Professional Documents
Culture Documents
I1A014207
chairida21icha@gmail.com
ABSTRAK
Kata kunci: demam berdarah dengue, nyamuk Aedes aegypti, repelen, daun binjai
masyarakat di Indonesia yang belum dapat ditanggulangi. Penyakit DBD bahkan endemis
hampir di seluruh provinsi. Jumlah kasus dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, daerah
terjangkit terus meningkat dan menyebar luas serta sering menimbulkan Kejadian Luar
Biasa (KLB). Setiap tahunnya diperkirakan ada 3.000.000 kasus di Indonesia, dan
500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan minimal 12.000
diantaranya meninggal dunia, terutama anak-anak. Penyakit ini juga sangat dipengaruhi
oleh lingkungan dan prilaku masyarakat terutama kesadaran masyarakat tentang
Kalimantan Selatan terjadi di 13 (tiga belas) kota dan kabupaten. Angka IR di Kalimantan
Selatan pada tahun 2007 sebesar 35,59/100.000 penduduk dengan CFR adalah 1,21%,
tahun 2008 sebesar 14,44 per 100.000 penduduk dengan CFR adalah 1,70% di tahun
2009.
dengue pada dasarnya cara yang dapat dilakukan meminimalisir wabah DBD di
sosialisasi 3M Plus, dan penggunaan repelen merupakan salah satu cara pencegahan
penyakit DBD yang telah banyak digunakan saat ini. Repelen yang ada di pasaran
tersedia dalam berbagai macam bentuk, di antaranya adalah lotion, spray, minyak, obat
keuntungan ramah lingkungan, tidak memberikan dampak buruk pada kesehatan dan
bahan dasar ada di sekitar pemukiman. Maka dipandang perlu untuk mencari insektisida
nabati sebagai repelen untuk menolak gigitan nyamuk penular penyakit. Indonesia
merupakan negara tropis dan terdapat berbagai jenis tumbuhan seperti genus Mangifera
yang belum banyak dimanfaatkan, misal sebagai penolak gigitan nyamuk dan sangat
diharapkan menjadi pilihan masyarakat karena bahan tersebut banyak terdapat disekitar
pemukiman serta aman digunakan dalam jangka panjang sebab tanpa ada efek negatif.
Salah satu genus Mangifera yang sudah di teliti metabolit sekundernya sebagai
repelen adalah mangifera indica. Jenis mangga ini banyak tumbuh di berbagai penjuru di
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan fitosterol. Daun Mangga ini di gunakan oleh
masyarakat Filipina dengan cara di membakar daunnya untuk mengusir nyamuk
RUMUSAN MASALAH
apakah ekstrak etanol dari daun Binjai (Mangifera caesia) mempunyai aktivitas
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat diberikan hukuman
pidana.9 Tindak pidana merupakan suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan
karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata
dan anak didik pemasyarakatan.12 Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada
minat, bakat, dan watak maupun kebutuhan narapidana agar pembinaan tersebut benar-
benar bermanfaat dan dapat dijadikan bekal bagi narapidana itu sendiri setelah selesai
kecemasan.13
Kecemasan (anxiety) berasal dari bahasa latin angustus yang berarti kaku, dan
ango, anci yang berarti mencekik.14 Kecemasan digambarkan sebagai suatu perasaan
takut terhadap situasi atau objek yang jelas dari luar individu itu sendiri yang sebenarnya
tidak membahayakan.15
Faktor risiko kecemasan antara lain: 5, 15, 16
a. Usia
Usia yang lebih muda cenderung lebih mudah mengalami stres dan kecemasan
daripada usia tua. Penelitian oleh Lutfa dkk menunjukkan semakin bertambahnya usia,
b. Jenis kelamin
Wanita dua kali lebih sering mengalami kecemasan daripada pria. Hal ini
dipengaruhi oleh pengaruh hormon sehingga wanita lebih mudah mengalami cemas.
c. Tingkat pendidikan
Orang dengan tingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah cenderung lebih
banyak mengalami kecemasan daripada orang yang berpendidikan tinggi. Hal ini
disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin dapat berpikir secara
d. Status pernikahan
Orang yang sudah menikah lebih sedikit mengalami gelisah dan cemas. Hal ini
dikarenakan rasa percaya yang dimiliki terhadap pasangan. Perasaan percaya membantu
e. Status ekonomi
Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik. Masyarakat
dengan status sosial ekonomi rendah memiliki kecenderungan terjadinya gangguan jiwa
f. Sosial budaya
Seseorang yang memiliki falsafah hidup yang jelas dan keyakinan agama yang kuat
umum. Kecemasan ini dapat timbul karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu
perasaan berdosa dan bersalah, melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan
atau hati nurani, maupun hal tidak jelas yang disertai rasa takut.17 Jenis kejahatan secara
tidak langsung mempengaruhi kecemasan narapidana. Hal ini dikarenakan jenis kejahatan
kecemasan lebih tinggi. Narapidana yang menjelang bebas juga cenderung mengalami
kecemasan akibat kekhawatiran mengenai perasaan akan dikucilkan masyarakat dan tidak
kecemasan merupakan konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda bagi
ego untuk memberikan aksi penurunan rasa cemas. Kecemasan dapat menurun apabila
METODE PENELITIAN
adalah 100 orang yang terdiri atas 21 responden umum, 74 responden narkoba, tiga
responden korupsi, dan dua responden illegal logging. Kriteria inklusi sampel penelitian
yaitu bersedia menjadi responden, mampu membaca dan menulis, dan jujur.
stres. Tingkat gejala kecemasan pada DASS-42 terdiri atas normal (0-7), ringan (8-9),
Kecemasan pada narapidana dapat disebabkan oleh banyak hal. Hal tersebut diantaranya
kurangnya perhatian baik secara fisik maupun mental, proses adaptasi yang kurang baik,
kurangnya dukungan dari keluarga, kehidupan di Lapas yang kurang nyaman, perasaan
Narapidana menjalani kehidupan yang monoton, kasar, dan dibatasi. Kehidupan sebagai
perasaan tertekan.2,4,6
sebagai stresor. Namun, kecemasan juga dapat terjadi sebelum masuk Lapas. Banyak
orang yang melakukan kriminalitas sebagai cara untuk mengatasi keadaan yang
pemuda lebih tinggi dibandingkan dewasa. Teori perkembangan emosi dan usia
menyebutkan bahwa pada orang yang berusia lebih tua, kemampuan untuk menyadari,
mengakui, dan merespon terhadap emosi orang lain lebih baik. Pada orang yang berusia
lebih tua juga memiliki regulasi emosi yang lebih baik, sehingga proses adaptasi bisa
persentase gejala kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan responden yang sudah
menikah maupun responden yang cerai atau pasangan meninggal. Hal ini disebabkan
secara sendirian.4
IIB, diikuti oleh B IIA dan B I. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Kusumawardani
(2014) yang menunjukkan bahwa semakin lama hukuman yang didapatkan, semakin
besar kemungkinan kecemasan muncul. Kecemasan ini diakibatkan oleh lama hukuman
tersebut antara lain usia, jenis kelamin, status pernikahan, hukuman yang sudah dijalani,
dan sisa masa pidana. Faktor lain yang memengaruhi hasil penelitian ini adalah
kategori B I adalah 91 orang, kategori B IIA adalah 7 orang, dan B IIB adalah 2 orang.
mengalami gejala kecemasan antara responden yang belum menjalani setengah masa
pidana dan yang sudah menjalani setengah masa pidana. Hal ini berkaitan dengan proses
adaptasi pada narapidana. Narapidana yang sudah lama menjalani kehidupan di Lapas
cenderung lebih beradaptasi terhadap stresor. Proses adaptasi dapat berupa partisipasi
dalam berbagai kegiatan di lapas, bersosialisasi dengan narapidana lain, kontak dengan
gejala kecemasan antara responden yang memiliki lama sisa hukuman kurang dari
setengah masa pidana dan lebih dari setengah masa pidana. Semakin dekat seorang
narapidana terhadap waktu bebasnya, semakin meningkat kecemasan yang dirasakan.
Kecemasan ini diakibatkan keinginan narapidana untuk segera bebas. Namun, stigma
negatif kepada mantan narapidana masih melekat yang mengakibatkan masyarakat akan
SIMPULAN
1. Secara umum, 36% responden tidak mengalami gejala kecemasan, 14% memiliki
gejala kecemasan ringan, 28% memiliki gejala kecemasan sedang, 15% memiliki
gejala kecemasan berat, dan 17% memiliki gejala kecemasan sangat berat.
2. Pada kelompok usia muda didapatkan 9% tidak memiliki gejala kecemasan, 18%
memiliki gejala kecemasan berat, 18% memiliki gejala kecemasan sangat berat. Pada
usia dewasa didapatkan 39% tidak cemas, 13% cemas ringan, 26% cemas sedang,
3. Pada responden yang sudah menikah didapatkan 40% tidak cemas, 17% mengalami
berat. Pada responden yang belum menikah, didapatkan 28% tidak mengalami gejala
gejala kecemasan sangat berat. Pada responden yang bercerai atau pasangan
mengalami gejala kecemasan berat, dan 16% mengalami gejala kecemasan sangat
berat.
4. Pada kelompok B I didapatkan 39% tidak mengalami gejala kecemasan, 13%
sangat berat. Pada responden B IIA, didapatkan 13% tidak mengalami gejala
kecemasan sedang, tidak ada yang mengalami gejala kecemasan berat, dan 29%
5. Pada responden yang sudah menjalani kurang dari setengah masa pidana, didapatkan
36% tidak mengalami gejala kecemasan, 13% mengalami gejala kecemasan ringan,
23% mengalami gejala kecemasan sedang, 19% mengalami gejala kecemasan berat,
dan 9% mengalami gejala kecemasan sangat berat. Pada responden yang telah
menjalani lebih dari setengah masa pidana, didapatkan 36% tidak mengalami gejala
6. Pada responden yang memiliki sisa hukuman kurang dari setengah masa pidana,
kecemasan berat, dan 3% mengalami gejala kecemasan sangat berat. Pada responden
yang memiliki sisa masa hukuman lebih dari setengah masa pidana, didapatkan 36%
tidak mengalami gejala kecemasan, 13% mengalami gejala kecemasan ringan, 23%
mengalami gejala kecemasan sedang, 19% mengalami gejala kecemasan berat, dan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ditjen PAS. Data terakhir jumlah penguni perkanwil. Sistem Database
Permasyarakatan. [online]. 2016. (http://smslap.ditjenpas.go.id/,diakses 12 Maret
2016).
2. Utari DI, Fitria N, Rafiyah I. Gambaran tingkat kecemasan pada warga binaan
wanita menjelang bebas di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas IIA Bandung.
Universitas Padjajaran; 2012.
3. Butler T, Stephen A. Mental illness among South Wales prisoners. Correction Health
Services. 2007.
7. Rector NA, Danielle B, Kate K, Linda JM. Anxiety disorders: an information guide.
Centre of Addiction and Mental Health. 2008.
10. Wahyuni ER. Analisis kriminalisasi santet sebagai tindak pidana dalam konsep pasal
293 RUU KUHP tahun 2013. Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung. 2104.
14. Volkow ND. Drugs, brain, and addiction: the science of addiction. National Institute
of Drug Abuse. 2010:5-6.
15. Maramis WF, AA Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press, 2009.
17. Talbot J. Prisoners’ voices: experiences of the criminal justice system by prisoners
with learning disabilities and difficulties. Prison Reform Trust. 2008:27-29.
18. Sadock BJ, Sadock VA. Kapan and Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry.
Lippincott William & Wilkins, 2010.
19. Nia A. Fenomena masyarakat dalam mengatasi masalah dan daya tahan dalam
menghadapi stress [tesis]. Universitas Brawijaya; 2015.
20. Lewis M, Barret LF, Jones JM. Handbook of emotions third edition. New York: The
Guilford Press. 2008.