You are on page 1of 8

1.

Toleransi
Mosi:Menolak Ucapan Selamat Hari Raya Agama Lain.
1.PRO
POIN DAN PENDALILAN
1.Mengucapkan Selamat Berarti Menyetujui
Ketika ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita memberikan
suatu ucapan persetujuan.Seperti ketika kita mengucapkan selamat tahun baru pada 1 Januari
berarti kita setuju bahwa tahun baru jatuh pada tanggal 1 Januari,tidak mungkin tidak.
Nah,begitu juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat hari raya agama
lain kepada seorang kafir. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat
setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka berkeyakinan pada hari tersebut adalah hari
raya untuk beribadah kepada tuhan-tuhan mereka.Sedangkan kita diperintahkan untuk bara’
kepada mereka.Dengan mengucapkan selamat berarti kita setuju dengan kekufuran yang
mereka kerjakan.Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata?
2.Tasyabbuh minal Kafirun(Menyerupai Kaum Kafir)
Mengucapkan Selamat hari raya pada agama lain adalah bentuk penyerupaan kita
terhadap kaum tersebut.Contoh,mengucapkan selamat natal merupakan budaya orang
nashrani.Sedangkan Nabi SAW bersabda:

‫شبَّهَ بِقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم‬


َ َ‫َم ْن ت‬

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (Musnad
Ahmad dan Sunan Abu Dawud)
3.Mendahului orang kafir dalam mengucap salam
Ulama’ Ijma’ tentang diharamkannya mendahuli orang kafir dalam mengucap salam
dengan berdasar hadits:

‫سالَ ِم‬
َّ ‫ارى ِبال‬
َ ‫ص‬َ َّ‫الَ تَ ْبدَ ُءوا ْال َي ُهودَ َوالَ الن‬

“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no.
2167)
Sedangkan salam bermakna selamat.Maka mengucapkan selamat hari raya agama lain
termasuk keharaman didalamnya.
4.Tidak menunjukkan sikap bara’
Kita diperintahkan untuk bara’(berlepas diri) dengan kafirun berdasarkan dari:
َ‫َوإِ ْذ قَا َل إِب َْرا ِهي ُم ِِلَبِي ِه َوقَ ْو ِم ِه إِنَّنِي بَ َرا ٌء ِم َّما ت َ ْعبُ ُدون‬
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu sembah, (Az Zukhruf/43:26)
5.Mensyiarkan Agama Mereka
Mengucapkan selamat natal merupakan tolong-menolong dalam mensyiarkan
kekufuran mereka.Sedangkan yang demikian termasuk keharaman berdasarkan ijma’ ulama’
berdasar dalil:

ِ ‫اْلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬


‫ان‬ ِ ْ ‫َوت َ َع َاونُوا َعلَى ْال ِب ِ ِّر َوالت َّ ْق َوى َو َال تَ َع َاونُوا َعلَى‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah/5: 2).

5.Nukilan Ijma’ Ulama’


“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang
kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan
ijma’ (kesepakatan) para ulama.(Muhammad ibni Abu Bakr/Ibnul Qayyim Al Jauziyah:Ahkam
Ahlidz Dzimmah)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan pula,
“Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama
orang kafir adalah haram berdasarkan sepakat ulama” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3:
45).
Sedangkan Ijma’ Ulama’ wajib diikuti dan haram ditinggalkan. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah Al Harrani Ahmad Ibni Abdus Salam rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat
bahwa ijma’ (kata sepakat ulama) disepakati sebagai dalil yang mesti diikuti. Hal ini
disepakati oleh seluruh kaum muslimin dari kalangan fuqaha’, sufiyah dan ahli hadits, bahkan
disepakati oleh ahli kalam secara umum. Sedangkan yang mengingkari ijma’ sebagai dalil
adalah ahli bid’ah dari kalangan Mu’tazilah dan Syi’ah.(Majmu’ Fatawa)

Fatwa tersebut berdasarkan dalil:

‫سبِي ِل ْال ُمؤْ ِمنِينَ نُ َو ِلِّ ِه َما‬ َ ‫سو َل ِم ْن بَ ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَهُ ْال ُهدَى َويَتَّبِ ْع‬
َ ‫غي َْر‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫ق‬ِ ِ‫َو َم ْن يُشَاق‬
‫يرا‬
ً ‫ص‬ ِ ‫ت َم‬ ْ ُ‫ت َ َولَّى َون‬
َ ‫ص ِل ِه َج َهنَّ َم َو‬
ْ ‫سا َء‬
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’: 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’
(kesepakatan) ulama kaum muslimin. Ayat ini menunjukkan bahwa mengikuti ijma’ itu
wajib, menyelisihinya itu haram.
1.Toleransi
Mosi:Menolak Ucapan Selamat Hari Raya Agama Lain.
2.Kontra
POIN DAN PENDALILAN
1.Tidak Ada Dalil Sharih/Qath’i Tentang Pengharaman Mengucapkan
Selamat Hari Raya Agama Lain.
Mengucapkan selamat pada hari raya agama lain merupakan suatu perbuatan
muamalah.Sehingga berlaku suatu qaidah fiqh:

ِ ْ ‫ت ْال ِح ُّل َو‬


‫اْل َبا َحةُ ِإالَّ ِبدَ ِليْل‬ ِ َ‫ش ُر ْو ِط فِي ْال ُم َعا َمال‬ ْ َ ‫اْأل‬
ُّ ‫ص ُل فِي ال‬

Hukum asal menetapkan syarat dalam mu’âmalah adalah halal dan diperbolehkan
kecuali ada dalil (yang melarangnya){Dinukil dari Syaikhul Islam dengan perkataan yang
semakna}
Tidak ada dalil yang sharih tentang haramnya mengucapkan selamat hari raya agama lain
sehingga hukumya kembali kepada hukum asal yakni “boleh/mubah”.
2.Merupakan Bentuk Toleransi
Mengucapkan selamat pada hari raya agama lain hanyalah merupakan suatu bentuk
toleransi.Yang dimana ini adalah suatu yang ma’ruf dan diperintah oleh Rasul SAW.:
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang paling
dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)”
3.Suatu Perbuatan Tergantung Pada Niatnya
Suatu amalan tergantung pada niatnya sebagaimana Hadits Rasul SAW.:

ٍ‫سلَّ َم قَا َل إِنَّ َما ْاأل َ ْع َما ُل بِالنِيَّ ِة‬


َ ‫صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ع َم َر أ َ َّن َر‬
َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َع ْن‬

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Amal itu tergantung niatnya.(Shahihain,Sunan Arba’ah)
Sehingga dalil ini menjadi bantahan terhadap yang mengatakan bahwa mengucapkan
selamat hari raya agama lain berarti menyetujui aqidah mereka atau bentuk tasyabbuh atau yang
yang lainnya.Karena itu semua tergantung niatnya.Jika tidak diniatkan kepada yang demikian maka
hukumnya kembali kepada hukum asal.Sedangkan kita membahas tentang masalah
mujmal/keseluruhan secara umum sehingga yang dibahas adalah hukum asal.
4.Mayoritas Ulama’ Kontemporer Membolehkan
Mayoritas Ulama’ Kontemporer telah memfatwakan bolehnya mengucapkan selamat hari
raya agama lain diantaranya:
1. Dr. Yusuf Al-Qaradawi (Ahli Fiqih asal Mesir paling berpengaruh saat ini).
2. Dr. Ali Jumah (Mufti Mesir saat ini)
3. Dr. Ali Tantawi (Syekh Universitas Al Azhar Mesir)
4. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq (mantan Menteri Wakaf Mesir)
5. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
Sehingga hal ini menepis Klaim Ijma’ dari Ibnul Qayyim dan Ibnu Taimiyyah.Dikarenakan
faktanya Ulama’ tidak Ijma’.
6.Demokrasi
Mosi:Menolak Perda Syariat Islam
1.PRO
POIN DAN PENDALILAN
1.Indonesia Merupakan Negara Islam
Syaikh Yazid Ibni Abdil Qadir Jawas berkata syarat suatu negara dikatakan negara islam
adalah:1.Mayoritas penduduknya adalah muslim
2.Syiar islam terjadi(Adzan,Shalat Jama’ah,Jilbab,dll)
3.Dipimpin oleh seorang muslim.
Sehingga Indonesia disebut negara Islam dikarenakan telah memenuhi syarat tersebut.
2.Hukum Islam Telah Berlaku Di Indonesia
Hukum Islam yang terutama telah berlaku di Indonesia dan memang sebagiannya
belum.Hukum yang telah ditegakkan seperti Hukum Nikah,Thalaq,orang bersalah dihukum dengan
adil,dan pemutusan hukum ada pada tangan Qadhi/Hakim.
Semua itu adalah penerapan hukum Islam.Hanya sedikit hukum Islam yang tidak tegak di
Indonesia yakni Hukum Had seperti mencuri di potong tangannya,atau membunuh
diqishash,rajam,dll.
Salah satu yang menjadi syarat penerapan hukum had adalah hukum tersebut diberlakukan
oleh Ulil Amri(Dinukil dari Syarhul Mumti’ oleh Syaikh Muhammad Ibn Shalih Al Utsaimin),tidak
bisa dilaksanakan tanpa persetujuan darinya.Bahkan sekalipun telah diberlakukan Nabi SAW.
Bersabda:
“Tolaklah hukuman had dari orang-orang muslim semampu mungkin selagi masih ada jalan untuk
itu, karena bagi seorang imam lebih salah di dalam memberikan maaf daripada salah dalam
menjatuhkan hukuman (Hadits riwayat Tirmidzi dan Baihaqy)”.
3.Menimbang Maslahat dan Mafsadah
Para Ulama’ telah membuat suatu qaidah dalam qawa’idul fiqh:
“Jika dihadapkan kepada kita dua mafsadah, maka kita harus menghindari mafsadah yang lebih
besar dengan mengerjakan yang lebih kecil”dan “Menolak mafsadah lebih diutamakan daripada
mendatangkan maslahat”.
Mafsadah yang besar jika dilakukan Hukum Islam secara spontan tanpa dakwah tauhid
dahulu adalah munculnya pemberontakan yang terjadi di antara kaum Muslim dan Kafir atau dengan
Muslim lainnya yang belum mengenal ilmu Agama. Sedangkan kita tidak diperbolehkan untuk
memberontak kepada pemerintah sekalipun yang Zhalim sampai Nabi SAW. Bersabda:
‫سيَقُو ُم فِي ِه ْم ِر َجا ٌل قُلُوبُ ُه ْم‬ َ َ‫ون بَ ْعدِى أ َ ِئ َّمةٌ الَ يَ ْهتَدُونَ ِب ُهد‬
ُ ‫اى َوالَ يَ ْستَنُّونَ ِب‬
َ ‫سنَّ ِتى َو‬ ُ ‫« يَ ُك‬
‫َّللاِ ِإ ْن أ َ ْد َر ْكتُ ذَ ِل َك‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫صنَ ُع يَا َر‬ْ َ‫ف أ‬َ ‫ قَا َل قُ ْلتُ َك ْي‬.» ‫ان ِإ ْن ٍس‬ ِ ‫ين ِفى ُجثْ َم‬ ِ ‫اط‬
ِ َ ‫شي‬ ُ ُ‫قُل‬
َّ ‫وب ال‬
.» ‫ظ ْه ُر َك َوأ ُ ِخذَ َمالُ َك فَا ْس َم ْع َوأ َ ِط ْع‬َ ‫ب‬َ ‫ض ِر‬ ُ ‫ير َوإِ ْن‬ ِ ‫قَا َل « ت َ ْس َم ُع َوت ُ ِطي ُع ِلأل َ ِم‬
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen)
dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka
orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa
punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim
no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343,
Maktabah Syamilah)
4.Mayoritas Ulama’ Tidak Ingin Terburu-buru Tanpa Memikirkan
Maslahat dan Mafsadah
Mayoritas Ulama’ Kontemporer yang tidak menyetujui Perda tersebut diantaranya:
1. Dr. Yusuf Al-Qaradawi (Ahli Fiqih asal Mesir paling berpengaruh saat ini).
2. Dr. Ali Jumah (Mufti Mesir saat ini)
3. KH.Hasyim Muzadi
4.KH.Abdurrahman Wahid
5.Fatwa NU dan Muhammadiyah.
2.Kultur Keberagamaan di Sekolah
Mosi:Setuju Penerapan Religius Kultur di Sekolah
1.PRO
PENDAHULUAN
Yang dimaksud dengan kultur keberagamaan di sekolah adalah penerapan budaya islam
dalam suatu lingkungan sekolah sebagai suatu rutinitas atau kebiasaan yang dijalankan oleh warga
sekolah seperti:tadarus qur’an sebelum belajar,shalat berjama’ah,jum’at berjama’ah,dan ifthar jam’i.
POIN DAN PENDALILAN
1.Dilandasi Dengan Amar Ma’ruf
Penerapan religius kultur di sekolah dilandasi dengan amar ma’ruf.Perbuatan ini sesuai
dengan:
َ َ‫َو ْلت َ ُكن ِّمن ُك ْم أ ُ َّمةٌ َي ْدعُونَ ِّإلَى ْال َخي ِّْر َو َيأ ْ ُم ُرونَ ِّب ْال َم ْع ُروفِّ َو َي ْن َه ْون‬
َ‫ع ِّن ْال ُمنك َِّر َوأ ُ ْولَئِّكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِّلحُون‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.(Ali Imran/03:104)
2.
6.Demokrasi
Mosi:Setuju Bahwa Demokrasi di Indonesia Tidak
Bertentangan Dengan Syariat Islam
1.PRO
PENDAHULUAN
Yang dimaksud dengan demokrasi menurut Abraham Lincoln(Bapak Demokrasi Dunia)
adalah sitem pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat,dan untuk rakyat.Yakni suatu keputusan berada di
tangan rakyat sepenuhnya.
Sedangkan demokrasi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Pemerintahan Demokrasi
yang didasarkan pada nilai pancasila yakni ketuhanan,kemanusiaan,persatuan,kerakyatan,dan
keadilan.Yang mana semua poinnya tidak bertentangan dengan syariat Islam.
POIN DAN PENDALILAN
1.Nabi Tidak Menjelaskan Cara Mengambil Keputusan Yang Sharih
Dalam mengambil keputusan Nabi SAW biasa mengambil keputusan sendiri.Yakni
berdasarkan wahyu sehingga dipastikan benar sebagaimana:
(3). ٰ‫َو َما يَ ْنطقٰ عَنٰ ا ْل َه َوى‬
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya.
َٰ ‫ن ه َٰو ىٰ إ َّٰل َوحْ يٰ يو‬
(4). ‫ح‬ ْٰ ‫إ‬
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)(QS:An Najm/53:3-4)
Sedangkan di zaman sekarang tidak ada yang dijamin benar sehingga tidak bisa keputusan
ada pada satu orang.
2.Para Shahabat Berbeda Cara Dalam Memilih Pemimpin
Dalam beberapa ayat memang terdapat ayat syura,namun pada faktanya para Shahabat RA.
Berbeda cara dalam memilih pemimpin,namun shahabat yang lain tetap memba’iat pemimpin yang
terpilih.Cara-cara tersebut adalah:
1.Abu Bakr Ibn Abi Quhafah RA. Dipilih secara syura dari Muhajirin dan Anshar.
2.Umar Ibn Khattab RA. Dipilih dengan Aklamasi yakni penunjukan langsung oleh Abu Bakr RA.
3.Utsman Ibn Affan RA. Dipilih melalui syura 6 orang pilihan Umar RA.
4.’Ali Ibn Abi Thalib RA. Langsung diba’iat oleh Ummat
5.Al Hasan Ibn ‘Ali RA. Langsung diba’iat oleh Ummat
6.Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan RA. Diberikan kekuasaan oleh Al Hasan RA. Dan Shahabat yang lain
memba’iatnya.
7.Yazid Ibn Mu’awiyah dan seterusnya hingga kini diba’iat secara keturunan/kerajaan.Dan para
Ulama’pun mengakuinya.

You might also like