Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
Malformasi vaskular merupakan hasil perkembangan abnormal yang terjadi selama proses
embriogenesis, seperti proses pensinyalan abnormal yang mengontrol apoptosis, maturasi, dan
pertumbuhan sel vaskular. Terdapat empat kategori utama dari malformasi vaskular berdasarkan
karakteristiknya, yaitu : slow-flow (malformasi kapiler, malformasi vena, malformasi limfatik)
dan fast-flow (malformasi arteriovena). Malformasi arteriovenosa merupakan jenis malformasi
vaskular yang dapat menyebabkan terjadinya kejang.
Malformasi arteriovenosa adalah lesi kongenital yang tersusun dari jalinan arteri dan vena
yang kompleks yang dihubungkan oleh satu atau lebih fistula. Hal ini disebut nidus, yaitu aliran
darah terjadi dari arteri ke vena karena tidak terdapat kapiler. Prevalensi malformasi
arteriovenosa asimtomatik yaitu 1 dalam 2000 populasi (0.05%), sedangkan malformasi
arteriovenosa asimtomatik adalah 0.89 dalam 100.000 populasi orang dewasa per tahun dengan
perbandingan 2:1 antara kejadian perdarahan dan kejang epilesi. Malformasi arteriovenosa
paling sering terjadi pada orang dewasa muda, dengan morbiditas 30-50% dan mortalitas 10-
15% .
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dan epidemiologi Malformasi
Arteriovenosa
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi Malformasi Arteriovenosa
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami manifestasi klinis Malformasi Arteriovenosa
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami penegakan diagnosis Malformasi Arteriovenosa
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami tatalaksana Malformasi
C. DEFINISI
D. EPIDEMIOLOGI
Kejadian AVM diperkirakansatudalam 100.000.
Insidenterjadipadalaki-lakidanperempuansama.
Diperkirakanduapertigadari AVM terjadisebelumusia 40 tahun.
Sekitar 2% AVM bersifatmultipeldansisanyasoliter.
Setiaptahun, sekitarempatdarisetiap 100 orang dengan AVM akanmengalamipendarahan.
Setiapperdarahanmemilikirisikokematianatau stroke 15-20 persen, morbiditasneurologis
30 persen, danmortalitas 10 persen.
Ketikaperdarahanterjadi, haltersebutakanmempengaruhidaerahberikut, yaitu: intraserebral
(41 persen), subarachnoid (24 persen), intraventrikular (12 persen) maupunkombinasi (23
persen).
AVM adalahpenyebabutamaperdarahanintraserebral non traumatic padausiakurangdari
35 tahun.
AVM adalahpenyebabperdarahan subarachnoid kedua yang paling
dapatdiidentifikasisetelahaneurismaotak, terhitung 10
persendarisemuakasusperdarahansubaraknoid.
Sekitarsatupersen orang dengan AVM
akanmengalamiseranganepilepsiuntukpertamakalinya.
E. PATOFISIOLOGI
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Perdarahan Intrakranial
Insiden perdarahan intrakranial pada pasien dengan AVM adalah sekitar 38% hingga 71%
pasien. Presentasi awal perdarahan paling sering terjadi pada pasien berusia antara 20 dan 40
tahun. Brown Jr. dalam penelitiannya menemukan bahwa risiko untuk terjadinya perdarahan
intrakranial berikutnya turun dari 32,9% selama tahun pertama menjadi 11,3% per tahun pada
tahun-tahun berikutnya di antara pasien dengan perdarahan intrakranial sebagai presentasi awal.
Faktor-faktor risiko potensial lainnya untuk perdarahan intrakranial yaitu :
1) AVM dengan drainase vena yang eksklusif dalam (biasanya didefinisikan sebagai
drainase melalui jalur periventrikular, galenik, atau serebelar),
2) AVM yang terkait dengan aneurisma,
3) AVM yang lokasinya dangkal atau dalam, dan
4) AVM yang lokasinya di infratentorial.
2. Kejang
Kejang terjadi sekitar 18% hingga 40% pada penderita dengan AVM yang berespons baik
terhadap pengobatan dengan obat antiepilepsi. Jenis kejang yang paling sering dikaitkan dengan
AVM adalah kejang umum (30%).
3. Nyeri Kepala
Nyeri kepala terjadi pada sekitar 5% hingga 14% pada pasien dengan AVM otak. Nyeri
kepala bisa dirasakan unilateral atau bilateral dan dapat memiliki fitur migrain dengan dan tanpa
aura.
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Stadium AVM dapat dilihat dari sistemclinical staging oleh Schobinger , yaitu :
H. TATALAKSANA
1. Ukuran AVM yang besar (giant AVM) dengan faktor resiko aneurisma intranidal,
2. Defisit neurologi progresif yang berhubungan dengan efek sekunder dari high flow
fistula,
3. Nyeri kepala yang hebat.
2. Endovascular therapy,
Metode ini melibatkan pemberian cairan embolik seperti n-butyl cyanocrylate dan ethylene
vinyl alcohol copolymer (Onyx) melalui kateter. Metode ini sering digunakan sebelum dilakukan
surgical reseksi. Embolisasi preoperatif ini dapat mengurangi ukuran dari AVM saat
microsurgical eksisi. Metode ini hanya dapat digunakan pada kasus khusus yang bertujuan untuk
menstabilkan defisit neurologis pada pasien atau untuk mengontrol terjadinya kejang, misalnya
pada keadaan AVM yang tidak bisa dilakukan microsurgical eksisi atau radioterapi. Dalam
pemilihan modalitas terapi, perlu juga dipertimbangkan derajat lesi AVM.
3. Radiosurgery.
Dalam metode ini, diberikan radiasi lokal pada AVM dengan dosis tinggi yang bertujuan
untuk menginduksi terjadinya kerusakan pada pembuluh darah yang selanjutnya akan memicu
terjadinya sklerosis pada pembuluh darah yang akan hilang dengan sempurna dalam waktu 2
sampai 3 tahun. Keberhasilan metode ini tergantung pada ukuran AVM, grade, lokasi, densiti
dari nidus dan dosis radiasi yang diberikan. AVM yang kurang dari 3,5 cm adalah ukuran yang
ideal untuk dieksisi maksimal. Metode ini tidak lebih baik dibanding dengan microsurgical
reseksi karena adanya resiko perdarahan yang lebih banyak sektiar 5% dalam 2 sampai 5 tahun
setelah radiosurgery. Kelebihan dari metode ini termasuk kedalam terapi noninvasive, sedangkan
kekurangannya adalah adanya risiko perdarahan dan nekrosis jaringan otak yang normal.
a. Ukuran volume (<2 cm3 [0 poin], 2-4 cm3 [1 poin], atau >4 cm3 [2 poin]),
b. Lokasi yang eloquent (1 point), dan
c. Riwayat perdarahan serebral (1 point).
I. KESIMPULAN
A. PENDAHULUAN
Malformasi vaskular melibatkan setiap organ tubuh dan dikelompokkan ke dalam empat tipe
berikut ini berdasarkan karakteristiknya secara umum dan histopatologis:
Cavernous Angioma dari otak dan sumsum tulang belakang terjadi pada semua usia, tetapi
pasien simptomatik biasanya terjadi pada dekade ke tiga hingga ke enam. Tidak ada
kecenderungan genetik pria atau wanita. Survei menunjukkan bahwa cerebral cavernous
malformation (CCM) terjadi pada 0,5% populasi.
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dan epidemiologi Cavernous Angioma
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi Cavernous Angioma
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami manifestasi klinis Cavernous Angioma
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami penegakan diagnosisCavernous Angioma
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami tatalaksana Cavernous Angioma
C. DEFINISI
Sebuah hemartoma vaskular jinak yang terdiri dari saluran pembuluh darah sinusoidal
berdinding tebal dan tipis yang terletak di dalam otak, tetapi tidak memiliki parenkim saraf
neural, arteri dan vena besar. Biasanya berukuran 1-5 cm. Kemungkinan bisa mengalami
pendarahan, kalsifikasi, atau trombosis. Kejadian jarang di sumsum tulang belakang. Kavernosa
terisi dengan darah dalam bentuk trombus. Telangiectasis kapiler dapat ditemukan berdekatan
dengan lesi dan dapat mewakili prekursor. Lesi dapat timbul secara de novo dan dapat tumbuh
menyusut, atau tetap tidak berubah dari waktu ke waktu.
D. EPIDEMIOLOGI
Kejadian cavernous hemangioma meliput 5-13% dari malformasi vaskular SSP dan
berkembang pada 0,02-0,13% populasi.
Sekitar 48-86% adalah supratentorial, 4-35% batang otak, 5-10% basal ganglia dan
multipel dapat terjadi pada 23-50% kasus. Kasus multipel kemungkinan sering terjadi
pada kasus keturunan.
XRT atau X-Ray Therapy (radiation)(misal, mengikuti XRT craniospinal untuk
medulloblastoma) menjadi faktor risiko terutama untuk cavernous hemangioma spinal.
42% pasien dengan cavernous hemangioma spinal juga memiliki ≥ 1 cavernous
hemangioma intrakranial.
E. PATOFISIOLOGI
F. MANIFESTASI KLINIS
Cavernoma dapat mempengaruhi bagian otak mana pun dan manifestasi klinisnya terutama
tergantung pada lokalisasinya.
Kavernoma supratentorial adalah yang paling umum terjadi, yaitu sekitar 80% dari kasus.
Cavernoma terutama mempengaruhi wilayah subkortikal, dimana lobus frontal dan temporal
adalah yang paling sering terkena. Manifestasi klinis dapat berupa :
Pada fossa posterior, kavernoma sebagian besar mempengaruhi protuberance and cerebellar
hemispheres dan manifestasi umumnya berupa defisit neurologis fokal. Manifestasi klinis
pertama dari kavernoma intraventrikular (sangat jarang) biasanya melibatkan hipertensi
intrakranial yang disebabkan oleh adanya obstruksi cairan serebrospinal akibat perdarahan
berulang.
Namun, dalam penelitian disebutkan bahwa sekitar 40% cavernoma tidak menunjukkan
gejala dan secara tidak sengaja ditemukan selama pemeriksaan radiologis.
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
H. TATALAKSANA
1. Observasi
Kebanyakan hemangioma infantil tidak memerlukan konsultasi ke dokter spesialis.
Tumor kecil yang tidak berbahaya ini dapat dibiarkan untuk berproliferasi dan berinvolusi
dengan pengawasan ketat dari dokter karena dapat meninggalkan cacat pada kulit meskipun ada
yang hasilnya normal. Bayi dengan hemangioma biasanya dirujuk karena merupakan indikasi
untuk dilakukan terapi. Namun jika tindakan khusus tidak diperlukan, tidak berarti tidak ada
yang bisa dilakukan. Orangtua berhak mengetahui perjalanan alamiah dari hemangioma, bisa
dibantu dengan foto atau gambar untuk mengilustrasikan evolusi hemangioma ini.
Follow up terjadwal sangat penting untuk dilakukan. Orangtua membutuhkan jaminan
mengenai sifat jinak tumor dan antisipasi hasil setelah involusi spontan atau intervensi.
Frekuensi pemeriksaan ditambah jika hemangioma besar, mengalami ulserasi, multipel, atau
terdapat di lokasi penting pada tubuh.
2. Penyekat Beta
Lebreze pertama kali melaporkan efek kebetulan dari propranolol pada anak dengan
hemangioma infantil. Setelah itu banyak penelitian yang ingin membuktikan manfaat penyekat
beta (propranolol) dalam tatalaksana hemangioma infantil. Awalnya, mekanisme penyekat beta
dalam hemangioma dianggap sebagai agen vasokonstriksi, namun penelitian terbaru menemukan
penurunan ekspresi gen VEGF dan FGFβ melalui penghambatan dari jalur RAF-mitogen-
activated protein kinase dan memicu apoptosis sel endotel. Dosis propranolol yang diberikan
antara 2-3 mg/kg/hari, atau Acebutolol 10 mg/kg/hari. Penggunaan penyekat beta dalam
hemangioma masih banyak diteliti dan dikatakan akan menjadi terapi pilihan lini pertama karena
efek sampingnya yang minimal
3. Kortikosteroid
Hemangioma kutaneus yang terlokalisasi dengan baik (<2,5 cm diameternya) diberikan
kortikosteroid intralesi. Triamcinolone (25 mg/mL) diinjeksikan perlahan dengan tekanan rendah
(3 mL syringe, 30 gauge needle), diberikan tidak lebih dari 3-5 mg/kg tiap prosedur. Biasanya 3-
5 injeksi diperlukan, diberikan dalam interval 6-8 minggu. Respon yang terjadi hampir mirip
dengan pemberian kortikosteroid sistemik. Terdapat pengecualian pada kasus hemangioma
eyelid/kelopak mata karena injeksi kortikosteroid pada area ini dapat menyebabkan oklusi
embolik pada arteri retina.
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan untuk hemangioma yang besar, berbahaya, atau
mengancam nyawa. Prednisolone oral 2-3 mg/kg/hari diberikan secara dosis tunggal di pagi hari
selama 4-6 minggu, lalu dosisnya dikurangi secara perlahan selama beberapa bulan dan
dihentikan pada usia 10-11 bulan. Karena kortikosteroid menyebabkan iritasi gaster jadi
diberikan pula H2 reseptor inhibitor. Hemangioma yang sensitif akan menunjukkan respon
sekitar beberapa hari sampai 1 minggu. Dengan terapi kortikosteroid oral, parenteral, maupun
intralesi, tingkat responnya kira-kira 85%, baik regresi yang lebih cepat maupun
pertumbuhannya yang stabil. Pemberian kortikosteroid harus dihentikan jika tidak terjadi
perubahan seperti warnanya lebih terang, menjadi halus, atau pertumbuhannya hilang/tidak
berlanjut. Tumor dapat tumbuh kembali jika pengurangan dosis kortikosteroid terlalu
tajam/cepat. Pemberian vaksin ditahan selama terapi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada
pemberiankortikosteroid adalah miopati, kardiomiopati, premature thelarche, dan hirsutism
Mekanisme bagaimana kortikosteroid dalam mengobati hemangioma belum sepenuhnya
jelas. Namun terdapat bukti yang mengarahkan kita kepada mekanisme yang mendasarinya,
yaitu meningkatkan sensitifitas hemangioma untuk secara fisiologis mengalami vasokontriksi
(interaksi dengan agen vasokontriksi), memblok reseptor estradiol-17b pada hemangioma, dan
berfungsi sebagai angiogenic-inhibitor jika terdapat heparin.
4. Kemoterapi
Vincristine merupakan terapi lini kedua lain pada hemangioma yang tidak merespon
terapi kortikosteroid, atau kontraindikasi lain pemberian kortikosteroid. Terapi ini juga efektif
untuk kaposiform endothelioma (dengan trombositopenia) dan untuk hemangioendothelioma
lain. Dosis yang diberikan adalah 0,05 mg/kg intravena untuk bayi dengan berat <10 kg dan 1,5
mg/m2 untuk bayi dengan berat >10 kg.
Vinca alkaloid harus diberikan melalui central intravenous line. Tingkat responnya
>80%. Efek samping yang terjadi misalnya neuropati perifer, konstipasi, minor hair loss, sepsis
dan komplikasi lain yang berhubungan dengan central line.
5. Terapi laser
Terdapat keyakinan bahwa bedah laser jika digunakan lebih awal pada hemangioma yang
mulai timbul akan menghentikan penyebaran tumor dan mencegah komplikasi. Flashlamp
pulsed-dye laser hanya mempenetrasi 0,75 sampai 1,2 mm ke lapisan dermis. Laser
fotokoagulasi dapat memperterang kulit yang terkena, walaupun tidak ada bukti bahwa hal ini
dapat menghilangkan pembesaran atau mempercpat involusi dari hemangioma yang letaknya
lebih dalam. Pemberian terapi dengan laser yang terlalu sering/giat dapat menyebabkan ulserasi,
hipopigmentasi, dll. Potassium-Titanyl-Phosphate (KTP) Laser merupakan salah satu terapi laser
yang lumayan aman dan efektif pada terapi hemangioma dengan obstruksi jalan nafas
6. Terapi pembedahan
Hemangioma yang tumbuh biasanya diiringi penonjolan dan terdapat kulis ekstra.
Ditentukan tindakan misalnya dengan eksisi sirkular dan purse-string closure sebagai prosedur
primer yang menghasilkan bekas luka minimal. Transverse lenticular excision dapat dilakukan
pada lokasi tertentu seperti kelopak mata, bibir, leher, atau sebagaibabak/tahap final dari eksisi
sirkular. Tindakan bedah yang dilakukan disesuaikan dengan umur penderita dan fase dari
hemangioma seperti pada penjelasan berikut: Infancy (Fase Proliferasi)
Indikasi untuk reseksi dari tumor dengan lokalisasi jelas pada tahun pertama kelahiran
adalah: obstruksi yang biasanya pada tumor yang terdapat di kelopak mata atau subglotis,
deformasi (misalnya tumor periorbital yang menyebabkan ambliopi), pendarahan, ulserasi (yang
tidak berespon terhadap terapi intralesional, topikal, atau sistemik), atau bekas luka atau rambut
rontok yang terprediksi (misalnya pasien akanmenjalani general anesthetic untuk alasan lain).
Early childhood (Fase Involusi)
Indikasi untuk pembedahan sebelum masuk sekolah adalah: reseksi yang tidak
dapatdielakkan (misalnya postulcerative scarring), kesamaan panjang/penampakan jika eksisi
ditunda, parut mudah disembunyikan pada cutaneous tension line atau tepi dari unit estetik
wajah, atau perlunya rekonstruksi.
Late childhood (Fase Involuted)
Reseksi hemangioma pada fase ini biasanya dilakukan untuk: kulit yang rusak,
konturyang abnormal, distorsi atau destruksi struktur anatomis, atau perlunya rekonstruksi/
penghilangan bertahap.
I. KESIMPULAN
Cavernous hemangioma merupakan kelainan vaskular otak yang terdiri dari kelompok
kapiler hialin yang abnormal dan dikelilingi oleh endapan hemosiderin dan margin gliotik.
Insiden serebral cavernous hemangioma berkisar dari 0,4% hingga 0,8% pada populasi umum,
tetapi cavernous hemangioma merupakan kelainan vaskular yang paling umum terjadi yaitu
sekitar 10-25% dari semua malformasi vaskular. Cabvernous hemangioma dapat ditemukan di
beberapa lokasi di otak, tetapi sekitar 70-80% terjadi di supratentorial dan manifestasinya berupa
kejang, perdarahan dan sakit kepala, sedangkan jika terjadi di infratentorial biasanya
menyebabkan defisit neurologis fokal yang progresif. Cavernoma cukup umum dikaitkan dengan
perkembangan anomali vena, oleh sebab itu studi MRI diperlukan untuk visualisasi yang lebih
baik. Dalam kasus ini, tindak lanjut (follow-up) sangat berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Pengetahuan tentang fitur-fitur cavernous hemangioma sangat penting untuk membuat diagnosis
yang benar, yang memungkinkan optimalisasi berbagai strategi perawatan.
DAFTAR PUSTAKA