Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit dan puskesmas adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi
sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Potensi
bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah
sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang
berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya),
radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan
psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas
mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para
pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit.
Rumah sakit mempunyai karakteristik khusus yang dapat
meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali
menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa
melihat atau membiarkan orang lain tahu yang sedang mereka lakukan.
Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat yang sedang terjadi di
area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten)
dapat menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres
kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan.
Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa sepengetahuan
orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan
pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada
kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka,
meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah.
Mengelola risiko harus dilakukan secara komprehensif melalui
pendekatan manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam Risk
management standard AS/NZS 4360, yang meliputi:
1. Penentuan konteks,
2. Identifikasi risiko
3. Analisa risiko,
4. Evaluasi risiko,
5. Pengendalian risiko,
6. Komunikasi,dan
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 1
7. Pemantauan dan tinjauan ulang
Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah
menentukan konteks yang diperluhkan karena manajemen risiko sangat
luas dan bermacam aplikasinya salah satu diantaranya adalah
manajemen risiko K3. Untuk manajemen risiko K3 sendiri juga diperlukan
penentuan konteks yang akan dikembangkan misalnya menyangkut risiko
kesehatan kerja, kebakaran, hygiene, industri dan lainnya. Dari konteks
tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen
risiko untuk aktivitas rumah sakit. Penentuan konteks ini diselaraskan
dengan visi dan misi organisasi serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih
lanjut ditetepkan pula criteria risiko yang sesuai bagi organisasi.
Setelah menetapkan konteks manajemen risiko, langkah berikutnya
adalah melakukan identifikan bahaya, analisa dan evaluasi risiko serta
menentuhkan langkah atau strategi pengendalainnya.
B. Tujuan
1. Menciptakan cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
karyawan RS, pasien serta pengunjung di RSUD Kabupaten
Nunukan.
2. Meminimalkan kerugian dan dampak yang ditimbulkan akibat
kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk
meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan
nyaman, memotong mata rantai kejadian kerugian akibat kegagalan.
3. Mengidentifikasi sumber dari resiko.
4. Mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi
resiko.
5. Memaparkan mengenai sistem pengorganisasian Manajemen
Resiko.
6. Memaparkan mengenai pelaksanaan jadwal kegiatan program
Manajemen Resiko
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 2
BAB II
PENGERTIAN–PENGERTIAN DALAM MANAJEMEN RESIKO
A. Risiko
Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang berdampak pada
tujuan.
Jenis-jenis risiko dalam pelayanan rumah sakit:
1. Corporate risk: Kejadian yang memberikan dampak negatif
terhadap tujuan organisasi.
2. Non-clinical (physical) risk: Bahaya potensial akibat lingkungan.
3. Clinical risk: Bahaya potensial akibat pelayanan klinis.
4. Financial risk: Risiko finansial yang secara negatif berdampak
pada kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.
B. Risk Management
1. Pengertian Manajemen Resiko
a. Risk management merupakan salah satu komponen penting dari
clinical governance
b. Risk Management merupakan proses mengenal, mengevaluasi,
mengendalikan, meminimalkan risiko dalam suatu organisasi
secara menyeluruh (NHS)
c. Manajemen risiko merupakan metode penanganan sistematis formal
dimana dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan
peristiwa atau kejadian yang memiliki kemungkinan perubahan yang
tidak diinginkan.
d. Upaya menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi di
sebuah organisasi perusahaan ataupun yang lainnya, diperlukan
sebuah proses yang dinamakan sebagai manajemen risiko
2. Elemen struktur dari manajemen risiko
a. Authority: siapa yang bertanggung jawab
b. Visibility : manager maupun program-programnya
c. Communication
d. Coordination
e. Accountability
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 3
C. Clinical Risk Management
Suatu pendekatan untuk mengenal keadaan yang menempatkan
pasien pada suatu risiko dan tindakan untuk mencegah terjadinya risiko
tersebut (Sheenu Jhawar, Mid Stafford General Hospital, UK).
1. Pro-Active
a. Prosedur operasional untuk mengangkat dan mengarahkan isu-isu
risiko klinis yang mungkin terjadi melalui kejelasan tanggung jawab
dan kendali pada semua lini pelayanan.
b. Pemahaman terhadap tingkat dan proses pengambilan keputusan
sehingga tidak terjadi tumpang tindih
c. Pendekatan multidisiplin dalam mengelola risiko
d. Pelatihan orientasi bagi karyawan baru, terutama dalam
mengoperasikan peralatan medis/klinis
e. Kebijakan dalam pemeliharaan peralatan yang dikerjakan secara
konsisten
1) Kebijakan dalam:fire safety
2) Infectious and non-infectious waste management
3) Infection control
4) Occupational health
f. Audit klinis yang dilaksanakan secara teratur dengan tindak lanjut
yang nyata
g. Pengelolaan dokumen rekam medik, pencatatan medik yang
akurat dan terjamin ketelusuran
h. Komunikasi dalam tim medis, tim keperawatan terpelihara dengan
baik
i. Serah terima dilakukan secara adekuat
j. Adanya komunikasi yang terdokumentasi antara staff dan
pasien/keluarga mengenai di keputusan terapi/tindakan klinis
k. Dokumentasi spesifik keadaan-keadaan medis tertentu, misalnya
alergi, dsb, pada rekam medik, yang secara legal ditandatangani
2. Insiden Keselamatan Pasien
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi
yang dapat mengakibatkan/berpotensi mengakibatkan harm
(penyakit, cedera, cacat, kematian, dll) pada pasien yang seharusnya
tidak terjadi.
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 4
Jenis-jenis insiden:
a. KPC (Kondisi Potensial Cedera/Reportable Circumstance)
Suatu kondisi / situasi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Contoh:
- ICU yang sangat sibuk tetapi jumlah staf selalu kurang.
- Penempatan defibrillator standby di IGD ternyata rusak dan
tidak dapat digunakan.
b. KNC (Kejadian Nyaris Cedera/Near Miss)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Contoh:
- Unit transfusi darah sudah siap dipasang pada pasien yang
salah, namun kesalahan tersebut diketahui sebelum transfusi
dimulai.
c. KTC (Kejadian Tidak Cedera/No Harm Incident)
Suatu kejadian insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak
menimbulkan cedera.
Contoh:
- Darah transfusi yang salah sudah dialirkan ke pasien tetapi
tidak timbul cedera/ gejala inkompatibilitas pada pasien
tersebut.
d. KTD (Kejadian Tidak Diharapkan/Adverse Event)
Suatu kejadian insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien
Contoh:
- Transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal
karena reaksi hemolisis.
e. Kejadian Sentinel (Sentinel Event)
Kejadian sentinel merupakan suatu kejadian (KTD) tidak
diantisipasi yang dapat mengakibatkan kematian atau suatu
kejadian yang mangakibatkan kehilangan fungsi permanen,
dimana kejadian tersebut tidak berhubungan dengan riwayat
alamiah penyakit yang mendasari atau penyakit penyerta. Kejadian
sentinel merupakan kejadian yang membutuhkan investigasi dan
respon segera.
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 5
Kejadian sentinel termasuk:
1) Kematian yang tidak terduga, termasuk, namun tidak terbatas
pada:
• Kematian yang tidak berkaitan dengan alamiah penyakit
pasien atau kondisi yang mendasari (contohnya seperti,
kematian karena infeksi pos-operatif atau hospital-acquired
pulmonary embolism).
• Kematian janin cukup bulan.
• Bunuh diri.
2) Hilangnya fungsi utama secara permanen yang tidak
disebabkan oleh penyakit pasien atau kondisi yang
mendasarinya.
3) Salah sisi, salah prosedur, dan salah pasien operasi.
4) Penularan penyakit berbahaya, atau penyakit karena transfusi
darah atau produk darah, atau penularan penyakit akibat
transplantasi organ atau jaringan yang terkontaminasi.
5) Penculikan bayi atau bayi dipulangkan dengan orangtua yang
salah.
6) Pemerkosaan, kekerasan dalam pekerjaan seperti penyerangan
(yang mengakibatkan kematian atau kehilangan fungsi); atau
pembunuhan pasien, pegawai, dokter, mahasiswa kedokteran,
trainee, pengunjung, atau vendor ketika berada di lingkungan
rumah sakit.
3. Re-Active
a. Komplain dari pasien dan karyawan ditangani segera dan optimal,
dan dibuktikan dengan “consent” dari semua pihak yang terkait
b. Tinjauan terhadap morbiditas dan mortalitas dilakukan untuk
mengenal faktor-faktor yang dapat dicegah, dan menjamin bahwa
pelayanan yang terbaik diberikan
c. Jika terjadi tuntutan, dilakukan pendekatan untuk mengenal akar
masalah (root cause) dan dilakukan dengan pendekatan budaya
tidak menyalahkan
d. Adanya mekanisme untuk melaporkan terjadi adverse incident baik
klinis maupun non klinis, termasuk kejadian near miss, dan dicatat
dalam risk register untuk audit dan analisis.
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 6
BAB III
PENGORGANISASIAN
C. Struktur Organisasi
Direktur
Komite Mutu
Keselamatan Rumah Sakit
D. Uraian Tugas
1. Tugas Penanggung Jawab Mutu
a. Pengkoordinasian penyusunan dokumentasi mutu
b. Mempersiapkan proses penilaian akreditasi dan sertifikasi
c. Menindaklanjuti temuan assessor
d. Menyusun format pemantauan dan penilaian indikator
e. Menerima perubahan-perubahan/revisi dokumen mutu
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 7
f. Distribusi dokumen ke unit-unit
g. Mengendalikan dokumen dalam bentuk hard copy, softcopy, dan
display
h. Melakukan pemantauan pencapaian indikator
i. Mengkoordinasi pelaksanaan Internal audit
j. Mengkoordinasi pelaksanaan eksternal audit melalui Badan
Sertifikasi
k. Melakukan pengendalian layanan tidak sesuai
l. Mendokumentasikan manajemen review
m. Memfasilitasi tim kerja untuk implementasi quality improvement
n. Mengkoordinasi penilaian Complience Rate (CR) terhadap standard
2. Tugas Tim Manajemen Resiko
a. Melakukan Identifikasi Resiko
b. Melakukan Pelaporan Insiden
c. Memprioritaskan Resiko
d. Membuat Investigasi Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD)
e. Melakukan analisa dan pelaporan
3. Tugas pengumpul Data
a. Mengumpulkan data-data insiden
b. Melaporkan insiden ke Tim Manajemen Resiko
c. Menganalisa dan membuat rekapitulasi laporan insiden
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 8
BAB IV
LANGKAH-LANGKAH MANAJEMEN RESIKO
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 9
3. Analisis masalah
Tabel 4.1 Analisa Barrier
MENGAPA
APA
APAKAH PENGHALANG TIDAK
PENGHALANG
MASALAH PENGHALANG DILAKUKAN/GAGAL?
PADA MASALAH
DILAKUKAN?
INI? APA DAMPAKNYA?
Komunikasi antara
STAF KOMUNIKASI
sesame dokter IGD
Dokter jaga
dan kepala IGD
kurang disiplin
Dokter jaga tidak kurang
memberitahu jika
behalangan hadir
Kepala IGD tidak bisa
menggantikan kekosongan jaga
TIDAK ADA
DOKTER
JAGA IGD
Tidak ada SOP
pengganti dokter jaga
yg berhalangan hadir
METODE
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 10
Analisa FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
B. Kerangka Kerja
Menetapkan lingkup
Manajemen Resiko
Evaluasi Resiko
Ya/Tidak
Tindakan /treatment
terhadap resiko
T
Bagan 4.1 Kerangka Kerja
i
n
d
a
k
a
n
/
t
r
e
a
P t
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 11
m
BAB V
PENUTUP
P
PANDUAN MANAJEMEN RISIKO 12