Professional Documents
Culture Documents
Tuberkulosis (TB)
Asuhan Keperawatan ini dibuat untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Keperawatan Anak
Disusun Oleh :
E. Komplikasi
1. Penyakit paru primer pogresif
Komplikasi infeksi tuberkulosis serius dimana fokus primer membesar dan
terjadi pusat perkejuan yang besar. Tetapi hal ini jarang terjadi pada anak.
2. Efusi pleura
Efusi pleura tuberkulosis dapat terjadi secara lokal dan menyeluruh. Kondisi
ini eluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam
jaringan selaput paru yang disebabkan oleh masuknya suatu material yang
mengandung bakteri ke rongga pleura.
3. Perikarditis
Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari
limponodi subkranial.
4. Meningitis
Meningitis tuberkulosa terjadi sekitar 0,3% dari infeksi TB primer yang
tidak diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat
terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer.
5. Tuberkulosis Tulang
Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis dan
cenderung menyerang vetebra. Tuberkulosis skeletona adalah komplikasi
tuberkulosis lambat dan jarang terjadi semenjak adanya terapi
antituberkulosis.
6. Empiema
Penumpukan cairan yang terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura,
rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
7. Laryngitis
Infeksi mycobacterium pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih
sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah
dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif
dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Cara yang paling mudah
adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit
dilakukan. Tetapi hal ini cukup sulit untuk anak-anak apalagi yang masih usia
balita karena mereka belum mampu mengeluarkan dahak. Oleh karena itu
diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak
spesifik (khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB,
padahal sebenarnya tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau
malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan
yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1
atau 2 tes saja melainkan harus komprehensif.
Pemeriksaan diagnostik tersebut Antara lain :
1. Uji Tuberkulin Mantoux
Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan
untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang
yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB kira-kira 2-8
minggu setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai
bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut
sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam
tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif
tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan
gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang
tersebut menjadi sakit TB.
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml)
kuman TBC yang telah dimatikan dan dimurnikan ke dalam lapisan atas
(lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam
kemudian tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang
diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk,
bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam
milimeter bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi,
hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter
indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun untuk
bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB dikatakan
positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir
masih kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk
atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya
5 mm atau lebih.
Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil negatif palsu
(anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman
TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau
gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun
tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat
tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi
virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang
kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.
4. Uji Laboratorium
Laju endap darah (LED) meninggi, sering tinggi sekali. Mungkin
liositosis, monositosis, anemia, leukositosis ringan, bila ditemui hasil
demikian (bila tidak ada faktor lain) akan menyokong diagnosis.
Gambaran darah normal tidak menyingkirkan TBC. Gambaran darah tepi
dan laju endap darah hanya mempunyai korelasi dengan aktivitas
penyakit. Pemeriksaan cairan spinal dilakukan atas indikasi kecurigaan
meningitis dan pada setiap TBC milier.
5. Uji BCG
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji
tuberkulin (BCG langsung). Bila pada anak yang mendapat BCG
langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari
setelah penyuntikan, maka harus dicurigai adanya tuberkulosis dan
diperiksa lebih lanjut kearah tuberkulosis. Pada anak dengan
tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan
besar. Karena itu reaksi BCG ini dapat dipakai sebagai alat diagnostik.
Sering terdapat kesukaran untuk diagnosis tuberkulosis yang dini pada
anak dengan malnutrisi karena adanya anergi terhadap tuberkulin.
G. Pencegahan
1. Berikan imunisasi BCG
BCG merupakan kepanjangan dari Bacillus Calmette-Guérin. Pemberian
imunisasi BCG pada bayi di Indonesia umumnya dilakukan pada bayi yang
baru lahir dan dianjurkan paling lambat diberikan sebelum bayi berusia 3
bulan.
Bagi bayi yang akan diberikan imunisasi BCG setelah usia 3 bulan, harus
dilakukan tes tuberkulin terlebih dulu. Tes tuberkulin (tes
Mantoux) dilakukan dengan cara menyuntik protein kuman TB (antigen)
pada lapisan kulit lengan atas. Kulit akan bereaksi terhadap antigen, bila
sudah pernah terpapar kuman TB. Reaksi tersebut berupa benjolan merah
pada kulit di area penyuntikan.
Vaksin BCG terbuat dari bakteri tuberkulosis yang telah dilemahkan dan
tidak akan menyebabkan penerima vaksin menjadi sakit TB. Bakteri yang
digunakan adalah Mycobacterium bovine, yang paling mirip dengan bakteri
penyebab tuberkulosis pada manusia. Pemberian vaksin ini akan
memicu sistem imun untuk menghasilkan sel-sel yang dapat melindungi kita
dari bakteri tuberkulosis. Imunisasi BCG sangat efektif mencegah penyakit
tuberkulosis, termasuk jenis yang paling berbahaya yaitu meningitis TB pada
anak.
Tuberkulosis tidak hanya berisiko menyebabkan infeksi paru-paru, tapi juga
dapat menyerang bagian tubuh lain seperti sendi, tulang, selaput otak
(meningen), dan ginjal. Tuberkulosis sangat berbahaya dan mudah menyebar
melalui cipratan air liur, lewat bersin atau batuk yang tanpa sengaja terhirup
oleh orang lain.
Meski hampir serupa dengan cara penyebaran pilek atau flu, tuberkulosis
umumnya memerlukan waktu kontak lebih lama sebelum seseorang dapat
tertular. Karena itu, anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita
TB memiliki peluang lebih tinggi untuk tertular.
Setelah mendapat imunisasi BCG, tidak perlu panik apabila muncul seperti
luka melepuh di area suntikan. Tidak jarang, luka tersebut terasa sakit dan
lebam selama beberapa hari.
Setelah 2-6 minggu, titik suntikan dapat membesar hingga berukuran
hampir 1 cm, dan mengeras karena cairan yang berada di permukaan
mengering. Kemudian, akan meninggalkan bekas luka yang kecil. Sebagian
orang mungkin akan mengalami bekas luka yang lebih berat, tapi umumnya
akan sembuh setelah beberapa minggu.
BCG sangat jarang menimbulkan efek samping berupa reaksi alergi
anafilaktik. Tapi tetap lebih baik untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan jika timbul alergi. Untuk mewaspadai efek samping yang
berbahaya, vaksinasi harus dilakukan oleh dokter atau petugas medis yang
mengetahui penanganan alergi dengan tepat.
Dosis imunisasi BCG sebanyak 0,05 ml untuk bayi di bawah usia satu tahun.
Umumnya penyuntikan imunisasi BCG dilakukan pada lengan bagian atas.
Lengan bagian tersebut tidak boleh diberikan imunisasi lain, minimal selama
tiga bulan.
Meski tergolong imunisasi wajib, ada beberapa kondisi bayi yang membuat
pemberian imunisasi BCG perlu ditunda, seperti:
Demam tinggi.
Infeksi kulit.
HIV positif, dan belum mendapat penanganan.
Pengobatan kanker atau kondisi lain yang memperlemah sistem
imunitas.
Diketahui mengalami reaksi anafilaktik terhadap imunisasi BCG.
Pernah terkena tuberkulosis, atau tinggal serumah dengan penderita
tuberkulosis.
Imunisasi BCG merupakan tindakan yang penting untuk melindungi
kesehatan bayi. Namun, perhatikan pula kondisi bayi sebelum melakukan
imunisasi.
2. Hindari bertukar perlengkapan makan dan minum dengan penderita TB
Jika ada salah satu anggota keluarga yang menderita TB dan tinggal serumah,
misalnya nenek, kakek, atau bahkan ayah. Maka penggunaan alat makan dan
minum sebaiknya tidak digunakan bergantian. Sediakan peralatan makan dan
minum khusus bagi penderita. Supaya tidak terjadi kesalahpahaman maka
sebaiknya penderita diberi penjelasan mengenai cara penularan TBC.
3. Perhatikan nutrisi anak
Anak yang sehat didukung dengan pemberian gizi lengkap dan seimbang.
Nutrisi lengkap dan seimbang ini turut berperan dalam meningkatkan daya
tahan tubuh anak sehingga terhindar dari penyakit, termasuk TB.
4. Jaga kebersihan rumah dan lingkungan
Lingkungan yang kotor dengan sanitasi yang tidak terjaga menjadi penyebab
timbulnya beragam penyakit, termasuk TB. Bisa saja saat anak bermain, ia
terpapar bakteri penyebab TB karena lingkungan bermainnya yang tidak
bersih.
H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan TBC terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis. ATS (1994) menekankan tiga prinsip dalam
pengobatan tuberculosis yang berdasarkan pada :
1. Regimen harus termasuk obat-obat multiple yang sensitif terhadap
mikroorganisme.
2. Obat-obatan harus diminum secara teratur.
3. Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang
paling singkat.
Obat anti tuberculosis (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya
dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan dari
pengobatan ini adalah :
1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin
melalui kegiatan bakterisid.
2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan
kegiatan sterilisasi.
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan
imunologis.
Perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan melakukan :
1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2. Pemberian oksigen yang adekuat
3. Latihan batuk efektif
4. Fisioterapi dada
5. Pemberian nutrisi yang adekuat
6. Kolaborasi pemberian obat antituberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin,
etambutol, rifampisin, pirazinamid dan lain-lain)
7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak yang menderita tuberculosis adalah dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan,
yaitu :
a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan,
ketrampilan tangan, video game, televisi)
b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang
bervariasi bagi anak
c. Melibatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktivitas
yang diinginkan
d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah
sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui
telepon jika memungkinkan.
3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Dx
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,
kecepatan, kedalaman dan penggunaan
otot aksesori.
R: Untuk mengetahui tingkat sakit dan
tindakan apa yang harus dilakukan.
b. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan sekret atau batuk efektif,
Tujuan: setelah dilakukan catat karakter, jumlah sputum, adanya
tindakan keperawatan jalan hemoptisis.
nafas kembali efektif dalam R: Untuk mengetahui perkembangan
waktu 3x24 jam. Dengan kesehatan pasien.
1 kriteria hasil: c. Berikan pasien posisi semi atau fowler,
Sekret berkurang sampai R: Semi fowler memudahkan pasien
dengan hilang, pernafasan untuk bernafas.
dalam batas normal 40- d. Bersihkan sekret dari mulut dan
60x/menit. trakea, suction bila perlu.
R: Untuk mencegah penyebaran infeksi.
e. Lembabkan udara/oksigen. Berikan
obat: agen mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi.
R: Pemberian oksigen dapat
memudahkan pasien untuk bernafas.