You are on page 1of 12

PROPOSAL SATUAN ACARA PENYULUHAN

DUKUNGAN SOSIAL DAN STIGMA PADA ORANG DENGAN GANGGUAN


JIWA DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

Disusun Oleh:

1. Agung Hadi Prabowo 10. Elba Habiburrahma


2. Agung Octanihando .R. 11. Eunike Ayu Darmawati
3. Agustinna Laili .R. 12. Farah Luqyana
4. Ahmad Wahid 13. Fathimatuzzahra
5. Alfian Muhammad 14. Halimatus Sa’diah Ritonga
6. Anggraini Estiwardani 15. Hilda Dwi Kurnia
7. Arfiani Rachmawati 16. Joni Rifani
8. Brian Brammad Priambodo 17. M. Idul Akbar
9. Dyan Nuli Angrenggani 18. Moh. Faqih Nurhuda

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

1
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Dukungan Sosial dan Stigma Terhadap Orang dengan


Gangguan Jiwa
Sub Pokok Bahasan : - Sehat Jiwa
- Gangguan Jiwa
- Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek kesehatan jiwa
- Dukungan Sosial terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa
- Pengertian Stigma
- Hak pasien dengan gangguan jiwa
- Dampak Stigma bagi Pasien dengan Gangguan Jiwa
- Penanganan Stigma di Masyarakat
Waktu : 30 menit
Sasaran : Masyarakat di daerah Jalan Gonilan RT 1/RW 6
Kartasura Kab. Sukoharjo
Tempat : Jalan Gonilan RT 1/RW 6 Kartasura Kab. Sukoharjo

A. Tujuan Instruksional Umum


Masyarakat mampu memahami mengenai pentingnya dukungan sosial dan
perubahan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa.
B. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan tentang dukungan sosial dan stigma terhadap
orang dengan gangguan jiwa, diharapkan masyarakat :
1. Memahami tentang sehat jiwa.
2. Memahami tentang gangguan jiwa.
3. Mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aspek kesehatan jiwa.
4. Memahami tentang dukungan sosial terhadap orang dengan gangguan jiwa.
5. Memahami tentang pengertian stigma.
6. Memahami tentang hak pasien dengan gangguan jiwa.
7. Memahami tentang dampak stigma bagi pasien dengan gangguan jiwa.
8. Memahami tentang penanganan Stigma di masyarakat.

1
C. Kegiatan Belajar Mengajar
No Tahap Waktu Kegiatan Media
1. Pembukaan 5 menit - Memberikan salam
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan dan prosedur
pelaksanaan
2. Pelaksanaan 20  Menjelaskan tentang : Lembar
menit 1) Sehat Jiwa balik/power
2) Gangguan jiwa point
3) Faktor-faktor yang
mempengaruhi aspek kesehatan
jiwa
4) Dukungan sosial terhadap orang
dengan gangguan jiwa.
5) Pengertian stigma
6) Hak pasien dengan gangguan jiwa
7) Dampak stigma bagi pasien
dengan gangguan jiwa
8) Penanganan stigma di
masyarakat.
 Memberikan kesempatan bagi peserta
untuk bertanya.
 Menjawab pertanyaan
3. Penutup 5 menit  Evaluasi
Meminta peserta untuk menjelaskan
kembali tentang dukungan sosial dan
stigma terhadap orang dengan
gangguan jiwa.
 Menentukan rencana tindak lanjut
dari penyuluhan dan menentukan
pertemuan yang akan datang
berdasarkan topik, waktu dan
tempat.
 Salam penutup

D. Metode
Ceramah dan tanya jawab.
E. Media
Leaflet, lembar balik/powerpoint.

2
F. Evaluasi
1. Struktur:
a. Masyarakat hadir ditempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di kediaman pak RT
setempat.
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya.
2. Proses:
a. Masyarakat antusias terhadap materi penyuluhan yang disampaikan oleh
pembicara.
b. Keluarga klien tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan selesai.
c. Keluarga terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
3. Hasil:
Masyarakat: Peran masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa.
1. Mampu mengetahui tentang sehat jiwa dan gangguan jiwa.
2. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aspek kesehatan jiwa
3. Mampu memahami pentingnya dukungan sosial terhadap orang dengan
gangguan jiwa.
4. Mampu memahami pengertian stigma.
5. Mampu memahami hak pasien dengan gangguan jiwa
6. Mampu memahami tentang dampak stigma bagi pasien dengan gangguan
jiwa.
7. Mampu mengetahui mengenai penanganan stigma di masyarakat.
G. Lampiran
1. Materi
2. Powerpoint
3. Leaflet

3
Lampiran Materi:
DUKUNGAN SOSIAL DAN STIGMA
PADA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA
A. Sehat Jiwa
Kesehatan jiwa adalah kemampuan individu dalam penyesuaian
terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Ciri-ciri sehat jiwa
menurut World Health Organization (WHO), yaitu :
1. Sikap positif terhadap diri sendiri
Individu menerima dengan baik dirinya sendiri secara utuh dan menyadari
kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri.
2. Tumbuh kembang dan beraktialisasi diri
Individu yang mengalami perubahan dalam tahap tumbuh kembang dan
dapat mengapresikan potensi atau bakat yang ada dalam dirinya.
3. Integrasi
Individu menyadari bahwa yang ada dalam dirinya adalah satu kesatuan
utuh dan mampu bertahan terhadap stress dan dapat mengatasi kecemasan
yang ada.
4. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Individu memahami terhadap stimulus eksternal sesuai dengan kenyataan
yang ada, persepsi individu dapat berubah terhadap informasi baru, dan
memiliki empati terhadap orang lain.
5. Otonomi
Individu bisa mengambil keputusan dengan bertanggung jawab dan
mampu mengatur kebutuhan yang menyangkut dirinya tanpa bergantung
terhadap orang lain.
B. Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang
patologik dari unsur psikologisnya. Hal ini tidak berarti bahwa unsul yang lain
tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya
dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan jenis

4
kelamin, keadaan jasmani, keadaan psikolosik, keluarga, adat-istiadat,
kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan,
kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan,
hubungan antar manusia, dan sebagainya.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aspek Kesehatan Jiwa
1. Faktor fisik
Faktor fisik cukuo dapat mempengaruhi kualitas kesehatan jiwa pada
seseorang, contohnya yaitu saat seseorang mengetahui bahwa tubuhnya
digerogoti kanker pada saat itu juga seseorang telah kehilangan sebagian
kehidupannya, walaupun secara pemikiran sadar tetapi mental emosionalnya
telah terganggu dan mempercepat proses penurunan sistem kekebalan tubuh
secara drastic dan semangat hidupnya juga berkurang.
2. Faktor mental/emosional
Kekuatan pada mental dan emosional yang mendukung, dan saran positif
diperlukan untuk membangungkan semangat hidup dalam mengembalikan
kesehatan secara jasmani dan rohani.
3. Faktor sosial budaya
Lingkungan sangat diperlukan untuk menyempurnakan konsep kesehatan
mental emosional seseorang, komunikasi dalam keluarga sangat dibutuhkan
dalam mengatasi setiap permasalahan yang datang kapan saja dalam hidup.
Dalam keluarga, lingkungan, budaya, sangat menentukan kualitas kesehatan
mental emosional seseorang dalam menghadapi setiap permasalahan yang
ada.
D. Dukungan Sosial terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa
Dukungan sosial adalah hubungan interpersonal yang dapat membantu
seseorang dalam adaptasi saat stress dan menghindarkannya dari kesepian. Hal
ini dapat berupa bantuan baik secara emosional maupun instrumental serta
informasi. Dengan adanya relasi interpersonal yang dibentuk pasien dengan
pasien lain dapat menghindarkannya dari kesepian. dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat

5
emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. dukungan sosial mengacu
pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau
menghargainya.
Dukungan sosial memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas
hidup. Artinya dukungan sosial yang baik dapat membuat kualitas hidup
penderita skizofrenia menjadi baik pula. Hal ini karena dukungan sosial
membuat penderita skizofrenia merasa diterima keadaannya oleh masyarakat
sehingga self esteem dan self efficacy penderita menjadi baik. Lingkungan yang
menerima dan memberi dukungan yang baik bagi penderita skizofrenia
membuatnya merasa aman dan menjadi bagian dari lingkungan tersebut.
Mereka dapat menikmati hidup dan merasa sejahtera, sehat, dan dapat hidup
mandiri. Perasaan inilah yang kemudian dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita skizofrenia. Sesuai dengan definisi kualitas hidup penderita
skizofrenia, yaitu evaluasi subyektif penderita akan kesejahteraan dan
kepuasan hidupnya terkait dengan kondisi fisik, psikologis, dan sosial dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari pasca-diagnosis.
E. Pengertian Stigma
Stigma menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ciri negative
yang menempel pada diri seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma
adalah suatu usaha untuk label tertentu sebagai sekelompok orang yang kurang
patut dihormati daripada yang lain (Sane Research, 2009). Penyakit mental
masih menghasilkan kesalahpahaman, prasangka, kebingungan, dan ketakutan.
Masayarakat masih mengganggap bahwa gangguan jiwa merupakan aib bagi
penderitanya maupun keluarganya. Selain dari itu, gangguan jiwa juga
dianggap penyakit yang disebabkan oleh hal-hal supranatural oleh sebagian
masyarakat.
Stigma di masyarakat tentang pecandu napza, stigma sosialnya adalah
sekali pecandu selamanya pecandu. Demikian pula pada penderita gangguan
jiwa yang telah dinyatakan sembuh dan dikembalikan ke keluarganya, sering
kambuh lagi karena adanya stigma masyarakat bahwa mereka tidak dapat

6
sembuh. Mereka dikucikan dari pergaulan di lingkungannya, tidak diberikan
peran dan dukungan sosial serta diejek.
Pandangan masyarakat terhadap gangguan jiwa lainnya adalah bahwa
orang yang mengalami gangguan jiwa cenderung berbahaya bagi masyarakat
sekitar. Mereka sering melakukan tindakan kekerasan terhadap lingkungan
sekitar yang dapat merepotkan ataupun membahayakan bagi masyarakat. Oleh
karena itu tidak jarang mereka dipasung atau diikat supaya tidak
membahayakan masyarakat sekitar.
Gangguan jiwa masih menjadi masalah besar bagi keluarga dan
masyarakat sebelum ada layanan kesehatan jiwa di masyarakat yang dilakukan
oleh kader. Masyarakat mengalami masalah penyakit dan sosial. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahwa banyak orang dengan
gangguan jiwa dibebani dua kali lipat permasalahan. Satu sisi, menghadapi
gejala dan kecacatan akibat penyakit, di sisi lain dibebani oleh stereotip dan
prasangka yang diakibatkan oleh kesalahpahaman tentang gangguan jiwa.
Stigma menjadi hambatan besar dalam pencapaian kualitas hidup orang dengan
gangguan jiwa. Persepsi negatif membuat penderita tidak berdaya untuk
mengupayakan penyembuhan. Sesuai dengan penelitian lain yang
menunjukkan bahwa stigma gangguan mental membatasi penggunaan sumber
daya yang tersedia. Didalam stigma terdapat tiga sumber yaitu masalah
pengetahuan (kebodohan), masalah sikap (prasangka) dan masalah perilaku
(diskriminasi).
F. Hak pasien dengan gangguan jiwa
1. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan perawatan yang terhormat.
2. Pasien memiliki hak dan didukung oleh dokter, dan semua pelayan
kesehatan terkait untuk mendapatkan informasi yang hangat dan
terpercaya mengenai diagnosa, pengobatan (treatment), dan prognosa.
3. Pasien memiliki hak untuk membuat keputusan terhadap rencana
perawatan dan pengobatan, dan untuk menolak pengobatan yang
direkomendasikan.

7
4. Pasien memiliki hak atas petunjuk cepat (seperti kehendak hidup, kuasa
penuh atas perawatan kesehatan, atau mendapatkan pembelaan dari
pengacara kesehatan).
5. Pasien memiliki hak atas setiap pertimbangan kebijakan.
6. Pasien memiliki hak atas komunikasi dan rekaman tentang perawatan
kesehatan yang akan diolah secara terpercaya.
7. Pasien memiliki hak untuk mengulas kembali rekaman yang masuk atas
perawatan medisnya dan untuk menerima penjelasan atas informasi sesuai
kebutuhan.
8. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak berpartisipasi atas
usulan studi penelitian atau percobaan yang melibatkan manusia yang
mempengaruhi perawatan dan pengobatan.
9. Pasien memiliki hak atas perawatan berkelanjutan yang beralasan yang
diinformasikan oleh dokter dan petugas kesehatan.
10. Pasien memiliki hak untuk menerima informasi atas kebijakan dan praktik
rumah sakit yang berhubungan dengan perawatan, pengobatan, dan
tanggung jawab pasien.
G. Dampak Stigma bagi Pasien dengan Gangguan Jiwa
Stigmatisasi pada orang yang mengalami gangguan jiwa dapat
berdampak pada penanganan gangguan jiwa yang kurang tepat. Kalau kita
lihat dari stigma yang dialami oleh penderita gangguan jiwa, maka dampak
dilihat dari sisi pengobatan yaitu terdapat 2 kelompok. Kelompok pertama
penanganan pada klien dengan stigma bahwa orang yang menderita gangguan
jiwa karena kesurupan sedangkan stigma yang kedua adalah bahwa penderita
gangguan jiwa merupakan aib keluarga.
Perlakuan yang terjadi pada penderita gangguan jiwa dengan stigma
bahwa mereka mengalami penyakit yang berhubungan dengan supranatural
yaitu mereka akan segera diberi pengobatan dengan memanggil dukun atau
kyai yang dapat mengusir roh jahat dari tubuh si penderita. Waktu
penyembuhan tersebut bisa memakan waktu sebentar ataupun lama. Dampak
yang ditimbulkan adalah bahwa gangguan jiwa yang terjadi pada penderita

8
tersebut akan semakin parah tanpa pertolongan segera psikiater ataupun
psikiatri.
Sedangkan perlakuan pada orang yang menganggap gangguan jiwa
adalah aib yaitu dengan cara menyembunyikan keadaan gangguan jiwa tersebut
dari masyarakat. Mereka tidak segera membawa orang yang mengalami
gangguan jiwa tersebut ke profesional tetapi cenderung menyembunyikan atau
merahasiakan keadaan tersebut dari orang lain ataupun masyarakat. Hal ini
berdampak pada pengobatan yang terlambat dapat memeperparah keadaan
gangguan jiwanya.
Orang-orang yang mengalami gangguan jiwa dengan adanya stigma di
masyarakat, mereka lebih memilih tidak memberitahukan kepada masyarakat,
sehingga mereka cenderung menarik diri dan ini akan memperparah
keadaannya. Disamping itu terjadi pengucilan yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap pasien gangguan jiwa baik yang baru ataupun yang sudah sembuh
dari gangguan. Hal ini dapat berakibat pada gangguan yang lebih parah yang
dapat berdampak pada kekambuhan yang lebih cepat.
Stigma yang diciptakan oleh masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa secara tidak langsung menyebabkan keluarga atau masyarakat disekitar
penderita gangguan jiwa enggan untuk memberikan penanganan yang tepat
terhadap keluarga atau tetangga mereka yang mengalami gangguan jiwa.
Sehingga tidak jarang mengakibatkan penderita gangguan jiwa yang tidak
tertangani ini melakukan perilaku kekerasan atau tindakan tidak terkontrol
yang meresahkan keluarga, masyarakat serta lingkungan.
H. Penanganan Stigma di Masyarakat
Menghilangkan stigma gangguan jiwa di masyarakat memang tidak
mudah. Namun kita perlu untuk berusaha menurunkan stigma tersebut dengan
harapan di masa yang akan datang akan hilang dengan sendirinya. Penanganan
stigma tersebut memerlukan pendidikan dan kemauan yang keras dari individu-
individu dimasyarakat dan memerlukan keberanian yang besar untuk ikut serta
dalam penanganan tersebut.

9
Beberapa kegiatan atau program yang dapat dilakukan untuk
mengurangi stigma gangguan jiwa antara lain:
1. Melakukan kampanye pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa.
Kampanye tersebut dapat dilakukan di masyarakat melalui program desa
siaga ataupun dengan media massa. Kita berikan akses seluas-luasnya
bagi masyarakat ataupun wartawan secara akurat dan terbaru tentang
kesehatan jiwa.
2. Menanamkan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa sejak dini
melalui sekolah-sekolah. Pendidikan tersebut dapat dilakukan atau
dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah atau melalui kegiatan
kurikuler. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan sekolah untuk
menurunkan stigma yaitu :
a. Memberikan kesempatan pengembangan profesional bagi para
karyawan, mengenai keragaman, masalah kesehatan mental dan
memupuk lingkungan sekolah inklusif.
b. Tantangan tidak menghormati apapun istilah yang digunakan dalam
merujuk kepada orang-orang dengan penyakit mental, atau terkait
dengan istilah kata-kata yang digunakan sebagai cemoohan, seperti
psikopat, gila, atau menderita skizofrenia.
c. Buat suatu modul guna lebih meningkatkan pemahaman terhadap
penyakit mental.
d. Sertakan penyakit mental dalam diskusi-diskusi yang membahas
tentang keanekaragaman masyarakat.
e. Mengajak profesional kesehatan atau orang yang mempunyai
gangguan mental untuk berbicara dengan para siswa.
3. Melibatkan keluarga ataupun masyarakat dalam pelaksanaan tindakan
terhadap pasien gangguan jiwa sehingga kesadaran keluarga dan
masyarakat tentang cara pandang mereka pada pasien gangguan jiwa
dapat berubah dan dapat membantu menanganinya.
4. Pemerintah ataupun lembaga swasta perlu memberikan kesempatan
pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kemampuannya kepada orang-

10
orang yang mengalami gangguan jiwa ataupun orang-orang yang telah
sembuh dari gangguan jiwa.
5. Kita sebagai individu tenaga kesehatan harus menunjukkan atau memberi
contoh kepada masyarakat bahwa kita tidak melakukan stigma tersebut.
Kita harus menentang kesalahpahaman tentang gangguan jiwa dan
menunjukkan fakta-fakta bahwa penyakit mental sangatlah umum dan
dapat disembuhkan dengan management tindakan yang tepat.

11

You might also like