You are on page 1of 6

Robekan Jalan Lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan yang semakin
manipultif dan traumatif akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forceps, atau vakum ekstraksi.

A. Tanda-tanda dan gejala robekan jalan lahir


Tanda dan gejala robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :
 Perdarahan
 Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir
 Uterus tidak berkontraksi dengan baik
 Plasenta tidak normal

Gejala yang sering terjadi adalah:


 Pucat
 Lemah
 Pasien dalam keadaan menggigil

Diagnosis :
Dengan pemeriksaan : Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva,
vagina dan serviks dengan memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna
merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi.

B. Penyebab Robekan Jalan Lahir

Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah Partus presipitatus.

a. Kepala janin besar


b. Presentasi defleksi (dahi, muka).
c. Primipara
d. Letak sungsang.
e. Pimpinan persalinan yang salah.
f. Pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan embriotomi

C. Klasifikasi Rupture perineum

Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya adalah sebagai berikut:

a. Derajat satu : Robekan ini hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum.
b. Derajat dua : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum
dan otot perineum.
c. Derajat tiga : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum,
otot-otot perineum dan sfingterani eksterna.
d. Derajat empat : Robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani yang
meluas sampai ke mukosa rectum

D. Tindakan Yang Dilakukan

Tindakan yang dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :

a. Memasang kateter ke dalam kandung kencing untuk mencegah trauma terhadap uretra
saat penjahitan robekan jalan lahir.
b. Memperbaiki robekan jalan lahir.
c. Jika perdarahan tidak berhenti, tekan luka dengan kasa secara kuat kira-kira selama
beberapa menit. Jika perdarahan masih berlangsung, tambahkan satu atau lebih jahitan
untuk menghentikan perdarahan.
d. Jika perdarahan sudah berhenti, dan ibu merasa nyaman dapat diberikan makanan dan
minuman pada ibu.

E. Penanganan Robekan Jalan Lahir

Penanganan robekan jalan lahir adalah :

a. Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang bersih
pada beberapa keadaan dilakukan episotomi.
b. Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis demi lapis,
dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka ke arah vagina yang biasanya
dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan menyebabkan luka lama sembuh.
c. Dengan memberikan antibiotik yang cukup

Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan dilakukan dengan cara jelujur menggunakan
benang catgut kromik. Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu saat penjahitan laserasi, dan
mengulangi pemberian anestesi jika masih terasa sakit. Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka.
Jahit sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai bawah laserasi. Pastikan jarak setiap jahitan
sama dan otot yang terluka telah dijahit. Ikat benang dengan membuat simpul dalam vagina. Potong
ujung benang dan sisakan 1,5 cm. melakukan pemeriksaan ulang pada vagina dan jari paling kecil ke
dalam anus untuk mengetahui terabanya jahitan pada rectum karena bisa menyebabkan fistula dan
bahkan infeksi.

Rupture perineum derajat empat atau robekan yang lengkap memerlukan langkah-langkah yang
teliti. Apeks robekan dalam mukosa, rectum harus Universitas Sumatera Utara diperhatikan dan tepi
mukosa rectum dibalikkan ke dalam lumen usus dengan jahitan berulang. Jahitan ini diperkuat lagi
dengan jahitan terputus sekeliling fasia endopelvis. Ujung robekan sfingterani cenderung mengalami
retraksi ke lateral dan posterior. Setelah diidentifikasi dan dijepit dengan forcep, ujung robekan
didekatkan dengan dua atau tiga jahitan

F. Komplikasi

Risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perineum tidak segera diatas, yaitu :

A. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam
setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala
empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda
vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan
menilai tonus otot .
B. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus
kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar
melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala
janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia .
C. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya penekanan kepala
janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva
berwarna biru dan merah. Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan
fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan varikositas
Universitas Sumatera Utara vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang
hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi
introitus di daerah rupture perineum .
D. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan
pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan
infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 38o. Robekan jalan lahir selalu
menyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus
(rupture uteri). Penanganan yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan
evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan perineum adalah mulai dari
tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari
derajat satu sampai dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan
gejala yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya
rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan
E. Ruptura Uteri
Rupture uteri atau uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya
terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus
dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Pada robekan ini
kadang-kadang vagina ikut serta. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan
pada vagina bagian atas, hal itu dinamakan kopaporeksis. Kadang-kadang sukar
membedakan antara rupture uteri dan kolpareksis. Apabila pada rupture uteri peritoneum
pada permukaan uterus ikut robek, hal itu dinamakan rupture uteri kompleta; jika tidak
rupture uteri inkompleta. Pinggir rupture biasanya tidak rata; letaknya pada uterus
melintang atau membujur, atau miring dan agak kekiri atau ke kanan. Ada kemungkinan
pula terdapat robekan dinding vesika urinaria. Menurut cara terjadinya, rupture uteri
dibedakan antara:
1) Rupture uteri spontan
Ialah ruptua uteri yang terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Factor
pokok disini ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan , misalnya panggul sempit,
hidrosefalus, janin dalam letak lintang dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin
lama makin diregangkan. Pada suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas
kekuatan jaringan miometrium: terjadi rupture uteri. Factor yang merupakan predisposisi
terhadap terjadinya rupture uteri ialah multiparitas; disini ditengah-tengah miometrium sudah
terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang,
sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan. Pada persalinan yang kurang lancer,
tekanan ke bawah terus menerus pada fundus uteri; hal dapat menambah tekanan pada
segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya rupture uteri.
Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi dan/atau atas indikasi yang tidak tepat,
bisa menyebabkan rupture uteri.
Gejala
1. Gelisah
2. Pernapasan dan nadi menjadi cepat
3. Nyeri terus menerus di perut bawah
4. Segmen bawah uterus tegang
5. Nyeri pada perabaan dan lingkaran retraksi (bandl) tinggi sampai mendekati pusat.
6. Lig. Rotunda tegang

2) Rupture traumatic
Rupture uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti
tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan,
jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih
sering terjadi adalah rupture uteri yang dinamakan rupture uteriviolenta. Di sini karena distosia
karena ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin
mengakibatkan timbulnya rupture uteri. Hal ini misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak
lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut.
Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubungan dengan itu ,
setelah tindakan-tindakan tersebut juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar, perlu
dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi rupture
uteri . gejala rupture uteri violent tidak tidak berbeda dari rupture uteri spontan.

3) Rupture uteri pada parut uterus


Rupture uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea; peristiwa
ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi), dan
lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam. Diantara
parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering
menimbulkan rupture uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya
adalah 4:1. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uteri yang menyerupai
daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik,sehingga
parut lebih kuat. Rupture uteri pada bekas parut seksio sesarea klasik juga lebih sering terjadi
pada kehamilan tua sebelum persalinan mulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas
seksio sesarea profunda umumnya terjadi pada waktu persalinan. Rupture uteri pasca seksio
sesarea bisa menimbulkan gejala seperti yang telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga
terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan
secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya
terpisah sama sekali dan terjadilah rupture uteri. Dan disini biasanya peritoneum tidak ikut
serta, sehingga terdapat rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria
besar terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan
untuk sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih
ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka.
Jika arteria besar terluka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok; janin dalam uterus
meninggal dunia

You might also like