You are on page 1of 44

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

Posted by Ngurah Jaya Antara on0

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang lain
karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir
bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang
kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa
yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk
memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan
mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan
dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana
dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart,
2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada
perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal
tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi terapiutik pada lansia “.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi komunikasi terapeutik ?
2. Apa manfaat komunikasi terapeutik ?
3. Bagaimana karakteristik lansia ?
4. Bagaimana cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
5. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia ?
6. Apa saja hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
7. Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan ?
8. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi komunikasi terapeutik ?
2. Untuk mengetahui manfaat komunikasi terapeutik ?
3. Untuk mengetahui karakteristik lansia ?
4. Untuk mengetahui cara pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
5. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia ?
6. Untuk mengetahui hambatan berkomunikasi dengan lansia ?
7. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan ?
8. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapiutik
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan
dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping
itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.

2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi.
mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat (Indrawati, 2003 : 50).

2.3 Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d) Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi
terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi
yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a) Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b) Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c) Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d) Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang
mengikut sertakan dirinya
e) Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

2.4 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


2.4.1 Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan
serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di
laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
2.4.2 Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini
perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang
asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab
bagi klien.
2.4.3 Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
2.4.4 Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan
atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

2.5 Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus
mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara
lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
2.5.1 Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan
bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan
pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan
untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2.5.2 Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap
atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan
perasaan tenang bagi klien.
2.5.3 Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di
perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
2.5.4 Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi
dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan
mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan
klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama
memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan
menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya:
‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat
melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
2.5.5 Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan
kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
2.5.6 Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan
yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan
sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi
yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional
dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

2.6. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
2.6.1 Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di
bawah ini:
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
e) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan.
2.6.2 Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a) Menarik diri bila di ajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya
d) Tidak berani mengungkap keyakinaan
e) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
g) Mengikuti kehendak orang lain
h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat
di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips
tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b) Keraskan suara anda jika perlu
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut
anda.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan
bahasa yang sederhana.
h) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes
yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di
buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya
denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

2.7 Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu
memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung
perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkunganya.
2) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.

3) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat


Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik
dan tepat

2.8 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia


1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah
meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup
saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pemaparan diatas, dapat kami tarik kesimpulan :
1. Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar
perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik
(Stuart dan Sundeen).
2. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien
3. Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:usia pertengahan, usia lanjut, usia lanjut usia dan usia tua.
4. Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ada pendekatan fisik, psikologis,
social, dan spiritual
5. Teknik komunikasi pada lansia terdiri dari : teknik asertif, responsif, focus, supportif ,
klarifikasi, sabar dan ikhlas.
6. Hambatan berkomunkasi dengan lansia : agresif, non-asertif.
7. Teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan : kenali segera reaksi penolakan klien,
orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri, libatkan keluarga atau pihak
keluarga terdekat dengan tepat.
8. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia: menunjukkan rasa hormat
hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien, pertahankan kontak mata dengan
pasien dan lainnya
KOMUNIKASI TERAPUETIK PADA LANSIA
December 12, 2012

Komunikasi Terapeutik Pada Lanjut Usia (LANSIA)


Menurut WHO, batasan umur seseorang yang tergolong lanjut
usia (lansia) adalah sebagai berikut :
Middle age : 45 – 59 tahun
Elderly (lansia) : 60 – 70 tahun
Old (lansia tua) : 75 – 90 tahun
Very Old (lansia sangat tua) : >90 tahun
a) Prinsip Komunikasi untuk Lansia
Prinsip komunikasi untuk lansia
(Ebersole dan Hess dalam Brunner dan Siddarth, 1996) adalah
:
1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk
mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik
(periksa baterai).
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara
langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih
baik. Berdiri di depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan
sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti
perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial
sesuai kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan
suatu tugas atau keahlian.
b) Komuikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan lansia antara lain :
1. Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien
dengan sapaan hormat dan nama panggilan lengkap.
2. Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan
komunikasikan non verbal.
3. Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu
topik.
4. Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan
gunakan bahasa yang sering digunakan oleh klien secara singkat
dan terstruktur.
5. Gunakan pertanyaan terbuka – tertutup dan ciptakan
suasana yang nyaman.
6. Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien
sudah mengerti dengan maksud perawat.
7. Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan
mendorong untuk memberi informasi yang jelas.
8. Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.
9. Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori
dan kemampuan yang lain.
10. Tuliskan perintah atau hal – hal penting untuk diingat.
c) Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik
Maupun Mental
1. Lansia dengan Gangguan Pendengaran :
a. Berdiri dekat menghadap klien.
b. Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c. Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d. Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e. Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan
diarahkan langsung pada klien.
f. Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g. Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan
saat bicara.
h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan
kata – kata yeng berbeda.
i. Membatasi kegaduhan lingkungan.
j. Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k. Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi
pembicaraan.
l. Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat
bertanya.
m. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.
2. Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan
pendengaran, tetapi ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :
a. Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b. Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c. Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d. Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan
pesan, contoh : body language.
e. Sempatkanlah waktu bersama klien.
3. Lansia dengan gangguan penglihatan :
a. Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b. Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c. Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d. Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat
saudara.
e. Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti
lampu, membacakan.
f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk
dan jelaskan apa yang sedang saudara kerjakan.
g. Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h. Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4. Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan
cidera atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan
kemampuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga
bercakap – cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan
pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab afasia
pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001).
Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami
pertanyaannya, sikap tubuh, gambar, dan objek atau media lain
yang dapat membantu untuk menjawab keinginannya.
d. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam
pikirannya.
e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan
berikan kesempatan untuk membaca dengan keras.
f. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika
mampu meningkatkan pemahaman.
g. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan,
meningkatkan rasa aman.
5. Lansia dengan penyakit Alzheimer :
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia
degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT)
merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel,
yang muncul tiba – tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap
fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek
(Brunner dan Siddart, 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer
diantaranya terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan
bahkan klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal wajah,
tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta kehilangan
suasana kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya
negatif. Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar,
dan bahkan kejam. Kemampuan berbicara buruk sampai
pembentukan suku kata yang tidak masuk akal. Perawatan diri
memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting.
Teknik komunikasi yang digunakan adalah :
a. Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b. Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c. Bertatap muka.
d. Mnimalkan gerakan tangan.
e. Menghargai dan pertahankan jarak.
f. Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang
banyak.
g. Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h. Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i. Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j. Mengangguklah dantersenyum bila memahami
perkataannya.
6. Lansia yang menunnjukkan kemarahan :
a. Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b. Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan
konstruktif.
c. Gunakan pertanyaan terbuka.
d. Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e. Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7. Lansia yang mengalami kecemasan :
a. Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b. Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang
terjadi.
c. Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang
menyebabkan ketegangan atau keemasan.
d. Libatkan staf dan anggota keluarga.
8. Lansia yang menunjukkan penolakan :
a. Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b. Jangan menyokong penolakan klien.
c. Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan
sedihnya.
d. Libatkan keluaraga.
9. Lansia yang mengalami depresi :
a. Lakukan kontak sesering mungkin.
b. Beri perhatian terus – menerus.
c. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d. Gunakan pertanyaan terbuka.
e. Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.
d) Hambatan Komunikasi dangan Lansia
Saat perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit
hambatan yang terjadi saat melakukan komunikasi. Apanila hal
ini dibiarkan terus akan menghambat kemajuan komunikasi.
Hambatan tersebut antara lain :
1. Internal Distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan omunikasi
misalnya lansia mengantuk, menguap atau mengatakan lapar
saat melakukan kmunikasi dengan perawat.
2. Sensory Overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan Verbal.
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.
BAB II
KOMUNIKASI PADA LANSIA

A. Komunikasi Dengan Lansia


Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan
dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping
itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
a. Ketrampilan komunikasi
Listening/Pendengaran yang baik.
a. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita.
b. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih.
c. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.
b. Tekhnik komunikasi dengan lansia
a) Tekhnik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik pembicaraan dan
kebutuhan lansia,berbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan.tetapi berbicara
dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih keras hati-hati karena tekanan
suara yang tidak tepat akan merubah arti pembicaraan
Pertanyaan yang tepat kurang pertanyaan yang lansia menjawab ya atau tidak..
Berikan kesempatan orang lan untuk berbicara hindari untuk mendominasi ,pembicara
sebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif
Merubah topik pembicaaraan dengan jitu menggunakan objek sekitar untuk topik
pembicaraan bila lansia tidak interest lagi
Contoh : siapa yang membelikan pakaian bapak/ibu yang bagus ini?
Gunakan kata-kata yang sederhana dan konkrit gunakan makan satu buah setelah makan dari
pada menggunakan makanan yang berserat
Gunakan kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat.
b) Teknik nonverbal komunikasi
1) Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh,
perbedaan.
2) Kontak mata : jaga tetap kontak mata.
3) Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya.
4) Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan tepat.
5) Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan.
c) Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia.
1) Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
2) Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesan-pesan verbal dan
merupak metode primer yang non verbal.
3) Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang akan
diberikan.
4) Muali pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
5) Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
6) Secara periodic mengklarifikasi pesan.
7) Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus
pada informasi.
8) Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
9) Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan
mengakiri interview.
10) Minta ijin bila ingin bertanya secara formal.
c. Lingkungan wawancara.
a) Posisi duduk berhadapan
b) Jaga privasi.
c) Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam
d) Kurangi keramaian dan berisik
e) Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga kita
mengekspresikan diri kita sendiri efek dari kmunikasi adalah pengaruh timbal balik seperti
cermin.
Mood dan Privasi
(1) Dapat mempengaruhi kualitas komunikasi : berikan perhatian pada mood masing-masing.
(2) Buat pertimbangan dan kurangi emosi
(3) Aspek lingkungan :
(4) Gangguan : akan mempengaruhi konsentrasi.
(5) Mengurangi bising dan gangguan lingkungan
(6) Berikan lingkungan yang nyaman.
(7) Khususnya penting ketika topik personal rahasia di bicarakan.
(8) Pertahankan privacy untuk memberikan keamanan.
(9) Waktu yang adekuat dapat memfasilitasi untuk menjelaskan dalam berkomunikasi, jadi
waktu yang disediakan sesuai
d. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia
 Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga
karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan
respon pada pertanyaan seseorang.
 Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat
tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
Gangguan sensoris dalam pendengarannya.
Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
 “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang
berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada
rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan
kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan
kontak dengan realita.
Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak
informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya,
perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes.
 Hambatan pada orang yang mewawancarai : tidak sensitive, tidak mampu menjadi
pendengar yang baik, menggunakan symbol-simbol yang menggangu.
Berperilaku yang menghakimi (prejudice) misal “orang sudah tua tidak bisa mikir lagi, jadi
tidak perlu diberi informasi.
Tidak memanggil dengan nama dan lain-lain.
e. Aspek-aspek yang harus diperhatikan
(1) Membina hubungan saling percaya
(2) Menjadi pendengar yangbaik dan penuh perhatian.
(3) Selalu menciptakan iklim dan sikap berkomunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang.
(4) Menatap mata selama berkomunikasi.
(5) Tidak tergesa-gesa dan memaksakan kehendak kepada mereka.

B. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Ada Lansia


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah
• Empati : istilah empati menyangkut pengertian : “simpati atas dasar pengertian yang
mendalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan
yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar,
tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh
karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dn patologik dari
penderita lansia.
• Yang harus dan “jangan” : prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan
beneficence, pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang
baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm)
bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan membuat
seseorang menderita“). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk
menghindari ras nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup,
pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungfkin mudah dan
praktis untuk dikerjakan.
• Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu sxsaja hak tersebut mempunyai
batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita
dapat membuat putusan secara mendiri dan bebas.
• Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi
semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

C. Landasan Hukum Di Indonesia


Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang langsung mengenai lanjut usia atau
yang tidak langsung terkait dengan kesejahteraan lanjut usia telah diterbitkan sejak 1965.
beberapa diantaranya adalah :
1. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan bagi orang jompo.
2. Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia.
Undang-undang ini berisi tentang :
1. Hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan kelembagaan.
2. Upaya pemberdayaan.
3. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia ptensial dan tidak potensial.
4. Pelayanan terhadap lanjut usia.
5. Perlindungan sosial.
6. Bantuan sosial
7. Koordinasi.
8. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
9. Ketentuan peralihan.
Permasalahan yang masih terdapat pada lanjut usia, bila ditinjau dari aspek hukum dan etika
dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti berikut :
1. Produk hukum
2. Keterbatasan prasarana.
3. Keterbatasan sumber daya manusia.
4. Hubungan lanjut usia dengan keluarga.
5. Menurut mary Ann Chist, et al. (1993). Berbagai isu hukum dan etika yang sering terjadi
pada hubungan lanjut usia dengan keluarganya adalah :
a. pelecehan dan ditelantarkan.
b. Tindak kejahatan.
c. Pelayanan perlindungan.
d. Kualitas dan isu etik
a) Pelecehan dan ditelantarkan
pelecehan dan ditelantarkan merupakan keadaan atau tindakan yang menempatkan seseorang
dalam situasi kacau, baik mencakup status kesehatan, pelayanan kesehatan, pribadi, hak
memutuskan, kepemilikan maupun pendapatannya.
Penyebab pelecehan menurut International Institute on Ageing (INIA, united nations-malta,
1996) adalah :
1. Beban orang yang merawat lanjut usia tersebut sudah terlalu berat.
2. Kelainan kepribadian dan perilaku lanjut usia atau keluarganya.
3. Lanjut usia yang diasingkan oleh keluarganya.
4. Penyalahgunaan narkotika, alcohol dan zat adiktif lainnya.
5. Faktor lainnya yang terdapat di keluarga :
a. Perlakuan salah terhadap lanjut usia
b. Ketidaksiapan dari orang yang akan merawat lanjut usia.
c. Konflik lama diantara lanjut usia dengan keluarganya.
d. Perilaku psikopat dari lanjut usia dan/atau keluarganya.
e. Tidak adanya dukungan dari masyarakat.
f. Keluarga mengalami kehilangan pekerjaan atau pemutus hubungan kerja.
g. Adanya riwayat kekerasan dalam keluarga.
Gejala yang terlihat pada pelecehan dan ditelantarkan antara lain :
1. Gejala fisik berupa memar, patah tulang yang tidak jelas sebabnya, higiena yang jelek,
malnutrisi dan adanya bukti melakukan pengobatan yang tidak benar.
2. Kelainan perilaku berupa rasa ketakutan yang berlebuhan menjadi penurut atau tergantung,
menyalahkan diri, menolak bila akan disentuh orang yang melecehkan, memperlihatkan tanda
bahwa miliknya akan diambil orang lain dan adanya kekurangan biaya transport, baiya
berobat atau biaya memperbaiki rumahnya.
3. Adanya gejkala psikis seperti stress, cara mengatasi suatu persoalan secara tidak benar
serta cara mengungkapkan rasa salah atau penyesalan yang tidak sesuai, baik dari lanjut usia
itu sendiri maupun dari orang lain yang melecehkan.
Jenis pelecehan dan ditelantarkan adalah :
1. Pelecehan fisik dan menelantarkan fisik.
2. Pelecehan psikis atau melalui tutur kata.
3. Pelanggaran hak.
4. Pengusiran.
5. Pelecehan dibidang materi atau keuangan.
6. Pelecehan seksual.
Upaya pencegahan terhadap terjadinya ketelantaran pasif (passive neglect) dan ketelantaran
aktif (active neglect) pada lanjut usia dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Terhadap ketelantaran pasif atau tak disengaja.
a. Mendapatkan orang yang dipercaya untuk melakukan tindakan hukum atau melakukan
transaksi keuangan.
b. Mengusahakan bantuan hukum dari seorang pengacara.
2. Terhadap ketelantaran aktif atau tindak pelecehan
a. Mengusahakan agar lanjut usia tidak terisolir.
b. Anggota keluarga tetap dekat dan memperhatikan.
b) Tindak kejahatan
Lanjut usia umunya lebih takut terhadap tindak kejahatan bila dibandingkan dengan
ketakutan terhadap penyakit dan pendapatan yang berkurang.
Jenis tindak kejahatan adalah :
1. Penodongan
2. Pencurian dan perampokan.
3. Penjambretan.
4. Perkosaan.
5. Penipuan dalam pengobatan penyakit.
6. Penipuan oleh orang yang tidak dipercaya, pemborong, sales dan lain-lainnya.
c) Pelayanan perlindungan
Pelayanan perlindungan adalah pelayanan yang diberikan pada lanjut usia yang tidak mampu
melindungi dirinya terhadap kerugian yang terjadi akibat mereka tidak dapat merawat diri
mereka sendiri atau dalam melakukan kegiatan sehari –hari.
Pelayanan perlindungan bertujuan memberikan perlindungan pada lanjut usia, agar kerugian
yang terjadi ditekan seminimal mungkin. Pelayanan yang diberikan akan menimbukan
keseimbangan diantara kebebasan dan keamanan.jenis pelayanan yang diberikan berupa
pelayanan medik, sosial atau hukum.
d) Persetujuan tertulis
Persetujuan tertulis merupakan suatu persetujuan yang diberikan sebelum prosedur atau
pengobatan di berikan kepada seorang usia lanjut atau penghuni panti. syarat yang diperlukan
bila seorang lanjut usia memberikan persetujuan adalah ia masih kompeten dan telah
mendapatkan informasi tentang manfaat dan resiko dari suatu prosedur atau pengobatan
tertentu yang di berikan kepadanya.
e) Kualitas dan kehidupan dan isu etika
Berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang mempengaruhi kualitas
kehidupan lanjut usia adalah:
Kemajuan ilmu kedokteran dibidang diagnostic seperti Ct-Scan dan kateterisasi jantung,
MRI, dan sebagainya
Kemajuan dibidang pengobatan seperti transpalntasi organ, radiasi.
Bertambahnya resiko pengobatan
Biaya pengonatan yang meningkat.
Manfaat pengobatan yang masih di ragukan.
Database yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Isu etika muncul bila terjadi suatu pertentangan antara pendapat ilmiah atau ilmu kedokteran
dengan pandangan etika atau perikemanusiaan mislanya :
Untuk mengawali atau melanjutkan pengobatan terhadap lanjut usia yang skait berat.
Mempertahankan atau melepas infuse atau tube feeding.
Melakukan tindakan yang biayanya mahal.
Euthanasia.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik tersendiri untuk
melakukan komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya :
1. Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
2. Tehknik untuk wawancara.
3. Kendala dan hambatan dalam komunikasi.
4. Mood dan privasi
5. Aspek-aspek yang harus diperhatikan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan urian diatas, penulis menganjurkan beberapa rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bagi dosen
a) Untuk dosen
Untuk pihak dosen penulis menyarankan agar dosen mampu melakukan bimbingan kepada
mahasiswa-mahasiswi tentang teknik komunikasi pada lansia.
Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Keperawatan adalah “Suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang
didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien bersifat komprehensif, yang ditujukan kepada individu, kelompok, keluarga, dan
masyarakat, baik dalam keadaan sehat atau sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia.

Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu. Jadi gerontologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan segala permasalahannya. Sedangkan
gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala
permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.

Komunikasi dalam keperawatan gerontik adalah komunikasi yang diaplikasikan dalam praktik asuhan
keperawatan lansia. Komunikasi dengan lansia adalah suatu proses penyampaian pesan/gagasan
dari perawat atau pemberi asuhan kepada lansia dan diperoleh tanggapan dari lansia, sehingga
diperoleh kesepakatan bersama tentang isi pesan komunikasi. Tercapainya komunikasi berupa pesan
yang disampaikan oleh komunikator (perawat) sama dengan pesan yang diterima oleh komunikan
(lansia).

Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap,
hubungan yang makin baik, dan tindakan. Sementara ada yang berpendapat bahwa komunikasi
adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan
saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain.
Komunikasi adalah pertukaran fakta, gagasan, opini emosi antara dua orang atau lebih.

Ciri hubungan atau komunikasi terapeutik adalah berpusat pada klien lansia; menghargai klien lansia
sebagai individu yang unik dan bebas; meningkatkan kemampuan klien lansia untuk berpartisipasi
dengan aktif dalam mengambil keputusan mengenai pengobatan dan perawatannya; menghargai
keluarga, kebudayaan, kepercayaan, nilai-nilai hidup dan asasi dari klien lansia; menghargai privasi
dan kerahasiaan hubungan pemberi asuhan atau perawat dengan klien lansia; dan saling percaya,
menghargai dan saling menerima.

Hubungan membantu ini akan menjadi lebih efektif apabila ada rasa saling percaya dan saling
menerima antara perawat atau pemberi asuhan dan klien lansia. Selain itu perawat sebagai pemberi
asuhan dan harus menunjukkan rasa peduli pada kliennya (lansia) dan mau membatunya.

Seorang perawat atau pemberi asuhan yang mendengarkan klien lansia tidak saja memakai
telinganya tetapi seluruh eksistensi dirinya. Perawat atau pemberi asuhan memfokuskan seluruh
perhatiannya tidak hanya pada apa yang disampaikan lansia, tetapi bagaimana lansia itu
menyampaikannya. Melalui sikap tubuh dari perawat atau pemberi asuhan, lansia dapat merasakan
apakah perawat atau pemberi asuhan siap dan berminat untuk mendengarnya.

1. Kesiapan mendengar

Perawat atau pemberi asuhan harus dapat menunjukkan kesiapan mendengarkan klien lansia.
Kesiapan ini ditunjukkan dengan:
a) Duduk tegak, rileks, dan menghadap lansia secara muka dengan muka. Posisi ini menunjukkan “
Saya siap dan mau mendengarkan”.

b) Mempertahankan kontak mata. Sebaiknya mata perawat sejajar dengan mata klien lansia,
tempat duduk perawat tidak lebih tinggi dari tempat duduk lansia. Kontak mata harus spontan dan
wajar.

c) Tubuh perawat sedikit membungkuk atau sikap menghormat ke arah lansia. Biasanya secara
spontan tubuh seseorang langsung bergerak sedikit mendekat pada lansia yang sedang bicara bila ia
ingin mendengarkan dengan baik apa yang disampaikannya.

d) Mempertahankan sikap tubuh yang terbuka. Hindari duduk dengan kedua kaki atau tangan
bersilang, karena semacam menunjukkan sikap defensive. Posisi tubuh perawat harus
menunjukkanbahwa dirinya bersedia menerima dan membantu, seperti pintu yang terbuka yang
mengundang orang untuk masuk tanpa mengetuk.

e) Mempertahankan posisi tubuh yang rileks. Memang sulit untuk mempertahankan posisi tubuh
yang rileks penuh karena mendengarkan dengan seluruh “dirinya” perawat sudah mengeluarkan
banyak tenaga. Akan tetapi, suara tegang dapat dicegah dengan memberi sedikit waktu sebelum
perawat memberi tanggapannya, member waktu untuk berdiam sejenak dan menggunakan isyarat
yang tepat dan membantu.

2.5 Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik

Hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap pra-interaksi, pengenalan, tahap kerja
dan terminal.

a) Tahap I ( pra-interaksi)

Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi tentang klien lansia, seperti nama,
alamat, umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia
dapat membuat cemas perawat yang belum mempunyai pengalaman. Ada baiknya apabila perawat
menyadari perasaan ini.

b) Tahap II (pengenalan)

Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan rasa percaya satu sama lain.
Pada tahap pertemuan ini perawat mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman
dengan beberapa interaksi sosial seperti membicarakan tentang cuaca. Ada kemungkinan perawat
melihat sikap penolakan dari lansia. Hal ini mungkin karena lansia belum siap untuk mengungkapkan
dan menghadapi masalahnya, ada rasa malu untuk mengakui bahwa lansia memerlukan bantuan,
tidak siap mengubah pola tingkah laku yang menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain
sebagainya.
Kadang-kadang klien lansia juga ingin menguji ketulusan perawat yang membantunya. Di
sini perawat perlu menunjukkan sikap ketulusan dan kepedulian. Sebenarnya sikap perawat sangat
menentukan apakah hubungannya dengan klien lansia terapeutis atau tidak.

Tahap pengenalan ini mempunyai tujuan menumbuhkan rasa percaya klien lansia kepada perawat :

a. Lansia dapat mellihat perawat sebagai seorang professional yang mampu membantunya.

b. Lansia dapat melihat perawat sebagai individu yang jujur, terbuka, dan peduli lansia.

c. Lansia percaya bahwa perawat akan menghargai kerahasiaan hubungan mereka, nilai,
keyakinan, sosio-kulutralnya.

d. Lansia merasa aman dan nyaman dalam mengungkapkan perasaanya.

c) Tahap III (kerja)

Pada tahap ini perawat dank lien lansia menemukan, menghargai dan menerima keunikannya
masing-masing. Rasa peduli dan empati juga akan timbul. Perawat membantu klien lansia melihat
secara mendalam perasaannya agar lansia dapat memperoleh “insight” tentang masalahnya.

Dengan memeriksa secara mendalam tentang perasaannya, komunikasi dapat diperlancar apabila
perawat menunjukkan:

1. Empati

Perawat akan mampu berempati dengan klien lansia bila mereka “merasakan” apa yang dialami
lansia. Semua teknik komunikasi yang dipakai akan terjadi kaku, tidak spontan dan
tidak genume, tetapi “ sharing” tentang kesulitan klien lansia akan membuat perawat
menjadi spontan dan tulus meresponnya dan sikap ini dapat dirasakan oleh lansia.

2. Menghargai

Perawat perlu memiliki keyakinan tentang martabat setiap manusia, bahwa manusia pada dasarnya
adalah baik,ia adalah ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia patut dihargai dan dicintai
tanpa memperhatikan perbuatannya melainkan dirinya. Keyakinan ini akan membantu perawat
menerima, mencintai dan menghargai lansia tanpa syarat.

3. Genuiness

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan disebut genuiness bila :

a. Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat pendidikannya, dan sebagainya.

b. Bersikap spontan

c. Tidak defensif, menerima, dan menanggapi kritikan dari lansia tanpa membalas atau mencari
alasan untuk membernarkan diri.
d. Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap tubuh sesuai dengan apa yang
dirasakannya.

e. Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila perlu.

4. Konkret/ specific

Perawat perlu terampil dalam member pertanyaan terbuka. Melalui pertanyaan terbuka, perawat
dapat membantu lansia yang cenderung berbicara secara umum menjadi lebih konkret dan spesifik.

5. Konfrontasi

Konfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh pengertoan. Konfrontasi akan lebih mudah
diterima lansia bila ia merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat. Dengan konfrontasi,
perawat menunjukkan kepada lansia ketidakcocokkan antara pikiran, kata-kata atau perbuatannya.
Ketidakcocokan ini akan menghambat pemeriksaaan dan penyadaran diri. Penyangkalan terhadap
perasaan dapat membuat lansia tidak mampu mengatur tingkah lakunya.

d) Tahap IV (terminal)

Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin lansia merasa kehilangan sesuatu,
measa bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan dari perawat, merasa ditinggalkan, dan lain
sebagainya. Pada tahap ini, perawat perlu mengungkapkan kesediannya membantu bila diperlukan
agar klien lansia merasa aman.

2.6 Teknik Komunikasi Pada Lansia

Berikut adalah teknik komunikasi berdasarkan referensi dan Shives (1994), Stuart & Suddeen (1950),
dan Wilson & Kneisl (1920).

Mendengarkan dengan penuh perhatian

kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama adalah perawat
akan memperhatikan klien. Dengan demikian, kepercayaan klien terhadap kapasitas dan
kemampuan perawat akan terjaga. Mendengar keluhan klien dengan penuh perhatian akan
menciptakan kondisi keterlibatan emosional yang maksimal dalam situasi hubungan interpersonal
antara klien dan perawat.

Menurut Varcarolis dalam nurjannah I (2001), dengan mendengarkan akan menciptakan situasi
interpersonal dalam keterlibatan maksimal yang dianggap aman dan membuat klien merasa bebas.
Pencapaian hasil untuk mendapatkan kondisi riil dari klien akan lebih maksimal dan memudahkan
perawat dalam menentukan intervensi yang tepat. Untuk itu diperlukan konsentrasi yang maksimal
dan terlibat secara aktif dalam memersepsikan pesan orang lain dengan menggunakan semua indra.

Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa akan dihargai apabila perawat menganggap apa
yang dikatakan oleh klien merupakan hal yang sangat penting sehingga menunculkan kesa “anda
bernilai untuk saya dan saya tertarik pada anda”. Perangkat lain yang tidak kalah pentingnya dalam
pencapaian keterlibatan maksimal dalam proses mendengarkan adalah dengan menunjukkan
merespons klien dengan kode nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan kepala, senyum saat
yang benar dan merespons dengan kode verbal yang minimal, misalnya “Oooooo……., mmhumm,
ya…,”. Berikut adalah beberapa sikap untuk menunjukkan cara mendengarkan penuh perhatian.

1. Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa perawat perhatian


terhadap kebutuhan dan masalah klien.

2. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk ,mengerti seluruh pesan
verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan.

3. Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian adalah dengan memandang klien ketika
sedang bicara.

4. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.

5. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.

6. Hindarkan gerakan yang tiodak perlu.

7. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.

8. Condongkan tubuh kearah lawan bicara, bila perlu duduk atau minimal sejajar dengan klien.

9. Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan perhatian, ketakutan, atau
masalah yang sedang kita hadapi.

10. Mendengarkan dan memperhatikan intonasi kata yamg diucapkan dan menggambarkan sesuatu
yang berlebihan.

11. Memperhatikan dan mendengarkan apa-apa yang tidak terucap oleh klien yang
menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.

Menunjukkan Penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui,. Menerima pasti menyetujui, sedangkan menyetujui belum
tentu menerima. Perilaku apa yamg dilakukan klien dan keluhan apa saja yang disampaikan klien
merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun kadang apa yang diucapkan tidak sesuai
dengan penyakit yang diderita atau tanda gejala masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu
menampakkan penolakan maupun keraguan tehadap apa yang disampaikan klien yang membuat
klien merasa tidak bebas dalam mengutarakannya. Unsure yang harus dihindari dalam menunjukkan
penerimaan adalah mengubah pikiran klien. Sebaiknya tidak ada unsur menilai, berdebat, apalagi
mengkritik. Apa yang disampaika klien merupakan suatu berharga bagi perawat. Bila perlu perawat
selalu mendukung klien dalam mengutarakan keluhannya dengan menunjukkan perilaku
ketertarikan.

Menurut Nurjannah, I (2001), penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan
tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Dengan sikapn tersebut perawat
mampu menempatkan diri pada situasi klien, perawat mengerti perasaan yang dihadapi klien.
Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak
setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Begitu juga
dengan kata-kata “ah masak”, “apa benar”, “yang benar saja”, atau kata-kata lain yang menimbulkan
kesan keraguan atau ketidakpercayaan. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menunjukkan
penerimaan.

1. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

2. Memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian.

3. Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal.

4. Menghindarkan untuk bedebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah


pikiran klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang
anda ucapkan,”(cocok).

Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan dengan Pertanyaan Terbuka

Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka (broad opening) adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien dengan menggali penyebab klien mencari
pertolongan atau penyebab klien datang ke tempat pelayanan kesehatan.

Petanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun dan
mengorganisir pikirannya dalam mengungkapkan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan.
Dalam pertanyaan terbuka, kesan klien dijadikan sebagai subjek dan bukan objek, artinya yang
mendominasi interaksi justru dari klien dan bukan sebaliknya. Mari kita bandingkan kedua
pertanyaan ini:

a. “ ada apa di rumah sehingga ibu membawa anak ibu ke UGD?”

b. “apakah anak ibu kejang sehingga ibu datng ke UGD?”

Pada pertanyaan poin (a) akan kita dapatkan lebih dari satu kalimat atau satu kata, karena
pertanyaan itu sifatnya [ertanyaan terbuka yang memberikan peluang kepada ibu untuk
menceritakan kejadian-kejadian yang dialami oleh anaknya selama di rumah. Beda dengan
pertanmyaan (b) yang mempersempit gerak dan imajinasi ibu dalam mengungkapkan apa yang
dialami anaknya sewaktu dirumah. Mungkin ibu akan menjawab dengan jawaban ya atau tidak saja
(yes and no question) tanpa mampu mengembangkan tanda dan gejala yang ada pada anaknya.
Kesannyab perawat yang mendominasi interaksi dan jawaban yang dihasilkan kemungkinan banyak
yang bias karena tampak sekali perawat mendikte klien.

Untuk pertanyaan dengan jawaban yes and no question perawat dituntut untuk mampu mendalami
topik yang akan dibicarakan, itupun hasinya akan samar karena dalam pengkajian keperawatan yang
paling baik adalah pengkajian focus untuk mendapatkan masalah utama. Perawat harus menghindari
pertanyaan yang bersifat Innapproppriate Quantity Question maupun Innapproppriate Quality
Question. Ciri-ciri Innapproppriate Quantity Question adalah sebagai berikut.

1. Pertanyaan terlalu banyak.

2. Pertanyaan tidak terfokus pada maslah.

3. Klien menjadi bingung menjawab.

Pertanyaan yang melebar melebar menjadikan klien enggan menanggapi, dan itu berisiko terhadap
hubungan perawat-klien. Harus disadari oleh perawat bahwa data yang digali adalah data yang
berhubungan dengan keluhann klien saja (data primer), sedangkan data pendamping (data
sekunder) bisa disapatkan dengan cara lain, yaitu study documenter, observasi, maupun
pemeriksaan fisik. Contonya: “bapak sakit apa?, kapan sakitnya? Di mana sakitnya?, diantar oleh
siapa?, pakai kendaraan apa?, dan sebagainya. Sedangkan ciri-ciri pertanyaan Innapproppriate
Quality Question adalah sebagai berikut.

1. Pertanyaan yang memvonis klien.

2. Fokus pada alasan klien berbuat.

3. Ada unsure mengintimidasi dan menginterogasi.

4. Pertanyaan yang sering menyinggung perasaan klien.

Pertanyaan yang berasifat Innapproppriate Quality Question sebenarnya merupakn pertanyaan yang
singkat, padat, dan jelas, akan tetapi pertanyaan tersebut tidask memperhatikan sisi psikologis klien
serta tidak berkualitas. Sering kita temukan kalau perawat menanyakan yang diawali dengan kenapa
atau mengapa jawabannnya justru menyakitkan.

Contoh:

P: “kenapa bapak datang ke rumah sakit ini?”

K: “aku ini sakit, kalau tak sakit man mungkin ke rumah sakit?”

Pertanyaan tersebut menambah rasa kecemasan klien karena perawat hanya memperhatikan
kecemasan yang dialami akibat masalah yang dihadapinya.
Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata-kata Sendiri

Perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini, karena pengertian bisa rancu jika
pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda. Untuk itu perlu adanya klarifikasi, validasi,
maupun pengulangan kata yang disampaikan sesuai dengan maksud dan tujuan. Apabila tidak ada
klarifikasi maupun validasi kata/pesan kemungkinan pesan yang disampaikan menjadi bias karena
banyaknya noice disekelilingnya. Menurut Boyd & Nihart dalam nurjannah,I (2001), teknik ini
menjadi tidak terapeutik bila perawat kurang melakukan validasi terhadap interpretasi pesan,
menilai, dan meyakinkan serta bertahan.

Contoh:

K: “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga.

P: “saudara mengalami kesulitan untuk tidur…”

Klarifikasi

Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi


dengan menyamakan dengan pengertian, maksud, dan ruang limgkup pembicaraan Karena informasi
sangat penting dalam memberikan pelayanan kepoerwatan. Geldard, D dalam suryani (2006)
berpendapat bahwa klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Ini berarti klerifikasi dapat
diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dengan perawat
tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah untuk memfokuskan perhatian.

Klarifkasi identik dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien terhadap apa yang belum
dimengerti agar pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas. Menurut Nurjannah, I (2001), klarifikasi
dilakukan apabila pesan yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat
mencoba memahami situasi yang digambarkan klien. Namun demikian, agar pesan dapat sampai
dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkret dan mudah dimengerti oleh klien
dengan memperhatikan pokok pembicaraan. Demonstrasi terhadap apa yang telah dijelaskan
merupakan bentuk klarifikasi terhadap apa yang telah diucapkan.

Contoh:

- “saya tidak yakin mengikuti apa yang anda katakana”

- “apa yang anda katakana tadi adalah anda tidak dapat mengikuti apa yang saya ucapkan.

Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Materi yang akan disampaikan ataupubn yang akan didiskusikan mengerucut pada salah
satu masalah saja, yang penting adalah konsisten, dan kontinu atau berkesinambungan, serta tidak
menyimpang dari topik pembicaraan dan tujuan komunikasi. Menurut Cangara, H (2004)
prinsip continuity dan consistency dalam proses interaksi mengandung arti bahwa pesan yang
disampaikan bersifat konsisten dan berkesinambungan dan tidak menyimpang dari topik dan tujuan
komunikasi yang telah ditetapkan. Dalam talk show yang diadakan oleh salah satu stasiun televise,
memperlihatkan bagaimana seorang Prof. Yusril Ihsa Mahendra yang marah besar ketika
pembicaraan sedang serius, tetapi mahasiswa mengkritik kebiasaannya yang suka merokok dan
beliau marah besar karenapertanyaan atau pernyataannya melenceng dari topik.

Suara yang terdapat disekeliling kita sering menjadi penyebab pembicaraan tidak terfokus karena
terjadi pemutusan terhadap alur pembicaraan. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan
klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali pembicaraan berlanjut tanpa informasi
yang baru. Kalau menyimpang perlu ada konsep kembali ke laptop seperti apa yang dilakukan Tukul
Arwana di televise. Contoh: “ hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi.”

Menyampaikan Hasil Observasi

Perawat perlu memberiakn umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Penyampaian hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.

Contoh:

- “Anda tampak cemas.”

- “Apakah Anda merasa tidak tenang apabila anda…”

Ini berarti dalam menyampaikan hasil observasi tidak serta merta menyampaikan hasil yang didapat
saat melakukan observasi. Menyampaikan hasil observasi diharapkan agar klien menyadari atas
perilaku yang merusak maupun perilaku yang tidak produktif sehingga menyampaikan hasil
observasi tidak bertujuan untuk memberikan penilaian, tetapi semata-mata mengharapkan agar
perilaku yang diperbuat itu disadari sebagai perilaku yang tidak menguntungkan dalam
kelangsungan proses penyembuhan penyakit dengan memperhatikan perasaan dan konsep dirinya.

Menawarkan Informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap
keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain
itu, tindakan ini akan menambah ras percaya klien terhadap perawat, Karena perawat terkesan
menguasai masalah yang dihadapi klien. Sebaliknya, jika perawat menahan informasi saat klien
membutuhkan, akan membuat klien tidak percaya kepada perawat. Untuk itu perawat harus mampu
menguasai ilmi pengetahuan yang memadai tentang masalah yang dihadapi kliebn sebagai bekal
dalam memberikan pelayanan keperawatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter,
perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasihat kepada klien
ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

Diam

Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk menunggu respons klien untuk
mengungkapkan perasaannya. Teknik komunikasi yang dilakukan perawat dengan tidak bicara
apapun (diam) merupakan teknik komunikasi yang memberikan kesempatan kepadan klien untuk
mengorganisir dan menyusun pikiran atau ide sebelum diungkapkan kepada perawat. Hal ini
memungkinkan klien mengekspresikan ide dan pikirannya dengan detail dan sistematis.

Perilaku mendiamkan tidak dibenarkan dalam konteks komunikasi terapeutik. Perawat mendiamkan
klien disebabkan perawat jengkel dengan klien yang terlalu mengkritik, crewet, rewel, dan tidak
kooperatif. Dalam konteks komunikasi, diam yang dilakukan oleh seorang mengandung banyak arti
dan persepsi. Menurut Nurjannah, I (2001), diam diartikan dan dipersepsikan antara lain sebgai
berikut.

1. Seseorang telah mengerti.

2. Marah dan frustasi, tetapi menolak untuk mengungkapkan.

3. Kesediaan orang lain untuk menanti.

4. Bosan.

5. Mendengarkan penuh perhatian.

Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat dalam rangka
meningkatkan pemahaman. Meringkas berarti mengidentifikasi poin-poin penting selama diskusi
ataupun pembiacaraan sehingga didalamnya sekaligus terjadi proses klarifikasi atas ide dalam
pkirannya. Meringkas bisa diartikan sebagai proses abstraksisasi di mana terdapat kesimpulan atas
diskusi maupun pembicaraan yang telah dilakukan sehingga ada kesamaan ide dalam pikiran.
Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya sehingga
dapat melanjutkan pembicaraan dengan topic yang berkaitan. Contoh: “Selama beberapa jam, Anda
dan saya telah membicarakan….”

Memberikan penguatan
Penguatan (reinforcement) positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan benar
merupakan bentuk pemberian penghargaan. Upaya yang dilakukan dalam pemberian penguatan
positif bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik. Jadi bisa
dikatakan bahwa penguatan positif merupakan motif atau bentuk dorongan kepada klien dengan
cara membanggakan diri klien agar mampu memacu semangat dalam penerimaan diri untuk berbuat
dan berperilaku yang lebih baik lagi. Demikian juga dengan memberi salam pada klien dengan
menyebutkan namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi pada diri klien,
menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya
sendiri sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang mampu
menggugah semangat klien.

Penghargaan dalam pelayanan keperawatan tidak berbentuk materi, akan tetapi berbentuk
dorongan psikologis atau inmaterial untuk memacu lebih baik lagi. Penghargaan tersebut jangan
sampai menjadi beban bagi klien, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan
segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Selain itu, tidak juga
dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan
“Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian”.

Contoh :

- “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalamu’alaikum.”

- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut Ibu.”

- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut Ibu.”

- “Saya hari ini tampak senang sekali melihat Ibu sudah mulai latihan gerak.”

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlak terpuji karena berarti
mendoakn orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan perawat peduli
terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab.

Menawarkan Diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak
mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk
memberikan respons agar seseorang menyadari perilakunya yang meugikan baik dirinya sendiri
maupun orang lain tanpa ada rasa bermusuhan. Seringkali perawat hanya menawarkan
kehadirannya, rasa tertarik, teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

Contoh: “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”

Memberi Kesempatan Kepada Klien Untuk Memulai Pembicaraan

Berikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien
yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya dalam interaksi ini. Perawat dapat
menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka
pembicaraan.

Contoh :

- “Adakah sesuatu yang ingin Anda bicarakan?”

- “Apakah yang sedang Saudara pikirkan?”

- “Dari mana Anda ingin mulai pembicaraan ini?

Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan
apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk mnafsirkan daripada
mengarahkan diskusi/pembicaraan.

Contoh :

- “….. teruskan …!”

- “….. dan kemudian ….?

- “Ceritakan pada saya tentang itu ….”

Menempatkan Kejadian secara Teratur akan Menolong Perawat dan Klien untuk Melihatnya dalam
suatu Perspektif

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk ,elihatnya
dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat
menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang
memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh:

- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya?”

- “Kapan kejadian tersebut terjadi?”

Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya


Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.
Klien harus merassa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan
pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh :

- “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Saudara ketika akan dioperasi.”

- “Apa yang sedang terjadi?”

Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan, kerjakan, atau rasakan,
maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”.
Dengan mengembalikan pikiran dan perasaannya itu kepada dirinya sendiri, klien akan berusaha
untuk menilai apa yang sedang ia pikirkan, justru dia sendiri yang menilai dan bukan orang lain.

Menurut Stuart & Sundeen (1995), teknik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide, perasaan
dan pertanyaan kepada klien. Sedangkan, menurut Schultz & Videbeck (1998), refleksi merupakan
tindakan mengembalikan pikiran dan perasaan klien. Terkadang klien belum mampu memutuskan
apa yang telah ada dalam pikirannya, tetapi pikiran dan perasaan itu mengganggu sehingga klien
tidak mampu mengambil keputusan. Hal itu terjadi karena kebimbangan atau keraguan dalam diri
klien. Keraguan tersebut menimbulkan sifat ambivalensi sehingga perlu dukungan orang lain dalam
mengambil keputusan.

Teknik refleksi yang dilakukan perawat bukan untuk menilai pikiran dan perasaan klien, akan tetapi
perawat mengembalikan lagi pikiran dan perasaan yang merupakan bagian dari dirinya sendiri
sehingga klien mencoba untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai uapaya
untuk mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan yang akan diambil. Dengan demikian
perawat mengindikasikan bahwa pendapat dan pikiran klien adalah berharga dan klien mempunyai
hak untuk mampu melakukan hal tersebut sehingga ia pun berpikir bahwa dirinya adalah manusia
yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai
bagian dari orang lain.

Contoh :

K : “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P : “Apakah menurut Anda, Anda harus mengatakannya?”

K : “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya bahkan tidak menelepon saya, kalau
dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.”

P : “Ini menyebabkan Anda marah.”

2.7 Penggunaan komunikasi terapeutik pada lansia


Lansia sering mengalami gangguan komunikasi karena mengalami penurunan pengliatan,
pendengaran, wicara, dan persepsi. Semua ini menyebabkan penurunan kemampuan lansia untuk
menangkap pesan atau informasi serta melakukan transfer informasi. Gangguan indra pada lansia
yang tinggal di rumah sendiri atau di lingkungan keluarga, di panti sosial tresna werda atau di rumah
sakit disebabkan oleh gangguan anatomik organ, gangguan fisiologis organ, kematangan/maturasi,
degenerasi, atau gangguan kognitif-persepsi. Ada dua tingkat gangguan komunikasi, yaitu gangguan
pada sistem pengindraan dan tingkat integratif. Gangguan pengindraan meliputi gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran atau gangguan wicara. Sedangkan gangguan yang melibatkan
sistem integratif yang lebih tinggi adalah gangguan mental, gangguan maturasi pikir (degenerasi
proses pikir), atau gangguan kesadaran.

Bagaimana sikap penyampaian pesan dalam berkomunikasi dengan lansia. Kemampuan komunikasi
pada lansia dapat mengalami penurunan, akibat penurunan fungsi berbagai sistem organ, seperti
penglihatan, pendengaran, wicara, persepsi dan lain-lain. Semua ini menyebabkan penurunan
kemampuan lansia untuk menangkap pesan atau informasi. Penurunan kemampuan melakukan
komunikasi berlangsung bertahap dan bergantung pada seberapa jauh gangguan indera dan
gangguan otak yang dialami lansia.

1. Lansia dengan Gangguan Penglihatan

Gangguan penglihatan pada lansia dapat terjadi baik karena kerusakan organ misalnya kornea, lensa
mata, kekeruhan lensa mata (katarak), atau kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Semua
ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan perawat atau pemberi asuhan harus mengoptimalkan
fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus diganti oleh
informasi yang dapat ditransfer melalui indera yang lain. Ketika melakukan orientasi tempat tidur,
ruan tamu, ruang makan, ruang perawatan, ruang rekreasi, kamar mandi , dan lain-lain, klien lansia
harus mendapatkan keterangan yang memvisualisasi kondisi tempat tersebut secara lisan.
Misalnya,menerangkan letak meja dan kursi makan, menerangkan berapa langkah posisi tempat
tidur dari pintu, letak kamar amndi dan sebagainya.

Berikut penggunaan teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan lansia
yang mengalami gangguan penglihatan :

a. Perawat atau pemberi asuhan sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat dilihat oleh klien
lansia bila ia mengalami buta parsial atau memberi tahu secara verbal keberadaan/kehadirannya.

b. Perawat atau pemberi asuhan menyebutkan identitasnya dan menyebutkan nama serta
perannya.

c. Perawat atau pemberi asuhan berbicara dengan menggunakan nadan suara normal karena
kondisi lansia tidak memungkinkannya menerima pesan non-verbal secara visual.

d. Nada suara perawat atau pemberi asuhan memegang peranan besar dan bermakna bagi lansia.
e. Jelaskan alasan perawat dan pemberi asuhan menyentuh sebelum melakukan sentuhan pada
lansia.

f. Ketika perawat dan pemberi asuhan akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus
komunikasi atau pembicaraan, informasikan kepada lansia.

g. Orientasikan lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.

h. Orientasikan lansia pada lingkungannya bila lansia dipindahkan ke lingkungan yang asing
baginya.

2. Lansia dengan Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli (tuli
lansia). Bentuk ketulian yang selama ini dikenal ialah :

a. Tuli perspektif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf

b. Tuli konduktif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur penghantar rangsang suara.

Pada kien lansia dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan
adalah media visual. Klien lansia menangkap pesan bukan berupa suara yang dikeluarkan
perawat/orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi
sangat penting bagi klien lansia ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan agar sikap dan
gerakan perawat dapat ditangkap oleh indera visualnya.

Berikut penggunaan komunikasi yang dapat digunakan klien lansia dengan gangguan pendengaran :

a. Orientasikan kehadiran perawat dnegan menyentuh lansia tau memposisikan diri didepannya.

b. Usahakan mengg8unakan bahsa yang sederhana dan berbicara dengan perlahan untuk
memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.

c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan pertahankan sikap tubuh serta
mimik wajah yang lazim.

d. Jangan melakukan pembicaraan ketika perawat sedang mengunyah sesuatu (mis: menguyah
permen).

e. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan denan gerakan sederhana dan perlahan.

f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat mampu melakukan.

g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan pesan dalam bentuk tulisan
atau gambar.

3. Lansia dengan Gangguan Wicara


Lansia dapat mengalami gangguan wicara, yang dapat terjadi akibat ompong, kerusakan organ
lingual, kerusakan pita suara, atau gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan lansia yang
mengalami gangguan wicara memerlukan kesabaran agar pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan
benar. Lansia yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar komunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan.

Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan wicara, hal-hal yang
perlu diperhatikan :

a. Perawat atau pemberi asuhan memperhatikan mimik dan gerak bibir lansia.

b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata yang
diucapkan lansia.

c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.

d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan perlahan.

e. Memperhatikan setiap detail informasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.

f. Bila perlu, gunakan bahasa tulis dan simbol.

g. Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan dengan lansia untuk
menjadi mediator komunikasi.

4. Lansia yang Tidak Sadar

Ketidaksadaran mengakibatkan fungís sensorik dan motorik lansia mengalami penururnan sehingga
sering kali stimulus dari luar tidak dapat diterima dan lansia tidak dapat merespon kembali stimulus
tersebut. Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang
berat, syok, pingsan, kondisi tidur, kondisi anastesi, gangguan berat yang terkait dengan penyakit
tertentu (koma diabetikum).

Seringkali timbal pertanyaan tentang perlu atau tidaknya perawat atau pemberi asuhan
berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun, secara etis
penghargaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan
komunikasi pada lansia yang tidak sadar.

Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran, hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain :

Perawat atau pemberi asuhan harus berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat
dengan lansia karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang
mengalami penurunan kemampuan menerima rangsangan pada individu yang tidak sadar. Individu
yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungannya walaupun ia tidak mampu
meresponnya kembali.
Perawat atau pemberi asuhan harus mengambil asumís bahwa lansia dapat mendengar
pembicaraan kita. Usahakan mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan di dekat lansia.

Perawat atau pemberi asuhan harus memberi ungkapan verbal sebelum menyentuh lansia.
Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada lansia
dengan penurunan kesadaran.

Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu lansia berfokus pada
komunikasi yang dilakukan.

5. Lansia dengan Penurunan Daya Ingat

Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demencia atau kepikunan mengalami kesulitan
untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan
lansia maupun pemberi asuhan. Perawat atau pemberi asuhan perlu :

1. Mengenali minimal 10 gejala berikut :

a. Lupa kejadian yang baru saja di alami

b. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari

c. Kesulitan dalam berbahasa

d. Disorientasi waktu dan tempat

e. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat

f. Kesulitan berpikir abstrak

g. Salah menaruh barang (mis: setrika disimpan dalm kulkas)

h. Peubahan suasana hati

i. Perubahan perilaku dan kepribadian

j. Kehilangan inisiatif

2. Menyiapkan mental. Perawat atau pemberi asuhan sebelum berkomunikasi dan memberi
asuhan keperawatan dan pelayanan sosial kepada lansia terlebih dahulu sudah harus siap mental ,
yaitu :

a. Menyadari bahwa akan menghadapi situasi yang sulit

b. Mengingat bahawa lansia yang mengalami penurunan daya ingat mungkin menderita demensia

c. Siap untuk ”tidak dihargai”


d. Mengabaikan nalar

e. Kemarahan Anda sebaiknya disalurkan ke tempat lain

f. Memfokuskan pada saat yang menyenangkan

g. Menghindari menganggap bahwa lansia selalu membuat ulah

h. Mengupayakan selalu mengembangkan rasa humor

i. Menghargai diri sendiri

j. Bila perlu menggunakan jasa respite care

3. Memberi asuhan keperawatan

a. Minta pertolongan orang lain :

· Mengikutsertakan dalam kelompok pemberi bantuan

· Dapatkan bantuan dari keluarga atau sahabatnya

· Tidak menunggu sampai terjadi masalah

· Dapatkan orang yang dapat diandalkan dan dapat memberi pertolongan

· Dapatkan keterangan mengenai sumber di masyarakat yang dapat memberi pertolongan

b. Perhatikan kebutuhan pribadi :

Makanan yang cukup gizi

Olahraga atau latihan fisik yang cukup dan teratur

Tidur yang cukup

Meluangkan waktu untuk diri sendiri (mis: menjenguk teman)

Mengenali perasaan frustasi, sedih, marah, dan depresi. Tentukan orang yang dapat dipercaya untuk
membicarakan apa yang Anda rasakan

c. Hindari kesendirian :

· Cari hobi atau aktivitas yang disukai

· Aktif dalam kegiatan rohani atau sosial

· Menjalin komunikasi dengan orang yang dianggap masih produktif dalam berpikir
Penyakit demensia Alzheimer membutuhkan penanganan yang ”menyeluruh” dan melibatkan
lingkungannya. Lingkungan tersebut meliputi kerabat dan sahabat yang terdiri dati seluruh anggota
keluarga, orang dekat atau teman yang peduli dan menaruh minat dalam lansia.

Perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan lansia sehari-hari :

1. Makan

a. Penuhi kebutuhan eliminasi sebelum makan

b. Kurangi kebisingan ruangan dan pengalih perhatian

c. Singkirkan benda-benda yang tidak perlu

d. Gunakan piring yang polos

e. Beri satun alat makan dan satu macam makanan

f. Ingatkan cara makan

g. Sajikan makanan dalam potongan kecil agar tidak tersedak

h. Ingatkan pasien untuk makan secara perlahan

i. Perhatikan pasien bila tidak dapat membedakan rasa panas atau dingin

j. Bila kesulitan menelan, konsultasikan ke dokter

k. Beri tahu tahap-tahap makan ( mulai dari memegang sendok sampai memasukkan makanan ke
mulut)

2. Mandi

a. Siapkan air mandi, handuk, pakaian pengganti sebelum mandi

b. Periksa suhu air

c. Pasang pengaman/pegangan

d. Coba mandikan dengan shower

e. Pakai spon

f. Jaga privasinya

g. Beri tahukan apa yang akan Anda lakukan

h. Bilalansia menolak mandi coba tawarkan lagi beberapa waktu kemudian

i. Izinkan lansia melakukan tindakan tanpa bantuan

j. Pertahankan tentang keselamatan


3. Berpakaian dan berhias

a. Susun pakaian yang akan dipakai sesuai urutan

b. Gunakan pakaian yang nyaman dan dapat dicuci

c. Pilih pakaian yang mudah dipakai (hindari menggunakan kancing), lebih baik yang
menggunakan karet

d. Sebaiknya pakaian berkancing belakang bila pasien sering membuka pakaiannya

4. Eliminasi

a. Kesulitan defekasi harus di konsultasikan ke dokter

b. Buat jadwal teratur ke toilet (mis: 3 jam sekali, sesudah makan, sebelum makan)

c. Perhatikan tanda yang menunjukkan adanya keinginan ke toilet (mis: mondar-mandir atau
menarik-narik retsluiting)

d. Pastikan ia cukupmendapat cairan karena dehidrasi dapat menyebabkan gejala demensia


Alzheimer menjadi lebih buruk dan mencegah konstipasi

e. Kurangi zat cai dan makanan bergas sesudah makan malam

f. Pastikan makanan mengandung serat (sayuran dan buah-buahan)

g. Tandai pintu toilet dengan tulisan yang menyolok dengan huruf besar atau gambar/simbol

h. Biarkan toilet terbukas ehingga mudah ditemukan

i. Usahakan lantai kamar mandi di cat warna yang berbeda

j. Singkirkan ember, pot, dan benda yang menerupai dudukan toilet

k. Hindari sikap mempermalukan atau memarahi lansia

l. Pastikan pakaian mudah dibuka

m. Sediakan pispot di samping tempat tidur (bila perlu)

Lansia demensia Alzheimer mudah bingung terhadap suara atau warna yang berlainan, dan bila
berada dalam lingkungan yang menakutkan timbul perasaan yang berlebihan. Semua ini dapat
membuat marah dan mencemaskan untuk menciptakan pearsaan aman dan senang bagi lansia,
perawat harus :
1. Berfokus pada pencegahan

a. Berusaha mencegah masalah

b. Kecelakaan dapat terjadi bla seseorang terlalu diburu-buru

c. Beri waktu yang cukup

d. Jika lansia seorang perokok, awasi pemakaian rokok dan korek

2. pertahankan keamanan dan keselamatan

a. Pasang pintu di atas tangga dan alat untuk pegangan

b. Pasang kunci pada lemari tempat alat-alat berbahaya (pisau, alat pembersih)

c. Pasang penutup pada kenop pintu sehingga menghalangi lansia keluyuran

d. Ciptakan suasana sederhana. Keluarkan semua perabotan/mebel yang tidak perlu serta Segala
macam yang mengacaukan pikiran termasuk perhiasan

e. Simpan barang yang sering dipakai selalu di tempat yang sama

f. Keluarkan barang-barang yang dapat menyebabkan kebingungan (mis: krim cukur berdekatan
dengan pasta gigi)

g. Sigkirkan barang yang berbahaya, termasuk tanaman beracun

h. Singkirkan benda-benda kecil yang dapat ditelan dan simpan semua alat-alat yang tajam

i. Pastikan kabel listrik berada dalam keadaan aman

j. Sediakanpenerangan yang cukup. Pakai lampu yang tidak mudah jatuh. Pasang lampu malam
ditempat tidur, di gang, dan di kamar mandi.

k. Pastikan ada penerangan yang cukup dan hindarti bayang-bayang sehingga dapat
mengakibatkan persepsi yang salah dari lansia

l. Amankan dapur. Pindahkan kenop oven bila kompor tidak dipakai. Simpan alat-alat dapur
dengan aman

m. Ciptakan kamar tidur yang aman. Sediakan bangku untuk duduk. Pastikan alat pengatur suhu
pada alat pemanas air telah diturunkan untuk menghindari kebakaran. Lantai harus selalu kering dan
gunakan keset antiselip agar tidak tergelincir . keluarkan kunci dari pintu kamar mandi

3. Bersiap menghadapi keadaan darurat


a. Buat petunjuk tertulis untuk menghadapi kebakaran atau bentuk lain keadaan darurat dan
pasang dekat telepon, bersama telepon polisi, pemadam kebakaran dan dokter

b. Siapkan foto terbaru lansia tersebut agar dapat membantu polisi bila lansia hilang

c. Pasien harus memamkai kalung identitas atau tanda ”memory lost”

d. Jangan biarkan lansia sendirian dirumah, walaupun untuk beberapa menit

6. Lansia dengan Perilaku Sulit

Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau kehilangan memori, memperlihatkan tingkah laku
yang sulit. Untuk menjamin keamanannya dan memberinya martabat, perawat atau pemberi asuhan
harus bersikap :

a. Hindari sikap mengharapkan lansia ingat karena adanya penurunan daya ingat membuat lansia
tidak akan dapat mengingat banyak hal. Bahkan lansia akan bingung bila kita mengajukan
pertanyaan ”Apakah bapak tidak ingat?”

b. Bila lansia menjadi gelisah mereka menunjukkan perilaku yang sulit. Alihkan perhatiannya
dengan kegiatan yang lain, misalnya mengajaknya minum teh bersama bila lansia mondar-mandir
atau berjalan terus mengitari rumah

c. Ciptakan kegiatan dan komunikasi yang sederhana. Kegiatan hendaknya dibuat menjadi lebih
sederhana dan bertahap. Pasien demensia mampu memusatkan pikiran dan menyelesaikan
kegiatannya secara bertahap

d. Ciptakan rutinitas dengan menetapkan aktivitas yang tetap dilakukan setiap hari termasuk
bangun pagi, makan, dan berbagai kegiatan lain sehinga dapat membantu mengurangi kegelisahan
dan mengembangkan perasaan gembira bagi penderita demensia Alzheimer

e. Beri penentraman hati dan pujian yang akan meningkatkan harga diri dan memperkuat
perilakunya

f. Hindari berdebat dengan pasien demensia

g. Libatkan dalam kegiatan sosial yang dapat menjamin pasien demensia kontak langsung dengan
orang lain

h. Ciptakan lingkungan tetap sederhana, aman, dan tenang

Keterampilan tertentu diperlukan perawat untuk mencapai dan mempertahankan hubungan


terapeutik. Keterampilan ini menghubungkan keterampilan verbal dan non-verbal sertas sikap dan
perasaan perawat. Keterampilan ini dibagi dalam dua dimensi, yakni:

1. Dimensi responsive

a. keikhlasan (kesejatian)
b. menghormati dan menghargai orang lain termasuk lansia dan keluarganya

c. empati

d. konkret (member penjelasan dengan terminologi yang spesifik dan tidak abstrak).

2. Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk didalamnya konfrontasi, kesegeraan dalam memberikan bantuan kepada lanjut
usia, pembukaan dan bermain peran. Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks
kehangatan, penerimaan dan pengertian dalam bentuk dimensi responsive.

Bab 3

Penutup

3.1 Simpulan

Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta
ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai,
waktu, dan ruang yang turut memengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat. Komunikasi juga akan memberikan
dampak terapeutik bila dalam penggunaannya diperhatikan sikap dan teknik komunikasi terapeutik.
Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor
penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

Saran

Lansia perlu diberi kesempatan untuk bersosialisasi atau berkumpul dengan orang lain. Selain untuk
mempertahankan keterampilan berkomunikasi juga untuk menunda kepikunan. Dengan demikian,
mereka juga dapat merasakan kegembiraan bersama orang lain dan merasakan peredaan stress.
Beberapa kegiatan yang dapat diikuti oleh lansia adalah arisan, kegiatan rohani, pemeriksaan di
posyandu, melayat, menjenguk teman sakit, menghadiri undangan, atau senam lansia bersama.

Perawat atau pemberi asuhan harus mampu melakukan teknik komunikasi secara baik dan efektif.
Komunikasi yang dijalin harus bersifat terapeutik.

You might also like