You are on page 1of 26

A.

Identitas Buku

Judul:Memahami Individu Dengan Teknik Tes

Penulis:Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd., Kons. & Edris Zamroni, S.Pd., M.Pd.
Halaman: XV hal + 361 hal. uk; 23,5 x 15,5 cm

Penulis : Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd., Kons.

Edris Zamroni, S.Pd., M.Pd.

Desain Cover : Edzam Creative

Dicetak Oleh : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus

Cetakan Pertama: Oktober 2015

ISBN 978-602-1180-24-2

Penerbit : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus

B.Ringkasan Isi Buku

Bab I

PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN


PEMAHAMAN INDIVIDU DENGAN TES

A. Pengertian Tes Psikologis


Tes Psikologis ialah hasil tes yang akurat dapat memberi
gambaran tentang kemampuan potensial maupun non
kemampuan individu.

B. Fungsi Tes Psikologi


Tes psikologi merupakan prosedur sistematis untuk
membandingkan tingkah laku baik dengan suatu standar tertentu
maupun dengan kelompoknya. Hasil tes psikologi berupa informasi
mengenai subjek yang dikenai tes dan dapat diwujudkan dalam bentuk
angka. Aspek yang dites dengan tes-tes psikologi meliputi antara lain a

C. Tujuan Pemahaman individu dengan Tes


Layanan bimbingan konseling dilakukan dengan mendasarkan
pada prinsip (1) adanya perbedaan individual. Setiap individu
memiliki kemampuan baik potensial maupun aktual serta memiliki
masalah berikut latar masalah yang berbeda-beda sehingga
layanan bimbingan konseling harus sesuai dengan potensi individu
yang bersangkutan, (2) didasarkan pada informasi yang lengkap
dan akurat tentang diri individu sehingga layanan yang diberikan
sesuai dengan keadaan diri individu dan juga akurat, (3) adanya
kenyataan bahwa terdapat individu yang kurang berhasil
melakukan penyesuaian diri baik penyesuaian diri fisik, sosial,
akademik, emosional, dan bahkan penyesuaian diri religius
sehingga memerlukan pengukuran psikologis.
D. Keterbatasan Tes
Keterbatasan tes dapat dilihat dari alat tes, tester, testee,
administrasi tes termasuk juga lingkungan saat tes berlangsung.
Tes yang digunakan telah memenuhi syarat vailiditas, misal 0,7.
Tes tersebut tidak mampu mengukur keseluruhan yang diukur
karena validitasnya hanya 0,7. Validitas sama dengan 1 sangat
sukar dipenuhi atau bahkan validitas tersebut hampir tidak dapat
dipenuhi oleh suatu tes apapun, akibatnya tidak semua
kemampuan individu terukur atau terditeksi. Keterbatasan dari sisi
validitas juga dapat terjadi karena adanya kesalahan pengukuran.

Bab II
SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR

A. Validitas
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh tes sebagai alat ukur
adalah validitas, sehingga tes yang digunakan dalam pengukuran
psikologis harus benar-benar valid. Suatu tes memiliki validitas jika tes
mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen, 1979). Contoh:
tes yang digunakan untuk seleksi calon karyawan adalah valid, jika
skor-skor hasil tes memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil pengujian
performansi kerja di masa yang akan datang. Tes inteligensi dikatakan
valid, jika tes mampu membedakan di antara orang-orang yang
memiliki variasi dalam inteligensi. Tes kepribadian dikatakan valid
jika tes menghasilkan skor-skor yang menunjukkan perbedaan
bermakna dalam kepribadian. Pengembangan dan penggunaan tes
harus dapat dipertanggung- jawabkan untuk menjamin bahwa tes
yang digunakan benar-benar valid.

B. Reliabilitas
Tes untuk mengukur atribut psikologis di samping harus
valid juga harus reliabel, sehingga penelitian tentang kualitas
psikometris baik validitas maupun reliabilitas tes menjadi penting
untuk terus dilaksanakan. Hal tersebut menjadi penting agar
diperoleh tes yang mampu mendiskripsikan objek yang diukur
dan benar-benar sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.
Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan harapan
diperoleh instrumen yang memiliki tingkat keandalan yang tinggi.

C.Tingkat Kesukaran dan Kemampuan Deskriminasi


Tingkat kesukaran (level of difficulty) suatu soal berkaitan dengan
jumlah siswa yang dapat mengerjakan dengan benar. Tingkat
kesukaran soal dapat juga disebut tingkat kemudahan (degree of
succes). Suatu tes dikatakan baik jika tes tersebut tidak terlalu sukar
dan tidak terlalu mudah. Tes yang terlalu sukar tidak mengungkap apa
yang telah diketahui peserta didik dan tes yang terlalu mudah tidak
mampu mengungkap apa yang belum diketahui peserta didik.

Bab III
SEJARAH TES PSIKOLOGI
Pengantar
Penerapan tes psikologi di Indonesia, terutama dalam bidang
pendidikan telah lama dilakukakan. Dewasa ini, penerapan tes telah
dilakukan di berbagai bidang terutama untuk kepentingan penerimaaan
pegawai atau rekrutmen dan promosi pegawai. Dalam pendidikan, tes
digunakan antara lain untuk seleksi masuk sekolah dan perguruan
tinggi, pengembangan pribadi, penempatan, dan pemilihan studi lanjut.
Meskipun tes telah secara luas penggunaannya, tetapi pengembangan
tes sebagai alat ukur tidak sepesat di Amerika Serikat. Amerika Serikat
merupakan salah satu contoh negara yang gerakan testingnya sangat
baik atau dapat dikatakan bahwa testing merupakan suatu gerakan
nasional. Di Amerika gerakan testing psikologis berkembang sejak
awal abad 19, karena kebutuhan akan instrumen pengukuran
kemampuan orang sebagai akibat dari perkembangan industri. Dunia
industri dan dunia usaha membutuhkan tenaga terampil dengan bakat
dan kemampuan yang cocok untuk menjalankan mesin-mesin dan
melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha modern demi efisiensi dan
produktivitas kerja. Dalam dunia kemiliteran, seperti pada saat Perang
Dunia I juga memerlukan tenaga militer dengan kemampuan yang
diidentifikasi secara cepat untuk ditempatkan atau menjadi tenaga di
bagian-bagian yang ada seperti artileri, infantri, penerbang, nakhoda,
dan sebagainya.
B. Perkembangan Pengukuran Psikologi
Pengukuran psikologi pada awalnya sangat di pengaruhi oleh
ilmu fisiologi dan fisika. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
pengukuran dalam ilmu ini mempengaruhi juga pengukuran dalam
psikologi. Karya-karya tokoh dalam bidang psikofisika umumnya
mencari hukum-hukum umum (generalisasi). Baru kemudian,
terutama karena pengaruh Galton, gerakan “testing” yang
mengutamakan ciri-ciri individual menjadi berkembang.

Bab IV
PENGUKURAN INTELIGENSI
A. Pengertian Inteligensi
. Inteligensi menurut Binet (dalam Suryabrata, 1997) adalah:
kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan
(memperjuangkan) tujuan tertentu,
kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud
untuk mencapai tujuan itu, dan
kemampuan untuk otokritik, yaitu kemampuan mengkritik diri
sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah
dibuatnya.
B. Teori-teori Inteligensi

1.) Inteligensi Umum


2.) Primary Mental Abilities
3.) Multiple Intelligences
4.) Triarchic Theory of Intelligence

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi


Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah:
1. Faktor bawaan atau keturunan
2. Faktor Lingkungan

D. Sejarah pengukuran inteligensi


Penyusunan tes inteligensi sudah dimulai sejak lama. Menurut
Gregory, pada tahun 2200 sebelum Masehi di China dilakukan
pengujian layanan masyarakat. Pada tahun 1862 Masehi, Wilhelm
Wund menggunakan pendulum untuk mengukur kecepatan berpikir.
Francis Galton menyusun batteray pertama untuk 1000 warga
negara di pusat kesehatan masyarakat. Pada tahun 1890, James
Mekeen Cattel menggunakan istilah mental test dalam penyusunan
batteray test galtonian.
Kendra Cherry, mengungkapkan bahwa tes inteligensi yang
pertama disusun oleh Alfred Binet. Selanjutnya dikatakan bahwa pada
awal tahun 1900, Alfred Binet membantu memecahkan kesukaran
belajar di sekolah. Pemerintah meloloskan undang-undang yang
mengharuskan seluruh anak-anak di Prancis bersekolah, oleh karena

itu penting untuk menemukan suatu cara untuk mengidentifikasi


anak-anak yang memerlukan pendampingan secara khusus.
Untuk menghadapi tugas di atas, Binet dan mitra kerjanya
Theodore Simon memulai mengembangkan sejumlah pertanyaan
yang difokuskan pada perhatian, ingatan dan keterampilan
pemecahan masalah. Dalam menggunakan pertanyaan-
pertanyaan, Binet menentukan satu yang cocok sebagai prediktor
terbaik keberhasilan sekolah. Binet segera merealisasikannya pada
beberapa anak yang mampu menjawab pertanyaan tingkat lanjut
lebih banyak dari anak-anak yang lebih tua yang secara umum
mampu menjawab. Sementara anak-anak lain yang umurnya sama
hanya mampu menjawab pertanyaan yang anak-anak lebih muda.

E. Jenis Tes Inteligensi


Tes inteligensi di bedakan menjadi 3, yaitu tes inteligensi
umum, tes inteligensi khusus, dan tes inteligensi differensial. Tes
inteligensi umum bertujuan untuk memberikan gambaran umum
tentang taraf kemampuan seseorang. Tes inteligensi khusus
bertujuan untuk menggambarkan taraf kemampuan seseorang
secara spesifik. Tes inteligensi differensial bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam
berbagai bidang yang memungkinkan didapatnya profil
kemempuan tersebut. Tes Inteligensi ini di maksudkan untuk
mengetahui inteligensi (kecerdasan) individu yang di tes.
F.Intelligence Question atau IQ
IQ dan inteligensi dalam kehidupan sehari hari seringkali
dasamakan penggunaannya. Kedua istilah tersebut sebenarnya
memiliki makna yang berbeda. Secara umum inteligensi adalah
kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah,
kemampuan untuk menyesuaikan diri dan kemampuan untuk
otokritik. IQ merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat
kecerdasan seseorang setelah yang bersangkutan
melaksanakan dan atau mengerjakan test inteligensi.

G. Penggunaan Tes Inteligensi dalam Pendidikan dan


Konseling
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa tes-tes
inteligensi ada yang dirancang untuk mengungkap kemampuan
potensial seseorang dalam hal kemampuan umum dan terdapat
pula tes yang dirancang untuk mengungkap beberapa kemampuan
khusus. Tes-tes tersebut diterapkan pada anak-anak usia sekolah
atau orang dewasa, dan tes dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan verbal dan non verbal. Tes inteligensi dapat juga
mengungkap kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan
simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya. Kemampuan-
kemampuan yang diukur dengan tes inteligensi dapat digunakan
untuk mempredik keberhasilan anak belajar di sekolah.
Hasil tes inteligensi dapat pula digunakan keperluan layanan
bimbingan konseling, terutama dalam hal pengembangan diri,
layanan penempatan (seperti pemilihan jurusan) dan studi lanjut.
Dalam hal penempatan, hasil pengukuran inteligensi memberi
gambaran mengenai potensi yang dimiliki anak sehingga anak
akan ditempatkan pada kelas, jurusan, dan atau keleompok yang
sesuai dengan potensinya. Hasil tes inteligensi dapat digunakan
untuk membantu anak dalam pemilihan jurusan atau program studi
dan perguruan tinggi yang sesuai dengan potensi anak.
Pada kehidupan yang didasarkan budaya modern dan maju
secara teknologi, skor pada tes inteligensi dapat digunakan sebagai
alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan
serta aktivitas-aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari.
Bab V
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN
MELALUI TES KEPRIBADIAN
A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian atau personality berasal dari kata latin: pesona. Pada
mulanya kata pesona menunjuk pada topeng yang biasa digunakan
oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya.
Lambat laun, kata pesona berubah menjai satu istilah yang mengacu
pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari
kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan
bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial
yang diterimanya.
Menurut John Locke (Danusastro, 1986) kepribadian merupakan
suatu pikiran dan kecerdesan yang memiliki pertimbangan dan refleksi
serta membentuk diri sebagai self. Pendapat John Locke tersebut
dikemukakan sebelum kajian dan pengembangan psikologi sebagai
ilmu modern. Burgess menjelaskan bahwa kepribadian adalah
integrasi dari seluruh sifat yang menentukan peran dan status orang
tersebut dalaman masyarakat. Pendapat lain dikemukakan oleh
MacCurdy dan pendapat ini mengarah pada pola tingkah laku
seseorang yang khas sifatnya. MacCurdy (Danusastro)
mengemukakan bahwa kepribadian adalah integrasi pola-pola atau
minat yang memberi kecenderungan khas individu untuk berperilaku.
Pengertian kepribadian yang banyak diterima ahli dikemukakan
oleh Allport. Allport mengemukakan pengertian kepribadian setelah
mengkaji lebih dari lima puluh pengertian kepribadian. Menurut Allport
(Lindzey dan Hall, 1978) personality is the dinamic organization within
the individual of tose psychophysical systems that determine his
unique adjustment to his environment. Keperibadian adalah organisasi
dinamis dari sistem psikofisik dalam individu yang menentukan cara-
caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Oleh karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka
sukar sekali dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Yang
dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan
mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat
diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita, dan
persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang.

B. Pembentukan Kepribadian
Pada awalnya orang berpendapat bahwa kepribadian ditentukan
faktor keturunan atau bawaan. Jika orang tuanya seorang pemarah,
besar kemungkinan anaknya juga akan menjadi anak pemarah.
Namun, pendapat ini kemudian dipertanyakan oleh banyak pihak.
Pendapat yang kemudian berkembang adalah bahwa kepribadian
merupakan hasil bentukan lingkungan. Faktor-faktor di luar diri
seseorang (seperti pola asuh orang tua, pendidikan guru, perlakukan
masyarakat sekitar, nilai yang ditanamkan, dan sebagainya) diyakini
sangat berperan dalam membentuk kepribadian seseorang.
Boeree mengatakan kepribadian terbentuk oleh tiga faktor, yaitu
keturunan, lingkungan, dan situasi. Interaksi ketiga faktor tadi terjadi
dalam tiga fase transisi yang menentukan bagi setiap orang, yaitu fase
bayi, remaja, dan dewasa. Pandangan yang menyatakan kepribadian
merupakan hasil interaksi beberapa faktor merupakan pandangan
yang banyak disetujui banyak ahli. Ada juga yang menyatakan setuju
pada teori interaksi ketiga faktor tersebut, dengan tetap menganggap
keturunan sebagai faktor yang dominan. Selain itu pengalaman juga
ikut mempengaruhi pembentukan kepribadian.
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk
kepribadian, dapat dibedakan dalam dua golongan :
Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap
individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat
hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam
masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita
seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu.

Pengukuran Kepribadian
Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata
pelaporan diri (self-report) melalui kuesioner kepribadian atau
penelusuran kepribadian seutuhnya menggunakan inventory
kepribadian yaitu serangkaian instrumen yang menyingkap
sejumlah sifat. Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau
menyelidiki kepribadian. Berikut ini adalah beberapa diantaranya :
1. Observasi Direct
Observasi direct berbeda dengan observasi biasa. Observasi
direct mempunyai sasaran yang khusus, sedangkan observasi
biasa mengamati seluruh tingkah laku subjek. Observasi direct
memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya
indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi
biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu.
Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat
diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat
berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya. Ada tiga tipe metode
dalam observasi direct yaitu:
Time Sampling Method
Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek diselidiki
pada periode waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin
sekadar muncul tidaknya respons, atau aspek tertentu.
Incident Sampling Method
Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari
berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi. Laporan
observasinya mungkin berupa catatan-catatan dari Ibu
tentang anaknya, khusus pada waktu menangis, pada waktu
mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut
hal-hal yang menjadi perhatian adalah tentang intensitasnya,
lamanya, juga tentang efek-efek berikut setelah respons.
Metode Buku Harian Terkontrol
Metode ini dilakukan dengan cara mencatat dalam
buku harian tentang tingkah laku yang khusus hendak
diselidiki oleh yang bersangkutan sendiri. Misalnya
mengadakan observasi sendiri pada waktu sedang
marah. Syarat penggunaan metode ini, antara lain,
bahwa peneliti adalah orang dewasa yang cukup
inteligen dan lebih jauh lagi adalah benar-benar ada
pengabdian pada perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Wawancara (Interview)
Menilai kepribadian dengan wawancara (interview),
dilakukan dengan mengadakan tatap muka dan berbicara
dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam psikologi
kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis
wawancara, yakni:
Stress interview
Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh
mana seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang dapat
mengganggu emosinya dan juga untuk mengetahui seberapa
lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan emosinya
setelah tekanan-tekanan ditiadakan. Interviewer
ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu yang mudah,
kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih sukar.
Exhaustive Interview
Exhaustive Interview merupakan cara interview
yang berlangsung sangat lama; diselenggarakn secara
terus menerus. Cara ini biasa digunakan untuk meneliti
para tersangka dibidang kriminal dan sebagai
pemeriksaan taraf ketiga.
3. Tes proyektif
Cara lain untuk mengukur atau menilai kepribadian
adalah dengan menggunakan tes proyektif. Orang yang
dinilai akan memprediksikan dirinya melalui gambar atau
hal-hal lain yang dilakukannya. Tes proyektif pada dasarnya
memberi peluang kepada testee (orang yang dites) untuk
memberikan makna atau arti atas hal yang disajikan; tidak
ada pemaknaan yang dianggap benar atau salah.
Jika kepada subjek diberikan tugas yang menuntut
penggunaan imajinasi, kita dapat menganalisis hasil fantasinya
untuk mengukur cara dia merasa dan berpikir. Jika melakukan
kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan dirinya,
memantulkan (proyeksi) kepribadiannya untuk melakukan
tugas yang kreatif. Jenis yang termasuk tes proyektif adalah:
Tes Rorschach
Tes yang dikembangkan oleh seorang dokter psikiatrik
Swiss, Hermann Rorschach, pada tahun 1920-an, terdiri atas
sepuluh kartu yang masing-masing menampilkan bercak tinta
yang agak kompleks. Sebagian bercak itu berwarna;
sebagian lagi hitam putih. Kartu-kartu tersebut diperlihatkan
kepada mereka yang mengalami percobaan dalam urutan
yang sama. Mereka ditugaskan untuk menceritakan hal apa
yang dilihatnya tergambar dalam noda-noda tinta itu.
Meskipun noda-noda itu secara objektif sama bagi semua
peserta, jawaban yang mereka berikan berbeda satu sama
lain. Ini menunjukkan bahwa mereka yang mengalami
percobaan itu memproyeksikan sesuatu dalam noda-noda
itu. Analisis dari sifat jawaban yang diberikan peserta itu
memberikan petunjuk mengenai susunan kepribadiannya.
Tes Apersepsi Tematik (Thematic Apperception Test/TAT) Tes
apersepsi tematik atau Thematic Apperception Test
(TAT), dikembangkan di Harvard University oleh Hendry
Murray pada tahun 1930-an. TAT mempergunakan suatu seri
gambar-gambar. Sebagian adalah reproduksi lukisan-lukisan,
sebagian lagi kelihatan sebagai ilustrasi buku atau majalah.
Para peserta diminta mengarang sebuah cerita mengenai
tiap-tiap gambar yang diperlihatkan kepadanya. Mereka
diminta membuat sebuah cerita mengenai latar belakang dari
kejadian yang menghasilkan adegan pada setiap gambar,
mengenai pikiran dan perasaan yang dialami oleh orang-
orang didalam gambar itu, dan bagaimana episode itu akan
berakhir. Dalam menganalisis respon terhadap kartu TAT, ahli
psikologi melihat tema yang berulang yang bisa
mengungkapkan kebutuhan, motif, atau karakteristik cara
seseorang melakukan hubungan antarpribadinya.
4. Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian adalah kuesioner yang mendorong individu
untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu.
Kuesioner ini mirip wawancara terstruktur dan ia menanyakan
pertanyaan yang sama untuk setiap orang, dan jawaban biasanya
diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai, seringkali dengan
bantuan komputer. Menurut Atkinson dan kawan-kawan, investori
kepribadian mungkin dirancang untuk menilai dimensi tunggal
kepribadian (misalnya, tingkat kecemasan) atau beberapa sifat
kepribadian secara keseluruhan. Investori kepribadian yang terkenal
dan banyak digunakan untuk menilai kepribadian seseorang ialah: (a)
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), (b) Forced-
Choice Inventories, dan (c) Humm-Wadsworth Temperament Scale
(H-W Temperament Scale).
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
MMPI terdiri atas kira-kira 550 pernyataan tentang sikap,
reaksi emosional, gejala fisik dan psikologis, serta
pengalaman masa lalu. Subjek menjawab tiap pertanyaan
dengan menjawab “benar”, “salah”, atau “tidak dapat
mengatakan”. Pada prinsipnya, jawaban mendapat nilai
menurut kesesuaiannya dengan jawaban yang diberikan oleh
orang-orang yang memiliki berbagai macam masalah
psikologi. MMPI dikembangkan guna membantu klinis dalam
mendiagnosis gangguan kepribadian. Para perancang tes
tidak menentukan sifat mengukurnya, tetapi memberikan
ratusan pertanyaan tes untuk mengelompokkan individu. Tiap
kelompok diketahui berbeda dari normalnya menurut kriteria
tertentu. Kelompok kriteria terdiri atas individu yang telah
dirawat dengan diagnosis gangguan paranoid. Kelompok
kontrol terdiri atas orang yang belum pernah didiagnosis
menderita masalah psikiatrik, tetapi mirip dengan kelompok
kriteria adalah hal usia, jenis kelamin, status sosioekonomi,
dan variabel penting lain.
Forced-Choice Inventories
Forced-Choice Inventories atau Inventori Pilihan-Paksa
termasuk klasifikasi tes yang volunter. Suatu tes dikatakan
volunter bila subjek dapat memilih pilihan yang lebih disukai,
dan tahu bahwa semua pilihan itu benar, tidak ada yang salah
(Muhadjir,1992). Subjek, dalam hal ini, diminta memilih pilihan
yang lebih disukai, lebih sesuai, lebih cocok dengan
minatnya, sikapnya, atau pandangan hidupnya.
Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W
Temperament Scale)
H-W Temperament Scale dikembangkan dari teori
kepribadian Rosanoff (Muhadjir, 1992). Menurut teori ini,
kepribadian memiliki enam komponen, yang lebih
banyak bertolak dari keragaman abnomal, yaitu:
Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak
konsisten,berpikirnya lebih mengarah pada
khayalan.
Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten,
dengan angan bahwa dirinya penting.
Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat
berkobar.
Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi
dan pesimisme.
Hysteroid, keturunan watak berbatasan dengan
tendensi kriminal.
Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang
bergerak terus.

Aspek yang Diukur melalui Tes Kepribadian


Pengukuran kepribadian dapat juga dilakukan melalui observasi,
wawancara ataupun melalui inventori dan atau alat ukur
tertentu. Alat ukur yang biasa digunakan dalam pengukuran
kepribadian seseorang adalah inventori. Alat ini berisikan
sejumlah pertanyaan dan pengisi menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut sesuai dengan kondisi dirinya. Setelah diisi,
inventori ini kemudian di nilai dengan cara tertentu sehingga
akhirnya didapatkan gambaran tentang kepribadian pengisi.
Inventori yang digunakan dalam pengukuran kepribadian cukup
banyak, diantaranya MBTI, DISC, MMPI, PPI, Drake P3. Tiap
inventori dibuat berdasarkan teori tertentu dengan interpretasi yang
berbeda-beda. Umumnya inventori pengukuran kepribadian
menggunakan metode self-report. Pada metode ini, setiap orang
memberikan data yang menurut mereka sesuai dengan keadaan
dirinya. Tentu saja unsur subjektivitas cukup berperan dalam
metode ini. Hal itu coba diminimalkan dengan menguji konsistensi
jawaban pengisi atas pertanyaan yang sama sampai beberapa kali.
Aspek yang diukur oleh tiap inventori berbeda-beda. MBTI
misalnya, mengukur empat dimensi dari kepribadian seseorang.
Dimensi pertama mengukur sumber energi yang membuat seseorang
hidup: extraversion (berasal dari luar dirinya) atau intraversion (berasal
dari dalam dirinya). Orang yang ekstrover mendapatkan
energinya bila ia menjadi pusat perhatian, berdiskusi dengan
orang lain, dan sebagainya. Orang introvert akan lebih berenergi
bila banyak kesempatan untuk membuat perenungan,
kesendirian, dan sebagainya.
Dimensi kedua dari MBTI mengukur bagaimana seseorang
memahami sesuatu secara alami. Ada orang-orang yang bisa
memahami sesuatu dengan melihat, mencium, mendengar, dan
menggunakan sensor indrawi. Biasanya mereka melihat secara detail
dan fokus pada hal-hal yang terjadi saat ini. Itu disebut sebagai tipe
sensing. Ada pula orang lain yang memahami sesuatu dengan melihat
pola umum yang terjadi, dan fokus pada kemungkinan-kemungkinan di
masa depan. Itulah tipe intuition. Ilmuwan yang bekerja di laboratorium
kimia biasanya tergolong sensing, sementara seorang pemain di bursa
saham tergolong intuition.
Dimensi ketiga mengukur bagaimana seseorang mengambil
keputusan. Ada yang mengambil keputusan dengan menggunakan
logika (head), tapi ada pula yang menggunakan perasaan dan rasa
kemanusiaan (heart). Pada dimensi ini ada tipe thinking dan feeling.
Orang yang bisa memecat orang dengan kepala dingin, menggunakan
nalar, dan tidak terlalu peduli perasaan orang tersebut, tergolong
thinking. Adapun orang yang jika harus memecat seseorang dengan
masih mempertimbangkan soal kemanusiaan, kasihan pada
keluarganya, dan sebagainya tergolong feeling.
Dimensi keempat mengukur gaya hidup seseorang. Ada orang
yang gaya hidupnya teratur, terencana dan penuh dengan
persiapan (ini disebut dengan tipe judgement), tetapi ada juga yang
hidupnya mengalir, spontan fleksibel dan sangat adaptif (ini
tergolong tipe perceiving). Orang yang bila ingin pergi ke luar kota
harus dengan perencanaan yang matang dan detail termasuk
sebagai judgement. Namun, orang yang pergi ke luar kota dan
menganggap perjalanannya sebagai sebuah petualangan penuh
kejutan sangat mungkin tergolong tipe perceiving.
Kombinasi keempat dimensi itu akan menghasilkan 16 tipe
kepribadian, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan
sendiri-sendiri. Bisa kita lihat di sini bahwa pengukuran kepribadian
merupakan suatu proses yang rumit dan tidak pernah menjamin
memberikan hasil yang 100% akurat. Dan perlu diingat juga
bahwa kita masih berbicara tentang pengukuran kepribadian
untuk orang ‘normal’.

E. Kebutuhan Pengukuran Kepribadian


Kebutuhan untuk melakukan tes kepribadian dalam layanan
konseling timbul didasarkan pertimbangan antara lain bahwa
sebelum guru pembimbing dan atau konselor merencanakan model
intervensi dan melakanakan intervensi melalui konseling, maka
guru pembimbing dan atau konselor perlu mengenal, mengerti dan
memahami potensi undividu terutama mengenai aspek
kepribadiannya beserta dinamika-dinamika psikologis individu.
Pemahaman aspek-aspek kepribadian beserta dinamika
psikologis individu sangat membantu guru pembimbing dan atau
konselor bukan hanya untuk merancang model intervensi untuk
membantu individu tetapi juga sangat berguna dalam proses
konseling agar tujuan konseling dapat tercapai.
Tes kepribadian perlu dilakukan karena adanya prinsip
keindividualan individu, berdasar prinsip tersebut dapat
dipahami bahwa setiap individu memiliki karakteristik yang unik
dan setiap individu memiliki perbedaan individual. Layanan
konseling selalu mendasarkan keunikan pribadi individu dan
perbedaan-perbedaan individual.

F. Kelemahan Tes Kepribadian


Tujuan tes, termasuk tes kepribadian adalah untuk mendapatkan
informasi mengenai hal yang diukur, agar dapat dijadikan landasan
pengambilan keputusan tertentu. Supaya informasi yang diperoleh itu
relevan dan akurat, alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi
itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: valid dan reliabel. Di
samping kedua syarat utama itu, alat pengukur tersebut harus pula:
obyektif, dibakukan, komprehensif, mudah digunakan, dan murah
(Suryabrata, 1970).

Tes kepribadian umumnya menggunakan inventory dan tes-tes


proyektif dalam pelaksanaannya. Baik inventory kepribadian dan
tes proyektif memiliki beberapa kelamahan. Kelemahan pertama
karena adanya faktor social desirability. Testee atau orang yang
mengerjakan tes sering menjawab soal-soal tes bukan sesuai
dengan keadaan dirinya sendiri melainkan sesuai harapan dan
tuntutan masyarakat. Jawaban tersebut sering dianggap sebagai
pemalsuan respon dan hasil tes mengalami bias.
Penskoran, penilaian dan interpretasi dapat bersifat
subyektif. Faktor subjektif tester dan atau interpreter dapat
mempengaruhi hasil tes dan interpretasinya, akibatnya putusan
yang dibuat tester bias dan tidak akurat. Faktor subjektifitas
tester bisa dikuarngai bahkan diatasi dengan menerapkan
intepreter atau tester lebih dari satu dan jumlahnya gasal.
Norma tes merupakan bentuk kelemahan lain dari inventory dan
tes proyektif. Norma yang tidak mantap dapat menjadi penyebab
kelemahan inventory da tes proyektif. Kelemahan berikutnya datang
dari validitas dan reliabilitas. Tes-tes proyektif memiliki problem dalam
hal validitas dan reaibiltasnya. Untuk mengurangi dan atau mengatasi
kelemahan tersebut, tester dapat menggunakan lebih dari satu
batteray tes. Kegunaan menggunakan banyak batteray tes adalah
bahwa kelemahan dari satu jenis batteray tes akan ditutup oleh
kelebihan batteray tes lainnya.
Bab VI
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN
MELALUI TES PROYEKTIF

Pengukuran kepribadian dimaksudkan untuk mengukur sifat-


sifat dasar atau kecenderungan kepribadian seseorang. Dengan
mengetahui sifat atau kecenderungan kepribadian seseorang,
pengenalan terhadap diri seseorang individu menjadi lebih akurat.
Dalam layanan bimbingan konseling pemahaman kepribadian
beserta dinamika psikologis individu menjadi sangat penting,
karena konselor dapat memberikan layanan yang sesuai sifat dan
kecenderungan kebutuhan psikologis peserta didik sehingga guru
dapat merancang proses belajar mengajar dengan baik dan proses
pendidikan menjadi lebih lancar.
Pengukuran kepribadian dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai jenis tes ataupun inventori, baik yang
tergolong tes proyektif dan non proyektif. Pada bab ini akan
dikaji pemahaman kepribadian melalui tes proyektif. Kajian
diawali dengan mengkaji sejarah tes proyektif.

Bab VII

PEMAHAMAN INDIVIDU MELALUI


TES EPPS

A. Sekilas tentang Tes EPPS


Tes EPPS telah diterbitkan untuk jangka waktu yang panjang
melalui The Corporation Psikologis, sekarang dikenal sebagai
Penilaian Harcourt . Pada tahun 2002 hak penerbitan di seluruh dunia
telah dikembalikan ke Harcourt Allen L. Edwards Trust. Internasional.
EPPS ada yang diterjemahan dalam bahasa Belanda, yang telah
diterbitkan di Belanda. Ada juga terjemahan ke dalam bahasa Jepang,
diterbitkan pada 1970 oleh Nihon Bunka Kagakusha, Tokyo.
Tes EPPS tergolong Inventori Kepribadian, dimana kita
dihadapkan pada deretan pernyataan dalam satu buku tes EPPS
dan diminta untuk memilih suatu pernyataan yang disukai.

B. Aspek-aspek dalam Tes EPPS


Penyusunan dan atau pengembangan tes EPPS didasarkan
15 aspek kecenderungan kebutuhan psikologis. Aspek
kecenderungan tersebut didasarkan 20 need yang dikemukan
Murray. Aspek – aspek kecenderungan kebutuhan psikologis
yang di ukur adalah sebagai berikut:
N - Achievement (n-ach) : Dorongan untuk berprestasi, bertindak
menghasilkan yang terbaik, tertarik dengan tugas menantang,
menghasilkan karya besar dan memecahkan teka-teki yang sukar
serta rumit.
N - Deference (n-def) : Merupakan kecenderungan seseorang
yang mudah terpengaruh oleh orang lain, suka penilaian
orang-orang besar tentang dirinya dan banyak tergantung
dari orang lain.
N - Order (n-ord) : Kecenderungan memiliki keteraturan yang
tinggi, terorganisir, rapi termasuk dalam perencanaan dan
aktivitasnya. Menyiapkan segala sesuatu dengan baik sebelum
bepergian dan makan dan minum teratur waktunya.
N - Exhibition (n-exh) : Kecenderungan tinggi untuk pamer,
menampilkan apa yang dimiliki ke lingkungan sekitar meskipun
sebenarnya orang sudah tau tanpa menampilkannya.
N - Autonomy (n-aut) : Dorongan untuk mandiri, Kemudahan
pribadi untuk bertindak sesuai keinginan, dan tidak
tergantung dari orang lain.
N - Affiliation (n-aff) : Loyalitas tinggi terhadap teman dan atau
situasi sosial, mudah berpartisipasi dan beraktivitas sosial.
7. N - Intraception (n-int) : Mudah untuk berintrospeksi, menilai
dan mengevaluasi diri dan perasaan orang lain.
8. N - Succorance (n-suc) : Kecenderungan mengharapkan
bantuan orang lain ketika menghadapi masalah, mencari
dukungan orang lain untuk meyakinkan tindakannya dengan
meraih afeksi dan keramahan dari orang lain.
9. N - Dominance (n-dom) : Kecenderungan tinggi seseorang
untuk menguasai orang lain, ingin mengendalikan dan
mengarahkan kelompok, termasuk memimpin untuk bertindak
sesuai keinginannya.
10. N - Abasement (n-aba) : Kecenderungan pribadi mudah
merasa bersalah, menyesali diri, layak untuk dihukum akibat
tindakannya. Pribadinya mengarah pada inferioritas.
11. N - Nurturance (n-nur) : Pribadi terbuka, mudah membantu
orang lain, santun dan mudah bersimpati.
N - Change (n-chg) : Ketertarikan tinggi pada situasi baru,
berubah-ubah termasuk dalam tindakannya, bekerja
berupaya dengan cara baru.

13. N - Endurance (n-end) : Daya tahan tinggi terhadap


pekerjaan, menyelesaikan apa yang telah dimulai sampai
selesai tanpa mau disela. tidak mudah jenuh dengan situasi
yang dihadapi.

N - Heterosexuality (n-het): Ketertarikan tinggi untuk bergaul dengan


lawan jenis, berupaya mendapatkan afeksi dan perhatian
terhadap lawan jenis, serta dapat bekerja sama dalam satu
tim pekerjaan yang anggotanya berlawanan jenis kelamin.
15. N - Aggression (n-agg) : Dorongan agresi tinggi, mudah
terpicu dengan konflik dan senang dengan konfrontasi
apabila terjadi perbedaan pendapat.

C. Nilai Positif dan Negatif Aspek - aspek dalam EPPS.

1. N-Achievement:
Nilai positif : Kemauan dan kesanggupan untuk berprestasi
Nilai negatif : Ambisius yang merugikan
2. N-Deference:
Nilai positif : Kemauan untuk menyesuaikan diri
Nilai negatif : Kecenderungan suggestible, kurang kritis
3. N-Order:
Nilai positif : Kebutuhan untuk keteraturan
Nilai negatif : Mengurangi kreativitas dan takut menyimpang
4. N-Exhibition:
Nilai positif : Mampu menunjukkan diri, PD, optimis, extraversi
Nilai negatif : Mengurangi kontrol diri dan disiplin diri,
memamerkan diri
5. N-Autonomi:
Nilai positif : Keinginan untuk mandiri, tidak tergantung
Nilai negatif : Kurang mampu adaptasi, fanatik
6. N-Afiliation:
Nilai positif : Kebutuhan terhadap perhatian orang lain yg
harmonis, pengertian dan toleransi

74

Nilai negatif : Kurang tegas

7. N-Intraception:
Nilai positif : Mampu menganalisa perasaan diri dan orang lain
Nilai negatif : Kurang dapat mengambil jarak
8. N-Succorance:
Nilai positif : Kebutuhan untuk menerima bantuan dari orang
lain
Nilai negatif : Pasif, manja
9. N-Dominace:
Nilai positif : Keinginan memimpin, mempengaruhi, membim
bing, mengarahkan.
Nilai negatif : Otoriter
10. N-Abasement:
Nilai positif : Merendahkan diri untuk menyesuaikan diri,
kompromi, toleransi
Nilai negatif : Labilitas emosi, merasa
bersalah 11. N-Nurturance:
Nilai positif : Kehangatan perasaan
Nilai negatif : Kurang rasional
12. N-Change:
Nilai positif : Fleksibel, melakukan perubahan
Nilai negatif : Tidak tetap pada pendirian
13. N-Endurance:
Nilai positif : Keuletan, kegigihan dalam menyelesaikan
pekerjaan
Nilai negatif : Rigid, asal tahan tidak didasari pertimbangan
lain 14. N-Heterosexual:
Nilai positif : Kehidupan sex sehari-hari dalam batas normal
Nilai negatif : Overacting dalam kehidupan sex atau justru
tidak sama sekali

15. N-Aggression:
Nilai positif : Progresif, mampu mengontrol agresi, berani
Nilai negatif : Nekad, perbuatan destruktif dalam segala bentuk

D. Cara Menyajikan Test EPPS


Penyajian tes EPPS dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok. Langkah-langkah pelaksanaan tes adalah sebagai berikut:
Berikan lembar jawaban pada subjek, kemudian minta subjek
untuk mengisi identitas (nama, umur, jenis kelamin, dan
tanggal tes)
Bagikan buku soal pada subjek
Tester memberikan petunjuk kepada Subjek bagaimana cara
mengerjakan tes dengan cara membaca petunjuk pada buku
tes dan testee menyimak pada buku yang telah dibagikan.
Tester menanyakan kembali apakah subjek ada pertanyaan
sebelum mengerjakan tes.
Testee diminta untuk tidak memberikan coretan apapun pada buku
tes dan diminta memastikan menjawab seluruh nomor.
Sebelum tes berakhir ada baiknya penguji meminta subjek untuk
mengecek kembali apakah ada soal yang terlewati.
Pastikan Tester menyajikan tes sesuai waktu yang ditentukan,
untuk Indonesia lebih kurang 60 menit.
Contoh soal EPPS :
Soal pertama :
Saya suka menolong teman - teman saya, bila mereka
berada dalam kesulitan
Saya ingin melakukan pekerjaan apa saja sebaik mungkin.
Soal kedua:
Saya suka memuji orang yang saya kagumi
Saya ingin merasa bebas untuk melakukan apa saja yang
saya kehendak.
Soal ketiga:
Saya merasa bahwa dalam banyak hal saya kalah
dibandingkan orang lain
Saya suka mengelakkan tanggung jawab dan kewajiban-
kewajiban
Testee diminta untuk memilih salah satu kecenderungan
yang menurutnya paling sesuai dengan keadaan dirinya dengan
cara melingkari nomor pernyataan yang menjadi pilihannya.

E. TIPS Mengerjakan Tes EPPS


Sebelum mengerjakan tes, individu diharapkan istirahat yang
cukup agar memiliki energi yang cukup dan perhatian pada
pernyataan-pernyataan dalam tes EPPS memadai. Hal tersebut juga
untuk menghindari kejenuhan yang disebabkan karena faktor
kelelahan. Dalam mengerjakan tes EPPS yang terdiri dari 225 pasang
pernyataan memerlukan perhatian dan daya tahan yang prima agar
tidak asal menjawab, karena menjawab yang asal-asalan berpengaruh
pada hasil tes dan dapat merugikan diri sendiri.
Saat tester membacakan petunjuk harus diperhatikan
secara cermat dan menjawab tes harus sesuai dengan petunjuk
cara mengerjakan. Salah memahami petunjuk dan menjawab
tidak sesuai petunjuk merugikan diri testee sendiri.
Dalam menjawab soal tes, testee diharapkan menjawab sesuai
dengan keadaan dirinya sendiri dan disarankan tidak melakukan
kebohongan. Tidak ada gunanya testee (orang yang mengerjakan
tes) berbohong karena tes EPPS ini telah disusun sedemikian rupa
oleh penyusunnya, korelasi yang tinggi antara keadaan keluar
dengan keadaan “dalamnya” dan menyajikan dua pernyataan yang
mengungkapkan trait yang berbeda dalam setiap nomor.
Bersikap rileks saat mengerjakan tes agar testee mampu
mengerjakan dengan baik. Tegang dan sikap terburu-buru
menyebabkan hasil tes dapat mengalami bias.

F. Kekurangan Tes EPPS


EPPS sebagai alat ukur kepribadian memiliki kelebihan antara lain
dapat mengungkap 15 kecenderungan kebutuhan atau kepribadian,
penyusunan cukup sukar dan teliti karena saat uji coba melibatkan
tokoh-tokoh pentong di Amerika, dapat disajikan secara
kelompok. Namun, EPPS juga memiliki beberapa kekurangan
atau kelemahan diantaranya adalah : Cara pengskoringnya
butuh waktu, ketelitian serta kejelian.
Dalam mengerjakan dan atau menjawab tes kemungkinan
orang dapat mengalami kebosanan mengingat jumlah item soal
atau pasangan pernyataan dalam tes sangat banyak. Ada
beberapa pertanyaan yang kadang tidak dapat menggambarkan
apa yang dirasakan testee sebenarnya.
Bab VIII

MEMAHAMI BAKAT INDIVIDU


A. Pengertian Bakat
Bakat atau aptitude adalah kemampuan bawaan yang
memungkinkan seseorang berhasil dalam satu atau lebih bidang
keahlian.

B. Jenis-Jenis Tes Bakat


Tes bakat yang sudah dikenal dan digunakan untuk
mengukur bakat seseorang diantaranya adalah sebagai berikut:
Differential Aptitude Test ( DAT )
Tes DAT dimaksudkan untuk mengukur bakat individu. DAT
diharapkan dapat mengungkap aspek bakat yaitu : (a Verbal
reasoning), (b) Numerical ability, (c) Abstract reasoning, (d) Space
relation, (e) Mechanical reasoning, (f) Clerical speed and acurary,
Language usage: Spelling and Grammer, dan (h) Scholastic Aptitude
(The Psychology Corporation, Your Aptitudes as Measured by
Defferential Aptitude Test sebagaimana dikutip Sukardi, 1984).

C. Manfaat Memahami Bakat


Kebutuhan untuk memahami bakat individu diawali adanya
kenyataan bahwa dua orang individu yang memiliki inteligensi yang
sama, tetapi memperlihatkan performasi yang berbeda. Misal: dua
individu memiliki IQ sama, tetapi dua individu tersebut berbeda dalam
performansinya. Satu individu terampil dalam tugas mesin dan individu
satunya gagal dalam tugas yang sama. Atau satu individu berhasil
dalam tugas-tugas memainkan alat musik dan satunya gagal pada
tugas yang sama, meskipun IQ-nya sama, dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui bagaimana kemampuan seseorang di
dalam situasi-situasi yang khusus, yang membutuhkan cara
pemikiran yang khusus, bekerjanya fungsi kognitif tertentu, atau
pendekatan kepribadian tertentu, diperlukan alat pengukur
kemampuan lain yang dapat menggambarkan faktor khusus
tadi. Alat pengukur kemampuan yang dapat menggambarkan
faktor-faktor khusus adalah tes bakat (Sadli, 1991).
Tes bakat bertujuan membantu merencanakan dan
membuat keputusan mengenai pilihan pendidikan dan
pekerjaan. Dari hasil tes bakat diperoleh gambaran mengenai
seseorang di dalam berbagai bidang kemampuan.

Bab IX
MEMAHAMI PRESTASI BELAJAR
INDIVIDU MELALUI TES HASIL
BELAJAR
Hasil belajar merupakan kemampuan nyata yang dicapai
seseorang individu setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar
dalam kurun waktu tertentu (seperti: catur wulan, semester, dan
sebagainya). Hasil belajar tersebut diukur dengan menggunakan
alat ukur yang terstandar, dan alat ukur yang dimaksud adalah
tes hasil belajar.
Tes hasil belajar merupakan alat ukur yang berupa
seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa (peserta
didik) dan dapat berupa tugas yang harus dikerjakan peserta didik.
Tes dimaksudkan untuk mengukur perubahan perilaku sebagai
hasil proses belajar-mengajar atau hasil interaksi belajar-mengajar
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh guru. Guru
melaksanakan tes hasil belajar untuk mengetahui keberhasilannya
mengelola lingkungan belajar. Dalam mengajar sebenarnya guru
melakukan penataan lingkungan sehingga terjadi tindak belajar
pada diri para peserta didik atau murid dan hasilnya adalah
terbentuknya tingkah laku baru atau terjadi perubahan tingkah aku.
Ditinjau dari kepentingan guru, tes hasil belajar dimaksudkan
untuk: (1) mengetahui ketepatan pemilihan dan penerapan metode

mengajar, (2) memperoleh informasi untuk kepentingan layanan


bimbingan, (3) untuk mengetahui keberhasilan dalam pengelolaan
kelas. Guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, tidak cukup
hanya melaksanakan transfer pengetahuan, akan tetapi harus
mampu mengelola kelas, memilih dan menerapkan metode
mengajar yang relevan dengan materi ajar dan karakteristik peserta
didik dan juga mampu membimbing peserta didik.
Oleh karena pentingnya tes hasil belajar, guru dipersiapkan untuk
mampu menyusun dan mengembangkan tes, melaksanakan tes dan
menganalisisnya, serta menggunakan hasil tes secara tepat.
Bab III

PENUTUP

Kekurangan

Di dalam buku memahami individu dengan teknik tes ini


mengenai kekurangan dalam penulisan dan pembahasan yaitu
dalam penulisan buku masih ada penulisan EYD yang kurang
tepat sehingga pembaca merasa kurang puas dalam buku ini,
selanjutnya dalam pembahasan buku evaluasi ini masih ada
kata yang masih kurang berkenan dalam pembahasan sehingga
pembaca merasakan beberapa subab yang masih pembaca
kurang pahami, selanjutnya dalam pemaparan yang
menyangkut analisis kualitas tes itu masih belum paham dalam
subab tersebut dengan demikian penulis lebih rinci dalm
pemaparan subab tersebut.

Kelebihan

Di dalam buku memahami individu dengan teknik tes ini


mengenai kelebihan buku ini pembaca ingin berterima kasih
sebelumnya tentang buku ini karena dengan buku ini pembaca
merasa menambah wawasan dan pengetahuan. Kelebihan
dalam buku ini yaitu dalam pembahasan mampu membuat
pembaca merasa paham dari subab yang telah dipaparkan
selain itu dalam bahasa buku ini sangat sederhana sehingga
membuat pembaca merasa paham dalam isi buku evaluasi
pembelajaran dan bahasa buku ini tidak baku sekali dalm
pemaparan isi buku sehingga pembaca tidak merasa kesulitan
dalm membaca.

You might also like