Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Bencana
1. Definisi Bencana
Bencana (disaster) didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat. Kejadian
bencana disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa (UU No. 24 Tahun 2007). Definisi lain
tentang bencana yaitu kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis akibat sebab-sebab yang ditetapkan pemerintah, dengan mengelompokkan
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh fenomena alam yang tidak normal, meliputi
badai, hujan, dan salju yang lebat, banjir, gelombang pasang laut, gempa, tsunami,
letusan gunung api atau kebakaran skala besar maupun peledakan bom (Forum
Keperawatan Bencana, 2009).
Negara dengan frekuensi bencana yang tinggi di dunia salah satunya adalah
Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang luasnya mencapai 1.919.440
km2 dengan populasi penduduk lebih dari 200 juta orang. Secara geografis, Indonesia
terletak di perpotongan tiga lempengan, yaitu lempengan Eurasia, lempeng Benua
Australia-India, dan lempeng Samudera Pasifik sehingga memiliki aktivitas seismik
yang tinggi (UNDP, 2007). Hal tersebut menyebabkan banyak wilayah Indonesia rentan
terhadap kejadian gempa bumi, bahkan tsunami. Selain itu, populasi penduduk yang
padat disertai ruang hidup yang semakin sempit menyebabkan risiko kebakaran
meningkat. Selama 10 tahun terakhir, dapat dikatakan kejadian bencana di Indonesia
semakin meningkat.
2. Klasifikasi Bencana
Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana,
kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, antara lain : (UU No. 24 Tahun 2007)
a. Bencana/alam (natural disaster), disebabkan oleh kejadian alam (natural) seperti
gempa bumi dan dan gunung meletus. Bencana alam juga dikatakan sebagai
peristiwa yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan telah terjadi
kelebihan kapasitas komunitas yang terkena dampaknya. Bencana alam mencakup
gempa, tsunami, letusan gunung merapi, topan, banjir, dll. Masing-masing bencana
memiliki tipikal kerusakan yang berbeda (Forum Keperawatan Bencana, 2009).
b. Bencana non-alam (man made disaster), yaitu peristiwa non-alam yang meliputi
kebakaran, kegagalan teknologi, gagal modernisasi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa akibat aktivitas
manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat dan teror.
Sedangkan menurut Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention
Commission (DPPC) mengelompokkan bencana berdasarkan jenis hazard, yang terdiri
dari:
a. Natural hazard. Ini adalah hazard karena proses alam yang manusia tidak atau
sedikit memiliki kendali. Manusia dapat meminimalisir dampak hazard dengan
mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan wilayah, prasyarat
bangunan, dan sebagainya. Natural hazard terdiri dari beragam bentuk seperti
dapat dilihat pada tabel berikut:
b. Human made hazard. Ini adalah hazard sebagai akibat aktivitas manusia yang
mengakibatkan kerusakan dan kerugian fisik, sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Hazard ini mencakup:
1) Technological hazard sebagai akibat kecelakaan industrial, prosedur yang
berbahaya, dan kegagalan infrastruktur. Bentuk dari hazard ini adalah polusi air
dan udara, paparan radioaktif, ledakan, dan sebagainya.
2) Environmental degradation yang terjadi karena tindakan dan aktivitas manusia
sehingga merusak sumber daya lingkungan dan keragaman hayati dan berakibat
lebih jauh terganggunya ekosistem.
3) Conflict adalah hazard karena perilaku kelompok manusia pada kelompok yang
lain sehingga menimbulkan kekerasan dan kerusakan pada komunitas yang
lebih luas.
3. Masalah saat bencana
a. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain
b. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah
korban yang besar.
c. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.
Dalam menghadapi bencana, diperlukan suatu sistem tanggap bencana yang
berfungsi sebagai panduan tindakan dalam menghadapi bencana. Sistem tersebut
hendaknya efektif, efisien, terukur, dan tepat sasaran.
a. Efisien: sistem tanggap bencana harus ampuh dalam menanggulangi bencana di
setiap tahapan, disesuaikan dengan jenis dan tngkat bahaya yang ditimbulkan
b. Efektif : sistem tanggap bencana harus tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan
c. Terukur : semua ahapan dan tindakan harus terukur, yakni disesuaikan dengan
kapasitas dan sumber daya yang dimiliki
d. Tepat sasaran : sistem tnggap bencana harus sesuai dengan tujuan dan hasil akhir
yang diharapkan, artinya sistem tanggap bencana harus memuat kerangka tujuan
yang jelas sehinnga memiliki nilai fungsional yang positif dan dapat digunakan
secara berkelanjutan.
Secara sederhana sistem tanggap bencana meliputi empat tahapan :
a. Mitigation : pengurangan – pencegahan
Mitigation merupakan langkah memperingan resiko yang ditimbulkan oleh
bencana.
b. Preparedness : perencanaan – persiapan
Merupakan kesiapsiagaan dalam menghadapi terjadinya bencana. Ada dua bagian
penting dalam kesiapsiagaan yakni adanya pereencanaan matang dan persiapan
yang memadai sehubungan dengan tingkat resiko bencana.
c. Response : penyelamatan – pertolongan
Pertama – tama indakan tanggap bencana bertujuan untuk menyelamatkan dan
menolong jiwa manusia baik secra personal, kelompok, maupun masyarakat
keseluruhan. Kedua, tindakan tanggap bencana bertujuan untuk menyelamatkan
harta benda yang berhubungan dengan kelangsungan hidup.
d. Recovery : pemulihan – pengawasan
Merupakan tahap pemulihan dari kerusakan yangb ditimbulkan oleh bencana.
Dalam tahap ini terbagi dua tahapan yakni pemulihan dan pengawasan yang
bertujuan untuk memulihkan kondisi seperti semula atau setidak – tidaknya
menyesuaikan kondisi pasca bencana untuk keberlangsungan hidup selanjutnya.
4. Fase Bencana
a. Non Disaster Stage (interdisaster Phase)
Waktu untuk perencanaan untuk menghadapi bencana yang mengancam kemudian
(belum terjadi). Termasuk didalamnya upaya mitigasi.
b. Predisaster Stage (Preimpact Phase)
Memiliki info cukup tentang bencana yg dihadapi, tapi bencana itu belum terjadi.
Ada proses “warning”, mobilisasi dan evakuasi
c. Impact Stage (Impact Phase)
Waktu saat bencana sedang terjadi dan komunitas mengalami dampaknya.
Pengkajian cepat thd kerusakan, jenis cedera dan kebutuhan komunitas
d. Emergency Stage (Post impact Phase)
Fase berespon terhadap bencana. Awal terjadi respon komunitas, berikutnya respon
pemberi bantuan dari luar
e. Reconstruction Stage (Recovery Phase)
Restorasi : pembangunan infrastruktur & meneruskan hidup. Rekontitusi :
kehidupan komunitas kembali “normal” (Langan and James, 2005).
b. Selimut Api / Karung Goni: Cocok untuk kebakaran kompor (kebakaran minyak)
dan semua jenis kebakaran, kecuali kebakaran listrik. Bahan murah dan mudah
didapat. Cara pemakaian yaitu dengan sistim pendinginan dengan cara basahi
karung goni dengan air kemudian tutupkan secara rata pada bagian yang terbakar,
jika dengan satu karung tidak cukup, tambah lagi.
C. Konsep RW Siaga
1. Pengertian RW Siaga
RW Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri.
Desa yang dimaksud di sini dapat berarti Kelurahan atau negeri atau istilah-
istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
RW Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk
mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti
kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB,
kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat,
secara gotong-royong.
2. Tujuan RW Siaga
a. Mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa.
b. Mensiap siagakan masyarakat untuk menghadapi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kesehatan masyarakat.
c. Memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Sasaran RW Siaga
Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan RW Siaga
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan
hidup sehat, serta perduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah
desanya.
b. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga
atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut,
seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda;
kader; serta petugas kesehatan.
c. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan
perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain, seperti Kepala Desa,
Camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan
lainnya.