You are on page 1of 26

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Efusi Pleura
1.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Di antara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura.1
Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura
interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari
otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal.
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura
viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi
pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf interkostalis dan nervus
frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal
terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.1
Cairan pleura mengandung 1.500–4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag
(75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas.2 Cairan pleura normal
mengandung protein 1–2g/100mL. Elektroforesis protein cairan pleura
menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein
serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi
dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20–25% lebih tinggi
dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih rendah
3–5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6–9% sehingga pH cairan pleura lebih
tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor
aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.3
Struktur makroskopis, pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap
dan semitransparan. Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-
laki dewasa dengan berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa

13
bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot interkostal,
pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm menyusur
sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoideus dan
pleura mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.1
Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum tertarik
menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan bertahan hingga
dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusur vertikal dari hilus
menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan posterior.
Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan
potensi penyebab efusi pada kasus traumatik2,4.

Gambar 1. Pleura tampak anterosuperior4

Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria interkostalis


dan internalis. Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis,
diafragmatik superior, mammaria interna dan mediastinum. Pleura servikalis
mendapat sirkulasi darah dari arteri subklavia. Pleura diafragmatik mendapat
sirkulasi darah dari cabang-cabang arteri mammaria interna serta aorta toraksika
dan abdominis. Vena pleura parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju
vena kava superior melalui vena azigos. Pleura viseral mendapat sirkulasi darah
dari arteri bronkialis menuju vena pulmonaris.1

14
Gambar 2. Persarafan pleura4

Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika.


Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura
diafragmatika oleh saraf frenikus. Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi pleura
parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu
ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun secara luas
diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus.
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik
sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol
interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui
stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus
limfatikus superfisialis terletak pada jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan
bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan lobaris. Jaringan limfatikus ini
dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus limfatik sepanjang arteri
mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal, dari pleura
mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum, dan dari
pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis dan mediastinum
superior. Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral
karena pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak
terjadi pergerakan cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus

15
torasikus karena limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di
rongga pleura menyebabkan chylothorax.1,3

Gambar 3. Drainase dari paru dan bagian bawah esofagus4

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura


parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak
dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali
melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara
tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan
onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1,3
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontak antarmembran
maupun yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung
kontak antarmembran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2)
tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia luar melalui
saluran napas)5.

16
Sementara itu faktor yang mendukung terjadi pemisahan antarmembran
adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2) elastisitas paru. Pleura parietal
memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan
rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n. interkostalis)
serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus)5.
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensialyang
terisi oleh sedikit cairan, yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan
kira-kira sebanyak 0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah
(sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke
dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg-1 jam-1. Drainase cairan pleura juga ke
arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu mendrainase cairan
sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga pleura memiliki faktor
keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan
menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan
pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi pleura5.

1.2 Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga pleura
adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga
dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga
pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk
lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai
pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis
cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah,
cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.6
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni6,7:
a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura.
b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening.
c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus (chylothorak).
d. Efusi berbentuk empiema akut atau kronik.

17
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi:
1. Transudat
Transudat dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening)
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeable abnormal dan berisi protein transudat.
Tabel 1. Parameter transudat dan eksudat6
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT
Warna Jernih Jernih, keruh, berdarah
BJ < 1,016 > 1,016
Jumlah set Sedikit Banyak (> 500 sel/mm2)
Jenis set PMN < 50% PMN > 50%
Rivalta Negatif Negatif
Glukosa 60 mg/dl (= GD plasma) 60 mg/dl (bervariasi)
Protein < 2,5 g/dl >2,5 g/dl
Rasio protein TE/plasma < 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU/dl > 200 IU/dl
Rasio LDH T-E/plasma < 0,6 > 0,6

18
1.3 Etiologi
Berdasarkan Jenis Cairan
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,
pleura. Efusi pleura berupa6,7:
a. Eksudat, disebabkan oleh:
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
6000/cc.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan
lain-lain).
3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,
dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.
Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada
hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada
pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-
paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi
bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar.

19
b. Transudat, disebabkan oleh6,7:
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis13.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah13.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura13.
4) Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa: tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis13.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal13.

c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada13.

20
1.4 Patofisologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.5,6
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan
cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh
sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura
visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.3,4,5,6
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga
terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi
bila:5,6
1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan,
emboli paru)
2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia,
sirosis)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)

21
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau
paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh
(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)
6. Penurunan drainase limfatik atau obstruktif lengkap, termasuk obstruksi
duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui
limfatik (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal).
8. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten menyebabkan
adanaya akumulasi cairan di pleura.
9. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,
pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura), karena tumor dan trauma.

Bila penumpukan cairan disebabkan oleh proses peradangan oleh kuman


piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks5,6,7.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura
parietalis sehingga udara masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis
lagi seperti pada pasien empisema paru5,6,7.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinnya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks5,6,7.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyababkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
Mycobacterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.

22
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),
jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever,legionella), keganasan paru,
proses imunilogik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoisosis, radang
sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.5,6,7
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya, derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada
ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik nyata.Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani,
pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai
kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau
tekanan partial karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.5,6

1.5 Diagnosis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh etiologi dan
penyakit yang mendasari. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan
batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan
penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan
berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 6,7
1.5.1 Anamnesis
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya
meningkat, terutama kalau cairannya penuh8,9
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis14,15
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empyema14

23
1.5.2 Pemeriksaan Fisik
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea8,9

Gambar 4. Gejala pada Efusi Pleura4

1.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi
pleura antara lain8,10 :
1. Rontgen Toraks
Rontgen toraks biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Foto dada
juga dapat menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat
jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan, dan adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia
atau abses paru.14

24
Gambar 5. Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura10

Gambaran radiologik pada jenis foto posterior anterior (PA) terdapat


kesuraman pada hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat
diketahui efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan
lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk
efusi pleura dengan cairan yang minimal.
Berdasarkan pemeriksaan radiologis thoraks menurut kriteria American
Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi
minimal, lesi sedang, dan lesi luas. Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan
radiologis thoraks posisi Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran
konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul,
pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.
2. USG Toraks
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat membantu
sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam rongga pleura.
Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.8,10
3. CT Scan Toraks
CT scan toraks dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi
pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau
tumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih
mahal.8,10

25
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik maupun
terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela iga v garis
aksilaris mediadengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru8,10.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.
Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya
tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.8,10

5. Analisa cairan pleura


Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-xantho-
ctrorne. Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru,
keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak
purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan
adanya abses karena amuba.10
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

26
Tabel 2. Perbedaan eksudat dan transudat
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.
- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum < 0,6 > 0,6
- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
- Rivalta Negatif Positif

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksakan juga


pada cairan pleura:
- kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma.
- kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.10
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu15.
- Sel neutrofil: Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel: Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark
paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik.10

27
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema).
Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah:
Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter. Pada pleuritis
tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan
yang positif sampai 20%.10
e. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka
dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa.
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor
pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan
beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada.10

1.6. Tatalaksana
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut:
1. Obati penyakit yang mendasarinya.15,16
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan
melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat
untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan
streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat
dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan

28
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan
saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat
antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus
diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura
(dekortikasi).
d. Pleuritis TB
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis
dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru.
Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi untuk
menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis.
Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat
diberikan kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2
minggu, kemudian dosis diturunkan).

2. Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih
1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan jangan
lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang dapat
dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap
waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura
tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.

29
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan
pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan
menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan
kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati masa 3
minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah menjadi
pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu,
namun cairan masih tetap banyak.14

3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang
selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi
sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus.
Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml lainnya dikeluarkan.
Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres pada pasien dan di samping
itu dapat timbul edema paru. 15

4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan
mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk
efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan Sebelum dilakukan
pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru
dalam keadaan mengembang Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan
sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini
tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler
pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan pleurodesis ini
yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard, Thiotepa, 5 Fluro urasil,
perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan
salah satu obat yang juga digunakan pada pleurodesis, harga murah dan mudah

30
didapat dimana-mana. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah
tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam
fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan
garam fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk
mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam
sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga
yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah
agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan
tidak keluar lagi selang dada dicabut. 14

2. Efusi Pleura TB
2.1. Definisi
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga
pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer.
Berbeda dengan bentuk TB di luar paru, infeksi TB pada organ tersebut telah
terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat
penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai
proses hipersensitivitas tipe lambat.11

2.2. Epidemiologi
Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi
TB pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi
pleura ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya
mencapai 25% dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap
253 kasus dijumpai 37% disebabkan oleh TB. Di US insiden efusi pleura yang
disebabkan TB diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5% pasien
dengan TB akan mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah,
diakibatkan banyak pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena
sering sekali kultur M. TB hasilnya negatif. Di UK infeksi TB yang melibatkan

31
pleura < 10% kasus. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Rwanda pada 127
penderita efusi pleura dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah TB.12
Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa
lebih tinggi. Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11%
penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif
dijumpai sekitar 6%. Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60%
penderita efusi pleura TB dengan HIV positif. Sedangkan pada penelitian di
Afrika Selatan ditemukan bahwa 38% penderita efusi pleura TB dengan HIV
positif sedangkan pada penderita efusi pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%.
Indonesia menempati urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi TB
tertinggi, dimana penyebab utama efusi pleuranya adalah TB paru (30,26%)
dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.11,12

2.3. Etiologi
Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening dapat juga
secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif.11

2.4. Patogenesis
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB, suatu
keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme
terjadinya efusi pleura TB bisa dengan beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi
thoraks. Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB
biasanya terjadi 6-12 minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang
dewasa muda. Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan
subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk ke rongga

32
pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan suatu
reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang
akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap
protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi
umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat
banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen,
sehingga membentuk empiema TB.
2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
Jarang, keadaan seperti ini bila berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi
pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita
mengalami imunitas rendah.
3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam
rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara
paru dan dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi
nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.

Gambar 6. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat pada TB Primer

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di
dalam rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi
oleh pleura viseralis dan absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan tekanan hidrostatik pleura parietalis
sebesar 9 cmH20 dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis sebesar 10 cmH20.

33
Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen
kuman TB dalam rongga pleura. Antigen ini masuk ke dalam rongga pleura akibat
pecahnya fokus subpleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura yang
terkait dengan infeksi kuman TB. Hipotesis terbaru mengenai efusi pleura TB
primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi
pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen Mycobacterium
tuberculosis memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan sel T yang
sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, Hal ini berakibat terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena
meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi
cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat
juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB. 13,14

2.5. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih
sedikit dan sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk
tujuan tertentu. Namun jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak
maka akan memberikan gejala dan kelainan dari pemeriksaan fisik.
Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang bervariasi
berupa gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, dan sesak nafas. Gejala
umum berupa demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat
badan, rasa lelah dan lemah juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya tidak berdahak, nyeri dada (~75%)
biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris, penurunan
berat badan dan malaise.
Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi
pleura TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut.
Sepertiga penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya
kurang dari 1 minggu. Pada suatu penelitian terhadap 71 penderita ditemukan
31% mempunyai gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62% dengan gejala
kurang dari satu bulan. Umur penderita efusi pleura TB lebih muda daripada

34
penderita TB paru. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Qatar dari 100 orang
yang menderita usia rata-rata 31.5 tahun, sementara di daerah industri seperti US
usia ini cenderung lebih tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering
unilateral dan biasanya efusi yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan
jarang masif. Pada penelitian yang dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989 sampai
1997 terhadap 254 penderita efusi pleura TB ditemukan jumlah penderita yang
mengalami efusi pleura di sebelah kanan 55,9%, di sebelah kiri 42,5% dan
bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5% penderita mengalami efusi pleura
kurang dari dua pertiga hemitoraks. Jumlah maupun lokasi terjadinya efusi tidak
mempengaruhi prognosis.
Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung
pada banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa
dilihat kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada
yang terlibat, sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada
palpasi, vocal fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada
daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler
melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura.
Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila
kelainan paru terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan proses
infeksi TB primer. Dan bila kelainan paru di lobus atas, maka kemungkinan besar
merupakan TB pasca primer dengan reaktivasi fokus lama. Efusi pleura hampir
selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim parunya. 15

2.6. Pemeriksaan Penunjang


Pada dasarnya, pemeriksaan penunjang sama dengan efusi pleura lainnya
(rontgen, laboratorium, dll.). Hanya ada beberapa pemeriksaan tambahan yang
bisa membantu menegakkan diagnosis efusi pleura TB, yakni:
1. Analisis cairan pleura
Analisis cairan pleura ini bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi
pleura TB. Sering kadar protein cairan pleura ini meningkat > 5 g/dl. Pada
pasien kebanyakan hitung jenis sel darah putih cairan pleura mengandung

35
limfosit > 50%. Pada sebuah penelitian dengan 254 pasien dengan efusi pleura
TB, hanya 17 (6,7%) yang mengandung limfosit < 50% pada cairan pleuranya.
Pada pasien dengan gejala < 2 minggu, hitung jenis sel darah putih
menunjukkan PMN lebih banyak. Pada torakosentesis serial yang dilakukan,
hitung jenis lekosit ini menunjukkan adanya perubahan ke limfosit yang
menonjol. Pada efusi pleura TB kadar LDH cairan pleura > 200 U, kadar
glukosa sering menurun.
Analisis kimia lain memberi nilai yang terbatas dalam menegakkan diagnostik
efusi pleura TB. Pada penelitian-penelitian dahulu dijumpai kadar glukosa
cairan pleura yang menurun, namun pada penelitian baru-baru ini menunjukkan
kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar glukosa diatas 60
mg/dl. Kadar pH cairan pleura yang rendah dapat kita curigai suatu efusi pleura
TB. Kadar CRP cairan pleura lebih tinggi pada efusi pleura TB dibandingkan
dengan efusi pleura eksudatif lainnya.16,17
2. Adenosin Deaminase (ADA)
ADA pertama sekali ditemukan tahun 1970 sebagai penanda kanker paru
dan pada tahun 1978 Piras dkk menemukan ADA sebagai penanda efusi pleura
TB. ADA merupakan enzim yang mengkatalis perubahan adenosine menjadi
inosin. ADA merupakan suatu enzim Limfosit T yang dominan, dan aktivitas
plasmanya tinggi pada penyakit dimana imuniti seluler dirangsang. Ada beberapa
isomer ADA dimana yang menonjol adalah ADA 1 dan ADA 2. Dimana ADA 1
ditemukan pada semua sel dan ADA 2 mencerminkan aktivitas dari monosit atau
makrofag. Penderita efusi pleura TB lebih dominan ADA 2.
Gambaran yang menunjukkan peningkatan kadar ADA bermanfaat dalam
menentukan diagnosis efusi pleura TB. Beberapa peneliti menggunakan berbagai
tingkat cut-off untuk ADA efusi pleura TB antara 30-70 U/l. Pada kadar ADA
cairan pleura yang lebih tinggi cenderung pasien efusi pleura TB. Pada studi
metaanalisis yang meninjau 40 artikel menyatakan bahwa ADA mempunyai nilai
spesifisiti dan sensitivitinya mencapai 92% dalam menegakkan diagnosis efusi
pleura TB. Kebanyakan pasien dengan efusi pleura TB mempunyai kadar ADA >
40 U/l. Pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh dengan efusi pleura TB

36
kadar ini lebih tinggi lagi. Efusi pleura limfositik yang bukan disebabkan oleh TB
biasanya mengandung kadar ADA < 40 U/l. Namun penggunaan ini juga
tergantung pada prevalensi TB. Pada populasi dengan prevalensi efusi pleura TB
yang rendah spesifisiti ADA dapat sangat rendah. Sehingga pada daerah dengan
prevalensi rendah kemungkinan tinggi nilai positif palsu yang mana dapat
menimbulkan penanganan yang berlebihan dan keterlambatan diagnosis penyakit
lain seperti kanker.
3. Interferon gamma (IFN-γ)
Tes lain yang bermanfaat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB
adalah pemeriksaan kadar IFN-γ cairan pleura. IFN-γ merupakan suatu
regulator imun yang penting

2.7. Tatalaksana
Tatalaksana kegawatdaruratan pada efusi pleura TB pada dasarnya sama,
yakni bisa dengan torakosintesis, chest tube, dan atasi penyebabnya. Dikarenakan
efusi pleura ini terjadi akibat TB, maka prinsip pengobatan seperti pengobatan
TB. Pengobatan dengan obat anti tuberculosis (rifampisin, INH,
pirazinamid/etambutol/streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara
pemberian obat seperti pada pengobatan tuberculosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan
diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistemik (prednison 1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis
diturunkan secara perlahan).18
Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif
ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah
resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang
tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar
bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap
pengobatan menjadi kecil.

37
Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan sakit berat yang
luas atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif, diberikan terapi
kategori I (Fase Intensif dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Etambutol selama 2 bulan dan diikuti dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan
2 macam obat : INH dan Rifampisin). Pada pasien dengan efusi pleura TB soliter
harus diterapi dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid selama 2 bulan diikuti
dengan terapi INH dan rifampisin selama 4 bulan.

Tabel 3. Obat anti TB


Obat anti TB Action Potency Dose mg/kg
Daily Intermitten
3x/wk 2x/wk
Rifampicin (R) Bakterisidal High 10 10 10
Isoniazid (H) Bakterisidal High 5 10 15
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Low 25 35 50
Etambutol (E) Bakteriostatik Low 15 30 45
Streptomisin (S) Bakterisidal Low 15 15 15

Follow-up
Follow-up idealnya dilaksanakan dengan interval sebagai berikut: 2
minggu setelah awal pengobatan, akhir fase intensif (bulan kedua), dan setiap 2
bulan hingga pengobatan selesai. Beberapa poin penting dalam follow-up adalah
sebagai berikut:
• Pada follow-up, dosis obat disesuaikan dengan peningkatan berat badan.
• Pemeriksaan dahak mikroskopik pada bulan kedua harus dilakukan yang
pada saat diagnosis awal pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif.
• X-ray dada tidak dibutuhkan dalam follow-up.

2.8. Prognosis
Perjalanan alamiah dari efusi pleura TB yang tidak diterapi akan terjadi
resolusi spontan dalam 4-16 minggu dengan adanya kemungkinan perkembangan
TB paru aktif atau TB ekstraparu pada 43-65% pasien.

38

You might also like