You are on page 1of 32

REFERAT

INFERTILITAS

Disusun oleh :
Faras Afif Berlian
1261050089

Pembimbing
dr. Christofel Panggabean, Sp.OG (K) FM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD BEKASI
PERIODE 02 OKTOBER – 09 DESEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Faras Afif Berlian


Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kebidanan Dan Kandungan
RSUD Bekasi
Periode : Periode 02 Oktober – 09 Desember 2017
Judul : Infertilitas
Pembimbing : dr. Christofel Panggabean, Sp.OG (K) FM

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Kebidanan Dan Kandungan RSUD Bekasi

Jakarta, November 2017

dr. Christofel Panggabean, Sp.OG (K) FM


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul “INFERTILITAS” sebagai salah satu tugas untuk
melengkapi Program Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di
Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi.

Selama melaksanakan makalah ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Christofel Panggabean, Sp.OG (K) FM selaku pembimbing, yang telah memberikan
nasihat, saran, kritik dan waktunya yang demikian banyak untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.

2. Teman-teman kepaniteraan FK UKI dan FK Trisakti yang telah saling membantu satu
sama lain dalam program kepaniteraan klinik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah tanpa kekurangan, untuk itu kritik dan saran
sangat diharapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bekasi, November 2017

Faras Afif Berlian


BAB I
LATAR BELAKANG

Berkembang biak adalah salah satu fungsi luhur dari makhluk hidup, termasuk manusia.
Seluruh makhluk hidup, termasuk manusia berkeinginan untuk menjaga kelangsungan garis
keturunanya dengan cara berkembang biak.
Salah satu gangguan kesehatan reproduksi yang terjadi ada usia subur adalah infertilitas.
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk mengandung sampai melahirkan bayi hidup setelah satu
tahun melakukan hubungan seksual yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun
atau setelah memutuskan untuk mempunyai anak.
Infertilitas merupakan kondisi medis yang mempunyai efek tidak hanya secara medis bagi
penderitanya, tapi juga secara psikologi terutama pada wanita. Wanita seringnya menjadi
menderita karena beban hal ini, apalagi ada budaya-budaya tertentu yang menganggap wanita
merupakan sumber masalah bagi pasangan infertil. Hal ini akan meningkatkan angka kekerasan
yang terjadi pada wanita dan juga angka perceraian. Bagi sang suami yang menganggap wanita
sebagai sumber masalah infertilitas, akan berubah perilaku seksualnya, mereka akan sering
berganti-ganti pasangan seksual walaupun sudah bercerai dengan istrinya yang mana akan
meningkatkan risiko terjangkit HIV/AIDS. Beberapa penelitian dalam 10 tahun terakhir, walaupun
etiologinya belum diketahui, mulai mengetahui bahwa infertilitas mungkin dapat ikut menjadi
faktor yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
Kegagalan pasangan suami istri (pasutri) dalam memperoleh keturunan, disebabkan oleh
masalah pada pria dan atau wanita. 40 persen kesulitan mempunyai anak terdapat pada wanita, 40
persen pada pria, dan 20 persen pada keduanya. Anggapan bahwa kaum wanitalah yang lebih
bertanggung jawab terhadap kesulitan mendapakat anak adalah kurang tepat. WHO juga
memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1 sari 7 pasangan) memiliki masalah infertilitas, dan
setiap tahun muncul sekitar 2 juta pasangan infertil.
Disebut infertilitas primer jika seorang wanita yang telah berkeluarga belum pernah
mengalami kehamilan meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa perlindungan
kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan, Sedangkan tidak terdapat kehamilan
dalam waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha
berhubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah
hami, dikenal dengan sebutan infertilitas sekunder.
Penyebab infertilitas dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 33,3 % masalah terkait pada wanita,
33,3 % pada pria dan 33,3% disebabkan oleh factor kombinasi. Penyebab dari pihak wanita
diantaranya masalah vagina yaitu vaginitis, masalah di serviks yaitu servitis, uterus, tuba dan
masalah di ovarium yaitu kista ovarium. Penyebab dari pihak pria diantaranya spermatogenesis
abnormal, kelainan anatomi, ejakulasion retrofrade,stress, infeksi menular, asupan alcohol dan
nikotin berlebih, factor pekerjaan serta ketidakmampuan sperma melakukan penetrasi ke sel telur.
Penyebab dari pihak kombinasi adalah penyebab yang ditimbulkan apabila kedua suami istri sama-
sama memiliki faktor penyebab terjadinya infertilitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Reproduksi Manusia

Setiap bayi perempuan lahir dengan rata-rata 400 ribu sel telur imatur pada
ovariumnya. Ketika perempuan sudah mencapai menarche, maka setiap bulan ketika haid,
wanita akan kehilangan 1 sel telurnya. Setiap siklus menstruasi dimulai dengan pelepasan
gonadotropin releasing hormon (GnRH), FSH, dan LH. Hormon –hormon ini akan
mempersiapkan ovarium untuk melepaskan sel telur dan memberi sinyal untuk uterus agar
endometrium mempersiapkan diri untuk sebuah implantasi. Kemudian ketika di
pertengahan siklus, adanya peningkatan hormon akan membuat pelepasan sel telur oleh
ovarium, hal ini disebut ovulasi. Sel telur itu kemudian ditangkap oleh fimbrae dan berjalan
melalui tuba fallopi menuju uterus. Apabila sel telur ini kemudian bertemu dengan sel
sperma, maka sel telur dan sel sperma akan bertemu dan terjadi fertilisasi, hal ini paling
sering terjadi di ampulla tuba fallopi. Sel telur yang telah difertilisasi ini akan menjadi
zigot, terus berjalan ke arah uterus, dan akhirnya akan terjadi implantasi pada endometrium
uterus dalam bentuk blastula. Apabila sel telur ini tidak dibuahi maka akan hormon akan
memberi sinyal agar endometrium meluruhkan lapisan-lapisan yang tadinya dipersiapkan
untuk implantasi bayi. Hal inilah yang disebut dengan menstruasi, dan siklus ini akan
berlanjut sampai masa menopause.
Gambar a.1 Reproduksi Wanita

Pada bayi laki-laki, mereka lahir dengan 2 testis. Setiap testis mempunyai
kemampuan untuk membuat dan menyimpan sperma secara berkelanjutan. Hal ini dimulai
ketika masa pubertas, stok sperma yang baru akan dibuat setiap 72 jam, akibat respon
terhadap hormon testosteron, GnRH, LH, dan FSH. Saluran epididimis merupakan tempat
untuk pematangan sperma yang kemudian akan berjalan melalui vas deferens dan duktus
ejakulatorius. Selama dalam perjalanan ini, sperma akan bercampur dengan sekret dari
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan prostat untuk membentuk semen. Ketika
sudah diejakulasikan, sperma harus berenang melalui serviks untuk bertemu dengan sel
telur.
Gambar a.2 Reproduksi Pria

B. DEFINISI
Fertilitas adalah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak
hidup oleh suami yang mampu menghamilinya.
Infertilitas adalah kondisi ketidakmampuan untuk mengandung sampai melahirkan
bayi hidup setelah satu tahun atau 12 bulan dalam melakukan hubungan seksual yang teratur
dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun atau setelah memutusukan untuk mempunyai
anak.
infertilitas adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan psikologis, ekonomi, medis
yang mengakibatkan trauma, stres, terutama dalam rangkaian sosial seperti kita, dengan
penekanan kuat pada hubungan anak.
Pasangan infertil dapat diartikan sebagai pasangan yang telah menikah dan melakukan
hubungan seksual selama satu tahun namun belum berhasil hamil. Dan syarat untuk menjadi
hamil adalah uterus dan endometrium normal, anatomi dan fungsi tuba normal, siklus
mentruasi normal, hasil analisis sperma normal, serta kemampuan melakukan hubungan
seksual normal

C. Tipe Infertilitas

Infertilitas dibagi menjadi dua :

. 1) Infertilitas primer 
 Merupakan keadaan dimana istri belum berhasil hamil walaupun
bersenggama teratur dan di hadapkan kepada kemungkinan hamil selama 12 bulan
berturut-turut. 


. 2) Infertilitas sekunder
 Merupakan keadaan dimana istri pernah hamil tetapi tidak berhasil
hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
selama 12 bulan berturut-turut. 


D. Faktor Penyebab Infertilitas

Faktor penyebab terjadinya infertilitas dibagi menjadi beberapa kelompok besar


yaitu sebagai berikut :
Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa
golongan penyebab, yaitu:
1. Faktor wanita :
 Gangguan Ovulasi

Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering
kenapa wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh
wanita infertil. Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat
diklasifikasikan menjadi:

a. Gangguan Hormonal
Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya
gangguan ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari
keseimbangan yang kompleks dari interaksi hormon-hormon. Selain itu
hormonal dipengaruhi oleh psikologis, sering ditemukan Semakin berat
stres infertilitas yang dialami perempuan infertil yang menjalani
fertilisasi in vitro akan meng- hambat maturasi oosit yaitu menghasilkan
banyak oosit tidak matur sehingga menghasilkan angka fertilisasi yang
lebih rendah dibandingkan dengan yang meng- alami stres ringan dan
sedang. stres akan berpengaruh pada aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal sehingga mengganggu fungsi reproduksi .

b. Scar pada ovarium


Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi.
Sebagai contoh, adanya operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan
beruang-ulang pada kista ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium
menjadi rusak, sehingga folikel tidak dapat menjadi matur dengan benar
dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga dapat berakibat seperti
ini.

c. Menopause prematur
Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal
ini mempengaruhi ovulasi.
a. Masalah Folikel
b. Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)
Pada penyakit ini, tubuh memproduksi hormon androgen yang
terlalu banyak, sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS
berhubungan dengan resistensi insulin dan obesitas.

 Gangguan Tuba
Gangguan Tuba sumbatan yang terjadi pada tuba dapat terjadi akibat
semua infeksi.penyakit abnormal, riwayat penyakit abdominal, riwayat
operasi, kehamilan ektopik, kelainan kongenital.Penyakit tuba terjadi pada
sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat bervariasi, mulai dari adesi
ringan sampai penutupan total tuba fallopi.
a. Infeksi
Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang
biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan
menyebabkan inflamasi pada tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan
pada tuba. Sebagai contoh adalah hydrosalphing, sebuah kondisi dimana
tuba fallopi menjadi tertutup pada kedua ujungnya sehingga cairan
terkumpul dituba.
b. Penyakit Abdominal
Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas
adalah apendisitis dan kolitis. Penyakit ini dapat menimbulkan
inflamasi pada cavum abdominal yang dapat mempengaruhi tuba fallopi
yang dapat berakibat timbulnya skar dan penutupan saluran tuba.
c. Riwayat Operasi
Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada
terjadinya kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat
menyebabkanb terjadinya adhesi yang dapat merubah tuba sehingga sel
telur tidak dapat melewatinya.
d. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran
tuba, sehingga dapat terjadi kerusakan tuba.
e. Kelainan kongenital
Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat
dilahirkan dengan tuba yang abnormal.

 Lendir Serviks atau faktor serviks


Beberapa wanita memiliki antibodi terhadap sperma sehingga
seringkali sperma tidak dapat melewati kanalis servikalis pada saat ovulasi
sekalipun. Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma yang
masuk ke dalam vagina. Spematozoa memerlukan cairan mukus untuk
melindunginya dari keasaman vagina dan membantunya bergerak masuk
kedalam uterus. Oleh karena itu adanya kelainan pada mukus ini dapat
menghambat pergerakan sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel telur.
Pada beberapa kasus, mukus serviks juga dapat mengandung antibodi anti
sperma, yang juga dapat mengganggu sperma.

 Gangguan Uterus
Terdapat beberapa faktor yang dapat mengganggu transpor sperma
dan keadekuatan implantasi sel telur yang sudah dibuahi. Faktor ini
termasuk fibroid uterus, polip uterus atau bentuk uterus yang abnormal.
Uterus dapat berupa uterus bikornuatum atau mungkin memiliki sputum
dan semua faktor ini dapat menghambat implantasi atau mengakibatkan
angka keguguran tinggi. Tuberculosis dan infeksi kronis lain dapat
mempengaruhi endometrium sehingga mencegah terjadinya implantasi. 


 Endometriosis
Endometriosis sangat erat kaitannya dengan infertilitas,
diperkirakan 20-40% perempuan infertil menderita endometriosis. Pada
endometriosis berat terjadi distorsi anatomi dari adnexa, menghalangi atau
mencegah penangkapan ovum sesudah ovulasi, gangguan pertumbuhan
oosit atau embryogenesis dan penurunan reseptivitas atau kemampuan
menerima endometrium. Pada endometriosis ringan terjadi gangguan
implantasi, defek imunologi dan penurunan kualitas oosit karena
terganggunya proses folikulogenesis 
 Dan pada kenyataannya, 30-40%
pasien dengan endometriosis didiagnosis infertil. Endometriosis merupakan
penyakit kronik yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan
endometrium pada daerah lain selain cavum uteri, yang paling sering terjadi
pada cavum pelvis, termasuk ovarium. Diagnosis pasti dari penyakit ini
hanya bisa ditegakkan dengan laparoskopi untuk melihat uterus, tuba
fallopi, ovarium, dan peritoneum pelvis secara langsung. Gejala pada
endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama, banyak dan nyeri,
bercak premenstrual, perdarahan rectal, dan urgensi urin.
2. Faktor Pria :

Sekitar 33,3 % infertilitas berasal dari faktor suami, sehingga pemeriksaan


pada suami penting dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas.
Abnormalitas semen, terutama disebabkan oleh kelainan produksi sperma oleh
testis.

Kurangnya kesuburan pada pria dapat terjadi akibat dari kelainan urogenital
bawaan dan dapatan, infeksi pada saluran sperma, peningkatan suhu skrotum
(varikokel), gangguan endokrin, kelainan genetik dan faktor imunologi. Pada 60-
75% kasus, tidak ditemukan adanya faktor penyebab (infertilitas idiopatik pria).
Pria seperti ini biasanya datang tanpa ada riwayat yang berkaitan dengan masalah
kesuburan sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
endokrin memiliki temuan yang normal. Pada Analisis semen ditemukan
penurunan jumlah spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas
(asthenozoospermia) dan banyak bentuk morfologi yang abnormal
(teratozoospermia). Kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dan dapat dikatakan
sebagai sindrom oligoastheno teratozoospermia atau sindrom OAT.

Gambar d.1 keadaan normal jumla sperma


Penyebab kondisi ini umumnya tidak diketahui, tetapi bisa disebabkan oleh
infeksi yang terjadi sebelumnya, merokok atau meminum minuman keras yang
berlebihan atau mungkin akibat stress biasa. Varikokel pada pria juga salah satu
penyebab infertilitas. Varikokel merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi
vena. Aliran darah yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh darah
disekitar testis membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada
akhirnya akan berpengaruh pada produksi sperma. . Penyebab lain juga bisa
disebabkan kelainan anatomi, ejakulasion retrograde, faktor pekerjaan serta
ketidakmampuan sperma melakukan penetrasi ke sel telur.

Gambar d.2 morfologi spermtozoa

Selain itu infertilitas pada pria juga dapat disebabkan oleh impotensi. Pada
impotensi, penis pria tidak dapat ereksi sehingga tidak mungkin dapat melakukan
koitus. Penyebab impotensi sendiri bermacam-macam, bisa karena penyakit DM,
hiperprolaktinemia, atau riwayat pembedahan sebelumnya, atau mungkin juga
faktor psikologis.
Tabel 1. Persentase Etiologi Infertilitas pada Pria

3. Faktor Kombinasi :

Penyebab yang ditimbulkan apabila kedua suami istri sama sama memiliki
faktor penyebab terjadinya infertilitas.

4. Faktor dalam pasangan :

a. Hubungan Seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi,
posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur.

b. Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang
dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma.
Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu
testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.

c. Posisi
infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu
dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa
kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat
dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang “menunggu” di saluran
telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena itu
gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi
yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah.
Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat
tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring
selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak
menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.

E. Pemeriksaan infertilitas
Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab yang
berpotensi dapat menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut dengan tes laboratorium khusus atau studi pencitraan. Pada pasangan infertil,
pendekatan diagnosa secara sistematis diperlukan untuk evaluasi diagnostik infertilitas.

1. Faktor Wanita
 Faktor ovulasi
Untuk melihat bagaimana fungsi ovulasi seorang wanita, riwayat
menstruasi merupakan tanda yang akurat. Wanita dengan siklus reguler
antara 25-35 hari dan ada gejala premenstrual ternyata lebih dari 95%
bersifat ovulatoar. Untuk mngetahui terjadinya ovulasi ada beberapa tes
sederhana yang dapat dilakukan, seperti pengukuran serum progesteron dan
pembuatan grafik suhu basal tubuh.
Tes serum progesteron merupakan tes yang murah dan banyak
digunakan. Pada tes ini memanfaatkan kenaikan serum progesteron setelah
terjadi ovulasi. Spesimen darah diambil di hari ke 21 pada siklus menstruasi
reguler 28 hari. Adanya serum progesteron lebih dari 3 mg/ml menunjukkan
telah terjadi ovulasi. Namun tes ini sering terjadi negative palsu karena
perlu pengambilan spesimen darah pada waktu yang tepat.
Pengukuran suhu basal tubuh digunakan untuk mengukur secara
tidak langsung kenaikan level hormon progesteron yang mempunyai efek
termogenik. Peningkatan hormon progesteron setelah terjadi ovulasi akan
meningkatkan suhu basal tubuh 0,3o-0,6o C yang biasanya berlangsung
selama 11-14 hari setelah ovulasi. Pengukuran suhu basal tubuh ini
dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur. Pengukuran pertama
dilakukan pada hari pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat untuk
memastikan adanya ovulasi namun kurang akurat untuk memastikan waktu
terjadinya ovulasi.
Selain kedua tes diatas juga ada tes dengan menggunakan ovulation
predictor kit. Alat ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi
adanya peningkatan LH yang diketahui merupakan pemacu terjadinya
ovulasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan urin pasien untuk
mendeteksi adanya LH, yang akan menghasilkan perubahan warna pada
indikator alat ini. Pemeriksaan dilakukan pertama kali pada hari ke sepuluh
setelah awal menstruasi dan diperiksa pada hari keberapa terjadi perubahan
warna indikator pada alat. Positif palsu dapat terjadi bila urin yang dipakai
adalah urin pagi karena urin pagi cenderung lebih pekat. Pada pemeriksaan
ini juga bisa didapatkan LH pada urin yang persisten selama satu bulan
penuh, ini biasanya menunjang untuk dicurigai PCOS.

 Faktor serviks
Infertilitas karena faktor serviks biasanya disebabkan oleh kelainan
produksi mukus atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma dan
mukus serviks. Secara umum, hal ini dapat dideteksi dengan melakukan
postcoital test (PCT). PCT dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum ovulasi
diprediksikan terjadi, kemudian pasangan yang dilakukan tes diminta untuk
melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes. Setelah itu
wanita kemudian datang ke petugas medis, yang akan mengambil mukus
serviksnya. Lendir kemudian ditempatkan pada kaca slide dimana
spinnbarkheitnya (stretchability) dinilai. Jumlah sperma yang motil juga
dihitung per bidang high power mikroskopis. Namun PCT ini tidak
direkomendasikan oleh American Society for Reproductive Medicine,
karena 3 alasan, yaitu:
1. Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitif, tidak spesifik, dan tidak
prediktif.
2. Faktor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya faktor yang
menyebabkan infertilitas.
3. Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang tidak
dapat dijelaskan dapat mengaburkan keterlibatan faktor serviks dalam
infertilitas.

 Faktor tuba dan uterus


Kelainan uterus seperti mioma submukosa dan polip endometrium
dapat menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Namun untuk
kelainan tuba merupakan penyebab paling sering terjadinya infertilitas.
Penyakit yang paling sering pada kelainan tuba adalah pelvic inflammatory
disease (PID) karena infeksi penyakit menular seksual yang disebabkan
bakteri Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. Penyakit yang
melibatkan uterus dan tuba dapat dilihat dengan menggunakan
histerosalfingogram (HSG). HSG merupakan suatu studi pencitraan yang
menggunakan pewarna radioopak untuk melihat kavitas uterus dan tuba
fallopi melalui fluoroskopi. Ada pula suatu data yang menyebutkan bahwa
fluoroskopi juga dapat berefek sebagai terapeutik pada infertilitas yang tak
diketahui, terutama bila menggunakan pewarna radioopak dengan bahan
dasar minyak. Prosedur pemeriksaan harus dilakukan kira-kira 2-3 hari
setelah menstruasi berhenti untuk memastikan bahwa pasien tidak dalam
keadaan hamil dan untuk meminimalisasikan aliran balik darah menstruasi.
Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaian HSG adalah
adanya infeksi pelvis iatrogenik, terutama pada wanita yang mempunyai
riwayat PID. Pada wanita ini sebelum dilakukan pemeriksaan HSG harus
diperiksa laju endap darahnya terlebih dahulu, dan bila didapatkan
peningkatan maka pemeriksaan dengan HSG harus ditunda terlebih dahulu.
Dan bila LED nya normal, pemeriksaan HSG bisa dilakukan dengan
memberikan antibiotik profilaksis terlebih dahulu dengan doksisiklin
selama 5 hari dengan dosis 2x100 mg/hari.
Selain itu ada pula cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu
dengan pertubasi. Pertubasi. Atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi
tuba dengan jalan meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley
yang dipasang pada kanalis servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan
salah satu atau kedua tubanya paten, maka gas akan mengalir bebas ke
dalam kavn peritonei. Patensi tuba akan dinilai dari catatan tekanan aliran
gas sewaktu dilakukan peniupan. Insuflator apapun yang dipakai, kalau
tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200 mmHg, maka dikatakan ada
sumbatan tuba, kalau naiknya hanya 80-100, salah satu atau kedua tubanya
dianggap paten. Tanda lain yang menyokong patensi tuba adalah
terdengarnya pada auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam
kavum peritonei seperti “bunyi jet” atau nyeri bahu segera setelah pasien
dipersilahkan duduk sehabis pemeriksaan, akibat terjadinya pengumpulan
gas di bawah difragma.

 Faktor peritoneum / endometriosis


Penyakit peritoneum seperti endometriosis dan adesi dapat ikut
meberikan kontribusi terhadap terjadinya infertilitas. Endometriosis
ditemukan ada sekitar 25%-40% wanita yang infertil, yang jumlahnya kira-
kira 10 kali dari populasi umum. Dalam hal ini, laparoskopi bisa dilakukan
untuk mendeteksi penyebab infertilitas bila alat diagnostik lain gagal.

F. Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan Pada Wanita
 Obat-obatan
Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk
mengobati wanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak
teratur. Adapun jenis-jenis pengobatan yang bisa diberikan adalah:
1. Anti-Estrogen
Clomifen sitrat dapat membantu untuk menstimullasi terjadinya
ovulasi pada wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur.
Clomifen dapat digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tak
diketahui dan PCOS. Clomifen bekerja dengan berkompetisi dengan
hormon estrogen untuk menempati reseptornya di otak. Oleh karena
jumlah estrogen yang terikat dengan reseptornya sedikit maka tubuh
akan memberikan sinyal ke otak bahwa mereka kekurangan estrogen
dan hal ini akan merangsang pelepasan hormon FSH dan LH ke dalam
pembuluh darah. Tingginya kadar FSH akan menstimulasi ovarium
untuk membentuk folikel yang berisi sel telur, dan tinginya kadar LH
akan menyebabkan pelepasan sel telur dari folikel matur dalam sebuah
proses yang disebut ovulasi. Pengobatan ini efektif untuk membantu
meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbukti sekitar
70%-80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian klomifen
sitrat.

2. Gonadotropin
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan
dalam ovulasi adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin.
Ada beberapa jenis sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk
meningkatkan fertilitas, antara lain:
a. hMG (human menopausal gonadotropin) mengandung FSH dan LH
alami yang diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita
postmenopause yang mempunyai kadar hormon tinggi.
b. uFSH (urinary folicle stimulating hormone) mengandung FSH yang
berasal dari purifikasi urin wanita postmenopause.
c. rFSH (recombinant folicle stimulating hormon) mengandung FSH
yang diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.
d. rLH (recombinant luteinizing hormon) mengandung LH yang
diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.
Selain untuk menstimulasi ovarium, gonadotropin juga ada yang
digunakan untuk merangsang pelepasan sel telur dari folikel matur.
Pemberian gonadotropin jenis ini dilakukan ketika kita sudah
mendeteksi bahwa folikel benar-benar matur dan berisi sel telur
didalamnya baik dengan menggunakan tes darah maupun USG
ovarium. Obat-obat tersebut adalah:
a. uhCG (urinary human chorionic gonadotropin) mempunyai
aktivitas biologi yang sama dengan LH, walaupun juga mengandung
FSH. Hormon ini diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita hamil.
b. rhCG (recoombinant human chorionic gonadotropin) yang
dihasilkan dari teknologi DNA dilaboratorium.
c. uLH (urinary luteinizing hormon) mengandung LH yang diekstraksi
dan dipurifikasi dari urin wanita postmenoause.
d. rLH

3. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil


GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval antara 60-120
menit selama fase folikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi
GnRH secara pulsatil dari hipotalamus di otak ke aliran darah akan
menstimulasi kelenjar pituitari untuk mensekresikan LH dan FSH.
Pemberian medikasi ini melalui pompa yang dipasang pada ikat
pinggang dan dipakai sepanjang waktu. pompa ini akan memberikan
dosis kecil yang teratur kepada pasien melalui sebuah jarum yang
ditempatkan dibawah kulit atau didalam pembuluh darah. Namun hal
ini bisa menimbulkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum
tersebut.

4. Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonist)

5. Dopamin Agonist
Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan
hormon prolactin yang berlebihan dari kelenjar pituitari yang biasa
disebut hiperprolactinemia. Kelebihan hormon prolaktin ini akan
mencegah terjadinya ovulasi pada wanita dan hal ini akan menyebabkan
terjadinya menstruasi yang tidak teratur dan bahkan hingga berhenti
sama sekali. Dopamin agonist seperti bromokroptin dan cabergolin
melalui oral dapat mencegah hal ini dengan menurunkan produksi
prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik.

6. Aromatose Inhibitor
Inhibitor aromatose digunakan terutama pada kanker payudara
pada wanita postmenopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar
estradiol dalam sirkulasi dan mengurangi umpan balik negatif yang
menstimulasi peningkatan sekresi dari kelenjar pituitari dan sebagai
akibatnya akanmeningkatkan kerja ovarium. Jenis obat penghambat
aromatose ini adalah letrozole dan anastrozole.

 Terapi Pembedaan
Operasi atau dilakukannya pembedaan merupakan pilihan terapi
apabila didapatkan beberapa kelainan tuba, PCOS, adhesi, endometriosis,
dan kelainan uterus. Terapi bedah untuk infertilitas antara lain:
1. Ovarian Drilling
Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam
ovulasi. Ovulasi dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur
yang disebut ovarian drilling atau ovarian diathermy. Prosedur ini
berguna untuk wanita dengan PCOS yang resisten terhadap pengobatan
dengan klomifen sitrat. Ovarian drilling dilakukan secara laparoskopi
melalui lubang insisi kecil, kemudian beberapa insisi kecil dilakukan
pada ovarium dengan menggunakan panas atau laser. Proses ini akan
membantu kelainan hormon dan memicu terjadinya ovulasi.
Gambar f.1 Ovarian Drilling

2. Pembedahan pada tuba fallopi


Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan
berbagai macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan
dan jenis kerusakannnya.
a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba
fallopi. HSG menggunakan sinar x dan cairan radioopak yang
dimasukkan ke traktus reproduksi dari uterus sampai ke tuba fallopi
melalui kateter dari serviks.
b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan
laparotomi yang diiringi dengan penggunaan microscope untuk
memperluas area. Salpingolisis dilakukan dengan membebaskan
tuba fallopi dari adhesi dengan memotong perlengketan tersebut,
biasanya menggunakan electrosurgery dengan memakai
elektrokauter.
c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang
baru pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy
ataupun laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada
pengobatan kehamilan ektopik dan infeksi pada tuba fallopi.
d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan
mengambil jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung
lagi ujung-ujung tuba yang terpotong tersebut.
e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba
relatif terbatas. Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat
atau kateter melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur
ini dilakukan dengan dipandu fluoroskopi.

 Penatalaksanaan Pada Pria

1. Air mani abnormal


Air mani disebut abnormal kalau pada 3 kali pemeriksaan
berturut-turut hasilnya tetap abnormal. Pada pasien dengan air mani
abnormal kita hanya bisa memberikan nasihat agar melakukan
senggama berencana pada saat-saat subur istri untuk meningkatkan
persentasi terjadinya pembuahan.

2. Varikokel

Pada pria dengan varikokel, motilitas sperma terjadi penurunan.


Menurut MacLeod, penurunan motilitas sperma itu terjadi pada 90%
pria dengan varikokel, sekalipun hormon-hormonnya normal.
Varikokelektomi hampir selalu dianjurkan untuk semua varikokel
dengan penurunan motolitas spermatozoa. Kira-kira 2/3 pria dengan
varikokel yang dioperasiakan mengalami perbaikan dalam motilitas
spermatozoanya.
3. Infeksi

Infeksi akut traktus genitalis dapat menyumbat vas atau merusak


jaringan testis sehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan
tetapi, infeksi yang terjadi kronik mungkin hanya akan menurunkan
kualitas sperma, dan masih dapat diperbaiki menjadi seperti semula. Air
mani yang selalu mengandung banyak leukosit, apalagi kalau disertai
gejala disuria, nyeri pada waktu ejakulasi, nyeri punggung bagian
bawah, patut diduga karena infeksi kronik traktus genitalis. Antibiotika
yang terbaik adalah yang akan terkumpul dalam traktus genitalis dalam
konsentrasi yang besar, seperti eritromisin, tetrasiklin, dan
kotrimoksazole.

4. Defisiensi Gonadotropin

Sama halnya dengan wanita, kurangnya hormon gonadotropin


pada pria juga dapat menyebabkan infertilitas walaupun hal ini jarang
terjadi. Pria dengan defisiensi gonadotropin bawaan sering kali
mengalami pubertas yang terlambat. Pengobatannya sama seperti pada
wanita, yaitu dengan pemberian preparat hormon seperti LH dan FSH,
ataupun GnRH.

5. Hiperprolaktinemia

Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi,


testikel yang mengecil, dan kadang-kadang galaktorea. Analisi air mani
biasanya normal atau sedikit berkurang. Pengobatan dengan
menggunakan bromokriptin dilaporkan dapat memperbaiki
spermatogenesisnya.

G. Assisted Reproductive Technology


1. Intrauterine Insemination (IUI)

IUI merupakan sebuah proses memasukkan sperma melalui serviks kedalam


uterus. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung plastik yang melewati
serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan waktu terjadinya
ovulasi pada sang wanita. Untuk melakukan teknik ini, sang wanita harus mempunyai
uterus dan tuba fallopi yang normal. IUI ini digunakan pada wanita yang mempunyai
kelainan mukos serviks, endometriosis, atau ada faktor infertilitas pada laki-laki.
Gambar g.1Intrauterine Insemination

2. In Vitro Fertilisation (IVF)

IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF, pasien
juga termasuk mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium untuk memproduksi
lebih banyak sel telur. Ketika sel telur sudah terbentuk, sel telur tersebut akan diambil
melalui operasi kecil. Sel telur kemudian akan dicampur dengan sperma dilaboratorium
dan diinkubasikan selama 2-3 hari. Tujuannya agar sperma dapat membuahi sel telur
dan membentuk embrio. Embrio tersebut kemudian akan diletakkan didalam uterus
wanita menggunakan sebuah tabung plastik melalui vagina dan serviks. Kemudian
setelah embrio dimasukkan diperlukan beberapa tambahan hormon untuk membantu
implantasi embrio, dalam hal ini progesteron dan hCG. IVF merupakan terapi yang
sangat berguna bagi wanita dengan kerusakan tuba, infertilitas yang tak diketahui,
endometriosis, dan infertilitas pada laki-laki.
Gambar g.2 In Vitro Fertilization

3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT)

Gamet merupakan sebuah sel telur atau sperma. Teknik pengambilan sel telur
dan sperma pada GIFT dilakukan dengan cara yang sama seperti pada IVF. Sel telur
dan sperma kemudian dicampur dan langsung dipindah tempatkan ke tuba fallopi. Hal
ini dilakukan secara laparoskopi melalui insisi kecil pada abdomen, atau dengan
menggunakan kateter kecil melalui serviks. Dengan cara ini memungkinkan sperma
secara natural membuahi sel telur di tuba fallopi. Untuk itu tuba fallopi sang wanita
haruslah sehat. Tidak berbeda jauh dengan GIFT, ZIFT dilakukan dengan cara yang
sama, tetapi pada ZIFT yang dipindah ke tuba fallopi adalah dalam bentuk zigot bukan
sel telur dan sperma seperti pada GIFT. Kedua teknik ini sekarang sudah tergantikan
dengan IVF sehingga jarang dillakukan. Dengan teknik ini persentase terjadinya
kehamilan lebih tinggi sedikit daripada dengan teknik IVF, namun prosedur
pelaksanaannya lebih rumit dan tidak nyaman bagi pasien.
Gambar g.3 Cara melakukan GIFT

Gambar g.4 ZIFT

4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma, dan ICSI merupakan suatu

tekknik reproduksi buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara langsung ke

sitoplasma dari sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan jarum mikro.

Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini kemudian ditempatkan di dalam uterus sama
seperti IVF. Teknik ICSI ini berguna untuk pasangan yang tidak berhasil dengan IVF,

atau bila kualitas sperma yang baik terlalu sedikit untuk dilakukan IVF. ICSI

mempunyai angka fertilisasi yang tinggi namun angka terjadinya kehamilan hampir

sama dengan teknik IVF.7

Gambar g.5 ICSI

H. Prognosis

Prognosis terjadinya keamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan

lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya

perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun

perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat.

Fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir pada setiap

golongan umur pria pproporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari enam bulan

meningkat dengan meningkat dengan meningkatnya frekuensi senggama.


Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk terjadinya kehamilan tanpa

pemakaian kontrasepsi telah dilakukan di Taiwan dan Amerika Serikat dengan kesimpulan

bahwa 25% akan hamil dalam 1 bulan pertama, 63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9

bulan pertama, 80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulsn pertama. Dengan

demikian, makin lama pasangan kawin tanpa hasil, makin turun prognosis kehamilannya.

Pengelolaan mutakhir terhadap pasangan infertile dapat membawa kehamilan

kepada lebih dari 50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10%-20% pasangan yang

belum diketahui etiologinya. Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa anak, atau

memperoleh anak dengan jalan lain, misalnya dengan inseminasi buatan donor atau

mengangkat anak (adopsi).


BAB III
KESIMPULAN

Infertilitas bukan semata-mata disebabkan oleh faktor yang berasal dari wanita, seperti
infeksi vagina, disfungsi seksual, lingkungan vagina yang terlalu asam, kelainan serviks,
sumbatan di tuba falopii dan gangguan ovulasi. Faktor-faktor pada diri pria juga berperan,
seperti faktor koitus, kelainan anatomi, spermatogenesis abnormal, masalah ejakulasi, faktor
pekerjaan, infeksi dan masalah interaktif.
Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak
setelah berhubungan seksual secaa teratur selama 1 tahun dan tanpa menggunakan kontrasepsi.
Sedangkan infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan suami istri untuk
memperoleh anak lagi setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa
menggunakan kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.
Infertilitas bisa disebabkan oleh faktor laki-laki, faktor wanita, dan faktor keduanya.
Ada beberapa penatalaksanaa yang dapat menjadi pilihan bagi pasangan infertil sesuai dengan
masalah yang dialami, yaitu pemberian obat-obatan, pembedahan, dan assisted reproductive
technology.
Prognosis terjadinya keamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya
dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya perkawinan).
DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarto,Hendy. Stress Infertilitas Menghambat Maturasi Oosit dan Hasil Fertilisasi In Vitro.

Majalah Obsetri & Ginekologi Vol.23. No 1 Januari-April 2015 : 17-21.

2. Saraswati, Andini. Infertility. Artikel Review, J Majority Vol.4 No.5 Februari 2015.

3. Trisnawati, Yuli. Analisis Kesehatan Reproduksi Wanita Ditinjau Dari Riwayat Kesehatan

Reproduksi Terhadap Infertilitas di RS Margono Soekardjo Tahun 2015. Jurnal kebidanan

Vol.VII No.02 Desember 2015.

4. Sharma, Asha. Male Infertility; Evidences, Risk Factors, Causes, Diagnosis and Management

in Human. Imed Pub Journals, Annals Of Clinical And Laboratory Research Vol.05 No.3:188

2017.

5. Setiyono. Pengaruh Tingkat Stress dan Kadar Kortisol Dengan Jumlah Folikel Dominan Pada

Penderita Infertilitas Yang Menjalani Fertilisasi In Vitro. Majalah Obsetri & Ginekologi Vol.

23 No.3: 128-132 September-Desember 2015.

6. Christiani, Ninik. Hipnotherapi Sebagai Prespejtif Komplementer dan Pengobatan Alternatif

Untuk Kasus Infertilitas. Prosiding Seminar Nasional Kebidanan dan Call Of Paper No.282-

289 2016.

7. D Santi, A R M Granata, M Simoni. FSH Treatment Of Male Idiopathic Infertility Improves

Pregnancy Rate: A Meta-Analysis. Endocrine Connections No.1-13 25 June 2015.

You might also like