You are on page 1of 15

Laporan Kasus

Katarak Diabetikum OD + Pseudoaphakia OS

Oleh:
Dea Mindy Sasmita

11-2015-181

Pembimbing :

dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M

KEPANITERAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRITES KRIDA WACANA

RSUD CIAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI – BOGOR

Nama : Dea Mindy Sasmita Tanda Tangan


NIM : 11 2015 181 ........................................
Dr Pembimbing / Penguji : dr. Nanda Lessi, Sp.M
.........................................

I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 71 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Komp. Abri Sukasari No. 30 RT/RW : 002/004, Lawanggintung
Tanggal pemeriksaan : 11 April 2016
Pemeriksa : Dea Mindy Sasmita

II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 11 April 2016

Keluhan utama: mata kanan seperti melihat asap sejak 2 bulan yang lalu

Keluhan tambahan : pasien kontrol post operasi katarak pada mata kiri

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa penglihatan pada mata kanan dan kiri seperti melihat asap sejak 2
bulan yang lalu, pasien mengeluh pada mata kiri lebih sulit untuk melihat dibanding
dengan mata kanan. Pasien mengatakan tidak terdapat nyeri, perih dan gatal. Penglihatan
dirasakan menurun perlahan – lahan. Pasien memutuskan untuk datang kedokter dan
dokter menyarankan untuk operasi katarak dan melakukan pengecekan darah rutin dan gula
darah. Pasien belum pernah melakukan pengecekan gula darah sebelumnya. Pada
pengecekan darah ruti dan gula darah didapatan gula darah pasien meningkat 220 mg/dL,
dokter menyarankan pasien untuk menurunkan gula darah dan tensi sebelum operasi
katarak. 1 bulan yang lalu os melakukan kontrol untuk operasi katarak. Pasien merasakan
keluhan yang masih sama seperti 2 bulan yang lalu. Buram masih dirasakan oleh pasien
pada kedua mata , Pasien disarankan untuk opname untuk memantau gula darah dan
tekanan darah pasien sampai sebelum operasi. 1 minggu yang lalu Pasien menjalankan
operasi katarak pada mata kiri dan tekanan darah serta gula darah pasien sudah stabil. 2
hari yang lalu pasien melakukan kontrol operasi katarak, Pasien mengatakan tidak ada
keluhan pada mata kiri dan hanya merasa penglihatan kabur pada saat melihat jauh. Pasien
mengeluh mata kanan masih melihat seperti kabut dan mengganggu aktifitas sehari – hari.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis dan dyspepsia.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan serupa.

Riwayat Sosial
Pasien sehari hari adalah ibu rumah tangga
Riwayat Kebiasaan
Pasien cenderung tidak menjaga pola makan , jarang berolah raga, merokok (-) dan alkohol
(-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis

3
Tanda Vital : TD 150/100 mmHg, HR 86x/menit
Kepala/Leher : Normocephali, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax, Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Ophtalmologi

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 20/40 ph (-) 20/50 f1 ph (+) 20/25
- Koreksi Tidak dilakukan -
- Addisi - -
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva/kemosis
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis + +
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -

5
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Kolobama - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya Langsung + +
- Refleks Cahaya Tidak Langsung + +
12. LENSA
- Kejernihan Keruh , putih ke abu IOL
abuan
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow + -
13. BADAN KACA
- Kejernihan Jernih Jernih
14. FUNDUS OCCULI
- Batas Tegas Tegas
- Warna Jingga Jingga
- Ekskavasio Tidak ada Tidak ada
- Rasio arteri : vena 2:3 2:3
- C/D rasio 0,3 0,3
- Eksudat Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan Tidak ada Tidak ada
- Sikatriks Tidak ada Tidak ada
- Ablasio Tidak ada Tidak ada
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli Normal per palpasi Normal per palpasi
- Tonometry Schiotz - -
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Baik Baik

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


6
- Gula Darah Puasa
- USG mata

V. RESUME
An. S, perempuan, usia 71 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan ingin kontrol
pasca operasi katarak dan mengeluh penglihatan seperti asap pada matakiri disertai
dengan silau, gatal dan perih . Tekanan Darah: 150/100 mmHg dan Nadi 86 kali/menit.
Pemeriksaan mata didapatkan visus OD 20/40 ph (-) dan visus OS 20/50 f1 ph (+) 20/25.

Pada pemeriksaan fisik didapati status generalis: dalam batas normal, status
ophtalmologi:
OD OS

Visus 20/40 ph (-) 20/50 f1 ph (+) 20/25

TIO Normal per Palpasi Normal per Palpasi

Cts Tenang Tenang

Cti Tenang Tenang

Cb Tenang Tenang

C Jernih Jernih

CoA Cukup Cukup

P Bulat, Ø 3mm, RC + Bulat Ø, 3mm, RC +

I Sinekia - Sinekia -

L Jernih Jernih

F Refleks fundus suram Ratio A:V = 2 : 3


C/D Ratio = 0,3
Refleks fundus +

VI. DIAGNOSIS KERJA


Katarak diabetikum OD + pseudoafakia OS
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Katarak senilis matur OD dan hipermatur OD

7
- Kelainan refraksi ODS
VIII. PENATALAKSANAAN
- Cendo xitrol ED 6 gtt 1 OS

Anjuran Penatalaksanaan

- SICS
- Phacoemulsification

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Ad Fungsionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

8
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Katarak diabetikum merupakan katarak dari hasil komplikasi diabetes melitus berupa
kekeruhan pada lensa diakibatkan karena penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa 1

Epidemiologi
Menduduki peringkat ke lima penyebab kebutaan di Amerika. Sebanyak 95% pasien
diabetes melitus tipe 1 dan 65% pasien diabetes melitus tipe 2 yang memiliki penyakit ini lebih
dari 20 tahun.2
Etiologi

Patofisiologi2,3
Enzim aldosa reduktase (AR) mengakatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui
jalur poliol, sebuah proses yang berhubungan dengan perkembangan katarak diabetikum.
Penelitian ekstensif difokuskan pada peran utama jalur AR sebagai faktor pencetus pada
pembentukan katarak diabetikum.
Telah menunjukkan bahwa akumulasi intraselular dari sorbitol memicu perubahan
osmotik yang menghasilkan fiber lensa hidropik yang memburuk dan membentuk katarak
diabetik. Pada lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat dari konversinya menjadi fruktosa oleh
enzim sorbitol dehidrogenase. Sebagai tambahan, karakter polar dari sorbitol mencegah
perpindahan intraseluler melalui difusi. Akumulasi peningkatan sorbitol memberi efek
hiperosmotik yang menghasilkan suatu infus cairan untuk menyeimbangkan gradien osmotik.
Penelitian terhadap binatang menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraseluler menyebabkan
kolaps dan liquefaksi serat lensa, yang akhirnya menghasilkan pembentukan kekeruhan lensa.
Penemuan ini telah menyebabkan “hipotesis osmotik” dari pembentukan glukosa pada katarak,
menegaskan bahwa terdapat peningkatan cairan intraseluler sebagai respon terhadap akumulasi
poliol yang dimediasi oleh AR, menyebabkan pembengkakan lensa yang berhubungan dengan
perubahan kompleks biokimiawi yang secara pasti memicu pembentukan katarak.

9
Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa stres osmotik pada lensa disebabkan oleh
akumulasi sorbitol yang memicu perkembangan katarak. Tikus yang mengekspresikan
hiperglikemik transgenik yang berlebihan dalam mengekspresikan AR dan gen fosfolipase D
(PLD) lebih berpeluang untuk terjadinya katarak diabetikum, kontras dengan tikus diabetes yang
hanya mengekspresikan PLD, sebuah enzim dengan fungsi utama dalam osmoregulasi lensa.
Penemuan ini menunjukkan bahwa kerusakan osmoregulasi tersebut mungkin membuat lensa
rentan, bahkan terjadinya peningkatan kecil terhadap stres osmotik yang dimediasi AR, yang
secara potensial memicu pembentukan katarak progresif.
Peran stres osmotik sangat penting untuk pembentukan katarak yang cepat pada pasien
muda dengan DM tipe 1 mengacu pada pembengkakan yang berat di serat lensa kortikal. Sebuah
penelitian oleh Oishi dkk, telah meneliti AR yang dihubungkan terhadap perkembangan katarak
diabetikum dewasa. Tingkat AR dalam sel darah merah pada pasien berusia <60 tahun dengan
durasi singkat diabetes secara positif berkorelasi dengan angka kejadian katarak subkapsular
posterior. Sebuah korelasi negatif telah ditunjukkan pada pasien diabetes antara sejumlah AR
pada eritrosit dan densitas sel epitel lensa, di mana diketahui menurun pada pasien diabetes
dibandingkan dengan pasien non diabetes, menunjukkan peran AR yang potensial pada
patomekanisme ini.
Jalur poliol telah di gambarkan sebagai mediator primer diabetes dari stres oksidatif yang
diinduksi pada lensa. Stres osmotik disebabkan oleh akumulasi sorbitol yang menginduksi stres
di retikum endoplasma (ER), tempat utama untuk sintesis protein, secara pasti memicu
pembentukan radikal bebas.
Penatalaksanaan1,3,4

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak
mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti
kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahuntahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno hingga
tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang
bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul
lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra

10
capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga
prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi.

1. Intra Capsular Cataract Extraction ( ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh


lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata
melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi
katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang
dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang
dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit
pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang
dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal lensa.


Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea.

11
Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi
yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi
limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun
sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan
melalui incisi kecil seperti itu.

4. SICS

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat
sembuh dan murah.

Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan lensa
pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut:

a. Kacamata afakia yang tebal lensanya

b. Lensa kontak

c. Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada saat
pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.

Kekuatan implan lensa intraokuler yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea.

Pasca operasi, pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata
baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
phacoemulsification. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat

12
ini digunakan lensa intraokuler multifokal, lensa intraokuler yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan.

Perawatan pasca bedah 3,4

Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak
dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar
satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama
beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari
pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung
seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya
pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata
permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi ). Selain itu juga akan diberikan obat untuk :

 Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka
diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam setelah
hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
 Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu
diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak
sempurna.
 Obat tetes mata steroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk

mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.

 Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

Hal yang boleh dilakukan antara lain :

 Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan


 Melakukan pekerjaan yang tidak berat
 Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.

Yang tidak boleh dilakukan antara lain :

13
 Jangan menggosok mata
 Jangan menggendong yang berat
 Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
 Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
 Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

Komplikasi 4,5
1. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi suprakoroid,
pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal light
toxicity.
2. Komplikasi dini pasca operatif
- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang keluar
dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan epitel,
hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang
bersih paling sering)
- Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat yang
dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna,
astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

3. Komplikasi lambat pasca operatif


- Ablasio retina
- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang
terperangkap dalam kantong kapsuler
- Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah Malformasi lensa
intraokuler, jarang terjadi

14
Daftar Pustaka
1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013
2. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age
International; 2007.
3. American Academy of Ophtalmology. 2008-2009. Lens and Cataract. San
Fransisco:AAO
4. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand MG. 2001. “Surgery of Cataract” in Lens and
Cataract. Section 11. USA. The Foundation of The American Academy of
Ophthalmology.96-99.
5. Bartlett JD, Karpecki PM, Melton R, Thomas RK. Diagnostic & treatment alogarithms
for ocular surface disease states. Birmingham: Bausch Lomb; 2011.

15

You might also like