Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Fobia dalam arti klinis adalah bentuk paling umum dari gangguan
kecemasan.Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan
penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Adanya atau diperkirakan akan adanya situasi fobik menimbulkan ketegangan
hebat pada orang yang terkena, yang mengetahui bahwa reaksi yang ditimbulkan
berlebihan. Reaksi fobik menyebabkan suatu gangguan pada kemampuan
seseorang untuk berfungsi di dalam kehidupannya (1).
Fobia lebih sering dikaitkan dengan amigdala yaitu suatu wilayah otak yang
terletak di belakang hipofisis dalam sistem limbik. Amigdala mengeluarkan
hormon yang mengontrol ketakutan dan agresi. Ketika rasa takut atau respon
agresi dimulai, amigdala melepaskan hormon ke dalam tubuh untuk membuat
tubuh manusia menjadi suatu tanda dimana mereka siap untuk bergerak, berlari,
berkelahi, dan lain-lain. Hal ini merupakan mekanisme defensif dan respons
secara umum disebut dalam psikologi sebagai fight or flight response (1,2).
ISI
Fobia adalah rasa takut yang irasional, intens, terus menerus takut pada
situasi tertentu, kegiatan, benda atau orang. Gejala utama gangguan ini adalah
takut yang berlebihan, tidak masuk akal, dan keinginan untuk menghindari subjek
yang ditakuti. Ketika rasa takut berada di luar kendali seseorang dan jika rasa
takut tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari, maka diagnosis di bawah salah
satu gangguan kecemasan dapat dibuat (7).
Fobia spesifik lebih sering terjadi dibandingkan fobia sosial. Fobia spesifik
adalah gangguan mental yang paling sering pada wanita dan nomor dua tersering
pada laki-laki, setelah gangguan berhububungan dengan zat. Prevelensi enam
bulan fobia spesifik adalah kira-kira 5 sampai 10 per 1000 orang. Rasio wanita
dibandingkan dengan laki-laki adalah 2 berbanding 1. Onset usia puncak untuk
tipe lingkungan alami dan tipe darah, injeksi, dan cedera adalah rentang 5 sampai
9 tahun, walaupun onset terjadi pada usia puncak untuk tipe situasional adalah
lebih tinggi, dalam pertengahan usia 20-an, yang dekat dengan usia onset untuk
agorafobia. Objek dan situasi yang ditakuti pada fobia spesifik (dituliskan dalam
frekuensi menurun) adalah binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian (12,18).
Prevelensi enam bulan untuk fobia sosial adalah kira-kira 2 sampai 3 per
100 orang. Dalam penelitian epidemiologis, wanita lebih sering tekena daripada
laki-laki, tetapi pada sampel klinis sering kali terjadi hal yang sebaliknya. Alasan
untuk observasi yang berlainan tersebut adalah tidak diketahui. Onset usia
puncakuntuk fobia sosial adalah pada usia belasan tahun, walaupun onset sering
kali paling muda pada usia 5 tahun dan paling lanjut pada usia 35 tahun (12,15).
Baik fobia spesifik dan fobia sosial memiliki tipe-tipe dan penyebab tepat
dari tipe tersebut kemungkinan berbeda. Bahkan didalam tipe-tipe, seperti pada
semua gangguan mental, ditemukan heterogenisitas penyebab. Patogenesis fobia,
jika dimengerti, mungkin terbukti sebagai model yang jelas untuk interaksi antara
faktor biologia dan genetika, pada satu pihak, dan peristiwa lingkungan, pada
pihak lain. Pada fobia spesifik tipe darah, injeksi, cedera orang yang terkena
mungkin memiliki reflex vasovagal yang kuat dan diturunkan, yang menjadi
berhubungan dengan emosi fobik. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
munculnya fobia adalah (6,7,17):
a. Faktor Perilaku
Pada tahun 1920 John B Waston menulis suatu artikel yang berjudul
“Conditioned Emotional Reaction”, dimana ia menceritakan
pengalamannya dengan Little Albert, seorang bayi dengan ketakutan
terhadap tikus dan kelinci. Tidak seperti Little hans dari Freud, yang
memiliki gejala fobik pada perjalanan alami kematangannya, kesulitan
Little Albert merupakan akibat langsung dari percobaan ilmiah oleh dua
ahli psikologis yang menggunakan teknik yang telah berhasil
menginduksi respons yang dibiasakan pada binatang percobaan.
Rumusan Waston menggunakan model stimulus–respons tradisional dari
Pavlov tentang reflex yang dibiasakan (conditional reflex) untuk
menerangkan ciptaan fobia. Dimana, kecemasan dibangkitkan oleh
stimulus yang secara alami menakutkan yang terjadi dalam hubungan
dengan stimulus kedua yang sifatnya netral. Sebagai akibat hubungan
tersebut, khususnya jika dua stimuli dipasangkan pada beberapa keadaan
yang berurutan, stimulus yang pada awalnya netral memiliki
kemampuan untuk membangkitkan kecemasan oleh dirinya sendiri.
Dengan demikian, stimulus netral menjadi stimulus yang dibiasakan
untuk menghasilkan kecemasan.
Dalam teori stimulus-respons klasik, stimulus yang dibiasakan secara
bertahap kehilangan potensinya untuk membangkitkan suatu respons
jika tidak diperkuat oleh pengulangan periodik stimulus yang tidak
dibiasakan. Pada gejala fobik, perlemahan respon terhadap stimulus
fobik yaitu, stimulus yang dibiasakan tidak terjadi; gejala mungkin
berlangsung selama bertahun-tahun tanpa adanya pendorong eksternal
yang terlihat. Teori pembiasaan pelaku (operant conditioning theory)
memberikan suatu model untuk menjelaskan fenomena tersebut. Pada
teori pembiasan pelaku, kecemasan adalah suatu dorongan yang
memotivasi organisme untuk melakukan apa yang dapat menghilangkan
pengaruh yang menyakitkan. Dalam perjalanan perilaku acaknya,
organisme belajar bahwa tindakan tertentu memungkinkan mereka
menghindari stimulus yang menyebabkan kecemasan. Pola
penghindaran tersebut tetapi stabil untuk jangka waktu yang lama
sebagai akibat penguatan yang diterima organisme dari kapasitas untuk
menekan aktivitas. Model tersebut mudah diterapkan pada fobia dimana
penghindaran objek atau siatuasi yang menimbulkan kecemasan
memainkian peranan inti. Perilaku penghindaran tersebut menjadi
terfiksasi sebagai gejala yang stabil karena efektivitasnya dalam
melindungi seseorang dari kecemasan fobik.
Teori belajar memiliki relevansi terhadap fobia dan memberikan
penjelasan sederhana dan dapat dimengerti bagi banyak aspek gejala
fobik. Tetapi kritik mengatakan bahwa teori ini sebagian besar
membicarakan mekanisme permukaan pembentukan gejala dan kurang
berguna dibandingkan teori psikoanalitik dalam memberikan
pemahaman beberapa proses psikis. Dasar kompleks yang terlibat.
b. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud mengajukan suatu rumusan neurosi fobik yang tetap
merupakan penjelasan analitik tentang fobia spesifik dan fobia sosial.
Freud menghipotesiskan bahwa fungsi utama kecamasan adalah sebagai
member sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan bawah sadar yang
dilarang mendorong utnuk mendapatkan ekspresi sadar, jadi mengubah
ego untuk memperkuat dan menyusun pertahanannya melawan
dorongan instingtual yang mengancam. Freud memandang fobia-histeria
kecemasan, seperti yang terus disebutnya demikian sebagai akibat dari
konflik yang berpusat pada situasi oedipal masa anak-anak yang tidask
terpecahkan. Karena dorongan seks terus memiliki warna sumbang yang
kuat pada masa dewasa, kebangkitan sekssual cenderung menyalakan
suatau kecemasan yang karakteristiknya adalah ketakutan kastrasi. Jika
represi gagal, ego harus memanggil pertahanan tambahan. Pada pasien
fobik pertahan yang terlibat terutama menggunakan pengalihan; yaitu,
konflik seksual dialihkan dari orang yang menimbulkan konflik kepada
objek atau situasi yang tampaknya tidak relevan dan tidak penting, yang
selanjutnya memiliki kekuatan untuk membangkitkan kumpuilan afek,
termasuk sinyal kecemasan. Objek atau situasi fobik mungkin memiliki
hubungan asosiatif langsung dengan sumber utama konflik dan, dengan
demikian, menyimbolkan (mekanisme pertahanan simbolisasi).
Selanjutnya, situasi atau objek biasanya adalah sesuatu yang mampu
dijauhi oleh seseorang; dengan mekanisme pertahan penghindaran
tambahan tersebut, orang dapat lolos dari kecemasan yang serius. Freud
pertama kali membicarakan rumusan teoritik tentang pembentukan fobia
dalam riwayat kasusnya yang terkenal tentang little Hans, seorang anak
berusia 5 tahun yang memiliki ketakutan terhadap kuda.
Walaupun ahli teori pertama kali berpendapat bahwa fobia dihasilkan
oleh kecemasan kastrasi, ahli teori psikoanalitik sekarang ini telah
mengajuikan bahwa kecemasan tipe lain mungkin terlibat. Sebagai
contoh, pada agoraphobia, kecemasan perpisahan jelas memainkan
peranan yang utama, dan pada eritrofobia (ketakutan terhadap warna
merah yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan terhadap
perdarahan), elemen rasa malu menyatakan keterlibatan kecemasan
superego. Pengamatan klinik menyebabkan pandangan bahwa
kecemasan berhubungan dengan fobia memiliki berbagai sumber dan
warna.
Fobia menggambarkan interaksi antara diatesis genetika-konstitusional
dan stresor lingkungan. Penelitian longitudinal menyatakan bahwa anak-
anak tertentu memiliki predisposisi konstitusional terhadap fobia karena
mereka lahir dengan temperamen tertentu yang dikenal sebagai inhibisi
perilaku terhadap yang tidak dikenal (behavioral inhibition to the
unfamiliar). Tetapi suatu bentuk stres lingkungan kronis harus bekerja
pada disposisi temperamental tersebut untuk menciptakan fobia yang
lengkap. Stresor tertentu seperti kematian orangtua, perpisahan
orangtua, kkritik atau penghinaan oleh saudara kandung yang lebih tua,
dan kekerasan dirumah tangga mungkin mengaktivasi diatesis laten
didalam anak-anak, sehingga anak menjadi simptomatik.
c. Faktor Genetika
Sanak saudara derajat pertama orang denga fobia social aalah kira-kira 3
kali lebih mungkin menderita fobia sosial dibandingkan snak saudaara
derajat pertama orang tanpa gangguan mental. Beberpa data awal
menyatakan bahwa kembar monozigotik adalah lebih sering bersesuaian
dibandingkan kembar dizigotik, walaupun pada fobia sosial adalah
cukup penting untuk mempelajari kembar yang dibesarkan secara
terpisah untuk membantu mengontrol faktor lingkungan.
Fobia spesifik cenderung berada didalam keluarga. Tipe darah, injeksi,
cedera cenderung memiliki kecenderungan keluarga yang tinggi.
Penelitian telah melaporkan duapertiga sampai tigaperempat penderita
yang terkena memiliki sekurangnya satu sanak saudaraderajat pertama
dengan fobia spesifik dari tipe yang sama. Tetapi, pemeriksaan kembar
dan adopsi yang diperlukan belum dilakukan untuk menyingkirkan
peranan bermakna transmisi non genetik pada fobia spesifik.
Beberapa penelitian telah melaporkan kemungkinan adanya sifat pada
beberapa anak yang ditandai oleh pala inhibisi perilaku yang konsisten.
Sifat tersebut mungkin cukup sering pada anak-anak yang orang tuanya
menderita gangguan panik dan mungkin berkembang menjadi pemalu
yang parah saat anak tumbuh menjadi besar. Sekurangnya beberapa
orang dengan fobia sosial mungkin mengalami inhibisi perilaku nyang
terlihat selama masa anak-anak. Kemungkinan berkaitan dengan sifat
tersebut, yang diperkirakan didasarkan secara biologis, adalah data
dengan dasar psikologis yang menyatakan bahwa orang tua dari orang
dengan fobia social, sebagai suatu kelompok adalah, kurang mengasuh,
lebih menolak, dan lebih overprotektif pada anak-anaknya dibandingkan
orangtua lain. Sebagai contoh, orang yang berkuasa mungkin cenderung
berjalan dengan dagu terangkat dan membuat kontak mata, sedangkan
orang yang dikalahkan mungkin cenderung berjalan dengan kepala
tertunduk dan menghindari kontak mata.
d. Faktor Neurokimiawi
Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial telah
menciptakan dua hipotesisi neurokimiawi spesifik tentang dua jenis
fobia social. Secara spesifik, penggunaan antagonis beta adrenergic,
sebagai contoh, Propanolol (inderal) – untuk fobia kinerja (performance
phobia), sebagai contoh, berbicara di depan public telah
mengembangkan teori adrenergic untuk fobia tersebut. Pasien dengan
fobia kinerja mungkin melepaskan lebih banyak norepinefrin dan
epinefrin, baik sentral maupun perifer, dibandingkan orang nonfobik,
atau pasien tersebut mungkin peka terhadap stimulasi adrenergic tingkat
yang normal. Pengamatan bahwa inhibitor monoamine oksidase
(MAOI) mungkin lebih efektif dibandingkan obat trisiklik dalam
pengobatan fobia sosial umum, dikombinasikan dengan data praklinis,
telah menyebabkan beberapa penelitian menghipotesiskan bahwa
aktivitas dopaminergik adalah berhubungan dengan potogenesis
gangguan.
Fobia spesifik yang umum, gangguan yang heterogen ciri utama adalah
terus-menerus, ketakutan yang tidak masuk akal dari suatu obyek atau situasi
terbatas. Hal ini termasuk pengkondisian, dimodifikasi conditioning dan model
nonassociative pembangunan fobia, fisiologis terhadap rangsangan fobia,
neuroimaging, primata, dan biologis studi tantangan. Hipotesis patofisiologi
disarankan oleh riset terbaru mengenai neurocircuitry dari dikondisikan takut juga
dibahas, meskipun telah fobia spesifik kurang kesehatan masyarakat dan
kepentingan klinis dari gangguan kecemasan lain, mereka mungkin dibatasi alam
dan hubungannya dengan dikondisikan takut dapat membuat mereka menjadi
subjek yang produktif bagi penelitian ke patofisiologi dasar (3,4).
a. Rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak
keberhasilan ditunjukkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau
situasi tertentu (misalnya, naik pesawat terbang , ketinggian, binatang,
mendapatkan suntikan, melihat darah).
Tipe darah, injeksi, cedera dibedakan dari tipe lainnya dimana bradikardia
dan hipotensi sering kali menyusul takikardia awal yang sering terjadi pada semua
fobia. Fobia spesifik tipe darah, injeksi, cedera kemungkinan mengenai banyak
anggota dan generasi dari suatu keluarga. Satu tipe fobia spesifik yang telah
dilaporkan baru-baru ini adalah fobia ruang, dimana pasien takut akan terjatuh
jika disekitarnya tidak ada penopang, seperti dinding atau sebuah kursi. Beberapa
data menyatakan bahwa pasien yang terkena mungkin memiliki fungsi yang
abnormal pada hemisfer kanan, kemungkinan menyebabkan gangguan visual
spasial (penglihatan ruang) (11,19).
a. Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih
sitauasi sosial atau kinerja dimana orang bertemu dengan orang yang tidak
dikenal atau dengan kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Individu
merasa takut bahwa ia akan bertindak dalam cara (atau menunjukkan
gejala kecemasan) yang akan memalukan atau merendahkan. Catatan :
untuk melakukan hubungan sosial yang sesuai dengan usia dengan orang
yang telah dikenalnya dan kecemasan harus terjadi dalam lingkungan
teman sebaya, dan tidak dalam interaksi dengan orang dewasa.
Fobia adalah ditandai oleh kesadaran akan kecemasan berat jika pasien
terpapar dengan situasi atau objek spesifik atau jika pasien memperkirakan akan
terpapar dengan situasi atau objek tersebut. DSM-IV menekankan kemungkinan
bahwa serangan panik dapat dan sering kali terjadi pada pasien dengan fobia
spesifik dan sosial, tetapi serangan panik, kecuali kemungkinan bagi beberapa
serangan yang pertama, adalah diperkirakan. Pemaparan dengan stimulus fobik
atau memperkirakannya hampir selalu menyebabkan serangan panik pada orang
yang rentan terhadap serangan panik (panic attack-prone person) (20).
A. Terapi psikologik
B. Farmakoterapi
Fluoksetin.
Paroksetin
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah
pada reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.
Fluvoksamin
Citalopram
Escitalopram
merupakan salah satu jenis antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi
gangguan panik. Pada masa lalu golongan ini digunakan untuk mengatasi
gangguan panik dan depresi yang sudah resisten terhadap golongan trisiklik.
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan
efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.
Phenelzine (Nardil).
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam
mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan melalui superioritas yang
jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatasi
gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon
terhadap obat golongan trisklik atau obat antidepresi golongan kedua.
Tranylcypromine (Parnate).
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara
ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan
meningkatkan avaibilitas sinaptik.
Efek Samping MAOI
KESIMPULAN
3. Puri, Basant K. Laking, Paul J, Treaseden. Text Book of Psychiatry 2nd Edition.
London: Churchill Livingstone. 2010.
4. Rubin EH, Charles FZ. Adult Psychiatry 2nd Edition. Australia: Blackwell Publishing.
2005.
6. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ IV. Jakarta: PT. Nuh Jaya. 20012.
7. Maramis WE. Ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press, 2007.
8. Elvira SD. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2010.
9. Acocella, J. Alloy, LB. Bootzin, RR. Abnormal Psychology : Current Perspective. New
York : Mc Graw Hill. 2004.
10. Atkinson, RL. Smith EE. Bem, DJ. Hilgard’s Introduction to Psychology 13th edition.
New York: Harcourt College Publishers. 2002.
11. Shelton RC. Anxiety Disorder. In : Ebert MH, Nurcombe B, Loosen PT, Leckman JF,
editors. Current diagnosis & treatment psychiatry. 2nd edition. The Mc Graw Hill Co Inc.
P351-62. 2008.
12. Smoller JW, Sheidley BK, Tsuang MI. Anxiety disorder and social phobia: A
population based twin study. USA: American Psychiatry Publishing Inc; p150-6. 2008.
13. Moscovitch DA, Hofmann SG, Suvak MK. Meditation of changes in anxiety and
depression during treatment of social phobia. J Consult Clin Psychol. 73(5): 945-52.
2005.
14. Chaplin J.P. Kamus lengkap psikologi (terjemahan dr. Kartini Kartono). Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 1997.
15. Neale, JM. Davidson, GC. Abnormal Psychology. New York: John Wiley & Sons,
Inc. 2001.
16. Schneier, FR. Social anxiety disorder. N England J Med 2006; 355: 1029- 1036.
17. Carr A. Abnormal psychology : Psychology focus. East Sussex. Psychology Press,
2012
18. Baihaqi, Sunardi, Euis H, dkk. Psikiatri. Bandung: Refika Aditama, 2007.
REFERAT PSIKIATRI
GANGGUAN FOBIA
DISUSUN OLEH :
NAZLA AL AMRI
N 111 17 004
PEMBIMBING KLINIK
dr. Dewi Suriany, Sp.KJ