You are on page 1of 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE

Tugas ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata ajar keperawatan paliatif
Dengan dosen Sondang Deri Maulina Pasaribu, S.Kep., M.HKes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4

1. Devi Andriani
2. Niken Sulistya Prahesti
3. Nilawati
4. Umatun Khasanah
5. Suyati

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES IMC BINTARO
TAHUN AJARAN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis aturkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, taufik, serta
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pengerjaan makalah ini. Adapun makalah ini membahas tentang asuhan keperawatan
paliatif care. Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
menjelang ajal dan paliatif.
Seperti halnya kata pepatah, “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”. Meskipun dalam
penulisan makalah ini penulis telah mengoptimalkan kemampuan yang penulis miliki,
tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan didalamnya. Untuk itu penulis mohon maaf.

Akhir kata, semoga penyusunan dan penulisan makalah ini memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalammualaikum Wr.Wb

Jombang, 15 Maret 2019


Penulis

2
DAFTAR ISI

PENGANTAR…………………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………….4
B. Tujuan…………………………………………………………………...…5

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Paliatif Care ……………………………………………… …...6
B. Tujuan Perawatan Paliatif Care…………………………………………….8
C. Prinsip Perawatan Paliatif Care ……………………………………………8
D. Perkembangan Keperawatan Paliatif……………………………………….9
E. Perkembangan Hospice Care ……………………………………………..10
F. Hak Hak Penderita ………………………………………………………..
G. Dimensi kualitas hidup
H. Model / Tempat perawatan Paliatif Care
I. Peran Fungsi Perawat Pada Askep Paliatif
J. Prinsip Asuhan Keperawatan paliatif
K. Paliatif Care Plan

BAB III PRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


A. Pengkajian Keperawatan pada pasien Terminal
B. Rumusan Diagnosa Keperawatan
C. Perencanaan Tindakan Keperawatan
D. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada pasien terminal
E. Pelaksanaan Perawatan lanjutan dirumah
F. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Pasien Terminal

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE

BAB V PENUTUP

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu masalah kesehatan utama dewasa ini adalah meningkatnya jumlah penderita
kanker yang sudah tidak bisa dibendung lagi oleh karena itu diskusi mengenai end of live
care akhir hidup pasien & menjadi sangat penting. Beberapa tahun terakhir terjadi
kemajuan pada perawatan akhir pasien khususnya pada pasien pasien dengan kanker
Perawatan akhir hayat tersebut diharapkan bisa memberikan kenyamanan secara fisik,
mental, emosional dan dukungan sosial pada pasien- pasien yang berada pada tahap
lanjut. Dukungan pada pasien-pasien ini dinilai merupakan suatu komponen yang sangat
penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan kepedulian sosial terhadap mereka.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 812/Menkes/SK/VII/2007


tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya
jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan
anak seperti penyakit kanker, penyakit degenerati, penyakit paru obstrukti kronis, cystic
fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit
infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliati, disamping kegiatan
promoti, preventif, kuratif, rehabilitatif. Namun saat ini pelayanan kesehatan di indonesia
belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut
terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan
tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan
keluarganya.
Pada stadium lanjut pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik,namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

Berdasarkan tingkat insidensi beberapa kasus diatas dibutuhkan upaya untuk


meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan penyakit yang belum
dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan rehabilitatif bagi pasien dengan
stadium terminal. (Fitria C.N, 2010). Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan
dilakukannya pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif yang tidak hanya
diperlukan pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan,
tetapi kualitas kemampuan perawat dalam memberikan perawatan yang sesuai dengan

4
keadaan pasien berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki dan
diperoleh dari pendidikan dalam menjalankan program pelayanan tersebut. karena kualitas
sumber daya manusia atau karyawan tersebut diukur dari kinerja karyawan itu sendiri
(Notoatmodjo, 2007 dalam Kurniawati 2012).

Perawatan paliatif merupakan bagian penting dalam perawatan pasien yang terminal
yang dapat dilakukan secara sederhana sering kali prioritas utama adalah kualitas hidup
dan bukan kesembuhan dari penyakit pasien. Tujuan perawatan paliatif adalah
meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses normal, tidak
mempercepat atau menunda keamatian, menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang
mengganggu, menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual, mengusahakan agar
penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya dan mengusahakan membantu mengatasi duka
cita pada keluarga.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan diadakannya masalah ini dan pembahasan semoga mahasiswa S1 Keperawatan
dapat memahami dan menerapkan keperawatan paliatif dalam dunia keperawatan.
Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan paliatif care.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Perawatan Paliatif
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dari Perawatan Paliatif
c. Mahasiswa mampu menjelaskan lingkup Perawatan Paliatif
d. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip Perawatan Paliatif
e. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis Perawatan Paliatif
f. Mahasiswa mampu menjelaskan model / tempat Perawatan Paliatif
g. Mahasiswa mampu menjelaskan peran Fungsi Perawat pada Asuhan Keperawatan
Paliatif
h. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip asuhan Keperawatan Paliatif

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Paliatif Care


Ungkapan “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu “pallium” yang artinya
adalah menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan untuk menutupi
atau menyembunyikan keluhan pasien dan memberikan kenyamamanan ketika tujuan
penatalaksanaan tidak mungkin disembuhkan (Muckaden,2011).

Definisi Perawataan Paliatif yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005
bahwa perawatan paliatif adalah system perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain,
memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai
akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.
Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan
pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya termasuk tujuan hidup
harapan dan niatnya. Dimensi dari kualitas hidup yaitu gejala fisik kemampuan
fungsional (aktivitas), kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan
terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan ),orientasi masa depan kehidupan
seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri, fungsi dalam bekerja.

Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliati yang dilakukan di rumah
pasien oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/pengawasan tenaga
paliatif.

Hospice adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak
dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di
rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat
memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada dengan keadaan
seperti dirumah pasien sendiri.

Sarana ( fasilitas ) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan


secara medis bagi masyarakat.

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif ( yaitu penyakit yang menuju ke arah
kematian, contohnya seperti penyakit jantung dan kanker atau penyakit terminal ini
dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis tidak ada lagi obat - obatan. tim medis sudah
give up ( menyerah ) dan seperti yang dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini
mengarah kearah kematian

6
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Perawatan Paliatif diberikan sejak
diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium
dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Perawatan Paliatif harus
diberikan kepada penderita itu. Perawatan Paliatif tidak berhenti setelah penderita
meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota
keluarga yang berduka. Perawatan paliatif tidak hanya sebatas aspek fisik dari
penderita itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, social dan
spiritual.

Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan
hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara
individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode
pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikut
sertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan
secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka
timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan
terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan,
relawan, dan profesi lain yang diperlukan.

Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa


pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :

1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang


normal.
Kualitas hidup seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri, karena sifatnya
sangat spesifik, dan bersifat abstrak, sulit diukur. Walaupun demikian, seorang
tenaga medis, bersama penderita yang dibantu oleh keluarga harus mampu
menyingkap, bagaimana kualitas hidup yang di inginkan oleh penderita dan
bagaimana cara meraih dan mencapainya. Sebagai pedoman, Jennifer J Clinch dan
Harvey Schipper memberikan 10 dimensi kualitas hidup yang mendekati parameter
untuk pengukuran objektif :
a. Kondisi fisik (gejala dan nyeri)
b. Kemampuan fungsional (aktifitas)
c. Kesejahteraan keluarga
d. Kesejahteraan emosi
e. Spiritual
f. Fungsi sosial
g. Kepuasan pada layanan terapi (termasuk pendanaan)

7
h. Orientasi masa depan (rencana dan harapan)
i. Seksualitas (termasuk “body image”)
j. Fungsi okupasi
(Doyle, 2003)

2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.


3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
8. Menghindari tindakan yang sia-sia
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perawatan palliative adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya,
juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres
menghadapi penyakit yang dideritanya.

B. Tujuan Perawatan paliatif


Tujuan dari perawatan palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum
meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi penyakit
yang dideritanya.
Perawatan paliatif meliputi :
1. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya
2. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
3. Mengntegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien
4. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian
5. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
6. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluargamenghadapi penyakit pasien
dan kehilangan mereka.

C. Prinsip Perawatan Paliatif Care

Dalam memberikan perawatan paliatif sangat penting memperhatikan prinsip-


prinsipnya. Commitee on Bioethic and Committee on Hospital Care (2000) dalam Ningsih
(2011) mengembangkan untuk pengamanan praktik dan standar minimum dalam
meningkatkan kesejahteraan dengan kondisi hidup yang terbatas dan keluarganya, dengan

8
tujuan memberikan dukungan yang efektif selama pengobatan, dan memperpanjang
kehidupan.
Prinsip dasarnya terintegrasi pada model perawatan paliatif yang meliputi :
a. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya.

Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghargai dan menghormati


keingingan pasien dan keluarga. Sesuai dengan prinsip menghormati maka informasi
tentang perawatan paliatif harus disiapkan untuk pasien dan keluarga, yang mungkin
memilih untuk mengawali program perawatan paliatif. Kebutuhankebutuhan keluarga
harus diadakan/disiapkan selama sakit dan setelah pasien meninggal untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi cobaan berat.
b. Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas.

Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka petugas
kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang sesuai untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien, terapi lain meliputi pendidikan, kehilangan dan penyuluhan pada
keluarga, dukungan teman sebaya, terapi musik, dan dukungan spiritual pada keluarga
dan saudara kandung, serta perawatan menjelang ajal.
c. Mendukung pemberi perawatan (caregiver).

Pelayanan keperawatan yang profesional harus didukung oleh tim perawatan paliatif,
rekan kerjanya, dan institusi untuk penanganan proses berduka dan kematian.
Dukungan dari institusi seperti penyuluhan secara rutin dari ahli psikologi atau
penanganan lain.
d. Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif

Penyuluhan pada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan perawatan untuk


pasien dan nilai perawatan paliatif serta usaha untuk mempersiapkan serta memperbaiki
hambatan secara ekonomi. Perawatan paliatif merupakan area kekhususan karena
sejumlah klien meninggal serta kebutuhannya akan perawatan paliatif lebih ke
pemberian jangka panjang, perawatan yang dibutuhkan tidak hanya kebutuhan fisik
klien tetapi juga kebutuhan, emosi, pendidikan dan kebutuhan sosial,serta keluarganya.

D. Perkembangan Keperawatan Paliatif


Dari seminar keperawatan 2007 yang berjudul “Home Care: Bukti Kemandirian
Perawat”, menyebutkan bahwa di negara maju, perawatan khusus bagi mereka yang
akan segera meninggalmerupakan kolaborasi antara keluarga dan para profesional, dan
memberikan layanan medis, psikologis, social dan spiritual. Pengobatan paliatif

9
bermaksud mengurangi nyeri dan mengurangi symptom selain nyeri sepertimual,
muntah dan depresi.

Pelayanan yang diberikan meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat
rumah, day care, dan respite care.

Pengertian rawat jalan dan rawat inap sudah cukup jelas. Rawat rumah (home
care) dilakukan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita, terutama yang
karena alasan-alasan tertentu tidak dapat datang ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan
oleh tim yang terdiri atas dokter paliatif, psikiater, perawat, dan relawan, untuk
memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami penderita kanker
dan keluarganya, bukan hanya menyangkut masalah medis/biologis, tetapi juga
masalah psikis, sosial, dan spiritual.

Day care merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak memerlukan
rawat inap, misalnyaperawatan luka, kemoterapi, dsb. Sedang respite care merupakan
layanan yang bersifat psikologis. Di sini penderita maupun keluarganya dapat
berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker
lain, mengikuti terapi musik, atau sekedar bersantai danberistirahat. Bisa juga
menitipkan penderita kanker (selama jam kerja), jika pendamping ataukeluarga yang
merawatnya ada keperluan lain.

E. Perkembangan Hospice Care


Di Indonesia, perawatan di hospis atau Hospice care merupakan hal yang baru.
Falsafah Hospice Care adalah manusia yang menderita harus dibantu dan diringankan
penderitaannya, agar kualitas hidupnya dapat ditingkatkan selama sakit sampai ajal,
dan meninggal dengan tenang.
Lembaga Pelayanan Kesehatan, terdiri dari :

a. Rawat Jalan
b. Institusi
c. Hospice
d. Community Based Agency
Hospice care adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana
pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan
meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek
bio-psiko-sosial-spiritual (Hospice Home Care, 2011).
Ruang lingkup :
1. Pasien yg tinggal di daerah pedalaman.
2. Pasien dengan kanker, heart disease, AIDS, kidney and lung disease.

10
3. Pasien di nursing home.
4. Pasien yg tinggal sendirian

Tujuan Pelayanan Hospice Care :

1. Meringankan pasien dari penderitaannya.


2. Memberikan dukungan moril, spirituil maupun pelatihan praktis dalam hal
perawatan pasienbagi keluarga pasien dan pelaku rawat.
3. Memberikan dukungan moril bagi keluarga pasien selama masa duka cita.

Tim Pelaksana Hospice Care :

1. Dokter
2. Perawat
3. Pekerja Sosial
4. Relawan

Bentuk Hospice Care :


1. The Institution Hospice Care
2. Hospice Home Care
3. Palliative Care

Standar Asuhan Keperwatan :

1. Standard I
Perawat mengumpulkan data kesehatan klien.
2. Standard II
Dalam menetapkan diagnosa keperawatan, perawat melakukan analisa terhadap
data yang telah terkumpul.

3. Standard III
Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan baik dari klien maupun
lingkungannya

4. Standard IV
Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan dengan menetapkan
intervensi yangakan dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

5. Standard V
Perawat melaksanakan rencana intervensi yang telah di tetapkan dalam
perencanaan.

11
6. Standard VI
Perawat melakukan evaluasi terhadap kemajuan klien yang mengarah ke
pencapaian hasil yangdiharapkan.
Standar Kinerja Profesional (Profesional Performance)
1. Standard I

Kualitas asuhan keperawatan, perawat melakukan evaluasi terhadap kualitas dan


efektifitas praktik keperawatan secara sistematis
2. Standard II

Performance Appraisal , perawat melakukan evaluasi diri sendiri terhadap praktik


keperawatanyang dilakukannya dihubungkan dengan standar praktik professional,
hasil penelitian ilmiahdan peraturan yang berlaku.
3. Standard III

Pendidikan, perawat berupaya untuk selalu meningklatkan pengetahuan dan


kemampuandirinya dalam praktik keperawatan.
4. Standard IV

Kesejawatan, perawat berinteraksi dan berperan aktif dalam pengembangan


professionalismsesama perawat dan praktisi kesehatan l ainnya sebagai sejawat.
5. Standard V

Etika, putusan dan tindakan perawat terhadap klien berdasarkan pada landasan
etika profesi
6. Standar VI
Kolaborasi, dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat berkolaborasi
dengan klien,keluarga dan praktisi kesehatan lain.
7. Standar VII
Penelitian, dalam praktiknya, perawat menerapkan hasil penelit ian
8. Standard VIII

Pemanfaatan sumber, perawat membantu klien atau keluarga untuk memahami


resiko,keuntungan dan biaya perencanaan dan pelaksanaan asuhan

F. Hak Hak Penderita


1. Tahu status kesehatannya

12
2. Ikut serta merencanakan perawtan
3. Dapat informasi tindakan invasif
4. Pelayanan tanpa diskriminasi
5. Dirahasiakan oenyakitnya
6. Dapat bekerja dan dapat produktif
7. Berkeluarga
8. Perlindungan asuransi
9. Pendidikan yang layak

G. Dimensi kualitas hidup


Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey
Scipper (1999) adalah :
1. Penanganan permasalah kondisi fisik (gejala dan nyeri)
2. Kemampuan fungsional dalam beraktifitas
3. Kesejahteraan keluarga
4. Kesejahteraan emosional
5. Spiritual
6. Fungsi sosial
7. Kepuasan pada layanan terapi (termasuk pendanaan)
8. Orientasi masa depan (rencana dan harapan)
9. Seksualitas (termasuk “body image”)
10. Fungsi okupasi

H. Model/Tempat Perawatan Paliatif Care


Menurut Muckaden (2011) dalam memberikan perawatan paliatif harus dimulai saat
didiagnosa dan diberikan selama mengalami sakit dan dukungan untuk berduka.
Penatalaksanaan awal secara total oleh tim paliatif akan memfasilitasi ke perawatan yang
terbaik. Tempat perawatan paliatif dapat dilaksanakan rumah sakit, hospice, atau di rumah
klien. Keluarga dan anak agar dihargai dalam memilih tempat yang disukainya untuk
mendapatkan perawatan bila memungkinkan. Tempat perawatan dibutuhkan pada pelayanan
yang tepat dengan fasilitas kesehatan, homecare atau sarana ke hospice terdekat. Tempat
perawatan paliatif dapat dilaksanakan :
a. Rumah sakit, (Hospice hospital care), Poliklinik, Rawat singkat, Rawat Inap

Perawatan di rumah sakit diperlukan jika klien harus mendapat perawatan yang
memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus. Pemberian
perawatan paliatif harus memperhatikan kepentingan pasien dan melaksanakan tindakan
yang diperlukan meskipun prognosis klien memburuk serta harus mempertimbangkan
manfaat dan resikonya sehingga perlu meminta dan melibatkan keluarga.

13
b. Di hospice (Hospice care)

Perawatan klien yang berada dalam keadaan tidak memerlukan pengawasan ketat atau
tindakan khusus serta belum dapat dirawat di rumah karena memerlukan pengawasan
tenaga kesehatan. Perawatan hospice dapat dilakukan di rumah sakit, rumah atau rumah
khusus perawatan paliatif, tetapi dengan pengawasan dokter atau tenaga kesehatan yang
tidak ketat atau perawatan hospice homecare yaitu perawatan di rumah dan secara teratur
dikunjungi oleh dokter atau petugas kesehatan apabila diperlukan.
c. Di rumah (Hospice home care)

Pada perawatan di rumah, maka peran keluarga lebih menonjol karena sebagian
perawatan dilakukan oleh keluarga, dan keluarga sebagai caregiver diberikan latihan
pendidikan keperawatan dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin dilakukan bila klien
tidak memerlukan alat khusus atau keterampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan
oleh keluarga.

d. Praktek bersama , Tim/ kelompok perawatan paliatif

I. Peran Fungsi Perawat pada Asuhan Keperawatan Paliatif


Menurut Matzo dan Sherman (2006) dalam Ningsih (2011) peran perawat paliatif meliputi :
a. Praktik di Klinik

Perawat memanfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan mengevaluasi keluhan serta


nyeri. Perawat dan anggota tim berbagai keilmuan mengembangkan dan
mengimplementasikan rencana perawatan secara menyeluruh. Perawat mengidentifikasikan
pendekatan baru untuk mengatasi nyeri yang dikembangkan berdasarkan standar perawatan
di rumah sakit untuk melaksanakan tindakan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan
keperawatan, maka keluhan sindroma nyeri yang komplek dapat perawat praktikan dengan
melakukan pengukuran tingkat kenyamanan disertai dengan memanfaatkan inovasi, etik dan
berdasarkan keilmuannya.
b. Pendidik

Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek,etik dan diskusi tentang penatalaksanaan


keperawatan di klinik,mengkaji pasien dan keluarganya serta semua anggota tim menerima
hasil yang positif. Perawat memperlihatkan dasar keilmuan/pendidikannya yang meliputi
mengatasi nyeri neuropatik,berperan mengatasi konflik profesi, mencegah dukacita, dan
resiko kehilangan. Perawat pendidik dengan tim lainnya seperti komite dan ahli farmasi,
berdasarkan pedoman dari tim perawatan paliatif maka memberikan perawatan yang

14
berbeda dan khusus dalam menggunakan obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri
neuropatik yang tidak mudah diatasi.
c. Peneliti

Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaanpertanyaan penelitian dan


memulai pendekatan baru yang ditunjukan pada pertanyaan-pertanyaan penelitian. Perawat
dapat meneliti dan terintegrasi pada penelitian perawatan paliatif.
d. Bekerja sama (collaborator)

Perawat sebagai penasihat anggota/staff dalam mengkaji bio-psiko-sosialspiritual dan


penatalaksanaannya. Perawat membangun dan mempertahankan hubungan kolaborasi dan
mengidentifikasi sumber dan kesempatan bekerja dengan tim perawatan paliatif,perawat
memfasilitasi dalam mengembangkan dan mengimplementasikan anggota dalam pelayanan,
kolaborasi perawat/dokter dan komite penasihat. Perawat memperlihatkan nilai-nilai
kolaborasi dengan pasien dan keluarganya,dengan tim antar disiplin ilmu, dan tim kesehatan
lainnya dalam memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
e. Penasihat (Consultan)

Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan paliatif dan komite
untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam pertemuan/rapat tentang kebutuhan-
kebutuhan pasien dan keluarganya

J. Prinsip Asuhan Perawatan Paliatif


1. Melakukan pengkajian dengan cermat, mendengarkan keluhan dengan sungguh-
sungguh
2. Menetapkan diagnosa / masalah keperawatan dengan tepat
3. Merencanakan asuhan keperawatan
4. Melaksanakan tindakan / asuhan keperawatan
5. Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat

K. Paliatif Care Plan


Melibatkan seorang partnership antara pasien, keluarga, orang tua, teman sebaya dan
petugas kesehatan yang profesional. Support fisik, emosional, psikososial dan spiritual
khususnya, melibatkan pasien pada self care, pasien memerlukan atau membutuhkan
gambaran dan kondisi (kondisi penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai,
Menyediakan diagnostic atau kebutuhan intervensi terapeutik guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari pasien dan keluarga
(Doyle, Hanks and Macdonald, 2003: 42)

15
16
BAB III

PRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


1. Batasan Pasien Terminal

Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit / sakit yang
tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.

Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis,
social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal
ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk
dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.

Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/ mengancam hidup, antara
lain :

 Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal,Sirosis Hepatis, Penyakit


Ginjal Kronis, Gagal Jantung dan HIpertensi
 Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca Pankreas, Ca Liver, Leukemia
 Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus dll
 Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia

 Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ Vital (Paru-Paru atau jantung)
ginjal dll.

Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam
empat fase, yaitu :
a. Fase Prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit

b. Fase Akut; berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
c. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.

d. Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti
terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :

17
a) Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne
stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah
menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.

b) Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic,


kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon),
retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan
atau kondisi penyakit mis gagal ginjal
c) Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun
d) Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut

e) Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun. penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi
menurun.

f) Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan

g) Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.

h) Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi / barrier komunikasi.

Perubahan Sosial-Spiritual, klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat


kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian
sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang
yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon
terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian

18
utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan
kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah
lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama
dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang
hidup.

2. Cara Mengkaji Tingkat Kesadaran

Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya dan hubungan dengan lingkungan
sekitarnya. Menurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran dibagi 3 :
1) Closed Awarness
2) Mutual Pretense
3) Open Awarness

Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan metode GCS (Glasgow Coma
Scale) adalah
1) Skor GCS 14-15 : Compos Mentis/Alert/Sadar Penuh
2) Skor GCS 11 – 13 : Somnolent
3) Skor GCS 9 – 11 : Sopor
4) Skor GCS 3-8 : Koma

JENIS PEMERIKSAAN NILAI

Respon motorik ( M )

• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri 5

• Fleksi norma 4

19
• Dekortasi 3

• Deserebrasi 2

• Tidak ada 1

Respon Verval ( V )

• Orientasi baik 5
• Bicara kacau / bingung 4
• Kata-kata tidak teratur 3

• Suara tidak jelas 2

• Tidak ada 1

Respon buka mata


( Eye Opening E )

• Spontan 4
• Terhadap suara 3
• Terhadap nyeri 2

• Tidak ada 1

3. Faktor-Faktor yang perlu dikaji

a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi,
cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.

Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian. Perawat harus
respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.

b. Faktor Psikologis

20
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah
yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus
mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal menunjukan lima tahapan, yaitu :

a. Denial (menolak), pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak seperti tidak
terjadi sesuatu, dia mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan
seperti ‘ tidak mungkin, hal ini tidak akan terjadi pada saya, saya tidak akan mati karena
kondisi ini’ umum dilontarkan klien.

b. Anger (Marah) individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak pada
seseorang atau lingkungan di sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum obat,
menolak tindakan medis, tidak ingin makan, adalah respon yang mungkin ditunjukan
klien dalam kondisi terminal.

c. Bargaining (Tawar Menawar), individu berupaya membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kematian. Seperti “ Tuhan beri saya kesembuhan,
jangan cabut nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti program pengobatan’.

d. Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk klien
merasa terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien
banyak berdiam diri dan menyendiri.

e. Aceptance(Penerimaan), reaksi fisiologis semakin memburuk, klien mulai menyerah


dan pasrah pada keadaan atau putus asa.

Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi
terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.
c. Faktor Sosial

Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada
kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan
sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering
membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri,
sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual

Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap
pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan
ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat

21
seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.

4. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal

Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi
reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga
mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh
menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya,
sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. Keyakinan spiritual mencakup praktek
ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan
melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual
pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.

B. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


1. Jenis Diagnosa Keperawatan

Perawat mengumpulkan data-data senjang untuk membuat diagnosa keperawatan klien pada
kondisi terminal. Mengelompokan perubahan/ masalah fisik, psikologis, social, spiritual klien
dan keluarganya kedalam kelompok actual atau potensial.

Perawat harus mengidentifikasi batasan/karakteristik yang membentuk dasar untuk kelompok


diagnosa yang actual atau potensial.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terminal

Klien menjelang ajal / kondisi terminal membutuhkan pertimbangan khusus ketika diagnosa
keperawatn ditegakkan. Klien yang sakit terminal menyebabkan berbagai perubahan kondisi
seperti perubahan citra tubuh, cacat fisik atau perubahan konsep diri. Sejalan dengan
memburuknya kondisi klien perawat membuat diagnos yang relevan dengan kebutuhan dasar
seperti perubahan rasa nyaman, perubahan eliminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan
sensoris dan sebagainya. Berbagai kondisi tersebut bisa dituangkan dalam bentuk diagnosa
actual atu potensial.

Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data pengkajian fisik harus dikumpulkan
dengan sering dan dapat digunakan untuk memvalidasi diagnosa.
Contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kondisi terminal antara lain :
a. Nutrisi tidak terpenuhi berhubungan dengan intake/asupan tidak adekuat

22
b. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
d. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
e. Potensial terjadi kecelakaan fisik berhubungan dengan kelemahan

f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan pasien menerima


keadaannya

g. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan klien mengungkapkan perasaannya


dalam menghadapi kematian
h. Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi kematian

C. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


1. Prinsip Rencana Keperawatan pada pasien terminal

Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus


mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. Perawat harus lebih
toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk
mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup
pasien.
Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut :
 Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik
 Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
 Mempertahankan harapan
 Mencapai kenyamanan spiritual
 Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi
 Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna
 Membantu klien menerima kehilangan

2. Intervensi Keperawatan pada pasien terminal

Menurut Rando (1984), ada tiga kebutuhan utama klien terminal yaitu pengendalian nyeri,
pemulihan jati diri dan makna diri, dan cinta serta afeksi.

23
Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan menurunkan ansietas, perawat
dapat mendukung harga diri klien dengan menanyakan tentang pilihan perawatan yang
diinginkan. Perawat mendorong keluarga untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
klien dan keputusan bersama. Hal ini membantu menyiapkan keluarga ketika klien sudah tidak
mampu membuat pilihan.

Setiap klien dan keluarga harus ditangani secara unik dengan mengenali kebutuhan, rasa takut,
cita-cita, dan kekhawatiran mereka akan perubahan perjalanan penyakit. Klien terminal
mungkin mengkhawatirkan situasi dan dukacita dari orang yang ditinggalkan. Selain
membutuhkan bantuan dengan masalah yang berhubungan dengan penyakit dan stress
emosional yang ditimbulkan, klien juga membutuhkan bantuan dalam masalah financial,
perubahan hubungan social dan seksual dan kesulitan dalam menghadapi rumah sakit. Perawat
bisa menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu untuk mengatasi masalah praktis pada pasien
terminal.

D. PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PASIEN


TERMINAL
1. Konsep Bimbingan dan Konseling pada Pasien Terminal

Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih
kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan
intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan
perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus
dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.

Pokok – pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien terminal
terdiri dari :
a. Peningkatan Kenyamanan.

Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress
psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan
penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena mengganggu
tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri umum
terjadi pada klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal juga mencakup
pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada
perawat dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa
memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan
kenyamanan pada klien.
b. Pemeliharan Kemandirian

24
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan lain
adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah.
Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien.
Sebagian besar klien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan
pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan
meningkatkan martabat klien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi klien terutama
jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa
memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan klien membuat keputusan.
c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif terhadap
klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat
mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi
pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah
kesepian. Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal
sepanjang waktu. Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu
bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.
d. Peningkatan Ketenangan Spiritual

Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta
rohaniawan. Ketika kematian mendekat, Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan
keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. Klien
menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum
menyerahkan diri kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari yang
maha kuasa atau dari anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan
cinta, cinta dapat diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh
simpati dari perawat dan keluarga.

Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan


ketrampilan komunikasi, empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau
mendengarkan musik.
e. Dukungan untuk keluarga yang berduka

Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang
yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus
diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang
terjadi selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.

2. Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien terminal

25
Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau keluarganya, harus
ditetapkan tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi tindakan perawatan.
Bimbingan yang diberikan harus berfokus pada peningkatan kenyamanan dan perbaikan sisa
kualitas hidup, hal ini berarti memberikan bimbingan pada aspek perbaikan fisik, psikologis,
social dan spiritual.

E. PELAKSANAAN PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAH


1. Batasan Perawatan Lanjut di Rumah

Penyakit terminal menempatan tuntutan yang besar pada sumber social dan financial. Keluarga
mungkin takut berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit yang dialami keluarga untuk
mengatasi kondisi anggota keluarganya yang terminal. Hal ini mencakup lamanya periode
menjelang ajal, gejala yang sulit dikontrol, penampilan dan bau yang tidak menyenangkan,
sumber koping yang terbatas, dan buruknya hubungan dengan pemberi perawatan. Alternatif
perawatan bisa dilaksanakan di rumah, dikenal dengan Perawatan Hospice.

Perawatan Hospice adalah program perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang
untuk membantu klien terminal dapat hidup nyaman dan mempertahankan gaya hidup
senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian besar klien dalam program
hospice mempunyai waktu hidup 6 bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia tahun
1879, yang kemudian di Inggris, amerika, dan Canada pada tahun 1970-an.
Komponen Perawatan Hospice yaitu:

o Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah


administrasi rumah sakit
o Control gejala (fisik,fisiologis, sosio-spiritual)
o Pelayanan yang diarahkan dokter.

o Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari dokter, perwat, rohaniawan,
pekerja sosial, dan konselor.
o Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu.
o Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
o Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah keamatian klien.
o Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian dari tim.

o Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang


pada kemampuan untuk membayar.
Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengontrol gejala ketimbang
pengobatan penyakit. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan .perawatan klien

26
dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien. Upaya diarahkan untuk tetap merawat
klien dirumah selama mungkin. Keluarga menjadi pemberi perawatan primer, pemberian
medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan sumber psikologis dan fisik yang
diperlukan untuk mendukung keluarga.

2. Sistem Rujukan

Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab perawatan.
Diluar negeri Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk pasien ke
system pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di rumah, system rujukan
bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh perawat home care dibawah yurisdiksi Registered
nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-tugas perawatan yang harus dilaksanakan oleh
perawat pelaksana yang telah mempunyai izin (lisenced) dari lembaga berwenang.
Prinsip Delegasi/Rujukan :
o Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat klien
o Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi asuhan
yang diberikan, bimbingan dan konseling pasien terminal

o Pemberian terapi intravena tergantung peraturan pemerintah setempat, ada yang


memberi kewenangan untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada
juga yang tidak.

o Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada perawat
pelaksana untuk merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar asuhan
keperawatan.

3. Langkah Perawatan Lanjut di Rumah

Perawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan fisik berupa perawatan
kebersihan diri, perawatan kulit, ambulasi, latihan dan mobilisasi, berpakaian, kemampuan
eliminasi dan lainnya. Perawatan harus memberikan kebersihan, keamanan, kenyamanan dan
lingkungan yang tenang. Inti perawatan harus bisa memberikan kenyamanan bagi klien,
peningkatan kemandirian, Pencegahan Kesepian dan Isolasi, peningkatan ketenagan spiritual.

F. DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL


1. Tujuan Dokumentasi Askep pada Pasien Terminal

Bentuk dokumentasi pasien terminal di tiap rumah sakit sangat variatif. Modiifikasi yang
dikembangkan berbeda-beda, namun secara garis besar tujuan dokumentasi adalah :

27
a. Memberi informasi perawatan seperti fakta, gambaran, hasil observasi kesehatan klien
ke tim kesehatan lainnya.
b. Menunjukan penampilan kerja perawat dalam merawat klien yang lebih spesifik

c. Merupakan catatan mutlak atau dokumen legal yang digunakan sebagai referensi
kesehatan klien.

2. Prinsip Aspek Legal dan Etik

Pada prinsipnya semua catatan kesehatan klien adalah dokumen legal. Dalam tinjauan legal-
etik, bentuk perawatan yang diberikan tetapi tidak dicatat sama saja dengan tidak memberikan
perawatan. Oleh karena itu penting untuk mencatat semua tindakan yang telah diberikan. Yang
legal adalah tindakan yang terdokumentasikan.

3. Teknik Pendokumentasian

Pendokumentasian atau Charting di tiap rumah sakit berbeda, terdapat 3 teknik


pendokumentasian, yaitu :

a. berorientasi pada sumber (Source Oriented), informasi kesehatan pasien


didokumentasikan berdasarkan sumber tim kesehatan yang membuat. Contoh ada 3
dokumentasi terpisah yaitu catatan kesehatan yang dibuat oleh dokter, perawat, atau
fisioterapi. Kekurangannya adalah untuk mengetahui gambaran lengkap/utuh dari
pasien, seseorang harus membaca secara terpisah tiap lembar dokumentasi klien dari
tiap sumber. Hal ini tentu akan menghabiskan waktu, jenis dokumentasi biasanya dalam
bentuk narasi.

b. Berorientasi pada Masalah (Problem –based Oriented), pendokumentasian berdasarkan


masalah yang ditemukan pada klien. Semua masalah actual maupun potensial dibuat
catatannya. Semua tim kesehatan mendokumentasikan pada lembar yang sama.
Keuntungannya semua gambaran kesehatan klien dapat mudah dibaca.

c. Teknik komputerisasi (Computer Assisted Oriented), secara konstan dari berbgai sumber
bisa dilihat informasi terkini perkembangan kesehatan klien. Data perkembangan
kesehatan klien dituangkan dalam format DAR (Data, Action, Responses).

4. Berpikir Kritis dalam pendokumentasian data

Dalam pendokumentasian perawat harus berpikir kritis, hal-hal apa saja yang penting
didokumentasikan untuk pasien terminal. Hal penting yang harus dicatat adalah :
o Perawat harus memperhatikan gejala fisik klien yang menyebabkan ketidaknyamanan
o Perawat harus mengenali tahapan menjelang ajal

28
o Perawat memberikan dukungan system / lingkungan bagi klien menjelang ajal/terminal

o Perawat dapat peka dan mampu menganalisa hal yang membuat pasien terminal merasa
nyaman atau tidak nyaman
o Perawat melihat penerimaan keluarga dan interaksi dengan pasien terminal

29
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATI CARE

A. PENGKAJIAN
1. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti/tingkat ketegangan atau kelelahan tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon vercal klien.
2. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan tekanan darah, pernapasan, nadi, dan suhu.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan sebelumnya apakah klien pernah menderita tumor atau keganasan
lainnya. Ditanyakan apakah istrinya menderita Ca serviks karena dapat menjadi
risiko untuk meningkatkan kejadian Kanker penis.
4. Anamnesa
a. Aktivitas dan istrahat
1. Klien mengatakan mengalami nyeri sehingga mengganggu aktivitasnya.
2. Klien Nampak meringgis ketika menggerakkan tubuhnya.
3. Klien mengatakan mengalami kelemahan dan keletihan.
4. Klien tampak lemah.
5. Klien mengatakan apabila merasa nyeri istrahatnya menjadi sedikit
terganggu.
b. Sirkulasi
1. Tekanan darah dapat meningkat (>120/80 mmHg) akibat nyeri yang
dirasakan.
2. Takikardi.
3. Akral dingin.
4. Klien mengalami perdarahan akibat luka terbuka pada penis.
5. Terjadi peningkatan leukosit.
c. Integritas ego
1. Masalah tentang perubahan dalam penampilan dan kondisi fisik.
2. Menyangkal atau menarik diri.
d. Eliminasi Klien bisa mengalami gangguan eliminasi seperti nyeri berkemih
dan kesulitan dalam berkemih.
e. Makan/cairan
1. Napsu makan klien menurun.
2. Berat badan klien menurun.
3. Kadar albumin klien menurun (<3,4 g/dl).
f. Sensori/neural Klien tidak mengalami gangguan neural, persepsi maupun
sensori

30
g. Nyeri atau kenyamanan
1. Klien mengatakan merasakan nyeri .
2. Klien tampak tidak nyaman (posisi melindungi bagian yang nyeri).
3. Klien tampak berhati-hati menggerakan tubuh yang nyeri.
4. Klien tampak gelisah.
h. Respirasi
1. Tidak adanya sesak.
2. Tidak tanpa adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
3. Frekuensi pernapasan klien normal/meningkat.
i. Keamanan
1. Klien mengatakan cemas.
2. Klien mengatakan merasa malu terhadap penyakit yang diderita.
5. PemeriksaanFisik
a. Inspeksi
1. Tampak adanya bekas pada penis.
2. Tampak adanya perubahan warna pada penis.
3. Tampak adanya kutil pada penis.
4. Tampak adanya lesi pada penis.
5. Tampak adanya nekrosis pada preputium dan berbau tak sedap.
6. Klien tampak meringgis akiba nyeri.
7. Apabila kanker sampai mentastase jauh maka klien tampak kurus.
b. Palpasi apakah adanya massa pada iguinal
6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Prosedur diagnostic
a. Biopsi Biobsi diperlukan untuk menentukan perluasan tumor sehingga
dapat direncanakan pengobatannya. Biopsy adalah pengangkatan dalam
jumlah kecil jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop.
b. Imaging Modalitas Direkomendasikan untuk mengetahui staging dari
penyakit, untuk mengetahui tindak lanjutpasien, untuk menilai penyebaran
(metastasez sel kanker).
c. USG
USG dilakukan untuk menilai keadaan luas dan respectability kanker penis,
penilaian terhadap kelenjar getah bening, mendekteksi adanya metastase.
d. CT SCAN
Dilakukan untuk penilaian kelenjar getah bening, limited utilitas dilesi
primer.
e. MRI Paling akurat dalam mendeteksi penyakit primer dan nodal. MRI
menggunakan medan magnet, bukan x-ray, untuk menhasilkan gambar rinci

31
dari tubuh. Sebuah media kontras dapat disuntikan kepembuluh darah
pasien untuk menciptakan gambaran yang lebih jelas.
f. Tomography Emisi Positron (PET) Scan Adalah cara untuk membuat
gambar organ dan jaringan dalam tubuh.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan factor keganasan penyakit.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan nutrisi yang tidak adekuat.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka inflamasi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dalam perencanaan menggunakan Nanda NIC NOC (2016) yaitu:
1. Diagnosa: Nyeri kronis berhubungan dengan factor keganasan penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam perawatan diharapkan
pasien dapat mengontrol nyeri.
Kriteria Hasil:
- Penampilan rileks
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Skala nyeri berkurang
Intervensi:
1. Lakukan pengkajian nyeri komperhensif.
2. Berikan informasi terkait penyebab terjadinya nyeri.
3. Ajarkan teknik-teknik pengontrolan nyeri.
4. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat.
5. Kolaborasi pemberian obat analgetik.
2. Diagnosa: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pemenuhan kebutuhan pasien tercukupi.
Kriteria Hasil:
Asupan makanan dan cairan tercukupi.
Pasien mengalami peningkatan berat badan.
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi pasien.
2. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan.
3. Berikan informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan nutrisi yang
tepat dan sesuai.
4. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi zat besi.

32
3. Diagnosa: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka inflamasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien akan
mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria Hasil:
Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan.
Tidak ada luka/ lesi pada kulit.
Perfusi jaringan baik.
Intervensi:
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
4. Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap 2 jam).
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
7. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

33
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan paliatif care adalah penedekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, mealaui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan,
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik
fisik, psikososial dan spiritual.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami memberi saran sebagaiberikut.
1. Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan memperhatikan perawatan pada
pasien paliatif dan menjelang ajal.
2. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien paliatif dan
menjelang ajal.

34
DAFTAR PUSTAKA

http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/

http://www.parkwaycancercentre.com/id/services/palliative-medicine/

Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford Medical
Publications (OUP) 3 rdedn 2003

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed. New York,
NY: Oxford University Press

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 TentangKebijakanPerawatan


Palliative MenteriKesehatanRepublik Indonesia

Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality Palliative Care
for all Australians. Palliative Care Australia.Palliative Medicine.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/43749/Chapter%20I.pdf?sequenc
e=4&isAllowed=y
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/855/pdf

https://anzdoc.com/download/bab-i-pendahuluan-banyaknya-penyakit-baru-yang-
muncul-pada-d.html
https://www.medicinaudayana.org/index.php/medicina/article/viewFile/46/126

35

You might also like