You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH

Disusun Oleh:

CLARA SUSANA WUDA

NIM : PO530320218993

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ENDE

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan Jiwa menurut undang undang nomer 3 tahun 1966 merupakan suatu
kondisi yang memungkinan perkembangan fisik, intelektual, emosiaonal yang optimal
dari seseorang, dan perkembangan itu selaras dengan perkembangan orang lain
(Suliswati et al. 2005)
Definisi kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan
sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan
koping yang efektif, kondisi diri yang positif, serta kestabilan emosional. (Johnson
dalam Direja, 2011).
Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat yang bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
memiiki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Widyawati, 2012).
Prevelansi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah
penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk
terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan dari data
tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu
meningkat, (Hidayati, 2011)
Salah satu masalah keperawatan yang terjadi pada klien dengan gangguan jiwa
diantaranya adalah isolasi sosial atau menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan atau bahkan tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya ( Keliat, et al 2009). Menurut Nanda
(2005) isolasi sosial merupakan pengalaman kesendirian secara individu yang
dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau
mengancam.
Terapi dalam gangguan jiwa meliputi pengobatan dengan farmakoterapi, serta
pemberian psikoterapi sesuai gejala dan penyakit yang akan mendukung
penyembuhan pasien jiwa. Farmakoterapi merupakan pemberian terapi menggunakan
obat. Terapi obat yang digunakan pada pasien gangguang jiwa yang disebut dengan
psikofarmakoterapi memiliki efek langsung pada proses mental penderita karena
kerjanyan berpengaruh pada sistem saraf pusat, misalnya antipsikosis yang digunakan
untuk mengatasi pikiran kacau, meredakan halusinasi (Kusumawati, 2010) tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi isolasi sosial yaitu
mengidentifikasi penyebab menarik diri, mendiskusikan bersama pasien keuntungan
dengan orang lain dan kerugian menarik diri, membantu pasien berhubungan dengan
orang lain secara bertahap dan membantu mengungkapkan perasaan pasien setelah
berkenalan dengan orang lain (Damaiyanti, 2010).
Masalah keperawatan isolasi sosial menarik diri jika tidak dilakukan intervensi
lebih lanjut maka akan meyebabkan perubahan persepsi sensori halusinasi dan resiko
tinggi menciderai diri sendiri, orang lain, bahkan lingkungan, selain itu perilaku
tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akan
berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan perawatan diri (Fitria, 2009)
Berdasarkan data dari Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Cengkareng
berdasarkan kasus kelolaan terdapat warga bina sosial sejumlah 27 orang, warga bina
sosial laki-laki sebanyak 16 orang dan perempuan sebanyak 11 orang. Jumlah pada
saat kelolaan tercatat jumlah pasien halusinasi sebanyak 10 orang, perilaku kekerasan
sebanyak 3 orang, isolasi sosial sebanyak 8 orang dan harga diri rendah sebanyak 4
orang, dan waham sebanyak 2 orang.
Berhubungan dengan keterangan di atas, penulisan tertarik untuk membahas
masalah isolasi sosial dan akan membahas secara mendetail pada bab selanjutnya
dengan mengangkat judul Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. A dengan Isolasi Sosial
di Ruang Cempaka Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Cengkareng – Jakarta
Barat.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan isolasi sosial dan
membandingkan asuhan keperawatan isolasi sosial dan membandingkan asuhan
keperawtan isolasi sosial secara teori dan kenyataan khususnya di ruang Cempaka
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Cengkareng – Jakarta Barat.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan baik secara teori maupun
pada pasien dengan isolasi sosial.
b. Membandingkan antara konsep dasar yang terkait dengan fakta yang ada di
lapangan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan isolasi
sosial khususnya di ruang Cempaka Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
1 Cengkareng – Jakarta Barat.
c. Memberikan saran dan alternatif penyelesaian masalah dalam menyelesaikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 1 Cengkareng – Jakarta Barat.
d. Memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Ners S1
Keperawatan dalam stase Keperawatan Jiwa di Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jakarta.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari studi kasus ini dapat dibagi menjadi dua yaitu : manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa keperawatan khususnya
mahasiswa program Ners S1 Keperawatan untuk membandingkan antara asuhan
keperawatan secara teoritis dengan kenyataan.
2. Manfaat Praktis
a. Panti Sosial
Mengetahui metode kepewatan yang digunakan untuk mengatasi pasien
dengan isolasi sosial.
b. Ners
Mengetahui bagaimana cara membuat asuhan keperawatan yang komprehensif
dan memberikan perawatan yang optimal pada pasien dengan isolasi sosial.
c. Institusi Pendidikan
Dijadikan contoh laporan kasus dalam melakukan asuhan keperawatan yang
komprehensif dan memberikan perawatan yang optimal pada pasien dengan
isolasi sosial.
d. Penulis
Menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial dan bisa membandingkan
antara teori dengan kenyataan.

e. Keluarga
Keluarga lebih mengetahui tanda dan gejala pasien dengan isolasi sosial dan
dapat mengetahui bagaimana cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan ini membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan isolasi sosial di ruang Cempaka Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
Cengkareng – Jakarta Barat yang dimulai dari tanggal 18 Maret – 3 April 2014.
E. Metode Penulisan
Penulisan laporan kasus ini dengan metode deskriptif yaitu mengungkapkan fakta-
fakta sesuai dengan data yang didapat. Cara pengumpulan data yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Wawancara atau interview, dimana wawancara dilakukan pada pasien, dan tenaga
kesehatan lainnya serta keluarga jika memungkinkan untuk mendapatkan data dari
kasus tersebut.
2. Pemeriksaan, pengamatan dan observasi sehingga penulis mendapatkan
pengalaman secara langsung dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
melakukan pendekatan proses keperawatan.
3. Studi kepustaan, mempelajari buku dan sumber lainnya untuk mendapatkan dasar
ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan dalam laporan kasus.
4. Studi dokumentasi, penulis melakukan studi dokumentasi terhadap status pasien
untuk melengkapi data-data yang penulis butuhkan serta melihat catatan
keperawatan agar menentukan tindak lanjut dalam melakukan intervensi
keperawatan pada pasien.

F. Sistematika Penulisan
Laporan kasus ini terdiri dari V (lima) bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: Laporan gambaran kasus terdiri dari pengkajian, masalah keperawatan,
pohon masalah, diagnosa keperawatan
BAB III : Landasan teoritis yang terdiri dari konsep dasar isolasi sosial dan
penatalaksanaan isolasi sosial.
BAB IV : pembahasan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
daftar diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi
BAB V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II

GAMBARAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Tn. A berusia 34 tahun, datang ke Panti dengan masalah utama Isolasi Sosial. Dari
hasil pengkajian tanggal 18 Maret 2014 klien mengatakan saat itu sedang tidur di warung,
tiba-tiba dibangunkan oleh dua orang satpol pp dan dibilang jangan kabur ikut saja kita
( satpol pp). Klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasalalu, tidak ada
pengobatan yang didapatkan dan klien dimarah oleh saudaranya karena merokok pada
malam hari dirumah, klien dan saudaranya sama-sama emosi dan saling memukul, Klien
juga tidak memiliki keluhan pada fisiknya. Klien mengatakan masih memiliki orang tua
lengkap dan klien dua saudara, klien merupakan anak kedua, dalam keluarga klien
mendapatkan perlakuan yang baik namun saat rumah klien ( orang tua) dijual maka klien
berpisah dengan keluarganya karena klien tinggal bersama saudaranya. Sedangkan setelah
itu klien tidak tahu sampai saat ini orang tua tinggal dimana. Dalam membuat keputusan
selalu dimusyawarahkan dan setelah itu ayah yang memutuskannya. Klien mengatakan
tidak terlalu banyak ingat dari pihak ayah karena diambon. Klien juga mengatakan sering
ngumpul dirumah nenek yang dibogor waktu masih sekolah dulu pada usia belasan tahun
sampai usia 18 tahun. Klien beragama protestan bahkan selama di Panti klien sering ikut
kebaktian dan percaya pada tuhan yesus, pada waktu SMA dulu klien aktif dalam
kegiatan gereja namun setelah selesai SMA klien tidak pernah ikut kegiatan gereja.

Dari hasil wawancara klien mengatakan diusir oleh saudaranya dari rumah. Sehingga
klien tinggal di jalanan dan tidak tahu harus kemana dan melakukan apa, hanya terdiam
dan bingung. klien mengatakan tidak ada hal yang disukai dari dirinya, tidak tahu hal apa
yang tidak disukai pada diri sendiri. klien mengatakan tidak tahu pendapat orang tentang
dirinya Klien mengatakan dirinya biasa saja dalam keluarga dan tidak tahu perkataan
orang lain terhadap dirinya. Klien merasa takut untuk berintraksi dengan orang lain dan
bingung hendak bicara apa. Klien mengatakan takut salah ngomong. Klien mengatakan
bingung saat hendak berbincang-bincang dengan orang lain. Klien mengatakan punya
teman 4 orang saja, 1 teman sekamar dan 3 lagi teman merokok. Klien mengatakan jika
lagi ada masalah tidak bercerita kesiapapun hanya dipikirkan dan mencari solusi sendiri.

Klien mengatakan sudah mandi tadi pagi jam 05:00 WIB, setiap mandi ganti
baju, saat mandi kuku jarang digosok, Klien mengatakan kalau badan terutama
pergelangan kedua tangan, kaki dan siku gatal – gatal (koreng) dan tidak punya sandal.
Dari hasil observasi, klien saat di ajak berbicara tidak ada kontak mata jika tidak
diminta oleh perawat untuk menatap, klien saat di berikan pertanyaan seperti tidak ingin
menjawab sehingga lambat mengeluarkan jawaban (kata-kata), klien terkadang
mengulang jawaban dan suka terdiam saat ditanya, klien hanya berbicara jika ditanya.
klien tampak menyendiri dipojok dekat pohon, Klien terlihat duduk merangkul kaki,
Klien terlihat bingung, Klien tampak sering diam dan menunduk, Afek sesuai, klien
tampak lesu tidak bersemangat untuk beraktivitas, Saat interaksi kontak mata kurang,
Sering menunduk, Ekspresi wajah sedih
Klien tampak berbaju dan celana sesuai dan rapi, terlihat sela – sela jari kedua
tangan dan kaki bintik – bintik merah dan ada luka, Rambut berminyak, bau asam
(keringat) dan sedikit ketombe, Klien tidak menggunakan sandal, Nafas klien tidak bau,
gosok gigi hanya 1 kali pada pagi hari.
Daya ingat klien baik, ini terbukti dari hasil wawancara jika ditanya oleh perawat
klien selalu menjawab dan mampu mengingat dengan baik teman-teman dan anggota
keluarga serta tahapan sampai klien berada dipanti bina laras. Klien dapat berkonsentrasi
dimana klien dapat menjelaskan pembicaraan dan mampu berhitung dengan baik. Klien
tidak mengalami gangguan penilaian bermakna.
Klien tidak membutuhkan bantuan dalam hal makan atau minum, klien bisa
makan atau minum sendiri dan tahu alat apa saja yang harus digunakan saat makan atau
minum. Begitu pun dalam hal BAB/BAK pasien melakukannya tanpa bantuan dan klien
tahu dimana harus BAB/BAK. Klien juga mampu untuk mandi sendiri tahu alat apa yang
digunakan saat mandi namun karena terbatasnya alat terkadang pasien tidak keramas dan
sikat gigi.
Klien kurang mengetahui tentang penyakit jiwa dan obat-obatan yang berkaitan
dengan dirinya.

B. MASALAH KEPERAWATAN
Masalah yang ditemui pada Tn. A:

Isolasi Sosial (18 maret 2014)

Data Subjektif: Klien merasa takut dan malas untuk berintraksi dengan orang lain dan
bingung hendak bicara apa, lebih enak sendiri . Klien mengatakan takut salah ngomong,
Klien mengatakan bingung saat hendak berbincang-bincang dengan orang lain. Klien
mengatakan punya teman 4 orang saja, 1 teman sekamar dan 3 lagi teman merokok, kalau
berkenalan takut dipelototin,

Data objektif: klien saat di ajak berbicara tidak ada kontak mata kurang, Klien tampak
sendiri dipojok dekat pohon, Klien terlihat duduk merangkul kaki, Klien terlihat bingung,
Klien tampak sering diam dan menunduk, Afek sesuai.

Harga Diri Rendah (18 maret 2014)

Data subjektif: klien mengatakan diusir oleh saudaranya dari rumah. Sehingga klien
tinggal di jalanan dan tidak tahu harus kemana dan melakukan apa, hanya terdiam dan
bingung. klien mengatakan tidak ada hal yang disukai dari dirinya, tidak tahu hal apa
yang tidak disukai pada diri sendiri, Klien mengatakan dirinya biasa saja dalam keluarga
dan tidak tahu perkataan orang lain terhadap dirinya.
Data objektif: klien tampak lesu tidak bersemangat untuk beraktivitas, Saat interaksi
kontak mata kurang, Sering menunduk, Ekspresi wajah sedih

Inefektif Koping Keluarga (18 maret 2014)

Data subjektif : Klien mengatakan sebelum ditangkap dijalanan bertengkar dengan


saudaranya sampai saling memukul karena saudaranya tidak suka klien sering merokok
pada malam hari, Klien mengatakan jika lagi ada masalah tidak bercerita kesiapapun
hanya dipikirkan dan mencari solusi sendiri.

Data objektif : Klien terlihat tertunduk saat menyampaikan masalahnya (perasaannya).

Defisit Perawatan Diri (18 maret 2014)

Data subjektif: Klien mengatakan sudah mandi tadi pagi jam 05:00 WIB, setiap mandi
ganti baju, saat mandi kuku jarang digosok. Klien mengatakan kalau badan terutama
pergelangan kedua tangan, kaki dan siku gatal – gatal (koreng) dan tidak punya sandal.

Data objektif : Klien tampak berbaju dan celana sessuai dan rapi, terlihat sela – sela jari
kedua tangan dan kaki bintik – bintik merah dan ada luka, Rambut berminyak, bau asam
(keringat) dan sedikit ketombe, Klien tidak menggunakan sandal, Nafas klien tidak bau,
gosok gigi hanya 1 kali pada pagi hari.

C. POHON MASALAH

Isolasi Sosial
Defisit perawatan diri Care problem

Inefektif koping keluarga Harga diri rendah Problem

D. DIGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Inefektif koping keluarga
4. Defisit perawatan diri
BAB III

TINJAUAN TEORITIS

A. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend,
1998 dikutip Nita Fitria, 2009).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat,
2011).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan.

2. Prilaku Maladaptif
a) Respon Maladaptif
Adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma- norma dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik perilaku maladaptif tersebut adalah:
1) Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
waktu.
2) Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
3) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan
yang dimiliki
4) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk
dan cenderung memaksakan kehendak.
5) Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan
marah jika orang lain tidak mendukung (Ernawati, dkk, 2009).

3. Akibat dari Isolasi Sosial


a. Gambar Pohon Masalah

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosoal

Harga Diri Rendah Kronis

b. Masalah yang muncul


1) Isolasi Sosial : Klien mengatakan malas berbicara, tidak ada hal yang perlu
dibicarakan, bingung hal apa yang ingin dibicarakan, Klien menyendiri,
banyak diam, tidak pernah memulai pembicaraan, tidak mau berbicara,
Tidak ada kontak mata, dan Klien selalu menghindar.
2) Harga Diri Rendah Kronis : Klien mengatakan rasa bersalah terhadap
dirinya, sulit untuk bergaul dengan orang lain, kurang selera makan,
tampak merusak/melukai diri sendiri, menghindari kesenangan yang
memberi rasa kepuasan, dan tidak bisa menerima pujian.

3) Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi : Klien mengatakan saya sering


mendengar suara-suara yang mengejek saya, suara itu muncul ketika saya
merasa bingung dan sendirian, berbicara sendiri, Pandangan klien tampak
terfokus satu arah, tertawa sendiri, dan mengarahkan telingan pada
sumber suara.
Diketahui juga bahwa secara teori Penyebab isolasi social ada beberapa
factor yaitu;
1. Faktor Predisposisi:
Faktor Perkembangan: Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk
berhubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh
kembang mulai dari usia bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat
mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan setiap tahap
perkembangan dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu
dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif.
Faktor Biologis : Faktor genetic dapat berperan dalam respon social
maladaptif. Gangguan dalam otak, seperti pada skizofrenia terdapat
struktur otak yang abnormal ( atropi otak, perubahan ukuran dan
bentuk sel – sel dalam limbik dan daerah kortik.
Faktor Sosiokultural : Isolasi sosial merupakan factor utama dalam
gangguan berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak mempunyai anggota
masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat dan
penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi
norma, perilaku dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki
budaya mayoritas.
Faktor dalam Keluarga :Pada komunikasi dalam keluarga dapat
mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga
hanya menginformasikan hal- hal yang negative dan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang
bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan
anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.
2. Faktor Presipitasi : Stress sosiokultural; Stres dapat ditimbulkan oleh
karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang
yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit. Stress psikologi ;
Ansietas berat yang berekepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas
tingkat tinggi (Ernawati, dkk, 2009).
Sehingga dari penyebab-penyebab yang ada tersebut dapat
ditemukan masalah harga diri rendah, isolasi sosial, dan gangguan
sensori persepsi halusinasi. Dimana diketahui bahwa Gangguan harga
diri rendah (HDR) merupakan penilaian yang negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan serta merasa tidak percaya pada diri sendiri,
sehingga menyebabkan klien menjadi Isolasi social, atau dikenal
dengan dimana klien melakukan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain serta menghindari hubungan dengan orang
lain. Sehingga dapat mengakibatkan terjadinya Halusinasi, yang
dimana persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra
seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik.

B. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tujuan khusus
a. isolasi social adalah diharapkan :
1) klien dapat membina hubungan saling percaya,
2) klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri,
3) Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan social dan kerugian
menarik diri
4) Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap dan
5) Klien mampu menjelaskan perasaanya setelah berhubungan social.

b. Tujuan khusus dari Harga Diri Rendah diharapkan :


1) Klien dapat membina hubungan Saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang
dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan
4) Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat

c. Tujuan khusus Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi diharapkan:


1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya

2. Tindakan keperawatan
a. SP Isolasi Sosial
SP1 Isolasi Sosial:
1) Mengidentifikasikan penyebab isolasi social
2) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
3) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
4) Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5) Member kesempatan klien mempraktekan cara berkenalan dengan satu
orang
6) Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang
dalam kegiatan harian

SP2 Isolasi Sosial:


1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Memberi kesempatan klien mempraktekkan cara berkenalan
dengan dua orang atau lebih
3) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
berbincang dalam kegiatan harian klien

SP3 Isolasi Sosial:


1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Memberi kesempatan klien mempraktekkan cara berbincang
dalam kelompok (TAK Sosialisasi)
3) Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang
dalam kelompok pada kegiatan harian klien

b. Harga Diri Rendah (HDR)


SP1 HDR :
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien
2) Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan
3) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan
4) Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
5) Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6) Mengajurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

SP2 HDR :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Melatih kemampuan kedua klien
3) Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

c. SP Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi:


SP1 Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
1) Mengenal halusinasi : isi, waktu, frekuensi, dan respon terhadap
halusinasi
2) Mengajarkan pasien cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
3) Memberi kesempatan klien mempraktekkan cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik
4) Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan menghardik
dalam kegiatan harian

SP 2 Ganngguan Sensori Persepsi Halusinasi:

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2) Memberikan kesempatan klien mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan obat
3) Menganjurkan pasien memasukan kegiatan minum obat dengan
benar dalam kegiatan harian

SP 3 Ganngguan Sensori Persepsi Halusinasi:

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2) Member kesempatan klien mempraktekkan cara mengontrol
halusinasi : bercakap-cakap dengan orang lain
3) Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan bercakap-
cakap dalam kegiatan harian

SP 4 Ganngguan Sensori Persepsi Halusinasi:

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2) Member kesempatan klien mempraktekkan cara mengontrol
halusinasi dengan latihan kegiatan
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai keberhasilan yang telah dicapai oleh
klien dan hambatan yang ditemukan pada saat merawat klien serta pemecahan masalah yang
telah dilakukan :

A. Diagnosa I : Isolasi sosial


Dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien Tn. A dengan masalah utama
yaitu isolasi sosial, kelompok telah berusaha melakukan tindakan sesuai dengan tujuan
khusus yang telah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan. Pada evaluasi hasil
untuk diagnosa isolasi sosial, mahasiswa telah berhasil melakukan tindakan keperawatan
sampai kepada tujuan khusus yaitu klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit
dan kemampuannya.

Pada saat awal membina hubungan saling percaya, kelompok dapat melakukannya
dengan optimal. Kelompok mulai membina hubungan saling percaya pada saat pertama
kali berinteraksi. Pencapaian terbinanya hubungan saling percaya antara kelompok dan
klien tidak dapat dipungkiri bahwa faktor klien juga turut mendukung dalam terbinanya
hubungan saling percaya tersebut. Ketika berinteraksi dengan kelompok, klien bersikap
kooperatif, hal yang ditunjukkan dengan klien mau menjawab salam, dan mau berjabat
tangan, kontak mata ada serta mau mengungkapkan perasaan dan masalahnya kepada
kelompok.
Setelah hubungan saling percaya dapat terbina kelompok melanjutkan pada tindakan
keperawatan sesuai dengan tujuan khusus yaitu klien dapat mengidentifikasi penyebab
isolasi sosial, berdiskusi tentang keuntungan berinteraksi keuntungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain serta klien dapat atau mampu
berkenalan dengan orang lain. Pada saat kelompok melakukan tindakan sesuai dengan
tujuan khusus, kelompok melakukan diskusi dengan klien dan memberikan
reinforcement positif pada setiap kemampuan atau jawaban yang dilakukan klien.
Kelompok juga mengalami sedikit hambatan dalam berdiskusi tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, karena
menurut Budi Keliat (2011), Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain, begitu pula
dengan klien Tn. A setiap kali ditanya, klien lebih sering menjawab dengan kata “iya,
tidak tahu, malu”. Perasaan klien juga cepat berubah jika ada pembicaraan yang menjadi
pengalaman traumatik bagi klien. Klien mengatakan malas dan takut mau bergaul dengan
orang lain, lebih enak sendiri. kalau berkenalan takut dipelototin, hanya memiliki 4
teman. Solusi yang dilakukan oleh kelompok untuk klien dapat berinteraksi dengan cara
memotivasi dan meyakini klien bahwa klien mampu berkenalan dan mempunyai teman –
teman baru, kelompok juga mencoba memfasilitasi klien dengan memberikan pertanyaan
tertutup dengan pilihan jawaban dari perawat pada akhirnya, klien dapat berdiskusi
tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain. Perawat juga mengorientasikan kembali tujuan interaksi, yaitu demi
kepentingan klien, bukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok.

Kelompok kemudian melakukan tindakan keperawatan yang sesuai dengan tujuan


khusus yaitu klien dapat berkenalan dengan satu orang. Pada saat diajarkan klien mampu
menpraktekkan seperti yang telah diajarkan dan melatih cara berkenalan dengan satu
orang. Untuk mencapai tujuan tersebut kelompok merencanakan bersama dengan klien
berkenalan setiap harinya 2 sampai 3 orang bahkan lebih yang dapat klien lakukan setiap
hari dengan kemampuan klien dengan menuliskan rencana kegiatan harian klien diatas
kertas.

Kelompok juga mengalami hambatan terkait waktu, dimana masing – masing


kelompok sedang menjalani tindakan keperawatan pada klien kelolaan individu sendiri,
saat memberikan asuhan keperawatan pada Tn. A. kelompok mencoba mengatasi
hambatan ini dengan mengunjungi dan memberikan asuhan keperawatan secara
bergantian.

Meskipun menemukan beberapa hambatan selama praktek diruangan Cempaka


kelompok telah melakukan tindakan keperawatan dari SP I sampai dengan SP III ( 5 kali
pertemuan) dan untuk pertemuan ke lima diadakan Terapi aktivitas kelompok. Dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan, telah mendapatkan hasil yang baik, hal ini
ditunjukkan dengan klien mulai berinteraksi, kontak mata sering dan klien mau
memperkenalkan diri dan berkenalan dengan orang lain serta sering mengikuti TAK yang
diadakan mahasiswa dan perawat.

B. Diagnosa II : Harga diri rendah


Kelompok telah melaksanakan tindakan keperawatan dari SP I sampai dengan SP II
(2 kali pertemuan). Kelompok tidak menemukan hambatan pada saat menggali, karena
telah terjalin hubungan saling percaya antara klien dan kelompok dikarenakan pada saat
mengatasi masalah isolasi sosial dan semua tindakan keperawatan atau SP tercapai serta
mengadakan kegiatan TAK klien terbuka dan dapat bersosialisasi dengan kelompok.

Pada umumnya klien dengan masalah harga diri rendah merasa diri tidak berguna,
bahwa perilaku harga diri rendah adalah suatu keadaan dimana evaluasi diri dan
perasaan terhadap diri sendiri atau kemampuan diri yang negatif, yang secara langsung
atau tidak langsung diekspresikan”. Klien mampu menyebutkan kemampuan postifif yang
dimiliki, kelompok dan klien membantu menilai kemampuan yang dapat digunakan
setelah itu memilih kemampuan yang dapat dilakukan dipanti bina laras harapan sentosa
I, serta melatih kemampuan yang telah dipilih. Hambatan yang kelompok hadapi juga
dapat kelompok atasi dengan kontak singkat tetapi sering, sehingga klien semakin yakin
bahwa kelompok akan membantu klien dengan demikian klien dapat menjawab
pertanyaan kelompok dengan tepat dan melakukan kemampuan yang telah dipilih sesuai
dengan kemampuan pasien dan fasilitas yang tersedia dipanti bina laras sentosa harapan I.

Tindakan keperawatan dari SP I sampai dengan SP II ( 2 kali pertemuan). Dalam


pelaksanaan tindakan keperawatan, telah mendapatkan hasil yang baik, hal ini
ditunjukkan dengan klien bisa merubah pandangan negatif terhadap dirinya, dan klien
mau menggunakan kemampuan yang dimiliki.
C. Diagnosa III: Defisit Perawatan Diri
Kelompok telah melakukan tindakan keperawatan dari SP I sampai SP IV
(sebanyak 3 kali pertemuan). Kelompok menemukan hambatan dalam melakukan
tindakan keperawatan terutama pada SP I dan SP IV yaitu tentang menjaga kebersihan
diri dan berhias misalnya keramas, mencukur jenggot, mengosok gigi, Karena
keterbatasan persediaan alat mandi dan berhias hanya melakukannya apabila diingatkan
oleh perawat dan petugas.
Solusi yang dapat dilakukan kelompok untuk mengatasi defisit perawatan diri
pada Tn. A adalah dengan cara memfasilitasi kebutuhan dasar untuk kebersihan dirinya,
misalnya menyediakan sabun, shampoo dan alat pencukur.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Klien dengan gangguan isolasi sosial memiliki karakteristik menarik diri dari orang
lain, sulit membina hubungan saling percaya pada awal interaksi. Klien mengalami
hambatan dalam berdiskusi tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain, dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, bahkan tidak ada motivasi dalam
berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain, saat interaksi kontak mata kurang apabila
tidak diberi stimulasi, serta sering menunduk.

Harga diri rendah dan koping keluarga yang tidak efektif dapat menjadi salah satu
pencetus timbulnya isolasi sosial seperti sulit, malas dan takut berinteraksi dengan orang
lain dimana suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain
menyatakan sikap negatif atau mengancam..

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi
sosial yaitu membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap empati, dan
menerima klien apa adanya, memberi perhatian, memberi sentuhan, memberi
reinforcement, kontak sering tapi singkat, menggunakan pertanyaan tertutup dengan
jawaban pilihan dan memenuhi kebutuhan dasar. Mengidentifikasi penyebab isolasi
sosial, berdiskusi tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain, hindarkan penilaian yang negatif, utamakan memberi
pujian yang realistis setiap kemampuan berkenalan dan jawaban yang diberikan klien ,
walaupun respon dan setiap jawaban klien tidak yang seperti diharapkan.

B. Saran
Untuk mengatasi hambatan yang ditemukan dalam merawat klien dengan isolasi sosial
dibutuhkan perhatian dari perawat, yaitu:

a. Diharapkan perawat dapat memodifikasi tindakan sesuai dengan kondisi klien dan
tetap mempertahankan prinsip tindakan keperawatan seperti kontak mata sering dan
singkat, menggunakan bahasa yang mudah dipahami klien, bersikap empati,
memenuhi kebutuhan dasar klien agar dapat memenuhi klien dalam memberikan
asuhan keperawatan yang profesional.
b. Perawat hendaknya menunda sementara pembicaraan yang menjadi pengalaman
traumatik bagi klien dan memulai secara bertahap jika klien sudah siap.
c. Pendidikan kesehatan pada keluarga mengenai masalah yang terjadi pada klien,
tanda dan gejala serta merawat klien yang dapat dilakukan keluarga, perlu di
optimalkan pada saaat keluarga berkunjung ke panti atau saat perawat melakukan
kunjungan rumah.
d. Perawat melakukan pendidikan kesehatan pada keluarga secara teratur dan
berkesinambungan baik dalam seting rawat inap, rawat jalan dan komunitas.
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans
Info Media.

Farida, Yudi Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Keliat, Budi Anna & akemat.2009. Model Praktik Keperawatan Profesional


Jiwa.EGC.Jakarta

Nita, Fitria. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama

You might also like