi optimal untuk nyamuk
berkembang biak. Biasanya sejumlah besar orang akan terinfeksi dalam waktu yang singkat.1
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Sampai saat ini infeksi virus Dengue tetap menjadi
masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi
DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka
perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1,3
Pada tahun 2015 tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia, dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia. Saat ini jumlah kasus masih tetap
tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah turun bermakna
<2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun.
Penelitian lain yang dilakukan menunjukkan tingginya insiden DBD yang terjadi pada
kelompok usia 1-3 tahun (27,9%) dan disusul dengan kelompok usia 4-6 tahun (23,3%). Hal
ini dapat disebabkan oleh meningkatnya mobilitas, kepadatan penduduk, perubahan iklim dan
rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.2,3
Hal-hal diatas mendorong saya untuk membahas lebih lanjut tentang infeksi virus
dengue. Selain itu pengetahuan orang tua tentang infeksi virus dengue harus lebih
ditingkatkan, baik dari segi pengetahuan penyebab dari DBD, vektor, cara mencegah atau
menanggulangi agar tidak terjangkit virus dengue serta tanda gejala yang harus diwaspadai
agar anak tidak mengalami penanganan yang terlambat hingga menjadi dengue syok
syndrome (DSS).2,3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 3 tahun 1 bulan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Nimun Raya No 54A, Kebayoran Lama

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien pada tanggal
08 Januari 2019 pukul 14.00 di Ruang Perawatan Alamanda
 Keluhan utama
Demam
 Riwayat Penyakit Sekarang

Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami demam sejak 4 hari sebelum


masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, naik menjelang sore-malam hari
dan cenderung turun saat pagi dan siang hari. Keluhan mual (+), pasien muntah 1x
saat diberi minum susu. Nafsu makan pasien menurun. Pasien terlihat rewel. Keluhan
nyeri perut disangkal. BAB cair (+) frekuensi >4x, ampas (+), lendir dan darah tidak
ada. BAK dalam batas normal. Keluhan mimisan, BAB hitam ataupun gusi berdarah
disangkal.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa
- Riwayat kejang pada pasien disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak terdapat keluarga pasien yang memiliki penyakit maupun keluhan yang sama

 Riwayat Obat-obatan

Pasien tidak memiliki obat yang rutin dikonsumsi, dan keluarga pasien belum
memberikan obat untuk keluhan pasien diatas
 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama kehamilan, Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya dan
melakukan ANC ke bidan. Ibu pasien mengaku saat hamil rutin melakukan imunisasi
yang dianjurkan oleh bidan. Selama kehamilan, Ibu pasien tidak pernah menderita
sakit. Tidak didapati kelainan maupun gangguan selama kehamilan.

 Riwayat Kelahiran dan Imunisasi


Pasien lahir tanggal 28 November 2015, pada usia kehamilan 38 minggu
melalui persalinan normal dan ditolong bidan. Menurut info dari ibu pasien, saat lahir
pasien langsung menangis. Berat badan lahir 2900 gram dan namun panjang badan
lahir ibu pasien mengaku lupa.

Kesan : Berat badan An. B cukup atau sesuai dengan masa kehamilan.

Ibu pasien mengaku bahwa riwayat imunisasi pasien lengkap dan sesuai yang
dijadwalkan. Pasien selama ini melakukan imunisasi di Puskesmas.

 Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal bersama ke dua orangtuanya. Rumah terbuat dari beton dan
atap terbuat dari genteng. Ventilasi dan jendela cukup dan dibuka setiap pagi.
Sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari menggunakan air dari sumur pompa
listrik. Daerah tempat tinggal pasien berupa daerah padat penduduk. Disekitar rumah
pasien terdapat banyak tanaman dan tumbuhan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum
 Kesan Sakit : Tampak sakit sedang, pasien tampak rewel
 Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
 Berat Badan : 11 kg

Tanda vital
 Nadi : 100 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
 Pernapasan : 22x/ menit
 Suhu : 39,7o C

Kepala : tidak tampak kelainan, deformitas (-)

Mata :
Ptosis : -/-
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Pupil : Bulat, isokor
Refleks cahaya : Langsung +/+ , tidak langsung +/+

Telinga, Hidung, Tenggorokan


Telinga : Normotia, secret -/-
Hidung : bentuk normal, secret -/-
Tenggorokan : faring tidak hiperemis.

Leher :
- Bentuk tidak tampak kelainan
- JVP tidak meningkat
- Tidak tampak pembesaran KGB

Thoraks : Bentuk dan gerak simetris


 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas kanan jantung : ICS III – IV linea sternalis dextra
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

 Paru :
Inspeksi : Retraksi substernal subcostal intercostal (-)
Palpasi : Gerak napas simetris kanan dan kiri, vocal fremitus teraba simetris
pada kedua hemithoraks
Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen :
Inspeksi : Tidak tampak kelainan
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Anogenitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

KGB :
Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraclavicula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar

Punggung : Bentuk tulang belakang normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-),
ruam (-)
KULIT : Tidak tampak kelainan, ptekie (-)

2.4 Diagnosis kerja :


Dengue fever

2.5 Diagnosis banding :


- Dengue hemorrhagic fever
- Viral infection
- Typhoid fever

2.6 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan darah lengkap :
Tanggal 07/1/2018 Hasil Nilai normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 9,1 13-16 gr/dL
Hematokrit 27 40-48%
Leukosit 9700 5000-10000/ μL
Trombosit 140000 150000-400000/ μL
Serologi
Widal
Salmonella Typhi O + 1 : 80 Negatif
Salmonella Typhi AO Negatif Negatif
Negatif Negatif
Salmonella Typhi BO
Negatif Negatif
Salmonella Typhi CO
Negatif Negatif
Salmonella Typhi H
Negatif Negatif
Salmonella Typhi AH
Negatif Negatif
Salmonella Typhi BH
+ 1 : 80 Negatif
Salmonella Typhi CH

2.7 Tatalaksana :
- Infus RL 1050 cc/ 24 jam
- Zinckid 1x20 mg
- Ranitidin 2x15 mg
- PCT syrup 3x1 cth (k/p)

- Cek darah lengkap

2.8 Komplikasi :

Pasien dapat jatuh ke dalam dengue syok syndrome bila tidak tertangani dengan baik.

2.9 Prognosis :
Ad vitam : ad bonam
Ad sanactionam : dubia
Ad functionam : ad bonam

2.10 Resume
Pasien An. B usia 3 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS.
Demam dirasakan naik turun, naik saat sore menjelang malam hari, dan turun saat
pagi dan siang hari. Keluarga pasien juga mengatakan adanya keluhan muntah 1x
setelah pasien minum susu. Nafsu makan pasien menurun dan pasien juga terlihat
rewel. Keluhan mual (+) namun nyeri perut disangkal. Didapatkan adanya keluhan
BAB cair, frekuensi >4x, ampas (+), tidak ada lendir maupun darah. BAK dalam
batas normal. Keluhan mimisan, gusi berdarah dan adanya bintik merah pada
ekskremitas disangkal. Keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Tidak terdapat
keluarga An. B yang memiliki keluhan atau penyakit yang sama dengan pasien.
Keluarga pasien mengatakan tidak ada obat yang rutin dikonsumsi oleh pasien dan
pasien belum diberikan obat-obatan lain. Pada pemeriksaan fisik status generalis
dalam batas normal, namun ditemukan adanya bising usus yang meningkat. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan nilai trombosit yaitu 140.000 dan juga
terdapat hasil + 1 : 80 pada pemeriksaan serologi widal.

FOLLOW UP

Hari 1 Perawatan - (08/1/2018) Ruang Alamanda, 201


S O A P
Demam (+) naik CM, TSS Dengue Fever - Infus RL 1050
S = 37,6’C
turun, BAB cair cc/ 24 jam
HR = 98x/m
- Zinckid 1x20 mg
(+), 2x. muntah RR = 22x/m
- Ranitidin 2x15
(-), nafsu makan
Cor s1s2 regular, m(-) g(-) mg
masih menurun. Pulmo ves +/+ rh-/- wh-/- - PCT syrup 3x1
Abdomen supel, bising usus
cth (k/p)
(+) normal, NT (-)

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap


Tanggal 08/1/2019 Hasil Nilai normal
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 9,9 10,2 – 12,7 gr/dL
Hematokrit 31 31 – 38%
Eritrosit 4.17 3.89 – 4.97 10^6/uL
Leukosit 6990 5140 - 13.380/ μL
Trombosit 207.200 150.000 – 440.000/uL
Absolute Value
MCV 74 71.3 – 84.0 Fl
MCH 24 23.7 – 28.3 pg
MCHC 32 32.0 – 34.7 g/dL
Hitung Jenis
Basofil 0 < 1%
Eosinofil 1 < 5%
Limfosit 26 25 – 40 %
Monosit 14 2 – 14 %
Neutrofil 59 22.4 – 69.0 %
RDW-SD 38.9 35.1 – 41.7 %
RDW-CV 13.2 12.5 – 14.9 %
PCT 0
MPV 7.7 9.0 – 10.9 %
P-LCR 38
PDW 20
LED 28 0 – 10%

Hari II Perawatan (9/1/2019) Ruang Alamanda, 201


S O A P
Pasien sudah CM, TSS Viral Infection - Infus KaEn IIIB
S = 37,0’C
tidak demam 10tpm
HR = 92x/m
RR = 20x/m - Zinckid 1x20mg
- PCT syr 3x1cth
Cor s1s2 regular, m(-) g(-)
Pulmo ves +/+ rh-/- wh-/- (k/p)
Abdomen supel, bising usus
(+) normal
Hari III Perawatan (10/1/2019) Ruang Alamanda, 201
S O A P
Pasien sudah CM, TSS Viral Infection
S = 36,8’C
tidak ada keluhan,
HR = 94x/m
demam (-), RR = 20x/m
Cor s1s2 regular, m(-) g(-)
muntah (-), BAB
Pulmo ves +/+ rh-/- wh-/-
cair (-) Abdomen supel, bising usus
(+) normal

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin


Tanggal 10/1/2018 Hasil Nilai normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 10,7 10,2 – 12,7 gr/dL
Hematokrit 33 31 – 28%
Leukosit 6400 5.140 – 13.380/uL
Trombosit 270.000 150000 – 440000/ μL

Planning :
 Pasien boleh pulang
 Terapi lanjut
 Kontrol hari sabtu 12 Januari 2019
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus genue Flavivirus, family Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Keempat serotipe terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan DEN-2.2,3

Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk,
namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi
dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih
tua. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa
gejala (silent dengue infection), (2) demam dengue (DD), (3) demam berdarah dengue (DBD)
dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).2,3,4

3.2 Etiologi dan Vector


Virus dengue dikategorikan dalam genus Flavivurs. Virus ini terdiri dari rantai
tunggal RNA dan ukurannya kecil yaitu 50 nm. Terdapat 4 jenis serotipe yaitu DENV-1,
DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.7,8
Genome pada virus dengue terdiri dari 3 gen protein struktural yang mengkode
nucleocapsid protein inti ©, yaitu protein membran (M), protein envelope (E) dan 7 protein
non struktural (NS) – NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5. Fungsi dari protein
NS belum dikarakteristikkan secara keseluruhan. Namun protein NS1 telah menunjukkan
adanya interaksi dengan sistem imun host, yaitu memprovokasi respon dari sel T. Pada
pasien dengan infeksi virus dengue, kadar protein NS1 dapat diukur di dalam darah, yang
mana hal ini dapat menjado pertanda diagnostik dari infeksi virus dengue.4
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya,
yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes
aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk
dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus
tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk sama 8 - 10 hari, nyamuk yang
terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. 3,4

Selama musim hujan, nyamuk dapat hidup lebih lama sehingga transmisi virus pun
akan semakin besar kemungkinannya. Nyamuk ini akan bertahan pada suhu 16 0C – 300C
dengan kelembaban 60-80%. Nyamuk Aedes aegypti ini dapat terbang hingga jarak 400
meter.

Gambar 1. Virus Dengue

Gambar 2. Vector Aedes aegypti7

3.3 Patogenesis7
Respon sistem imun host memainkan peran penting dalam patogenesis demam
dengue. Mekanisme patogenesis yang pasti untuk timbulnya manisfestasi klinis dari demam
dengue belum secara jelas diketahui. Mekanisme yang bervariasi telah diajukan untuk
menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada demam dengue, seperti mekanisme komplek
imun, antibodi yang dimediasi sel T yang memicu reaktifitas endotelium vaskular,
meningkatkan antibodi, komplemen dan produk-produknya serta berbagai mediator terlarut
termasuk sitokin dan kemokin. Terdapat mekanisme lain yaitu strain virus yang
meningkatkan antibodi dan sel T memori pada secondary infeksi yang menghasilkan
“Tsunami Sitokin”. Apapun mekanisme yang telah diajukan, pada akhirnya targetnya adalah
endotelium vaskuler, trombosit dan beberapa organ yang mengarah ke vaskulopati dan
koagulopati yang berkembang menjadi perdarahan dan syok.6,7

Gambar 3. Patogenesis Infeksi Virus Dengue

Perjalanan Penyakit Demam Berdarah5,7

Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari
dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai
dengan hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan.
Pada fase demam, anak memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak
biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit
berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini
nilai hematokrit masih normal dan viremia berakhir pada fase ini.
Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5
(24-48 jam), pada saat ini demam turun, sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini
kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun
padahal anak memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan
mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah
dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya
berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran
pembuluh darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam
pembuluh darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan
hitung leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 hari tapi dapat menjadi
fase berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak
dapat mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada hari-hari tersebut demam dapat
meningkat kembali tetapi tidak begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu
seperti pelana kuda. Seringkali anak diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase
ini anak terlihat riang, nafsu makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit.
Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase
kritis/kebocoran plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan
laboratorium,seperti peningkatan nilai hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun dan
setelah 24-48 jam, jumlah leukosit dan trombosit akan meningkat bertahap secara bermakna.5

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Dengue8


3.4 Manifestasi Klinis8

Manifestasi klinis dari pasien dengan infeksi virus dengue dapat tanpa menimbulkan
gejala, hal ini bergantung pada banyak faktor seperti usia, status imun host, strain virus, dan
infeksi ini merupakan infeksi yang pertama atau kedua.7,8
Pada infeksi primer virus dengue pasien dapat menderita demam, namun hal ini sulit
dibedakan dengan infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat timbul atau tidak timbul
selama periode demam maupun periode
penurunan suhu kembali ke normal. Gejala dari
demam dengue mungkin tidak dapat dibedakan dan
tanda dari kebocoran plasma bisa tidak muncul.

Gambar 5. Ruam makulopapular pada pasien dengue7

3.5 Diagnosis2,4
3.5.1 Anamnesis
 Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
 Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
 Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
 Diare kadang-kadang dapat ditemukan
 Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan

3.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pada demam dengue pemeriksaan fisik mungkin tidak dapat dibedakan dengan infeksi
virus atau bakteri lainnya. Menurut Pan American Health Organization (PAHO), klinis dari
demam dengue adalah demam mendadak 2-7 hari dan diikuti dengan 2 atau lebih kriteria
dibawah :
 Nyeri kepala
 Nyeri retro orbita
 Myalgia hebat, terutama di bagian punggung, kaki dan tangan
 Artralgia, biasanya pada lutut dan bahu
 Ruam khas (makulopapular /ptekie)
 Adanya manifestasi perdarahan
Tambahan lainnya dapat berupa
 Injeksi konjungtiva
 Facial flushing
 Radang pada faring
 Lymphadenopathy
 Hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada DBD.
 Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok.
 Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal selama 24-48 jam.

 Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu turun,
yang dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD berat
merupakan tanda awal syok.

Tanda-tanda syok
 Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
 Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
 Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
 Akral dingin, capillary refill menurun
 Diuresis menurun sampai anuria

3.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan terdiri dari :
 Pemeriksaan serial darah tepi
Pemeriksaan serial darah tepi yang menunjukkan perubahan hemostatik dan
kebocoran plasma merupakan petanda penting dini diagnosis DBD. Peningkatan nilai
hematokrit 20% atau lebih disertai turunnya hitung trombosit yang tampak sewaktu
demam mulai turun atau mulainya pasien masuk ke dalam fase kritis/syok mencerminkan
kebocoran plasma yang bermakna dan mengindikasikan perlunya penggantian volume
cairan tubuh.
Jumlah trombosit mulai menurun pada hari ke-3 dan mencapai titik terendah pada
hari sakit ke-5. Trombosit akan mulai meningkat pada fase penyembuhan serta mencapai
nilai normal pada hari ke-7

Serologi NS14,7
Antigen dengue NS1, adalah sebuah glikoprotein terkonservasi yang di produksi
oleh membrane virus dengue. Antigen NS1 merupakan modalitas diagnostic yang
mampu mendeteksi infeksi virus dengue (sejak hari pertama demam) lebih awal
dibandingkan dengan pemeriksaan antibody IgM dan IgG dengue.
beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik
dimiliki oleh pemeriksaan antigen NS1 dalam menegakkan diagnosis infeksi virus
dengue. Sensitivitas antigen NS1 dilaporkan mencapai 98,9% (82,0% - 98,9%).
spesifitasnya bahkan mencapai 100%.

Serologi IgM dan IgG5,7
Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG seringkali dilakukan. Pada infeksi
primer, IgM akan muncul dalam darah pada hari ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-
5 dan kemudian menurun serta menghilang setelah 60-90 hari. IgG baru muncul
kemudian dan terus ada di dalam darah. Pada infeksi sekunder, IgM pada masa akut
terdeteksi pada 70% kasus, sedangkan IgG dapat terdeteksi lebih dini pada sebagian besar
(90%) pasien, yaitu pada hari ke-2. Apabila ditemukan hasil IgM dan IgG negatif tetapi
gejala tetap menunjukkan kecurigaan DBD, dianjurkan untuk mengambil sampel kedua
dengan jarak 3-5 hari bagi infeksi primer dan 2-3 hari bagi infeksi sekunder.
IgM pada sesorang yang terkena infeksi primer akan bertahan dalam darah
beberapa bulan dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan demikian, setelah fase
penyembuhan, baik IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi meskipun anak tidak
menderita infeksi dengue. Setelah 3 bulan, hanya IgG yang bertahan di dalam darah.
Imunoglobulin G dapat terdeteksi pada pemeriksaan darah seseorang yang telah
terinfeksi oleh salah satu serotipe virus dengue,. Hal itu disebabkan oleh IgG dalam darah
bertahan dalam jangka waktu yang lama bahkan dapat seumur hidup.

Dalam penegakkan diagnosis infeksi virus dengue tidak bergantung hanya dari
pemeriksaan penunjang yang dilakukan, namun berdasarkan anamnesis dan juga pemeriksaan
fisik.

3.6 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Klasifikasi Diagnosis Dengue WHO 2009


Pada tahun 2009, WHO mengeluarkan klasifikasi terbaru dalam penegakkan diagnosis
demam berdarah. Latar belakang dan rasional pembuatan klasifikasi WHO 2009 telah
didukung dengan studi multisenter dalam Dengue Control study (DENCO study) yang
mencakup negara-negara endemis dengue di Asia Tenggara dan Amerika Latin.

Dengue ± warning signs

Dengue without warning signs disebut juga sebagai probable dengue, sesuai dengan
demam dengue dan demam berdarah dengue derajat I dan II pada klasifikasi WHO 1997.
Pada kelompok dengue without warning signs, perlu diketahui apakah pasien tinggal atau
baru kembali dari daerah endemik dengue. Diagnosis tersangka infeksi dengue ditegakkan
apabila terdapat demam ditambah minimal dua gejala berikut: mual disertai muntah ruam
(skin rash) nyeri pada tulang, sendi, atau retro-orbital uji torniket positif, leukopenia, dan
gejala lain yang termasuk dalam warning signs. Pada kelompok dengue without warning
signs tersebut perlu pemantauan yang cermat untuk mendeteksi keadaan kritis.
Dengue with warning signs, secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah terus-
menerus, perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati ≥2cm, disertai kelainan
parameter laboratorium, yaitu peningkatan kadar hematokrit yang terjadi bersamaan dengan
penurunan jumlah trombosit dan leukopenia. Apabila dijumpai leukopenia, maka diagnosis
lebih mengarah kepada infeksi dengue.
Pasien dengue tanpa warning signs dapat dipantau harian dalam rawat jalan. Namun
apabila warning signs ditemukan maka pemberian cairan intravena harus dilakukan untuk
mencegah terjadi syok hipovolemik.

Warning signs berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung mendukung ke


arah terjadinya penurunan volume intravaskular. Hal ini menjadi pegangan bagi klinisi di
tingkat kesehatan primer untuk mendeteksi pasien risiko tinggi dan merujuk mereka ke
tempat perawatan yang lebih lengkap fasilitasnya. Pasien dengan warning signs harus
diklasifikasi ulang apabila dijumpai salah satu tanda severe dengue. Di samping warning
signs, klinisi harus memperhatikan kondisi klinis yang menyertai infeksi dengue seperti usia
bayi, ibu hamil, hemoglobinopati, diabetes mellitus, dan penyakit penyerta lain yang dapat
menyebabkan gejala klinis dan tata laksana penyakit menjadi lebih kompleks.

Severe dengue
Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe plasma
leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat), atau severe organ
impairment (keterlibatan organ yang berat).

 Severe plasma leakage akan menyebabkan syok hipovolemik dengan atau tanpa
perdarahan (pada klasifikasi WHO 1997 dimasukkan dalam sindrom syok dengue) dan
atau penimbunan cairan disertai distres respirasi.
 Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi hemodinamik
yang tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan pengganti dan atau transfusi
darah. Yang dimaksud dengan perdarahan adalah semua jenis perdarahan, seperti
hematemesis, melena, atau perdarahan lain yang dapat mengancam kehidupan.

 Severe organ involvement, termasuk gagal hati, inflamasi otot jantung (miokarditis),
keterlibatan neurologi (ensefalitis), dan lain sebagainya

Gambar 6. Klasifikasi Diagnosis Dengue WHO 2009

Klasifikasi Diagnosis Dengue WHO 2011

Setelah klasifikasi diagnosis dengue WHO 2009 disebarluaskan, maka beberapa


negara di Asia Tenggara mengadakan evaluasi kemungkinan penggunaannya. Ternyata
klasifikasi WHO 2009 belum dapat diterima seluruhnya untuk menggantikan klasifikasi
1997, terutama untuk kasus anak. Terdapat perbedaan mendasar pada kedua klasifikasi
tersebut, yaitu spektrum klinis infeksi dengue.

Gambar 7. Klasifikasi Diagnosis Dengue 2011

Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 disusun hampir
sama dengan klasifikasi diagnosis WHO 1997, namun kelompok infeksi dengue simtomatik
dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded dengue syndrome terdiri
dari isolated organopathy dan unusual manifestation.

Klasifikasi Diagnosis
Dengue WHO 20146

Pada tahun 2014 WHO


mengeluarkan pedoman
tatalaksana terbaru untuk
management demam dengue
di India.
Derajat Demam Dengue6
Gambar 8. Klasifikasi Diganosis Dengue WHO 2014
 Demam dengue :

Demam selama 2-7 hari dengan 2 atau lebih tanda gejala berikut : nyeri kepala, nyeri
retro orbita, myalgia, artralgia dengan atau tanpa leukopenia, trombositopenia dan tidak
ada bukti adanya kebocoran plasma

 DBD derajat I

Kriteria diatas ditambah dengan uji bendung / tourniquet test dan terdapat bukti
kebocoran plasma. Trombositopenia dengan trombosit < 100.000 dan peningkatan
Hematokrit >20% dari sebelumnya.

 DBD derajat II

Kriteria diatas ditambah adanya perdarahan spontan pada tangan atau organ lain (BAB
hitam, mimisan dan gusi berdarah) serta nyeri perut. Trombositopenia dengan jumlah
trombosit < 100.000 dan peningkatan Hematokrit >20% dari sebelumnya.

 DBD derajat III (DSS)

Kriteria diatas ditambah dengan kegagalan sirkulasi (pulsasi nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi yang sempit <20 mmHg, akral dingin dan lemas). Trombositopenia dengan
jumlah trombosit < 100.000 dan peningkatan Hematokrit >20% dari sebelumnya.
 DBD derajat IV (DSS)

Terdapat adanya syok dengan tekanan darah yang tidak terdeteksi atau pulsasi nadi yang
tidak teraba. Trombositopenia dengan jumlah trombosit < 100.000 dan peningkatan
Hematokrit >20% dari sebelumnya.

3.7 Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan awal demam dengue diberikan terapi sesuai dengan tingkat
keparahan penyakit. Pasien dengan demam tanpa adanya tanda bahaya atau komplikasi dapat
diberikan terapi sesuai dengan gejala yang muncul. namun pasien dengan adanya warning
sign dan gejala harus dimonitor secara ketat. Pasien dengan DBD derajat III atau derajat IV,
yang mengalami perdarahan signifikan atau adanya keterlibatan berbagai macam organ
membutuhkan terapi yang agresif untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pasien yang
terinfeksi virus dengue mungkin akan mengalami komplikasi pada fase afebris, dimana klini
harus lebih waspada dan berhati-hati dan memperhatikan adanya tanda bahaya.

Tata Laksana Kasus Tersangka DBD/Infeksi Virus Dengue

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus


menerus < 7 hari, apabila tidak
disertai infeksi saluran napas
bagian atas, dugaan infeksi virus
dengue lebih kuat

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Periksa Uji

Uji Tourniquet (+) Uji Tourniquet (-)

Jumlah trombosit
> 100.000/uL
Jumlah trombosit Rawat jalan
< 100.000/uL Parasetamol Perhatian untuk orang tua
Kontrol tiap hari
sampai demam hilang Pesan bila timbul tanda syok, yaitu
gelisah, lemah, kaki/tangan dingin,
Nilai tanda klinis sakit perut, BAB hitam, BAK kurang
Rawat inap Rawat jalan
Periksa Hb, Ht, trombosit
bila demam menetap
Minum banyak 1,5-2lt/hari
setelah hari sakit ke−3
Parasetamol
Kontrol tiap hari sampai demam
turun Lab : Hb & Ht naik
Periksa Hb, Trombosit turun tiap
Ht, Trombosit
hari
Segera Bawa ke Rumah Sakit

Tata Laksana Tersangka DBD (Rawat Inap) atau Demam Dengue

Tersangka DBD (Rawat Inap) atau Demam Dengue

Gejala klinis: demam 2−7 hari,


uji tourniquet (+) atau
perdarahan spontan
Lab : HT tidak meningkat,
Trombositopeni ringan.

Pasien masih dapat minum : Pasien tidak dapat minum :


Beri minum banyak 1-2 lt/hari atau Pasien muntah terus menerus
1 sdk makan tiap 5 menit
Jenis minuman : air putih, teh
manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pasang infus NaCl 0,9%:
Bila suhu >38,5 C beri parasetamol D5%(1:3), tetesan rumatan
Bila kejang beri obat anti konvulsif sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, Trombosit
tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium Ht naik dan atau Trombosit


Perhatikan tanda syok turun
Palpitasi hati setiap hari
Ukur diuresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, Trombosit tiap 6-12 jam
Infus ganti Ringer Laktat
(tetesan disesuaikan, lihat
bagan 3)

Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :6
Pasien dapat dipulangkan apabila :

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


- Secara klinis tampak perbaikan

- Nafsu makan membaik

- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah syok teratasi

- Tidak dijumpai distress pernapasan

Tata Laksana DBD derajat I dan II

DBD derajat I dan II

Cairan Awal

RL/NaCl 0,9% atau


RLD5%/NaCL 0,9%+
D5% 6-7ml/kg/jam

Monitor tanda vital/nilai HT dan Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah Gelisah


Nadi kuat Distress pernapasan
Tekanan darah stabil Frekuensi nadi naik
DBD derajat III&IV atau DSS Diuresis cukup Diuresis kurang/tidak ada
(1ml/kg/jam) Ht tetap tinggi atau naik
Ht turun (2 kali
pemeriksaan)

Tanda vital memburuk


Ht meningkat

Tata Laksana DBD derajat III&IV atau DSS

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kg/jam
Perbaikan Tetesan dinaikkan bertahap

Evaluasi 15 menit
5 ml/kg/jam
IVFD stop pada 24−48 jam Distress pernapasan
Bila tanda vital/Ht stabil
Perbaikan Ht naik
Tek nadi 20-30 Tanda vital tidak stabil
< 20 mmHg Transfusi darah
danSesuaikan
diuresis cukup Koloid ml/kg
tetesan
3 ml/kg/jam Perbaikan Hb/Ht turun
segar 10ml/kg
1. Oksigenasi (berikan O2 2−4 ltr/menit)
2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis

Ringer Laktat/NaCl 0,9%


20 ml/kg secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?

Pantau tanda vital tiap 10 menit


Catat keseimbangan cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun


Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak napas/sianosis Distres pernapasan/sianosis
Ekstremitas hangat Ekstremitas dingin
Diuresis cukup 1 ml/kg/jam Kulit dingin/lembab
Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan Lanjutkan cairan


10 ml/kg/jam 20 ml/kg/jam

Evaluasi ketat

Tambahkan koloid/plasma
Tanda vital Dekstran/FPP
Tanda perdarahan 10-20 (max 30) ml/kg/jam
Diuresis
Hb, Ht, trombosit

Koreksi asidosis
Stabil dalam 24 jam/Ht < 40% Evaluasi 1 jam

Tetesan 5 ml/kg/jam Syok teratasi

Syok belum teratasi


Tetesan 3 ml/kg/jam

Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Infus stop tidak > 48 jam Transfusi darah segar Koloid 20ml/kg
Setelah syok teratasi 10 ml/kg diulang
Sesuai kebutuhan

3.8 Komplikasi
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.7

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,
dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada pasien syok
dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus
diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya.
Pungsi lumbal dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-
hati bila jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar
transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis

pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak darah).7

Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah
urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.7

Edema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan
plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler,
apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen.

3.9 Prognosis5,8
Prognosis dalam penyakit infeksi dengue ditentukan oleh derajat penyakit, cepat
tidaknya penanganan yang diberikan, umur dan juga status imun pasien. Prognosis DBD
derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi
dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %.

3.10 Penanggulangan Infeksi Dengue8

Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam


Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk).
Upaya ini merupakan cara yang terbaik, dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara
sebagai berikut:

- Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-
lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
- Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu

- Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya

- Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu

- Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.
- Fogging atau pengasapan juga dapat dilakukan.

BAB IV
ANALISA KASUS

Prevalensi infeksi virus demam dengue di Indonesia cukup tinggi mengingat


Indonesia merupakan daerah tropis. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak
13.219 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 137 orang. Proporsi penderita
terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia ada pada golongan anak-anak usia 5-14 tahun,
mencapai 42,72% dan yang kedua pada rentang usia 15-44 tahun, mencapai 34,49%.
Kejadian penyakit demam berdarah dengue di Indonesia cenderung meningkat pada
pertengahan musim penghujan sekitar Januari, dan cenderung turun pada Februari hingga ke
penghujung tahun.
Pada kasus ini, pasien An. B usia 3 tahun awalnya di diagnosis dengan infeksi virus
dengue. Dari data diatas dapat dihubungkan dengan epidemiologi atau tingginya tingkat kejadian
demam dengue di Indonesia, dimana terbanyak terjadi pada golongan anak anak dan terjadi pada
musim penghujan. Hal ini tentu juga berkaitan dengan siklus hidup nyamuk Aedes aegypti yang
optimal dicuaca dingin.
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS, yang dirasakan naik turun.
Cenderung naik saat malam dan turun saat pagi hari namun tidak sampai suhu normal. Hal
ini merupakan suatu manifestasi klinis demam dengue yang timbul akibat reaksi tubuh
terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan
berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan
menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting
Cell).
Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-
sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel
B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. 5 Proses diatas
menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik
seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Proses ini juga mengaktifkan
reseptor Fc yaitu suatu protein di permukaan sel tertentu (sel dendritik, sel limfosit, sel
natural killer, dll) yang ada di usus, yang menyebabkan adanya keluhan BAB cair pada An.
B.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan trombosit yaitu 140.000/uL pada
hari ke 4 demam. Hal ini sebagai respon terhadap infeksi virus, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Pada pemeriksaan penunjang dihari selanjutnya didapatkan peningkatan trombosit
yaitu menjadi 207.000/uL. Berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2011 dan 2014 maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa An. B mengalami suatu viral infection namun tidak spesifik
menuju virus dengue.
Untuk prognosis pasien dalam kasus ini adalah ad Bonam, karena ini merupakan
infeksi yang pertama kali pada pasien. Patogenesis yang terjadi pada secondary infection
dengue lebih berat dan dapat renjatan atau syok.

Pada pasien
ini

penatalaksanaan yang didapatkan adalah infus RL sesuai dengan berat badan An. B 11kg.
Berdasarkan rumus holiday segar yaitu 1050 cc per 24 jam. Paracetamol untuk keluhan
demamnya, zinckid syrup yang berfungsi dalam reepitelisasi sel usus dan diberikan Ranitidin
sirup yang merupakan golongan H2 reseptor bloker. Ranitidin bekerja dengan mengurangi
produksi asam lambung sehingga dapat mengurangi rasa mual yang diderita oleh An.B

DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2016. Situasi DBD. Jakarta
2. Pudjiadi, Antonius., et al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI. Jakarta
3. Nisa, Wiwik., Notoatmojo, Harsoyo., Rohmani, Afiana. 2013. Karakteristik Demam
Berdarah Dengue pada Anak di Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah Vol 1 No. 2. Semarang. available at :
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/viewFile/1354/1409 [diakses
15 Januari 2019].
4. Shepherd, Suzanne Moore. 2018. Dengue. available at :
https://emedicine.medscape.com/article/215840-overview [diakses 16 Januari 2019]
5. Hadinegoro, Sri Rezeki., et all. 2012. Update Management of Infectious Disease and
Gastrointestinal Disorder. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
6. WHO. 2009. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
7. WHO. 2014. National Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever. India
8. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72

You might also like