You are on page 1of 12

Contoh surveilans epidemiologi

Surveilans Campak

Peranan surveilans dalam program reduksi campak sangat penting, surveilans dapat menilai
perkembangan program pemberantasan campak serta dapat membantu menentukan strategi
pemberantasannya di setiap daerah, terutama untuk perencanaan, pengendalian dan evaluasi
program pemberantasan campak di Indonesia.

Tujuan Surveilans Campak

Tujuan Surveilans campak adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui perubahan epidemiologi campak
2. Mengidentifikasi populasi risiko tinggi
3. Memprediksi dan mencegah terjadinya KLB campak
4. Penyelidikan epidemiologi setiap KLB campak.

Strategi surveilans campak meliputi :

1. Surveilans Rutin
Surveilans rutin merupakan Pengamatan Epidemiologi kasus campak yang telah dilakukan
secara rutin selama ini berdasarkan sumber data rutin yang telah ada serta sumber data lain yang
mungkin dapat dijangkau pengumpulannnya.

2. SKD dan Respon KLB campak


Pelaksanaan SKD dan Respon KLB campak dilakukan setelah diketahui atau adanya laporan 1
kasus pada suatu daerah serta pada daerah yang memiliki polulas rentan lebih 5%.

3. Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB campak


Setiap KLB harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang meliputi
pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi,
pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi
campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.

4. Pemeriksaan laboratorium pada kondisi tertentu


- Pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB : pemeriksaan laboratorium dilakukan
terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap KLB.
- Pada tahap eliminasi/eradikasi, setiap kasus campak dilakukan pemeriksaan laboratorium.
5. Studi epidemiologi
Melakukan survei cepat, penelitian operasional atau operational research (OR) sebagai tindak
lanjut hasil analisis surveilans untuk melengkapi data/informasi surveilans yang diperlukan
sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perbaikan program (corrective action).

Pelaksanan Surveilans Campak


Kegiatan surveilans campak dalam program eradikasi campak adalah :

Surveilans Rutin
Surveilans rutin dilaksanakan terutama oleh surveilans puskesmas serta surveilans
kabupaten/kota.

Sistem Kewaspadaan Dini KLB Campak


Dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya KLB perlu dilaksanakan kegiatan kewaspadaan
dini KLB. Strategi dalam SKD-KLB campak adalah :
a) Pemantauan populasi rentan
b) Pemantauan kasus campak (PWS Campak)

a. Pemantauan populasi rentan


Populasi rentan (susceptible) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung dengan rumus
:

Prc = Px – 0,85 ( Cix .Px ) – BS – AM

Prc = Jumlah populasi rentan campak pada tahun (x)


Px = Jumlah populasi bayi pada tahun (x)
Ci.x = % cakupan imunisasi tahun (x)
BS = Jumlah Bayi sakit campak selama periode thn x
AM = Jurnlah Bayi meninggal selama periode tahun (x)
Batas nilai populasi rentan adalah = 5%. contoh perhitungan lihat lampiran.

Dalam pemantauan populasi rentan dilakukan juga pemantauan terhadap :


o Status gizi Balita
o Keterjangkaun pelayanan kesehatan (asesibilitas)
o kelompok pengungsi

b. Pemantauan kasus campak melalui PWS-campak


Apabila ditemukan satu (1) kasus pada desa dengan cakupan tinggi (>90%), masih perlu
diwaspadai pula mengingat adanya kemungkinan kesalahan rantai dingin vaksin atau karena
cakupan imunisasi yang kurang dipercaya.

Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah, maka kemungkinan ada 17-
20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan yang tinggi.

Penyelidikan dan Penanggulangan KLB


Dalam tahap reduksi campak maka setiap KLB campak harus dapat dilakukan penyelidikan
epidemiologi baik oleh surveilans puskesmas maupun bersama-sama dengan surveilans dinas
kesehatan. lndikasi penyelidikan KLB Campak dilakukan apabila hasil pengamatan SKD
KLB/PWS kasus campak ditemukan indikasi adanya peningkatan kasus dan penyelidikan Pra
KLB menunjukkan terjadi KLB, atau adanya laporan peningkatan kasus atau kematian campak
dari masyarakat, media masa dll.

Strategi penanggulangan KLB Campak :


a. Penyelidikan Epidemiologi
b. Penanggulangan
c. Perneriksaan spesimen di laboratorium.

a. Penyelidikan Epidemiologi KLB campak


KLB campak harus segera diselidiki untuk melakukan diagnosa secara dini (early diagnosis),
agar penanggulangan dapat segera dilaksanakan.

b. Penanggulangan KLB campak


Penanggulangan KLB campak didasarkan analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB
campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak
meluas serta membatasi jumlah kasus dan kematian. KLB campak harus segera didiagnosa
secara dini (early diagnosis) dan segera ditanggulangi (out break respons) agar KLB tidak
meluas dan membatasi jumlah kasus dan kematian.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendukung diagnosa campak pada saat KLB, maka perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, yaitu dengan mengambil spesimen. darah sebanyak 10-15 penderita baru, dan
waktu sakit kasus kurang dari 21 hari, serta beberapa sampel urine kasus campak untuk isolasi
virus.
Laporan Investigasi DBD Maros, Maret 2010

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN


KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE
DI KELURAHAN ALLEPOLEA, KECAMATAN LAU, KABUPATEN MAROS
11 MARET 2010

Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan salah
satu penyakit menular yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Sejak pertama
ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan
daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering
terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

DBD disebabkan oleh virus dengue yg ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang
hidup di dalam dan di sekitar rumah, sehingga penularannya terjadi di semua tempat yang
terdapat nyamuk penular tersebut.
Berdasarkan Laporan W1 KLB/Wabah oleh Puskesmas Barandasi tanggal 11 Maret 2010 bahwa
telah ditemukan kematian karena menderita DBD sebanyak 1 orang dan di Kelurahan Allepolea,
maka telah dilakukan Penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan seperlunya oleh tim
penyelidikan KLB DBD Dinas Kesehatan Kab. Maros bersama tim dari petugas puskesmas
Barandasi.

Tujuan

1. Mengetahui kebenaran kasus KLB DBD yg dilaporkan dan luasnya penyebaran


2. Mengetahui kemungkinan kecenderungan terjadinya penyebarluasan penyakit DBD di
lokasi
3. Melakukan gambaran situasi penyakit dan saran alternatif pencegahan
4. Melakukan penanggulangan DBD di lokasi

Kondisi Geografi dan Demografi

Kel. Allepolea merupakan salah satu kelurahan di Kec. Lau, Kab. Maros sekitar 2 km dari pusat
kab. Maros. Wilayahnya terdiri atas dataran dengan persawahan dan pemukiman penduduk.

Jumlah penduduk Kecamatan Lau kurang lebih 23.000 jiwa dengan luas wilayah 53,76 km2

Sarana Kesehatan

Terdapat 1 puskesmas yaitu puskesmas Barandasi, 1 pustu, dan 20 posyandu


Hasil Kegiatan

Berdasarkan informasi dari petugas surveilans puskesmas Barandasi, ditemukan hal-hal sbb

 Terdapat 1 (satu) kematian akibat DBD di lingkungan Pamelakang Jene, kelurahan


Allepolea, Kec. Lau
 Nama penderita adalah SHR, umur 2 tahun, jenis kelamin perempuan, Berat badan 8 kg,
Anak ke-5 dari 5 bersaudara, anak dari pasangan UMR (37 thn, Security) dan LTG (36
thn, IRT)

- Timeline kasus

Analisis Situasi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah/bangunan. Nyamuk ini mendapatkan virus
dengue sewaktu menggigit darah orang yang :

 Sakit DBD
 Tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue
 Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk

Dari kegiatan pelacakan epidemiologi di kelurahan Allepolea, kondisi pemukiman yang tidak
layak huni menjadi penyebab mudahnya penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Lingkungan
perumahan tergenang air dan sangat kotor.

Berdasarkan hasil pelacakan tidak ditemukan adanya penderita tambahan di sekitar lokasi rumah
penderita, namun 1 orang penderita meninggal dunia sehingga CFR 100% .

Populasi berisiko adalah penduduk sekitar rumah penderita yang padat penghuni dan lingkungan
yang kotor dan tergenang.

Angka bebas jentik tidak diketahui karena tidak ada petugas jumantik di lokasi kejadian. Namun
walaupun kemudian ternyata tingkat kepadatan nyamuk Aedes aegypti renah, apabila nyamuk
dan jentik tidak dibasmi maka setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat
perkembangbiakannya dan menularkan virus dengue ke orang sehat di sekitarnya.
Penanggulangan yang Telah Dilaksanakan

 Fogging fokus
 Penyuluhan dari rumah ke rumah
 Pembagian bubuk abate dan kaporit

Kesimpulan

1. Telah terjadi KLB DBD di Kel. Allepolea Kec. Lau Kab. Maros pada tanggal 11 Maret
2010
2. Ditemukan 1 orang penderita DBD dengan kematian 1 orang, CFR 100%
3. Penderita adalah perempuan, usia 2 tahun
4. Faktor risiko adalah penduduk yang tinggal di sekitar rumah penderita beradius 100 m
dan pemukiman yang tergenang dan kotor

Saran

 Frekuensi penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit DBD perlu ditingkatkan


antara lain mengenai 3M plus
 Untuk menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk DBD maka disarankan tidur dalam
kelambu, mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk, menggunakan obat nyamuk
bakar atau menyemprot dengan obat nyamuk,
 Membersihkan lingkungan sekitar agar pemukiman tidak kotor dan tergenang
 Perlu adanya kerjasama lintas sektor, lintas program, dan masyarakat dalam program
pemberantasan penyakit DBD
 Sistem Surveilans DBD di Puskesmas Sudiang perlu ditingkatkan dan pelaksanaan
system kewaspadaan dini (SKD) terutama dalam analisa data pra KLB
Contoh investigasi wabah
Laporan Hasil Investigasi KLB Diare di Desa Bete-Bete
Kab. Morowali Th. 2006
I. Pendahuluan

Kejadian Luar Biasa (KLB) muncul akibat meningkatnya kejadian kesakitan / kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. KLB antara lain
diakibatkan pelaksanaan sistem kewaspadaan dini (SKD) yang lemah, sehingga kenaikan angka
kesakitan tidak dapat terpantau dengan baik.

Salah satu KLB yang sering terjadi di suatu daerah khususnya di Kabupaten Morowali yaitu
KLB Diare. Kasus Diare merupakan suatu kasus/penyakit yang mempunyai gejala klinis antara
lain: muntah-muntah, sakit perut yang hebat, shock, berak lebih dari lima kali, turgor jelek dan
penderita lemah. Diare disebabkan oleh bakteri Echeria Coli yang biasa berkembang melalui air.
Penularan Diare yang sangat cepat, biasanya pada kandungan bakteri yang telah mencapai
kosentrasi tinggi, jika tidak ditanggulangi akan mengalami penyebaran kasus yang lebih luas
dengan tingkat kematian yang tinggi, akibatnya KLB sering terjadi di mana-mana. Diare timbul
terutama diakibatkan oleh hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang baik atau
tidak memenuhi syarat kesehatan.

Berdasarkan laporan Kepala Puskesmas Bahodopi, bahwa pada tanggal 7 s.d 14 Pebruari 2006
telah terjadi peningkatan kasus, yaitu di Desa Bete-Bete dalam wilayah Puskesmas Bahodopi
dengan jumlah penderita sebanyak 43 kasus, 2 kasus (CFR = 4.61%) di antaranya meninggal
dunia.

Desa Bete-Bete merupakan desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bahodopi dengan jarak
± 60 km dari Kota Bungku (ibu kota Kabupaten Morowali), yang dapat ditempuh dengan
kendaraan laut atau jalan darat menggunakan kendaraan roda 2.

II. Tujuan

1. Mengetahui situasi peningkatan kasus diare di Desa Bete-Bete wilayah kerja Puskesmas
Bahodopi Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali.
2. Mengetahui trend angka kesakitan dan kematian berdasarkan epidemiologi (waktu,
tempat, dan orang)
3. Mengetahui faktor penyebab terjadinya peningkatan kasus diare di Desa Bete-Bete
Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali.
4. Memutuskan rantai penularan kasus diare di Desa Bete-Bete Kecamatan Bahodopi
Kabupaten Morowali.
5. Memberikan pemahaman tentang perilaku hidup sehat dan bersih kepada masyarakat
Bete-Bete.
III. Metedologi

1. Mengadakan survey kasus di lokasi Desa Bete-Bete untuk mengetahui kebenaran laporan
kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare.
2. Mengadakan wawancara langsung terhadap penderita dan keluarga penderita
3. Observasi sumber air minum serta mengambil bahan sample air, untuk diperiksa di
Laboratorium Kesehatan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah, dalam rangka mengetahui
tingkat pencemaran air.

IV. Pelaksana Investigasi dan waktu pelaksanaan

Kunjungan Investigasi dilaksanakan selama Enam hari, mulai tanggal 20 s.d. 25 Pebruari Tahun
2006, lokasi Investigasi KLB Diare di Desa Bete-Bete Kecamatan Bohodopi Kabupaten
Morowali.

Sebelum melaksanakan investigasi di lokasi kejadian, terlebih dahulu telah dibentuk tim
gabungan dari Dinas kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten Morowali dan dari
Puskesmas Bahodopi

 Tim Investigasi dari Dinas Kesehatan Propinsi

1. Yusmi Yusuf, SKM


2. Maria Killis, AMKL
3. Anton Lapanca, S.Sos

 Tim Investigasi Dinas Kesehatan Kabupaten

1. Mohammad Anas Makmur, SKM


2. Usman. L
3. Iswandi

 Tim Investigasi Puskesmas Bahodopi

1. Sitti Zaenab
2. Mustamin
3. Sunardi

Hasil Investigasi

Sesuai hasil investigasi di lapangan jumlah kasus sebanyak 43 kasus dan 2 kasus di antaranya
meninggal dunia. Kasus ini pertama-tama ditemukan oleh petugas Puskesmas pada minggu ke 4
bulan Pebruari, dengan jumlah kasus yang ditemukan lebih banyak pada golongan umur 1–4
tahun (balita) dibanding orang dewasa, dan umumnya penderita berjenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan faktor risiko atas pengamatan langsung di lapangan, ditemukan beberapa faktor
yang dianalisa sebagai penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare yakni:
1. Sumber Air Minum

Sumber air minum yang dikosumsi masyarakat Desa Bete-Bete yakni air sungai dan sumur gali.
Karena berdasarkan pantauan di lapangan bahwa sebagian penduduk Desa Bete-Bete
menggunakan sungai sebagai tempat mandi, mencuci dan buang air besar/kecil. Namun adapula
yang menggunakan sumur, tetapi secara hygienis tidak memenuhi syarat kesehatan, sebab jarak
antara sumur dengan sumber pencemaran, rata-rata kurang dari 10 meter, di samping itu pula
saluran pembuangan air limbanya yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan keadaan di
lapangan, umumnya masyarakat Bete-bete membuat sumur di dalam rumah masing-masing
dengan tempat yang tertutup serta tidak ada pancaran cahaya matahari sedikitpun yang masuk,
serta kurang dibersihkan. Berdasarkan hasil analisa, bahwa salah satu variabel penyebab
terjadinya KLB diare yaitu faktor curah hujan yang terjadi pada bulan Desember, Januari dan
Pebruari di wilayah tersebut cukup tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap penurunan
kualitas lingkungan dan air.

2. Prilaku Hidup Bersih

Prilaku hidup bersih, merupakan faktor risiko penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di
wilayah tersebut Berdasarkan pengamatan, umumnya penderita golongan umur 1-4 tahun (usia
Balita), ini kemungkinan besar karena adanya kebiasaan balita jalan kaki tidak menggunakan
alas kaki (sandal), serta karena mengkonsumsi makanan yang tidak dicuci, atau makanan yang
dicuci tetapi menggunakan air sungai yang diprediksikan sebagai penyebab Kejadian Luar Biasa
(KLB).

3. Pendidikan

Pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesehatan masih sangat rendah karena kurangnya
promosi/penyuluhan kesehatan serta manfaat prilaku hidup bersih. Sanitasi dasar akan
berdampak pada meningkatnya insiden diare yang menjurus pada peningkatan kasus dan pada
akhirnya menimbulkan kejadian luar biasa seperti terjadi pada saat ini.

Permasalahan

Kejadian Luar Biasa (KLB), karena tidak maksimalnya atau tidak intensifnya fungsi kontrol
manajemen surveilans terhadap peningkatan kasus sebagai PWS-KLB. Berdasarkan hasil
investigasi, distribusi penggolongan umur jumlah kasus tertinggi ditemukan pada usia balita,
karena tingginya mobilitas umur tersebut. Selain itu karena adanya kontak dengan air sungai,
kebiasaan masyarakat membawa anak ke rumah-rumah tempat penderita diare, sehingga
menyebabkan berpindahnya kuman penyakit secara tidak langsung. Perubahan/penurunan
kualitas lingkungan akibat keadaan iklim yang tidak teratur di Kecamatan Bahodopi, misalnya
curah hujan yang tinggi, sehingga berpengaruh terhadap kualitas air, terutama air sunggai dan
sumur gali yang tidak permanen. Akibatnya dapat menimbulkan berbagai macam bakteri
penyebab penyakit Berdasarkan presentase anggota keluarga yang BAB di sembarang tempat
94,7%. Distribusi KLB diare berdasarkan umur sebagaimana tabel berikut:
Tabel 1 Distribusi Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare

Berdasarkan Golongan Umur

No Umur Jumlah Pddk Penderita Meninggal AR% CFR%


1 < 1 thn 39 8 0 20.51 0.0

2 1 – 4 thn 46 16 2 34.78 24.34

3 5 – 9 thn 59 11 0 18.64 0.0

4 10-14 thn 97 6 0 6 0.0

5 15-19 thn 84 1 0 19 0.0

6 20-44 thn 102 1 0 0.98 0.0

7 45-54 thn 82 0 0 0 0.0

8 55-59 thn 55 0 0 0 0.0

9 60-69 thn 42 0 0 0 0.0

10 70 + thn 29 0 0 0 0.0
Jumlah 635 43 2 6.77 24.34

Tabel 2 Distribusi Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare

Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Jumlah Penderita Meninggal AR/% CFR /%


Pddk
1 Laki-Laki 380 31 2 8,15 4,65

2 Perempuan 255 12 4,70 0.0


Jumlah 635 43 2 6.77 4.65
Pemecahan Masalah

1. Memberi stimulasi (bantuan) berupa pembangunan sanitasi dasar yang memenuhi syarat
kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat.
2. Memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang pentingnya kesehatan dalam rangka
berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui penyuluhan kesehatan masyarakat.
3. Perlunya distribusi tenaga kesehatan yang merata ke desa-desa, sebagai upaya pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat untuk menurunkan CFR penyakit.
4. Penyuluhan PHBS dan Puskesmas Keliling ditingkatkan dan dilaksanakan secara
kontinyu untuk memonitoring berbagai perkembangan penyakit di wilayah kerja
Puskesmas.
5. Diharapkan tindak lanjut dari pemerintah setempat baik secara lintas program maupun
lintas sektor, sehingga penanggulanagan KLB diare tidak berhenti pada investigasi
semata tetapi berkesinambungan dalam penanganannya.

Penutup

A. Kesimpulan

1. Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di Desa Bete-Bete wilayah kerja
Puskesmas Bahodopi Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali
2. Jumlah Penderita 43 kasus AR (6,58%) dan 2 di antaranya meninggal dunia CFR
(4,65%)
3. Penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare yakni penurunan kwalitas lingkungan
terutama air yang tunjang PHBS yang rendah.

B. Saran Peningkatan kinerja Surveilans/intensitas surveilans sebagai intelijen penyakit perlu


ditingkatkan. Untuk kelancaran petugas ke lokasi Kejadian Luar Biasa, dan mengingat daerah
yang sangat sulit dijangkau, maka perlu pengadaan kendaraan roda dua bagi para petugas
surveilans di kabupaten.

You might also like