You are on page 1of 22

BAB I

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan
virus dengue dan termasuk golongan Arbovurus (arthropod-borne virus) yang
ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus serta
penyebabnya sangat cepat. Penyakit demam berdarah dengue (DBD), atau lebih
dikenal dengan dengue hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus yang sangat menular dengan vektor nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini banyak menimbulkan kematian di daerah tropis serta merupakan
ancaman kesehatan bagi dunia karena lebih dari 100 negara terjangkit penyakit ini
(Ranjit, 2011). Dalam 30 tahun terakhirsebanyak >5 kasus demam berdarah terjadi
di Amerika (Branco, et al., 2014). Sementara itu. negara Asia yang termaauk
Wilayah endemik demam berdarah yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Timor
Leste. Serangan demam berdarah ini menyebar di beberapa daerah di Indonesia.
misalnya Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta,
Surabaya, Gorontalo, Sulawesi Selatan. dan beberapa daerah lain (Sidiek, 2012).
Penyebaran penyakit ini sangat cepat. sehingga perlu dilawan tindakan pencegahan
agar tidak terjadi endemic (Marni, 2016)

Gambar 1.1 Nyamuk Aedes aegypti

1
DBD adalah penyakit infeksi yang banyak ditemukan di daerah tropis dan
subtropis. Infeksi ini sering menyerang anak usia dibawah 15 tahun dan merupakan
penyebab kematian cukup tinggi. Penyakit infeksi dengue timbul secara akut dan
dapat memburuk, serta sering berakibat fatal apabila terlambat tertangani
(Permatasari, 2015).
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sedangkan manifestasi terberat DBD
adalah DSS yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, 2006).
Penyakit Dangue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegpty
(Suriadi & Rita Yuliani, 2010). DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh
karena virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegpty betina, penyakit ini sering disebut Demam Berdarah Dengue
(Hidayat,2006). DBD atau Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemoragic
Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae, dengan genusnya adalah flavivirus (Wulandari & Erawati, 2015).

2
BAB II
PROSES TERJADINYA MASALAH

A. FAKTOR PRESIPITASI
Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari 4 virus, yaitu virus dengue-1 (DEN
1), virus dengue-2 (DEN 2), virus dengue-3 (DEN 3) dan virus dengue-4 (DEN 4).
Asam ribonukleat beruntai tunggal dari famili Flaviviradae yang ditularkanoleh
vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Masa inkubasi penyakit ini
berakhir 4-5 hari setelah timbulnya demam (Marni, 2016).

B. FAKTOR PREDISPOSISI
1) Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih
2) Kurangnya informasi mengenai DHF atau tingkat pengetahuan masyarakat
tentang DHF (Marni, 2016)

C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, maka tubuh pasien membentuk kekebalan penyakit. Apabila
tubuh pasien diserang untuk kedua kalinya, maka tubuh akan aman. Akan tetapi,
apabila virus yang masuk itu mempunyai tipe yang berbeda, maka akan
mengakibatkan reaksi imunologi proliferasi dan transformasi limfosit imun yang
dapat meningkatkan titer antibodi lgG antidengue. Dalam limfosit, terjadi replikasi
virus dengue yang bertransformasi akibat virus yang berlebihan. Kondisi ini
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Kemudian, antigen-
antibodi tersebut akan mengaktifkan sistem komplemen dengan melepaskan C3a
dan C5a yang mengakibatkan Peningkatan permeabilitas Pembuluh darah dan
menghilangnya plasm. melalui endotel. Renjatan (syok) yang tidak segera ditangani
akan menyebabkan anoksia jaringan, asidosis metabolik. dan kematian. Lalu,
trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metarnorfosis yang dapat

3
menyebabkan trombositopenia hebat dan perdarahan. Aktivasi Hageman (Faktor
XII) dapat menyebabkan pembekuan lntravaskular yang luas dan mengaktifkan
sistem kinin, sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat.
Kerusakan hati dan menurunnya faktor koagulasi menyebabkan semakin hebatnya
Perdarahan yang terjadi (Marni, 2016)

D. PATHWAY
DBD

VIREMIA (Aedes aegypti)

Demam Akut Permeabilitas vaskuler Nyeri otot tulang dan Stimulasi RES (Reticulo
meningkat sendi iskositas Endothelium System)

Hipertermia
Kebocoran plasma Gangguan rasa Hepatomegali
nyaman

Hipovelemik Mendesak rongga


abdomen

Syok hipovelemik
Defisiensi pengetahuan Nafsu makan menurun,
keluarga mual muntah
Defisit volume
cairan
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

(Hidayat, 2006)

4
E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala DHF atau Demam Berdarah Dengue meliputi (Wulandari &
Erawati, 2015) :
1. Demam tinggi selama 5-7 hari
2. Perdarahan terutama perdarahan pada bawah kulit: ptechie, ekhimosis, hematoma.
3. Epitaksis, hematemesis, melena, hematuri
4. Mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, konstipasi
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati.
6. Sakit kepala
7. Pembengkaka sekitar mata
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
9. Tanda – tanda rejatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, nadi cepat dan lemah)
Sedangkan menurut WHO patokan laboratorium DHF adalah trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000/mL) dan hemokonsentrasi (kadar hematrokit
meningkat 20% atau lebih).

Gambar 1.2 Petekie

5
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan patokan dari WHO Demam Berdarah Dengue klasifikasi dibagi
menjadi 4 derajat sebagai berikut (Wulandari & Erawati, 2015):
a. Derajat 1
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji
turniket positif)
b. Derajat 2
Seperti derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain
seperti mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan
jari.
d. Derajat 4
Rejatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

Gambar 1.3 Fase Demam

6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien demam berdarah dengue
yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi (foto rontgen toraks).
Pada pemeriksaan ini, terjadi penurunan trombosit ≤100.000/mm3 dan peningkatan
hematokrit ≥20%. Nilai normal hematokrit yaitu 3 kali nilai hemoglobin. Selain itu,
terjadi penurunan leukosit (leukopenia) serta waktu perdarahan dan waktu
protrombin memanjang. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk mengetahui
adanya virus dengue yaitu antibodi imunoglobulin M (IgM) dan M antibody capture
enzyme-Iinked immunosorbent assay (MAC ELISA). Apabila terjadi syok, maka
akan terjadi hiponatremia, hiperkalemia, protein plasma yang menurun, peningkatan
transaminase serum, dan pada sediaan apusan darah tepi terdapat fragmentosit yang
menandakan adanya hemolisis. Pada pemeriksaan foto rontgen toraks biasanya
didapatkan efusi pleura (Marni, 2016).

H. PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE


1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien derajat I ini keadaannya seperti pada pasien influenza biasa
dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga
gejala perdarahan atau hasil uji tourniket positif. Pasien perlu istirahat mutlak,
observasi TTV setiap 3 jam (terutama tekanan nadi dan tekanan darah) periksa
Ht, Hb, dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5 – 2
liter dalam 24 jam (Wulandari & Erawati, 2015)
b. Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah
dalam keadaan lemah, malas minum (gejala klinis derajat I ditambah dengan
adanya perdarahan spontan) dan tidak jarang setelah dalam perawatan
beberapa saat pasien jatuh dalam keadaan rejatan. Oleh karena itu, lebih baik
pasien segera dipasang infus sebab jika sudah terjadi rejatan vena – vena sudah

7
menjadi kolaps sehingga susah untuk dipasang infus. Pengawasan tanda vital,
pemerikaan hematrokit, dan hemoglobin, serta trombosit seperti derajat I, dan
harus diperhatikan gejala – gejala rejatan seperti nadi menjadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, anuria atau anak mengeluh sakit perut. Apabila
pasien derajat II ini setelah dirawat selama 2 hari keadaan membaik yang
ditandai dengan tekanan darah yang normal, nadi, suhu, dan pernafasan juga
baik, infus yang satu dibuka, dan yang lainnya dipertahankan hingga 24 jam
lagi sambil diobservasi. Jika keadaan umum tetap baik, tanda vital serta Ht
dan Hb sudah normal dan stabil infus dibuka. Biasanya pasien sudah
diperbolehkan untuk pulang (Wulandari & Erawati, 2015)
c. Perawatan pasien DBD derajat III/ DSS
Pasien DSS adalah pasien gawat terutama bagi anak – anak, maka jika
tidak mendapatkan penangan yang tepat dan cepat akan menjadi fatal,
sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah akibat
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan
ditandai tubuh anak sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi kental
sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan gangguan saraf
pusat. Juga terjadi gangguan sistem pernafasan berupa asidosis metabolik dan
dispnea karena adanya cairan didalam rongga pleura. Pertolongan yang utama
adalah mengganti plasma yang keluar dengan memberikan cairan dan
elektrolit (biasanya diberikan RL) dengan cara diguyur dengan kecepatan
tetesan 20 ml/kg BB/ jam. Karena darah kehilangan plasma maka alirannya
menjadi sangat lambat (darah menjadi sangat kental) untuk memperlancar
aliran darah tersebut klem infus dibuka tetapi biasanya tetap tidak berjalan
lancar dan tetesan infus masih juga lambat. Untuk membantu kelancaran
tetesan infus maka dibantu dengan menggunakan spuit 20 – 30 cc sebanyak
100-200ml melalui selang infus (Wulandari & Erawati, 2015).
d. Anticipatory Guidance pada anak demam berdarah dengue

8
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya demam berdarah dengue
pada anak – anak atau balita adalah dengan tindakan anticipatory guidance.
Anticipatory guidance adalah petunjuk antisipasi yang bisa diartikan sebagai
petunjuk – petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat
mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak
dapat bertumbuh dan berkembang secara normal (Nursalam, et.al, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas pada dasarnya yang dimaksud dengan
anticipatory guidance adalah upaya memberikan pengetahuan yang cukup
untuk membantu orang tua mencegah terjadinya demam berdarah dengue
pada anak – anak. Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertenu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior)
(Notoadmojo, 2011).
ANTICIPATORY GUIDANCE:

1. Memberikan penyuluhan mengenai demam berdarah dengue


2. Menjaga perilaku hidup sehat
3. Menjaga kebersihan lingkungan
4. Menjaga pola makan yang sehat
(Mulyani, 2015)

2. Penatalaksanaan Medis
Prinsip pengobatan pada penyakit DBD yaitu simptomatis dan suportif.
Penanganan pertama pada penyakit ini dianyaranya memmenuhi kebutuhan
cairan, yaitu dengan memberikan cairan oral 1-2 liter untuk mengatasi dehidrasi
dan rasa haus akibat demam tinggi Selan air putih, pasien dapat diberikan teh

9
manis,susu,sirup, jus buah, dan oralit. Pasien yang mengalami demam tinggi
dapat dikompres dengan air biasa Selain Itu, dapat diberikan antipiretik dari
golongan asetaminofen (paracetamol). Pasien tidak boleh diberikan antipiretik
dari golongan salisilat karena akan menimbulkan perdarahan yang semakin parah.
Demam tinggi pada anak-anak akan mengakibatkan terjadinya kejang.
Untuk mengatasi kejang. dapat diberikan antikonfulsi misalnya diazepem,
stesolid, fenobarbital. dan obat antikonvulsi lainnya. Jika syok dalam kondisi
berat/parah, maka dapat diatasi atau dicegah dengan memberikan resusitasi
cairan parenteral melalui infus. Jika pemberian cairan infus tidak memberikan
respons. maka diberikan plasma/plasma ekspander sebanyak 20-30 mL/kg BB.
Plasma ekspander merupakan suatu sediaan larutan steril yang digunakan untuk
menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, misalnya whole
blood (darah lengkap yang diambil dari donor manusia). Jika pasien mengalami
renjatan hebat, maka pemberian infus harus diguyur dengan cara membuka klem
infus. Namun, jika vena kolaps yang menyebabkan tetesan tidak mencapai
harapan. maka cairan diberikan secara paksa dengan menggunakan spuit
sebanyak 100-200 mL, kemudian diguyur. Pasien yang mengalami renjatan berat
perlu dipasang central venous pressure (CVP) pengaturan tekanan vena sentral)
untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena safena magna atau vena
jugularis dan pasien pun dirawat di ruang ICU. Transfusi darah perlu diberikan
apabila terjadi perdarahan gastrointestinal yang dapat diketahui dari tanda-tanda
pasien muntah darah atau terjadi penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit .
Pengendalian vektor dilakukan pada lingkungan yang berisiko. misalnya
lingkungaan rumah dan sekolah, dengan secara rutin membersihkan air di
penampungan. misalnya kamar mandi, tempayan, air tampungan di belakang
lemari pendingin, AC, dan sebagainya. Setelah tempat penampungan air tersebut
dibersihkan, perlu diberikan bubuk untuk memberantas jentik nyamuk yaitu
bubuk abate (Marni, 2016).

10
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue
yaitu:
1. Ensefalopati
2. Kerusakan hati
3. Kerusakan otak
4. Kejang
5. Perdarahan masif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok
ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba tekanan nadi
menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol; tekanan darah menurun di bawah
80 mmHg atau sampai nol; terjadi penurunan kesadaran; sianosis di sekitar
mulut dan kulit ujung jari; hidung. telinga, dan kaki teraba dingin dan lembap;
pucat dan oligun'a atau anuria (Marni, 2016)

11
BAB III
PENGKAJIAN FOKUS DEMAM BERDARAH DENGUE

A. IDENTITAS PASIEN
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orangtua,
pendidikan orangtua, dan pekerjaan orangtua.

B. KELUHAN UTAMA
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke Rumah
Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai mengigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-
7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek,
nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bolamat terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV) melena atau hemetemesis.

D. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Penyakit apa saja yang permah didertn. Pada DHF anak bisa mengalami
serangan ulang DHF dengan tipe virus yang lain.

E. RIWAYAT IMUNISASI
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari.

12
F. RIWAYAT GIZI
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,
muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.

G. KONDISI LINGKUNGAN
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).

H. POLA KEBIASAAN
a. Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berurang,
dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi Alvi (buang air besar kadang-kadang). Kadang – kadang anak
mengalami diare/konstipasi. Sementara DHF pada grade Ill-IV bisa terjadi
melena.
c. Elimina urien (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya kurang.
e. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.

13
I. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
jaringan rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan
fisik anak adalah sebagai berikut:
1) Grade I: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, TTV, dan nadi
lemah
2) Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak
teratur.
3) Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil,
dan tidak teratur, serta tensi menurun
4) Grade IV: keadaan koma, TTV: nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

J. SISTEM INTEGUMEN
a. Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit mus-um, dan muncul keringat dingin dan
lembab.
b. Kaki sianosis/ tidak
c. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karna demam, mata anemis,
hidung kadang mengalami perdarahan (epitaksis) pada grade II, 11, IV. Pada
mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan
nyeri tekan. Sementara tenggorokan hyperemia faring dan terjadi perdarahan
tehnga (pada grade II, III, IV)
d. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru – paru sebelah kanan (efusi pleura),
Rales, Ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, IV.
e. Abdomen

14
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) atau asites
f. Ektremitas
Pada ektremitas akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

K. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat (≥20%)
b. Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
c. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig. D dengue positif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoproteinemia, hipokloremia,
dan hiponatremia.
f. Umum dan pH darah mungkin meningkat
g. Asidosis metabolik: pCO2 < 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h. SGOT / SGOPT mungkin meningkat (Nursalam dan Susilaningrum, 2008)

15
L. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 2.1 Nursing Care Plane

DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan NIC : Perawatan Hipertermia 1. Untuk mengkaji perawatan
proses infeksi virus dengue. keperawatan selama 3x24 jam (3786) yang memungkinkan
diharapkan masalah masalah 1. Kaji keluhan pasien perkembangan, perencanaan,
keperawatan hipertermi 2. Observasi suhu tubuh pasien perkembangan dan perawatan
dapatdiminimalkan dengan setiap 4 jam secara individual yang sesuai
kriteria hasil : 3. Penuhi kebutuhan cairan 2. Peningkatan suhu tubuh
NOC : Termogulasi (0800) dengan memasang infus secara tiba – tiba akan
4. Berikan kompres hangat mengakibatkan kejang
1. Suhu tubuh dalam rentan 5. Edukasi pasien untuk 3. Untuk mencukupi kebutuhan
normal 38,9°C menjadi memakai pakaian yang cairan yang hilang akibat
36,8°C longgar penguapan yang berlebih
2. Pasien terlihat tenang 6. Berikan terapi antipiretik 4. Tindakan tersebut
3. Pasien tidak menggigil saat menyebabkan terjadinya
demam proses induksi atau
perpindahan panas dari tubuh
ke kompres
5. Meningkatkan kenyamanan
dan menurunkan suhu tubuh
6. Terapi farmakologi efektik
menurunkan demam

16
2. Resiko kekurangan volume cairanSetelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen Cairan (4120) 1. Bila terjadi takikardia,
tubuh kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam 1. Observasi TTV paling dipsnea , atau hipotensi dapat
tubuh berhubungan dengan
diharapkan masalah masalah sedikit setiap 4 jam mengidentifikasi kekurangan
peningkatan permeabilitas
keperawatan kekurangangan 2. Pantau tanda – tanda volume cairan atau
kapiler, perdarahan , muntah dan
volume cairan tubuh kurang dari kekurangan cairan, ketidakseimbangan elektrolit.
demam. kebutuhan tubuh dapat dapat misalnya ubun – ubun 2. Untuk mengidentifikasi
diminimalkan dengan kriteria cekung, turgor kulit tidak kekurangan volume cairan.
hasil : elastis, dan produksi urin 3. Untuk mengetahui
NOC : Keseimbangan Cairan menurun keseimbangan cairan
(0601) 3. Pantau asupan dan 4. Elektrolit darah, serum
1. Kebutuhan cairan pasien pengeluaran, catat hasilnya albumin, dan berat jenis urin
terpenuhi ditandai dengan 4. Pantau nilai laboratorium, untuk membantu
turgor kulit elastis elektrolit darah, serum mengidentifikasi status cairan
2. Pasien tidak mengeluh haus albumin dan berat jenis 5. Untuk mengembalikan
3. Produksi urin normal urin kehilangan cairan
4. Nilai laboratorium elektrolit 5. Berikan terapi IV
darah , serum albumin dan
berat jenis urin dalam batas
normal
3. Resiko nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan NIC : Monitor Nutrisi (1160) 1. Untuk mengkaji perawatan
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji keluhan pasien yang memungkinkan
dengan mual, muntah, tidak ada diharapkan masalah masalah 2. Monitor adanya mual perkembangan dan
nafsu makan. keperawatan resiko nutrisi kurang muntah perencanaan perawatan
dari kebutuhan tubuh dapat 3. Pertahankan kebersihan secara individual yang
diminimalkan dengan kriteria mulut pasien sesuai dengan pasien
hasil : 4. Jelaskan pentingnya nutrisi 2. Untuk mengkaji konsumsi
NOC : Status Nutrisi (1004) bagi tubuh zat gizi dan perlunya
1. Kebutuhan nutrisi pasien 5. Berikan makanan cair atau pemberian suplemen
terpenuhi lunak 3. Agar menambah nafsu
2. Rasio berat badan stabil tidak 6. Berikan makanan yang makan pasien
menurun disertai dengan suplemen
untuk kebutuhan gizi anak

17
3. Pasien mau makan / dapat 7. Timbang BB setiap 3 hari 4. Karena nutrisi berguna
makan mandiri jika memungkinkan sebagai proses metabolik
4. Tidak ada keluhan mual - 8. Kolaborasi dengan keluarga pada anak
muntah untuk memberikanan 5. Untuk membantu proses
makanan sesuai dengan pencernaan
kesukaannya 6. Membantu memenuhi
kebutuhan nutrisi
7. Memberi tanda akurat dan
memberikan pengendalian
pada pasien tentang
makanan yang dimakan dan
status nutrisinya
8. Untuk menambah nafsu
makan

4. Resiko terjadinya komplikasi Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen Hipovolemik 1. Untuk mengkaji perawatan
(syock / perdarahan) keperawatan selama 3x24 jam (4180) yang memungkinkan
berhubungan koagulopati inheren diharapkan masalah masalah 1. Kaji keluhan pasien perkembangan, perencanaan
(trobositopenia). keperawatan resiko terjadinya 2. Observasi TTV setiap 3 jam perawatan secara individual
syok dan perdarahan dapat 3. Lakukan pemeriksaan yang sesuai dengan pasien
diminimalkan dengan kriteria trombosit dan Hemoglobin 2. Takikardia, dipsnea, atau
hasil : setiap 4 jam hipotensi dapat
NOC : Keparahan Syok 4. Edukasi pada pasien dan mengidentifikasi
Hipovolemik (0419) keluarga untuk kekurangan volume cairan
1. Tidak terjadi syok dan memperhatikan kebutuhan atau keseimbangan elektrolit
perdarahan cairan dan elektrolit pada 3. Kadar elektrolit serum yang
2. TTV dalam batas normal tubuh abnormal mengidentifikasi
3. Ekstremitas teraba hangat 5. Pantau keseimbangan ketidak seimbangan cairan
cairan. Perhatikan bila yang membutuhkan terapi
terjadi oliguria atau anuria. dengan segera
6. Kolaborasi dengan 4. Membantu mengembalikan
pemberian tranfusi darah jumlah cairan secara normal

18
bila terjadi perdarahan serta keseimbangan cairan
gastrointestinal yang hebat dan mencegah kehausan
(pada lambung) 5. Adanya oliguria atau anuria
mengidentifikasi gangguan
ketidakseimbangan cairan
6. Pemberian tranfusi dapat
mengatasi hipovolemia yang
merupakan akibat sekunder
dari perdarahan.

5. Defisiensi pengetahuan keluarga Setelah dilakukan tindakan NIC : Pengajaran: Proses 1. Pengkajian ini berfungsi
tentang proses penyakit keperawatan selama 3x24 jam Penyakit (5602) sebagai dasar memulai
berhubungan dengan kurangnya diharapkan masalah masalah 1. Kaji pengetahuan orang tua penyuluhan kesehatan
informasi keperawatan defisiensi tentang penyakit DBD 2. Menegtahui kondisi dan
pengetahuan dapat diminimalkan 2. Observasi perilaku orang tua kesiapan orangtua untuk
dengan kriteria hasil : dalam keterlibatan merawat anaknya
NOC : Pengetahuan Manajemen perawatan pasien 3. Dengan bertambahnya
Penyakit Akut (1844) 3. Beri pendidikan kesehatan pengetahuan, maka orang
1. Orang tua memahami tentang tentang penyakit DBD, tanda tua mampu merawat dan
penyakit DBD gejala, penanganan pertama, mencari pengobatan
2. Orang tua mengerti dan dan komplikasi bila tidak 4. Anak harus menerima
memahami tentang tanda – segera diatasi semua obat, termasuk untuk
gejala anak mengalami DBD, 4. Anjurkan pada keluarga infeksi secara kontinu dan
penangan pertama sebelum untuk aktif dalam perawatan pastikan keefektifan obat.
dibawa ke RS pasien Dengan mengetahui
3. Orang tua memahami cara 5. Berikan penyuluhan pada kemungkinan, terjadinya
agar nyamuk Aedes Aegepty orang tua tentang reaksi yang tidak
tidak berkembang biak di penanganan pertama, yaitu diinginkan, maka dengan
lingkungan tempat tinggal dengan memberikan minum membantu orang tua untuk
yang banyak. Selain itu, meminta pertolongan
pasien boleh diberikan teh secepatnya dari dokter, jika
manis, susu, dan air putih. diperlukan.

19
Setelah diberikan cairan 5. Mencukupi kebutuhan
maka anjurkan pada cairan dalam tubuh anak.
keluarga untuk membawa 6. Memutus rantai penularan
anak ke RS terdekat atau penyebaran penyakit
6. Berikan penyuluhan tentang demam berdarah.
cara memberantas nyamuk
Aedes Aegypti. Cara agara
nyamuk tidak bertempat
tinggal disekitar rumah yaitu
dengan membersihkan
tempat penampungan air
setiap 2 hari sekali.

20
Daftar Pusataka

Elsevier, 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Pengukuran Outcomes


Kesehatan.Yogyakarta:Moco Media.

Elsevier, 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).Yogyakarta:Moco Media.

Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan


Proses Keperawatan. Jakarta: salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Buku 2. Ed 1.


Jakarta: Salemba Medika

Herdman. H.T & Kamitsuru S, 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi
2015-2017.Jakarta:Buku Kedokteran EGC.

Marni. 2016. Asuhan Keperawatan Anak pada Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.

Mulyani,S. Model Buku Panduan Tentang Pencegahan Kecelakaan Dalam


meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Pencegahan Kecelakaan Pada Balita.
Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, Nomer 1, Mei 2015, hlm 26-31.

Nurjannah, I., Tumanggor D.,R. 2008 Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi
kelima. Yogyakarta: Moco Media

Nursalam & Susilaningrum, Rekawati. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan anak
(untuk perawat dan bidan). Jakarta : Salemba Medika

21
Notoadmojo, S. 2011. Pendidikan & Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Permatasari Y Devi. Hubungan status gizi, umur, dan jenis kelamin dengan derajat
infeksi dengue. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah Volume 2 Nomor 1
Tahun 2015 hlm 25.

Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.Jakarta,


Indonesia; 2006.p. 1709-13.

Suriadi, & Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Sagung
Seto.

Wulandari, Dewi & Erawati Meira. 2015. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

22

You might also like