You are on page 1of 7

ASUHAN KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH II

Disusun oleh :

1. Alda Andarista (1701002) 6. Nabila Cris A (1701031)

2. Ananda A (1701004) 7. Ni Wayan M (1701033)

3. Arie Dwi K (1701005) 8. Nona Nonace (1701034)

4. Caesar Odie W (1701008) 9. Rahmawati (1701039)

5. Maria Goretti Z (1701028) 10. Yohana Aprilia (1701049)

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Rhinitis Alergi”
Pada kesempatan ini, saya sebagai penulis tidak lupa untuk memberikan ucapan
terima kasih atas dukungan moral dan materi kepada Ibu Nining selaku dosen
yang membimbing kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna dan masih banyak
kesalahan dalam penulisan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif dari bapak/ibu sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan
makalah ini.

Penulis

17 April 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. Definisi rhinitis
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atropi yang sebelumnya sudah tetrsensitasi dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Definisi menurut WHO ARIA (Alergi Rhinitis and its Impact on Asma)
tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang dipertahani oleh IgE.
2. Epidemiologi

Rinitis alergika yang muncul pada usia di bawah 20 tahun ditemukan


sebanyak 80%dari keseluruhan kasus. Gejala rinitis alergika muncul 1 dari
5 anak pada usia 2 sampai 3tahun dan sekitar 40% pada anak usia 6 tahun.
Sebanyak 30% pasien akan menderita rinitis pada usia remaja. Walaupun
semua kelompok usia dapat terkena rinitis alergika, tetapi rinitisalergika
ini biasanya lebih sering muncul pada usia kanak-kanak awal setelah
terpapar atautersensitisasi alergen tertentu. Rinitis alergika sering terjadi
pertama kali pada kelompok anak-anak antara usia 5-10 tahun dengan
puncaknya pada usia remaja antara 10 dan 20 tahundan cenderung
menurun sesuai dengan pertambahan usia. Rinitis alergika biasanya
didapat pada penderita atop
3. Etiologi
Renitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh tahap
sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase
yaitu:
a. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan
allergen higga 1 jam setelahnya.
b. Late Phase Allergic Reaction, Berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-
8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
4. Klasifikasi
Rinitis Alergi WHO Initiative AREA (Alergi Rhinitis and its Impact on
Asma) tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi
a. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu
atau kurang dari 4 minggu.
b. Persisten/ menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari
4 minggu
5. Manifestasi klinis
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi). Sakit kepala terus- menerus,
tenggorokan gatal, sakit kepala terus-menerus, lingkaran hitam-hitam
dibawah mata,batuk, gatal-gatal dan kelelahan yang amat sangat.
6. Faktor resiko
Rinitis alergi dapat dialami oleh siapa saja, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga bisa meningkatkan risiko terjadinya rinitis alergi. Faktor-faktor
pemicu tersebut meliputi:
a. Faktor keturunan. Risiko seseorang untuk mengalami rinitis alergi
akan meningkat jika orang tua atau saudara kandungnya juga
memiliki kondisi yang sama.
b. Memiliki alergi jenis lain, misalnya asma.
c. Pajanan dari lingkungan. Contohnya, pengrajin mebel yang terus
terpajan debu kayu.
d. Paparan asap rokok. Bayi yang terpapar asap rokok, memiliki risiko
mengalami rinitis alergi di kemudian hari.

7. Patofisiologi
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi
alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau
reaksi alegri fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan
allergen sampai 1 jam setalahnya dan late phase allergic reaction atau
reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan
puncak 6-8 jam 9 fase hiper-reaktifitas) setalah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitiisasi, makrofag
atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting
Cell/APC) akan menangkap allergen yang menempel di permukaan
mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi kedalam epitel ,
dan pada individu-individu yang kecenderungan atopic secara genetik,
memulai produksi imunoglobulin local (Ig) E. pelepasan mediator sel mast
yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrophil, eosnofil, basophil serta
limfosit bertanggung jawab ts terjadinya reaksi awal dengan reaksi fase
lambat terhadap allergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mucus, edema,
radang, gatal, dan vasodilatasi. Perdangan yang lembat dapat tutur serta
menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik
suatu pengaruh persiapan,. (Berham, 2000)

B. Pathway Rinitis alergi


(Sumber : http://askepnurse14.blogspot.com/2014/05/pathway-
rhinitis.html)

8. Pemeriksaan diagnosis
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik
dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita
dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya
infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat
diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan
gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo
dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil
pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada
bidang penelitian

9. Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah:
a. Polip hidung
Beberapa peneleiti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan
salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan
kekambuhan polip hidung.
b. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak
c. Rinosinusitis
10. Penatalaksanaan
a. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan
alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.
b. Medikamentosa Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin
H-1, yang bekerja secara inhibator kompotetif pada reseptor H-1 sel
target, dan merupakan preparat farmakologik yang palih sering dipakai
sebagai penangananan pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan
secara peroral.
c. Operatif Tindakan konkotomi parisal (pemotongan sebagian konka
inferior Imunoterapi . Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi
inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama. Serta
dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody
dan penurunan IgE. Terdapat 2 metode imunoterapi yang umum
dilakukan yaituintradermal dan sub-lingual.
d. Pencegahan
Salah satu cara untuk mencegah rinitis alergi adalah mengenakan
respirator atau masker ketika berada di dekat lokasi alergen potensial.

You might also like