You are on page 1of 71

UNIVERSITAS INDONESIA

EKSPRESI PROTEIN OSTEOPONTIN PADA JARINGAN


PERIODONTAL SETELAH TERAPI REGENERATIF DENGAN
CHITOSAN DAN RGD MODIFIED CHITOSAN SCAFFOLD

SKRIPSI

WIDI MARSHA FADILA


1506668795

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
DEPOK
2018
UNIVERSITAS INDONESIA

EKSPRESI PROTEIN OSTEOPONTIN PADA JARINGAN PERIODONTAL


SETELAH TERAPI REGENERATIF DENGAN CHITOSAN DAN RGD
MODIFIED CHITOSAN SCAFFOLD

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Gigi

WIDI MARSHA FADILA


1506668795

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
DEPOK
NOVEMBER 2018

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Widi Marsha Fadila

NPM : 1506668795

Tanda Tangan :

Tanggal :19 November 2018

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Widi Marsha Fadila
NPM : 1506668795
Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi
Judul Skripsi : Ekspresi Protein Osteopontin pada Jaringan Periodontal
Setelah Terapi Regeneratif dengan Chitosan dan RGD
Modified Chitosan Scaffold

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Gigi pada Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : drg. Lisa Rinanda Amir, PhD (……………)
Pembimbing II : drg. Mindya Yuniastuti, M.S. (……………)
Penguji : drg. Sri Angky Soekanto, Ph.D. (……………)

Penguji : Dr. drg. Ria Puspitawati (……………)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal :

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Ekspresi Protein Osteopontin
pada Jaringan Periodontal setelah Terapi Regeneratif dengan Chitosan dan RGD
Modified Chitosan Scaffold” ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Gigi Jurusan Pendidikan Dokter Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia. Pada proses penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak yang telah
terlibat dan ikut serta membantu penulis untuk menyelesaikannya, sehingga penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1) Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M. Met selaku Rektor Universitas Indonesia.
2) Prof. Dr. drg. Maria Francisca Lindawati Soetanto Sp.Pros(K) selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
3) drg. Lisa Rinanda Amir, Ph.D. selaku pembimbing 1 yang memberi kepercayaan
pada penulis untuk menjalankan penelitian, meluangkan waktu untuk selalu
memberikan penulis bimbingan, arahan, bantuan, kritik serta saran dalam
penyusunan skripsi ini.
4) drg. Mindya Yuniastuti, M.S. selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan
waktu untuk selalu memberikan penulis bimbingan berupa bantuan, kritik, serta
saran dalam penyusunan skripsi ini.
5) drg. Sri Angky Soekanto, Ph.D. dan Dr. drg. Ria Puspitawati selaku penguji
yang telah meluangkan waktu, memberikan saran, dan kritiknya agar penulisan
skripsi ini menjadi lebih baik.
6) Annisa Dien Andriyan, S.Si, Eko Prapujianto, Amd, Deedee Alfarishy, S.Si,
yang telah banyak membantu selama proses laboratorium untuk penelitian ini.
7) Kedua orang tua penulis, bapak Ir. Dian Pramirsa dan Ibu Hilwiah, serta kedua
adik penulis, Rizky Esfandiary dan Rafa Amyra L., yang selalu memberikan
doa, semangat, serta dukungan tanpa henti kepada penulis.
8) Isnaini Aisyah N., Qaiszara Puspadewi, dan Virginia Nomida selaku teman-
teman sekelompok penulis yang telah membantu, mengarahkan, dan mendukung
penuh dalam penyusunan skripsi ini.

v
9) Atikah C.Putri, Astien Amalia H., Desandra Puspita N., Cynthia Pratiwi,
Qurrotul Aini, Shafa Ahmad B., Dewi Ghina N.A.T., Nabila Ekayani C., Azizah
Nur H., Destri Shofura G., yang selalu setia menjadi tempat berkeluh kesah dan
memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.
10) Neneng Hudaipah, Hanim F. Nofiana, Ridhi Naka P., Mohamad Ghifary, dan
Jagad Slogo L., yang selalu memberikan motivasi, menyisihkan waktu, dan setia
menjadi teman diskusi yang selalu penulis bisa andalkan.
11) Syifa Shabrina S., Sonia Monica, Nabella Uswatun H., Darliana Santini P.,
Alifia Mustika I., Anisha Nocita P., Qothrunnadaa Alyaa, Cintyararas
Maharani, dan Ingetiarani Yukiko H. yang selalu memberikan pengertian dan
menjadi pendengar penulis dalam berbagai situasi.
12) Teman-teman di FKG UI khususnya angkatan 2015 yang telah menjalani
perkuliahan dan banyak kegiatan bersama dari awal hingga nantinya lulus
menjadi dokter gigi.
13) Semua pihak yang tidak disebutkan di atas namun telah memberikan semangat,
selalu mendoakan, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu dan memohon maaf atas segala
kekurangan yang terdapat pada skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
untuk masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Depok, 19 November 2018

Penulis

vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Widi Marsha Fadila

NPM : 1506668795

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran Gigi

Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Ekspresi Protein Osteopontin Pada Jaringan Periodontal setelah Terapi Regeneratif


dengan Chitosan dan RGD Modified Chitosan Scaffold “ beserta perangkat yang ada
(jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia
berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : XX November 2018

Yang menyatakan

(Widi Marsha Fadila)

vii
ABSTRAK

Nama : Widi Marsha Fadila


Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi
Judul : Ekspresi Protein Osteopontin pada Jaringan Periodontal
setelah Terapi Regeneratif dengan Chitosan dan RGD
Modified Chitosan Scaffold
Pembimbing : drg. Lisa Rinanda Amir, Ph.D
drg. Mindya Yuniastuti, M.S.

Latar belakang: Setelah terapi periodontal, proses penyembuhan yang diharapkan


terjadi adalah regenerasi. Agar regenerasi dapat terjadi dibutuhkan beberapa komponen
yaitu scaffold, signaling molecule, dan sel. Scaffold yang digunakan adalah chitosan
karena karakteristiknya yang memiliki viskositas tinggi, kemampuan untuk berikatan
dengan air, biokompatibel, dan biodgradable. RGD ditambahkan sebagai signaling
molecule yang berperan untuk merangsang sel-sel untuk berdiferensiasi dan
memproduksi matriks untuk perkembangan sel dalam membentuk jaringan. Dengan
penambahan RGD diharapkan terjadi peningkatan interaksi sel dan biomaterial.
Tujuan: Mengetahui ekspresi protein OPN sebagai indikator regenerasi jaringan
periodontal setelah pemberian bahan regeneratif. Metode dan Bahan: Model defek
tulang horizontal pada tulang alveolar di sekitar gigi insisif lateral Macaca nemestrina
yang dipaparkan bahan regeneratif chitosan dan RGD modified chitosan. Biopsi
dilakukan 4 minggu setelah pemaparan bahan regeneratif. Sediaan diproses dengan
metode IHK dengan antibodi OPN. Ekspresi OPN menandakan terjadinya regenerasi
jaringan periodontal yang dianalisis melalui % area pewarnaan dan intensitas warna
dengan metode grid pada aplikasi ImageJ. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara
kelompok chitosan dengan median % area pewarnaan positif 21,81 (3,53-47,74) dan
RGD modified chitosan dengan median % area pewarnaan positif 10,88 (3,76-51,72)
secara statistik, namun ekspresi OPN yang dilihat dari % area pewarnaan positif lebih
tinggi pada kelompok chitosan. Kesimpulan: Terapi regeneratif dengan pemberian
chitosan dan RGD modified chitosan berpotensi meregenerasi jaringan periodontal.
Penambahan RGD pada chitosan dievaluasi secara histologis tidak mempengaruhi
ekspresi OPN.

Kata kunci: chitosan, RGD modified chitosan, regenerasi jaringan periodontal,


osteopontin, imunohistokimia

viii Universitas Indonesia


ABSTRACT

Name : Widi Marsha Fadila


Study Program : Dentistry
Title : Expression of Osteopontin after Regeneratif Therapy
with Chitosan and RGD Modified Chitosan Scaffold
Counsellor : drg. Lisa Rinanda Amir, Ph.D
drg. Mindya Yuniastuti, M.S.

Background: After periodontal theraphy, healing process expected to occur is


regeneration. In order for regeneration to occur, several components are needed, such as
scaffold, signaling molecule, and cell. The scaffold material used is chitosan because of
its charactheristics which have high viscocity, the ability to bind to water,
biocompatible, and biodgradable. RGD is added as a signaling molecule which act to
stimulate cells to differentiate and produce matrices for cell development in forming
tissue. With the addition of RGD, cell interactions and biomaterials are expected to
increase. Objective: To know expression of OPN as periodontal tissue regeneration
indicator after exposure with regeneratif materials. Methods and Materials: The
horizontal bone defect model in the Macaca nemestrina’s alveolar bone around lateral
insisive was exposed by chitosan and RGD modified chitosan. After 4 weeks of
exposure, the tissue biopsied. Slides were processed through IHC method with OPN as
antibody. The expression of OPN signifies periodontal tissue regeneration that analized
through % area of staining and color intensity with grid method on ImageJ. Result:
There was no significant difference between chitosan with % positive staining area
median 21,81 (3,53-47,74) and RGD modified chitosan groups with % positive staining
area median 10,88 (3,76-51,72) stastically, but OPN expression seen from % positive
staining area is higher in chitosan group. Conclusion: Regenertive theraphy by giving
chitosan and RGD modified chitosan potentially regenerate the periodontal tissue.
Addition of RGD to chitosan evaluate histologically didn’t affect the expression of
OPN.

Key word: chitosan, RGD modified chitosan scaffold, periodontal tissue regeneration,
osteopontin, immunohistochemistry

ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... ii


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2. Pertanyaan Penelitian .............................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
2.1. Pola Kerusakan Tulang Akibat Periodontitis ..........................................................5
2.2. Penyembuhan Pascaterapi Periodontal ...................................................................6
2.2.1. Regenerasi ........................................................................................................7
2.2.2. Repair ...............................................................................................................8
2.3. Terapi Regenerasi Periodontal dengan Rekayasa Jaringan ....................................8
2.3.1. Chitosan .........................................................................................................10
2.3.2. Arginylglycylaspartic Acid (RGD) ................................................................11
2.4. Osteopontin (OPN) ...............................................................................................12
2.5. Imunohistokimia ...................................................................................................13
2.6. Kerangka Teori .....................................................................................................16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ....................................................18
3.1. Kerangka Konsep ..................................................................................................18
3.2. Hipotesis ...............................................................................................................18
BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................................19
4.1. Desain Penelitian ..................................................................................................19
4.2. Sampel Penelitian..................................................................................................19
4.3. Besar Sampel ........................................................................................................20
4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................................20
4.4.1. Kriteria Inklusi ...............................................................................................20
4.4.2. Kriteria Eksklusi ............................................................................................20
4.5. Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................................20
x Universitas Indonesia
4.6. Variabel Penelitian ................................................................................................20
4.6.1. Variabel Bebas ...............................................................................................20
4.6.2. Variabel Terikat .............................................................................................20
4.7. Definisi Operasional .............................................................................................21
4.8. Alat dan Bahan ......................................................................................................22
4.9. Tahapan Penelitian ................................................................................................24
4.9.1. Deparafinisasi dan Rehidrasi..........................................................................24
4.9.2. Blocking .........................................................................................................24
4.9.3. Immunostaining ..............................................................................................25
4.9.4.Dehidrasi dan Cleaning ...................................................................................27
4.9.5. Mounting dan Cover Slip ...............................................................................28
4.9.6. Pengambilan Foto Preparat ............................................................................28
4.10. Analisis Data .......................................................................................................29
4.11. Alur Penelitian ....................................................................................................30
BAB 5 HASIL ................................................................................................................31
BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................................35
BAB 7 KESIMPULAN DAN HASIL ...........................................................................38
7.1. Kesimpulan ...........................................................................................................38
7.2. Saran .....................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................39
LAMPIRAN ...................................................................................................................44

xi Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola kerusakan tulang horizontal ................................................................5

Gambar 2.2 Pola kerusakan tulang vertikal ....................................................................6

Gambar 2.3 Kerusakan tulang berdasarkan sisa dinding ................................................6

Gambar 2.4 Penyembuhan pascaterapi periodontal ........................................................7

Gambar 2.5 Syarat rekayasa jaringan .............................................................................9

Gambar 2.6 Ilustrasi regenerasi jaringan periodontal ...................................................10

Gambar 2.7 Proses pembuatan chitosan .......................................................................11

Gambar 2.8 Skema IHK ................................................................................................14

Gambar 4.1 Region of Interest dari preparat ..................................................................19

Gambar 4.2 Metode grid pada aplikasi ImageJ .............................................................29

Gambar 5.1 Hasil foto kelompok chitosan dan kontrol dengan perbesaran 100 kali ....31

Gambar 5.2 Hasil foto kelompok RGD modified chitosan dan kontrol dengan
perbesaran 100 kali ..........................................................................................................32

xii Universitas Indonesia


DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Hasil ada tidaknya pewarnaan di kelompok chitosan dan RGD modified
chitosan .......................................................................................................... 32

Tabel 5.2 Distribusi intensitas warna di kelompok chitosan dan RGD modified chitosan
...................................................................................................................... 33
Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney ................................................... 34

xiii Universitas Indonesia


DAFTAR ISTILAH

RGD : Arginylclycylaspartic acid


PDL : Periodontal Ligament
ECM : Extracellular Matrix
OPN : Osteopontin
IHK : Imunohistokimia
PMN : Poly Morphonuclear Neutrofil
Ab : Antibodi
Ag : Antigen
HRP : Horseradish Peroxidase
AP : Alkaline Phosphatase
IF : Immunofluorescence
DAB : Diaminobenzidine
µl : mikroliter
kDa : kiloDalton
ROI : Region of Interest

xiv Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian .........................................................................44

Lampiran 2. Hasil Uji Inter Rater (ICC) .....................................................................49

Lampiran 3. Hasil Uji Intra Rater (ICC) .....................................................................49

Lampiran 4. Uji Normalitas ...........................................................................................50

Lampiran 5. Uji Analisis Kruskal-Wallis ......................................................................51

Lampiran 6. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Kelompok RGD Modified Chitosan dan


Chitosan ...........................................................................................................................51

Lampiran 7. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Kelompok RGD Modified Chitosan dan Cell
Sheet dengan RGD Modified Chitosan ..........................................................................51

Lampiran 8. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Kelompok Chitosan dan Cell Sheet dengan
Chitosan ..........................................................................................................................51

Lampiran 9. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Cell Sheet dengan RGD modified Chitosan
dan Cell Sheet dengan Chitosan .....................................................................................52

xv Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akibat dari periodontisis yang tidak dirawat adalah kerusakan tulang
alveolar, yang dapat diklasifikasikan berdasarkan arah kerusakannya, yaitu
kerusakan tulang vertikal atau angular dan horizontal. Untuk kerusakan tulang
vertikal atau angular dasar kerusakan tulang dapat terlihat di sekitar apikal dan
disertai dengan poket infrabony, sedangkan kerusakan tulang horizontal terjadi
di hampir seluruh permukaan dengan derajat yang berbeda-beda. 1Kerusakan
pada jaringan periodontal dapat diperbaiki secara biologis dengan dua cara yaitu
regenerasi dan repair. Istilah regenerasi digunakan untuk menggambarkan
perlekatan dan pembentukan jaringan periodontal baru pada sisi yang kehilangan
strukturnya. Sedangkan repair lebih menerangkan tentang penyembuhan setelah
bedah periodontal tanpa menghasilkan aparatus perlekatan yang normal.
Sehingga, terapi yang dilakukan berfokus pada regenerasi jaringan periodontal.2
Pada kerusakan tulang horizontal terapi regenerasi belum baik, berbeda
pada kerusakan tulang vertikal. Vaskularisasi yang kurang menyebabkan terapi
regenerasi pada kerusakan tulang horizontal sulit dilakukan.3 Kurangnya
vaskularisasi ini berhubungan dengan hilangnya ligament periodontal sebagai
sumber nutrisi dan seluler.4,5 Untuk alternatif perawatannya digunakan teknik
rekayasa jaringan. Teknik rekayasa jaringan adalah bidang interdisiplin yang
menerapkan prinsip dan metode dari teknik serta ilmu kehidupan terhadap
perkembangan biological subtitutes yang mengembalikan, mempertahankan,
dan memperbaiki fungsi jaringan dan organ yang rusak.6 Terapi regenerasi
jaringan periodontal dalam konsep rekayasa jaringan punya tiga komponen
utama, yaitu sel, scaffold, dan signaling molecule. Waktu dan lingkungan harus
tepat untuk mendukung agar proses regenerasi dapat terjadi. 7

1 Universitas Indonesia
2

Masing-masing komponen syarat punya peranan masing-masing. Untuk


pembentukan kerangka tiga dimensi yang berfungsi untuk memfasilitasi sel
untuk tumbuh dan membentuk jaringan baru disediakan oleh scaffold.7 Scaffold
yang baik harus bersifat biokompatibel, biodegradable, dan biomimetik. Ketiga
sifat tersebut dapat ditemukan pada chitosan.8,9 Untuk scaffold yang alami
sendiri ada matriks ekstraseluler yang merupakan komponen non-seluler yang
ada di seluruh jaringan dan organ, tidak hanya menyediakan physical scaffolding
untuk keberlangsungan hidup sel tapi juga menginisiasi proses biokimia dan
biomekanika yang penting serta diperlukan untuk morfogenesis, diferensiasi,
dan homeostasis jaringan.10
Signaling molecule yang terdiri dari faktor pertumbuhan, faktor
diferensiasi, dan molekul adhesi berperan untuk memodulasi aktivitas seluler
serta merangsang sel-sel untuk berdiferensiasi dan memproduksi matriks untuk
perkembangan sel dalam membentuk jaringan.7 Signaling molecule yang dapat
dimodifikasi dengan chitosan adalah arginylglycylaspartic acid (RGD).
Kombinasi chitosan dan RGD memperlihatkan peningkatan adhesi antar sel.11
Karakteristik RGD modified chitosan adalah jumlah dan ukuran pori-pori yang
lebih besar, serta daya serap yang lebih baik dibanding chitosan. Scaffold
dengan jumlah pori-pori yang besar bisa lebih banyak jumlah selnya karena sel
bisa berpenetrasi ke dalam scaffold.12,13 Sel punca dapat berdiferensiasi menjadi
7
sel-sel baru yang dibutuhkan untuk regenerasi. Dengan vaskularisasi yang
baik, kombinasi dari komponen syarat rekayasa jaringan dapat menghasilkan
regenerasi jaringan periodontal hingga jaringan dapat berfungsi seperti
sebelumnya.3
Penelitian secara in vivo dan ex vivo telah banyak dilakukan untuk
meneliti regenerasi jaringan periodontal. Tikus merupakan hewan yang awalnya
digunakan dalam penelitian in vivo untuk regenerasi jaringan periodontal. Untuk
hewan model yang diberi defek tulang alveolar yang mirip dengan periodontitis
dengan bur, elastik ortodontik, atau kawat ligatur.14,15 Untuk kondisi jaringan
periodontal, struktur, dan ukuran gigi yang lebih mirip dengan manusia dan
penyembuhan yang dua kali lebih cepat agar dapat dievaluasi lebih cepat,
digunakan Macaca nemestrina.16, 17
Penelitian sebelumnya, menjadikan kadar

Universitas Indonesia
3

periostin sebagai indikator regenerasi tulang pasca aplikasi RGD pada


Periodontal Ligament (PDL) cell sheet. Dari penelitian tersebut didapatkan
adanya perbedaan kadar periostin sebagai indikator regenerasi tulang pasca
aplikasi PDL cell sheet dengan RGD modified chitosan pada cairan krevikular
gingiva Macaca nemestrina selama empat minggu. Evaluasi histologi pada
penelitian ini dilakukan melalui pemeriksaan ekspresi osteopontin (OPN)
dengan metode imunohistokimia (IHK). Mekanismenya, OPN sebagai antibodi
(Ab) berikatan dengan antigen (Ag) spesifik yang terdapat pada jaringan dan
diberikan chromogen yang memberikan endapan warna agar dapat divisualisasi
melalui mikroskop cahaya. OPN dipilih karena fungsinya sebagai marker awal
pembentukan tulang yang terekspresi selama fase awal proliferasi sel tulang
18
pada kultur sel osteoblas. Kadar tertinggi OPN terlihat setelah dimulainya
mineralisasi.19,20 OPN adalah protein matriks ekstraselular yang terdapat dalam
matriks tulang, juga terekspresi pada dentin, sementum, ginjal, dan epitel yang
ditemukan pada kelenjar mamalia.21 OPN terdiri dari ~300 asam amino dan
memiliki ~30 residu karbohidrat yang melekat dengan 10 residu asam sialat
serta diekspresikan sebagai protein nascent 33-kDa.22 Hasil studi ini dapat
memberikan gambaran efektivitas RGD sebagai signaling molecule berupa
komponen adhesi pada terapi regeneratif menggunakan chitosan.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana ekspresi osteopontin pada regenerasi jaringan periodontal
pascaterapi regeneratif chitosan atau RGD modified chitosan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui ekspresi protein OPN sebagai indikator regenerasi jaringan
periodontal setelah pemberian bahan regeneratif.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui ekpresi protein OPN sebagai indikator regenerasi
jaringan periodontal setelah pemberian chitosan.
b. Mengetahui ekpresi protein OPN sebagai indikator regenerasi
jaringan periodontal setelah pemberian RGD modified chitosan.

Universitas Indonesia
4

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian ilmiah dan mengetahui tata cara penulisan
laporan hasil penelitian ilmiah.
1.4.2 Bagi Dokter Gigi
Penelitian ini diharapkan membantu dokter gigi untuk memilih
alternatif bahan regneratif untuk terapi regnerasi periodontal.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Penelitian ini memberikan harapan untuk memperbaiki kondisi
tulang agar gigi tetap dapat dipertahankan dalam rongga mulut.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Kerusakan Tulang Akibat Periodontitis


Pada kondisi normal ketinggian dan kepadatan tulang alveolar akan
stabil, karena adanya keseimbangan antara pembentukan dan resorpsi tulang
alveolar. Jika resorpsi melebihi pembentukan tulang maka kepadatan dan
ketinggian tulang alveolar dapat berkurang. Kerusakan tulang yang terjadi akan
berbeda-beda bergantung pada penyebabnya.
Berdasarkan arahnya kerusakan tulang dapat dibagi menjadi horizontal
dan vertikal atau angular. Pola kerusakan tulang alveolar horizontal merupakan
pola yang paling umum terjadi akibat periodontitis. Tinggi tulang berkurang
secara tegak lurus dengan permukaan gigi. Tulang yang mengalami kerusakan
adalah bagian interdental, fasial atau bukal, dan palatal atau lingual, tetapi
dengan derajat yang tidak selalu sama pada sebuah gigi. 1

Gambar 2.1 Pola kerusakan tulang horizontal


(Sumber : F. Newman, et al. Clinical Periodontology ed. 12; 2015 : 296)

Sedangkan untuk defek vertikal atau angular arahnya oblique, dan dasar
kerusakan tulang dapat terlihat pada bagian apikal tulang sekitarnya. Pada
umumnya kerusakan ini akan disertai poket infrabony. Goldman dan Cohen
mengklasifikasikan defek vertikal atau angular berdasarkan jumlah dinding yang
tersisa menjadi satu, dua, atau tiga dinding. Jumlah tulang yang bersisa biasanya
lebih banyak pada bagian apikal dibanding bagian oklusal, sehingga
memungkinkan terjadinya kerusakan dengan jumlah dinding kombinasi. 1

5 Universitas Indonesia
6

Gambar 2.2 Pola kerusakan tulang vertikal


(Sumber : F. Newman, et al. Clinical Periodontology ed. 12; 2015 : 296)

Gambar 2.3 Kerusakan tulang berdasarkan sisa dinding


(A) tiga dinding, (B) dua dinding, (C) satu dinding
(Sumber : F. Newman, et al. Clinical Periodontology ed. 12; 2015 : 297)

2.2. Penyembuhan Pascaterapi Periodontal


Respon penyembuhan dari terapi periodontal dapat berupa repair
(pembentukan long junctional epithelium dan ankilosis), regenerasi, atau
terjadinya rekurensi poket periodontal yang dievaluasi melalui pemeriksaan
klinis, histologis, radiografis, dan pembedahan kembali (surgical re-entry).23
Perbedaan respon penyembuhan tersebut, dipengaruhi oleh ketersediaan sel yang
dibutuhkan dan ada atau tidaknya signaling molecules yang dibutuhkan untuk
menstimulasi sel-sel tersebut.24
Dalam hitungan jam fase penyembuhan awal didominasi oleh poly
morphonuclear neutrofil (PMN) dan makrofag. Kemampuan penyembuhan
bersamaan dengan terjadinya pembentukan jaringan granulasi. Pada
pembentukan jaringan granulasi terbentuk pula jaringan kolagen yang
dilanjutkan dengan terbentuknya matriks dan remodeling. Dalam hitungan

Universitas Indonesia
7

menit pembekuan darah juga terjadi dan berfungsi sebagai pelindung sementara
serta matriks untuk migrasi sel.
Fase akhir dari reaksi inflamasi berjalan selama tiga hari, proses
penyembuhan didominasi oleh makrofag yang bermigrasi ke arah defek dan
membentuk jaringan granulasi. Makrofag mengeluarkan growth factor dan
sitokin yang berfungsi untuk proliferasi serta migrasi fibroblas, sel endotel, dan
sel otot halus ke arah defek sehingga mampu membentuk jaringan
granulasi.23,25,26
Skematik penyembuhan pascaterapi periodontal terlihat pada gambar
2.4.27

Gambar 2.4 Penyembuhan pascaterapi periodontal


(Sumber : Saroch N. History of periodontal regeneratif therapy. http://periobasics.com/history-of-
periodontal-regeneratif-therapy.html )

2.2.1. Regenerasi
Proses pertumbuhan struktur jaringan yang baru melalui
pertumbuhan serta diferensiasi dari sel baru dan substansi interseluler
disebut regenerasi. Regenerasi akan menghasilkan tipe jaringan yang
sama dengan jaringan sebelumnya yang rusak. Sel mesenkim
jaringan ikat yang belum terdiferensiasi akan berkembang menjadi
osteoblas dan sementoblas, yang kemudian akan membentuk tulang
Universitas Indonesia
8

dan sementum. Regenerasi berjalan terus menerus pada jaringan


periodontal. Pada kondisi normal, sel baru dan jaringan secara
konstan terbentuk untuk menggantikan sel dan jaringan yang telah
mati (wear and tear repair). Hal itu terjadi melalui proses aktivitas
mitotik pada epitel gingiva dan jaringan ikat dari ligamen
periodontal; pembentukan tulang baru; dan deposisi sementum yang
terus menerus terjadi. Regenerasi biasanya terjadi pada organ dengan
jumlah sel yang relatif stabil.28
2.2.2. Repair
Proses repair memperbaiki kontinuitas margin gingiva yang
terkena defek dan membuat kembali sulkus gingiva yang normal di
tingkat yang sama seperti dasar poket periodontal pada permukaan
akar. Proses ini disebut penyembuhan dengan jaringan parut.
Kerusakan tulang terhenti namun ketinggian tulang dan perlekatan
gingiva tidak akan kembali seperti semula. Secara histologis proses
repair membentuk long junctional epithelium, adhesi jaringan ikat
baru, dan ankilosis.28
2.3. Terapi Regenerasi Periodontal dengan Rekayasa Jaringan
Terapi regenerasi jaringan periodontal dalam konsep rekayasa jaringan
punya tiga komponen utama, yaitu sel, scaffold, dan signaling molecule. Waktu
dan lingkungan harus tepat untuk mendukung agar proses regenerasi dapat
terjadi. 7

Universitas Indonesia
9

Gambar 2.5 Syarat rekayasa jaringan


(Sumber : Sivaram GMDS, Devi RSN. Stem Cells in Periodontal Regeneration. 2014;13(9):31-40)

Masing-masing komponen syarat punya peranan masing-masing. Sel


punca dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel baru yang dibutuhkan untuk
regenerasi. Signaling molecule yang terdiri dari faktor pertumbuhan, faktor
diferensiasi, dan molekul adhesi berperan untuk memodulasi aktivitas seluler
serta merangsang sel-sel untuk berdiferensiasi dan memproduksi matriks untuk
perkembangan sel dalam membentuk jaringan. Untuk pembentukan kerangka
tiga dimensi yang berfungsi untuk memfasilitasi sel untuk tumbuh dan
membentuk jaringan baru disediakan oleh scaffold.7 Secara alamiah tubuh
menyediakan physical scaffold dimana sel-sel tertanam tapi juga mengatur
proses seluler seperti pertumbuhan, migrasi, diferensiasi, homeostasis, dan
morfogenesis dalam bentuk matriks ekstraseluler.29 Dengan vaskularisasi yang
baik, kombinasi dari komponen syarat rekayasa jaringan dapat menghasilkan
regenerasi jaringan periodontal hingga jaringan dapat berfungsi seperti
sebelumnya.3

Universitas Indonesia
10

Gambar 2.6 Ilustrasi regenerasi jaringan periodontal


(Sumber : Padial-Molina M, Rios HF. Stem Cells, Scaffolds and Gene Therapy for Periodontal
Engineering. Curr Oral Heal Reports. 2014;1(1):16-25)

2.3.1. Chitosan
Dalam bidang medis chitosan telah biasa digunakan terutama
sebagai biopolimer karena bersifat biocompatible, biodegradable,
bioresorbable, dan non-toksik. Chitosan merupakan senyawa turunan
hasil deasetilasi kitin yang diperoleh dari cangkang hewan krustasea
seperti udang dan kepiting. 30
Terdapat tiga langkah dasar untuk membuat chitosan dari
cangkang krustasea yaitu demineralisasi, deproteinisasi, dan
deasetilasi, serta dekolorasi sebagai proses tambahan. Demineralisasi
bertujuan untuk menghilangkan gugus kalsium karbonat dan posfat
dari kitin. Dilanjutkan dengan deproteinisasi untuk menghilangkan
protein yang secara alami berikatan dengan kitin. Setelah
demineralisasi dan deproteinisasi, untuk memutuskan ikatan kovalen
antara gugus asetil dan nitrogen pada gugus asetamida kitin hingga
berubah menjadi gugus amina (-NH2) dilakukan proses deasetilasi.
Pada akhir proses-proses tersebut, kitin yang dihasilkan merupakan
kitin berwarna. Untuk menghilangkan astaxanthins dan pigmennya
31
maka dekolorisasi dilakukan.

Universitas Indonesia
11

Cangkang Hewan Krustasea

NaOH

Deproteinasi
HCl

Demineralisasi

Kitin
NaOH

Deasetilasi

Chitosan

Gambar 2.7 Proses pembuatan chitosan


(Sumber : Fadli A, Ervina, Drastinawati, Huda F. Sintesis Chitosan Dari Cangkang Udang.
2016)

Chitosan dalam salah satu penelitian menggunakan tikus


dilaporkan dapat meningkatkan penyembuhan kerusakan tulang
alveolar.32 Penelitian lainnya pada soket gigi yang dicabut untuk
perawatan ortodonti, pemberian chitosan mampu meregenerasi
tulang yang dievaluasi dengan melihat intensitasnya melalui
radiograf periapikal.33

2.3.2. Arginylglycylaspartic Acid (RGD)


Arginine-glycine-aspartic (RGD) merupakan asam amino yang
ditemukan dalam molekul extracellular matrix (ECM) seperti
fibronectin dan vitronectin.34 Fungsi RGD adalah untuk
meningkatkan adhesi kondrosit dan penyebaran material regneratif.
RGD juga meregulasi adhesi, migrasi, dan perrtumbuhan sel dengan
berikatan dengan integrin.35 Integrin sendiri merupakan glikoprotein
heterodimerik yang terdiri dari subunit α dan β yang mempengaruhi
beberapa hal seperti migrasi, proliferasi, bertahan dan apoptosisnya
Universitas Indonesia
12

34
sel. Beberapa penelitian pendahulu yang mengkombinasikan RGD
dengan chitosan memperlihatkan meningkatnya penyembuhan
kerusakan tulang alveolar, secara klinis, radiografis, ataupun
histologis. Secara klinis terdapat peningkatan perlekatan jaringan
periodontal, untuk radiografis terlihat adanya peningkatan densitas
tulang, dan histologis meningkatnya kadar periostin yang diambil
dari cairan krevikular gingiva (CKG).36,37,38

2.4. Osteopontin (OPN)


Osteopontin (OPN) adalah protein matriks ekstraselular yang terdapat
dalam matriks tulang, juga terekspresi pada dentin, sementum, ginjal, dan epitel
yang ditemukan pada kelenjar mamalia.21 Sel tulang merupakan lokasi utama
sintesis dan sekresi OPN. Di tulang, OPN terlokalisasi pada osteoblas, sel bone-
lining, dan osteosit.39 Pada proses pembentukan tulang, OPN digunakan sebagai
marker awal pembentukan tulang.18 OPN diekspresikan selama fase awal
diferensiasi sel tulang pada kultur sel osteoblas. Tetapi, kadar tertinggi OPN
terlihat setelah dimulainya mineralisasi.19,20 Tingkat ekspresi OPN bersifat relatif
terhadap protein non-kolagen lain, mengindikasikan bahwa OPN merupakan
salah satu protein yang paling banyak disintesis oleh osteoblas saat
perkembangan tulang.40,41 OPN berinteraksi dengan molekul penyusun matriks
tulang, yang 90% di antaranya terdiri dari kolagen tipe I, dan 10% lainnya
adalah protein non-kolagen. Telah diketahui, OPN berikatan secara kovalen
dengan fibronectin melalui transglutaminase – dimana proses tersebut juga
meningkatkan pengikatan OPN ke kolagen yang berhubungan dengan proses
regeneratif.40,42
OPN merupakan rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari ~300 asam
amino dan memiliki ~30 residu karbohidrat yang melekat dengan 10 residu asam
sialat serta diekspresikan sebagai protein nascent 33-kDa.22 Asam aminonya
sendiri terdiri dari urutan Arginine – Glycine – Aspartateserine (RGD) yang
40,41
memediasi ikatan antar sel termasuk osteoblast, osteoklas, dan fibrosa.
Karbohidrat pada OPN berbentuk N-glycosyl dan 5-6 rantai sampingan O-
glycosyl.21

Universitas Indonesia
13

2.5. Imunohistokimia
Imunohistokimia (IHK) adalah metode untuk mendeteksi antigen (Ag)
dalam sel dari potongan jaringan dengan memanfaatkan prinsip dari ikatan
spesifik antibodi (Ab) ke antigen di jaringan biologis. IHK menjembatani 3
disiplin ilmu, yaitu : imunologi, histologi dan kimia. Ikatan Ab-Ag dapat
divisualisasikan dengan berbagai cara, salah satunya dengan enzim seperti
horseradish peroxidase (HRP) atau alkaline phosphatase (AP) yang berfungsi
untuk mengkatalisasi reaksi penghasilan warna. IHK digunakan secara luas
dalam berbagai penelitian dan laboratorium klinis karena teknik ini
memungkinkan untuk visualisasi distribusi dan lokalisasi komponen selular
spesifik di sel dan jaringan.
Ab dibuat dengan mengimunisasi hewan dengan Ag yang dimurnikan.
Hewan akan merespon dengan memproduksi Ab yang secara spesifik mengenali
dan berikatan dengan Ag. Terdapat dua jenis antibodi, yaitu monoklonal dan
poliklonal. Ab monoklonal diproduksi kebanyakkan di tikus. Tikus disuntikkan
dengan imunogen (Ag) yang dimurnikan. Setelah respon imun tercapai, limfosit
B (sel yang memproduksi Ab) diambil dari limpa. Karena sel B yang terisolasi
memiliki jangka hidup yang terbatas, akan difusi ke sel myeloma tikus. Diikuti
dengan pemilihan hibridoma yang sesuai dengan spesifisitas. Selain
monoklonal, terdapat Ab poliklonal yang kebanyakkan diproduksi di beberapa
spesies binatang, contohnya kelinci, kuda, kambing, dan ayam. Ab poliklonal
memiliki afinitas yang lebih tinggi dan reaktivitas yang lebih luas tapi spesifitas
yang lebih rendah jika dibandingkan Ab monoklonal. Keuntungan poliklonal
adalah mengidentifikasi beberapa isoform (epitope) dari protein target.
Metode deteksi IHK sangat bervariasi di antaranya immunofluorescence
(IF), enzimatik, dan affinity. Teknik enzimatik diperkenalkan oleh Nakane dan
Pierce di tahun 1967. Untuk metode ini, Ab yang digunakan untuk deteksi Ag
telah dilabeli dengan enzim sebelum reaksi. Setelah bereaksi dengan Ag target,
akan terbentuk kompleks Ag-Ab dimana enzim mengkatalis substrat untuk
menghasilkan produk bewarna. Teknik ini bisa dilakukan secara direk atau
indirek. Metode direk merupakan metode pewarnaan satu langkah yang
melibatkan Ab berlabel (contoh : HRP – conjugated antibody) bereaksi secara

Universitas Indonesia
14

langsung dengan Ag. Metode ini sederhana, cepat, dan spesifik, tapi
sensitivitasnya rendah dan range antibodi primernya terbatas pada yang sudah
berlabel. Sedangkan metode indirek, melibatkan antibodi primer yang tidak
berlabel (lapisan pertama) yang berikatan dengan antigen target di sampel dan
enzyme-labeled secondary antibody (lapisan kedua) yang bereaksi dengan
antibodi primer.
Reaksi Ag-Ab tidak terlihat dengan mikroskop cahaya jika tidak ada
label. Label yang paling sering digunakan adalah enzim salah satunya
horseradish peroxidase (HRP). Setiap enzim memiliki substrat spesifik dan
kromogen untuk menghasilkan endapan warna. Kebanyakkan kromogen
memberikan warna coklat, merah, atau biru pada reaksi. Pemilihan enzim dan
chromogen bergantung pada beberapa hal seperti intensitas reaksi, lokasi Ag,
ada atau tidaknya pigmen endogenus, dan mounting media yang digunakan.
Biasanya chromogen untuk HRP adalah diaminobenzidine (DAB). DAB
biasanya menghasilkan produk yang tidak larut dalam air dan alkohol, stabil dan
cocok untuk penyimpanan jangka waktu lama. Pemilihan counterstain umumnya
bergantung pada warna dari reaksi imun. Counterstain harus bisa menghasilkan
kontras yang cukup untuk menghindari kebingungan dengan hasil pewarnaan
chromogen. Hematoksilin merupakan salah satu counterstain yang sering
digunakan.43,44

Universitas Indonesia
15

Deparafinisasi dan Rehidrasi

Blocking

Inkubasi antibodi
primer

Inkubasi antibodi
sekunder

Substrat Produk berwarna

Deteksi enzimatik

Gambar 2.8 Skema imunohistokimia


(Sumber : Abcam. Immunohistochemistry Application Guide)

Universitas Indonesia
16

2.6. Kerangka Teori

Periodontitis

Etiologi :
Respon inflamasi
Kerusakan tulang
yang diinisiasi
jaringan periodontal
akumulasi dan
maturasi plak

Horizontal : Vertikal :
Terapi regeneratif dengan kerusakan dasar kerusakan
konsep rekayasa jaringan: interdental, tulang di apikal
fasial, palatal; dengan poket
Scaffold: chitosan dengan derajat infrabony
yang tidak sama.

Signaling molecule:
material adhesif (RGD)
Sel
Penyembuhan
pascaterapi regeneratif

Evaluasi

Klinis: Radiografis: Histologis:

Perlekatan jaringan Densitas tulang -Ekpresi osteopontin


periodontal alveolar -Kadar periostin

Salah satu bentuk kerusakan jaringan periodontal adalah kerusakan


tulang yang teridiri dari pola kerusakan tulang vertikal dan pola kerusakan
tulang horizontal. Untuk perawatannya dilakukan terapi regneratif dengan
komponen scaffold contohnya chitosan, signaling molecule berupa bahan
adhesif yakni RGD, serta sel. Penambahan RGD ke chitosan diharapkan
memperlihatkan penyembuhan yang dapat dievaluasi secara klinis, radiografis,

Universitas Indonesia
17

dan histologis. Salah satu cara evaluasi histologis adalah melihat ekspresi
protein pada jaringan periodontal.

Universitas Indonesia
18

Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

2.1. Kerangka Konsep

Terapi regeneratif :

 Chitosan
Ekspresi Osteopontin:
 RGD Modified Chitosan
- Luas area
 PDL Cell Sheet dengan
pewarnaan
Chitosan Scaffold
- Intensitas warna
 PDL Cell Sheet dengan
RGDModified Chitosan
Pewarnaan imunohistokimia (IHK)

2.2. Hipotesis
Terdapat peningkatan ekspresi osteopontin yang lebih tinggi pada jaringan
periodontal pascaterapi regeneratif RGD modified chitosan dibanding
chitosan.

19 Universitas Indonesia
20

Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental laboratorik pada
preparat jaringan Macaca nemestrina yang sebelumnya dipaparkan terapi
regeneratif dengan chitosan atau RGD modified chitosan scaffold dengan
membandingkan ekspresi protein OPN sebagai indikator regenerasi jaringan
periodontal.
4.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini menggunakan bahan biologis tersimpan berupa
sampel preparat jaringan Macaca nemestrina yang dibiopsi dari model defek
tulang horizontal pada tulang alveolar di sekitar gigi insisif lateral dan telah
dipaparkan bahan regeneratif chitosan atau RGD modified chitosan. Sampel
diambil 4 minggu setelah pemaparan bahan regeneratif. Dari preparat jaringan
yang dijadikan Region of Interest (ROI) adalah bagian crest dan bagian tepat di
bawah crest.

ROI I

ROI II

Gambar 4.1. Region of Interest dari preparat


(Sumber Newman ,et al. Carranza’s Clinical Periodontology. 11th ed.; 2012. p 22)

21 Universitas Indonesia
22

4.3. Besar Sampel


Ada 3 kelompok penelitian, yaitu kelompok perlakuaan chitosan dan
RGD modified chitosan yang masing-masing kelompok menggunakan 3
preparat dari 1 gigi; lalu kelompok kontrol yang menggunakan 1 preparat dari 1
gigi; yang tiap preparatnya diambil 2 foto di bagian crest dan tepat di bawah
crest yang tidak terpotret di foto pertama.Sehingga terdapat total 8 preparat dan
14 foto untuk 3 kelompok penelitian.
4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.1. Kriteria Inklusi
 Sediaan preparat utuh dan tidak terlipat.
 Sediaan preparat terfiksasi dengan baik.
4.4.2. Kriteria Ekslusi
 Sediaan preparat tidak utuh dan terlipat.
 Sediaan preparat tidak terfiksasi dengan baik.
4.5. Waktu dan Tempat Penelitian
 Waktu : Bulan April – Oktober 2018
 Tempat : LE-108 Rumpun Ilmu Kesehatan UI, Depok
4.6. Variabel Penelitian
4.6.1. Variabel Bebas:
 Chitosan
 RGD modified chitosan
4.6.2. Variabel Terikat
Ekspresi osteopontin.

Universitas Indonesia
23

4.7. Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Cara Ukur Skala
1. Chitosan Bahan regeneratif Berbentuk
yang digunakan membran
pada dengan ukuran
preparat jaringan 10x5mm.
dari Macaca
nemestrina yang
sebelumnya diberi
Kategorik
defek periodontal,
berasal dari proses
deasitilasi
cangkang crustase
yang dipaparkan
pada penelitian
sebelumnya.
2. RGD Bahan regeneratif Berbentuk
modified yang digunakan membran
chitosan pada dengan ukuran
preparat jaringan 10x5mm.
dari Macaca
nemestrina yang
sebelumnya diberi
Kategorik
defek periodontal,
berasal dari
chitosan ditambah
RGD yang
dipaparkan pada
penelitian
sebelumnya.

Universitas Indonesia
24

3. Osteopontin Glikoprotein Ekspresi OPN


terfosforilasi yang dihitung melalui
terdapat pada luas area
tulang, dentin, dan imunopositif
sementum. dan intensitas
pewarnaan dari
metode grid
pada aplikasi
Kategorik
ImageJ. Untuk
intensitas
pewarnaan
terdapat kategori
0: tidak ada
pewarnaan, 1:
lemah, 2:
sedang, 3: kuat.

4.8. Alat dan Bahan


 Etanol 100%
 Etanol 90%
 Etanol 70%
 Xylene
 Metanol 100%
 H2O2 30%
 Phosphate Buffer Saline (Sigma-Aldrich PBS)
 Aquades
 Ionize water
 Tween 20 (Sigma-Aldrich Tween20)
 Diaminobenzidine (DAB; Biogear DAB Kit)
 Hematoksilin
 Antibodi primer (Osteopontin DSHB Hybridoma Product
MPIIIB10(1))
Universitas Indonesia
25

 Antibodi sekunder (Super Picture™ HRP Polymer Conjugate)


 Entelan
 Staining jar
 Rak
 Pinset
 Oven
 Gelas ukur
 Gelas piala
 Schott bottle 1000 ml
 Botol plastik 1000 ml
 Humidified chamber
 Mikropipet dan tip
 Pipet plastik
 Tube 1 ml
 PAP Pen
 Cover slip
 Tisu
 Gloves
 Masker
 Label
 Timer
 Permanen marker
 Mikroskop Zeiss Primo Star (Jepang)
 Kulkas
 Lemari asam
 Centrifuge
 Vortex

Universitas Indonesia
26

4.9. Tahap Penelitian


4.9.1. Deparafinisasi dan Rehidrasi
Tujuan tahapan ini adalah menghilangkan parafin dan
mengembalikan kemampuan jaringan untuk berikatan dengan air.
Tahap-tahap deparafinisasi dan rehidrasi adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan sebagai berikut :
 Staining jar
 Rak
 Timer
 Lemari asam
 Oven
 Xylene
 Etanol 100%
 Etanol 90%
 Etanol 70%
2. Memanaskan preparat dalam oven dengan suhu 60 oC selama ±20
menit untuk meluruhkan parafin.
3. Meletakan preparat target pada rak preparat khusus.
4. Tahap-tahap perendaman preparat dilakukan di lemari asam
dengan urutan sebagai berikut: Pertama preparat direndam pada
larutan xylene sebanyak 2 kali masing-masing 5 menit. Kedua,
preparat direndam pada larutan etanol 100% 2 kali masing-
masing 5 menit. Dilanjutkan dengan perendaman pada larutan
etanol 90% selama 5 menit, dan terakhir direndam pada larutan
etanol 70% selama 5 menit.
4.9.2. Blocking
Tujuan dari tahapan ini adalah memblok peroksidase. Tahap-
tahap blocking adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan sebagai berikut :
 Staining jar
 Rak
 Gelas ukur
Universitas Indonesia
27

 Timer
 Metanol 100%
 H2O2 30%
 PBS
2. Menyiapkan larutan blocking dalam gelas ukur 100ml, dengan
cara mencampurkan 10ml H2O2 30% kedalam 90ml metanol
100%. Tujuan tahapan ini adalah untuk menghindari ikatan yang
tidak spesifik.
3. Tahap-tahap perendaman preparat dilakukan di lemari asam
dengan urutan sebagai berikut: Pertama, larutan blocking selama
10 menit. Kedua dalam larutan PBS sebanyak 2 kali masing-
masing 5 menit, dan terakhir di dalam air sebanyak 2 kali
masing-masing 5 menit.
4.9.3. Immunostaining
Biasanya, sebelum tahapan immunostaining dilakukan tahapan
antigen retrieval, namun karena kondisi jaringan pada preparat yang
tidak memungkinkan untuk diproses antigen retrieval maka
langsung dilanjutkan immunostaining. Tujuan dari tahapan ini adalah
mendeteksi distribusi dan lokalisasi antigen spesik dalam sel atau
jaringan dengan menggunakan antibodi spesifik. Tahap-tahap
immunostaining adalah:
1. Menyiapkan alat dan bahan sebagai berikut:
 Humidified chamber
 Vortex
 Timer
 Mikropipet dan tip
 Tube 1ml
 Tissue
 Kulkas
 Antibodi primer (Osteopontin DSHB Hybridoma Product
MPIIIB10(1))
 Antibodi sekunder (Super Picture™ HRP Polymer Conjugate)
Universitas Indonesia
28

 Diaminobenzidine (DAB; Biogear DAB Kit)


 PBS + Tween20
 Ionize water
2. Setelah tahapan blocking preparat dikeringkan dengan tissue
kecuali bagian jaringan.
3. Meletakan preparat pada humidified chamber yang dibawahnya
sudah diletakan tissue yang telah dibasahi PBS + Tween 20 untuk
mencegah keringnya jaringan.
4. Melingkari jaringan pada preparat dengan menggunakan PAP
Pen.
5. Melakukan inkubasi pada jaringan di preparat dengan antibodi
primer (pengenceran OPN) sebesar 75µl masing-masing,
sehingga total antibodi primer yang dibutuhkan untuk 6 preparat
adalah 450µl (dibuat 600µl). Antibodi primer dibuat dengan
𝑉2. .𝑛1
konsentrasi 1:20, lalu mengikuti rumus 𝑉1 = maka 𝑉1 =
𝑛2
600µl.1
= 30µl OPN yang dicampurkan dengan 570µl ionize
20

water. Pada tahapan ini, perlakuan pada jaringan preparat yang


akan dijadikan kontrol negatif tidak diinkubasi dengan antibodi
primer, tetapi PBS, dan hanya tahapan ini yang berbeda untuk
preparat kontrol negatif. Pastikan seluruh jaringan terkena
antibodi primer serta PBS, dan bentuknya terlihat seperti embun.
6. Menyimpan preparat yang telah diletakkan di humidified
chamber kedalam kulkas 4oC selama 24 jam.
7. Mengeluarkan humidified chamber yang didalamnya terdapat
preparat dari dalam kulkas setelah dibiarkan semalaman.
8. Memastikan bahwa antibodi primer yang terdapat pada jaringan
tidak kering.
9. Mencuci preparat dengan PBS + Tween 20 selama 3 menit.
10. Meniriskan PBS + Tween 20, inkubasi seluruh jaringan pada
preparat dengan polimer HRP sebesar 75µl.

Universitas Indonesia
29

11. Mencuci preparat dengan PBS + Tween 20 sebanyak 2 kali


masing-masing selama 3 menit.
12. Melakukan inkubasi dengan DAB selama ± 3 menit.
13. Mencuci preparat dengan PBS selama 3 menit, dilanjutkan
dengan mencuci dengan air mengalir selama 3 menit.
14. Melakukan inkubasi jaringan dengan hematoksilin selama 1
menit.
15. Meniriskan hematoksilin, dilanjutkan dengan mencuci preparat
dengan air mengalir hingga hematoksilin hilang.

4.9.4. Dehidrasi dan Cleaning


Tujuan tahapan ini adalah mencegah jaringan berikatan dengan
air dan membersihkannya. Tahap-tahap dehidrasi dan cleaning
adalah:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
 Staining jar
 Rak
 Timer
 Lemari asam
 Tissue
 Xylene
 Etanol 100%
 Etanol 90%
 Etanol 70%
2. Tahap-tahap perendaman preparat dilakukan di lemari asam
dengan urutan sebagai berikut: Pertama preparat direndam pada
larutan etanol 70% selama 3 menit. Kedua, preparat direndam
pada larutan etanol 90% selama 3 menit. Dilanjutkan dengan
perendaman pada larutan etanol 100% sebanyak 2 kali masing-
masing 3 menit, dan terakhir direndam pada larutan xylene
sebanyak 2 kali masing-masing 3 menit.

Universitas Indonesia
30

3. Mengeluarkan preparat dan mengeringkan sekitar jaringan pada


preparat dengan tissue.

4.9.5. Mounting dan Cover Slip


Tujuan tahap ini untuk merekatkan cover slip pada preparat agar
keadaan jaringan terjaga. Tahap-tahap mounting dan cover slip
adalah:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
 Cover slip
 Entelan
2. Meneteskan entelan sebagai mounting media pada preparat.
3. Menutup jaringan yang terdapat pada preparat dengan cover slip
dan menunggu hingga kering selama kurang lebih 10 menit.
4.9.6. Pengambilan Foto Jaringan Preparat
Tahapan ini bertujuan untuk mengambil foto dari jaringan preparat
untuk memvisualisasikan hasil IHK dan menghitung luas area imunopositif
dan intensitas pewarnaan dengan metode grid pada aplikasi ImageJ.
1. Menyiapkan alat dan bahan.
 Mikroskop Zeiss Primo Star
2. Meletakkan preparat yang sudah kering di atas meja subjek
mikroskop.
3. Mengatur fokus kamera yang tersambung dengan mikroskop
menggunakan aplikasi yang ter-install dengan perbesaran
mikroskop 10 kali.
4. Mengambil gambar preparat di bagian alveolar crest dan bagian
di bawahnya. Menambahkan scale bar pada gambar preparat.
5. Dengan aplikasi ImageJ gambar diberi grid lalu % area positif
pewarnaan dihitung sesuai dengan intensitas warnanya.
6. Kriteria intensitas warna :
 Weak / lemah : serabut coklat muda yang
bercampur dengan warna keunguan yang
dominan.
 Moderate / sedang : warna coklat muda.
Universitas Indonesia
31

 Strong / kuat : warna coklat tua.

Gambar 4.2. Metode grid pada aplikasi ImageJ

4.10. Analisis Data


Pertama-tama peneliti masing-masing menghitung ekspresi matriks
ekstraselular berdasarkan intensitas warna yang dibagi menjadi no staining (0),
weak (1), moderate (2), strong (3) menggunakan metode grid pada software
ImageJ. Setiap data dimasukkan ke excel kemudian dianalisis menggunakan
SPSS 22.0 untuk menilai perbedan perhitungan antara satu peneliti dengan
peneliti yang lain (inter rater) dan menilai perbedaan perhitungan antar waktu
yang berbeda pada seorang peneliti (intra rater) dengan uji Interclass
Correlation Coefficient (ICC); dengan minimal sampel 25. Jika dengan
confidence interval (CI) 95% agreement >0.60 untuk ICC terpenuhi maka
dilanjutkan dengan uji normalitas data menggunakan Saphiro Wilk karena
jumlah sampel tiap kelompok <50. Selanjutnya, jika data normal (parametrik; p
≥ 0,05) maka dilanjutkan dengan uji 1-way ANOVA. Namun, jika data tidak
normal (non-parametrik; p < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis.
Universitas Indonesia
32

4.11. Alur Penelitian

Pemilihan sediaan preparat jaringan Macaca Pemilihan sediaan preparat jaringan Macaca
nemestrina yang telah dipaparkan chitosan nemestrina yang telah dipaparkan RGD
yang jaringannya utuh, tidak terlipat, dan modified chitosan yang jaringannya utuh,
terfiksasi dengan baik tidak terlipat, dan terfiksasi dengan baik

Optimasi metode IHK. Untuk


menentukan protokol lengkap dan
konsentrasi OPN

Protokol dengan antigen


retrieval : jaringan pada Protokol tanpa antigen retrieval
preparat rusak/hilang

Pewarnaan jaringan pada preparat


dengan konsentrasi OPN 1:20

Visualisasi hasil pewarnaan dengan


mikroskop Zeiss Primo Star
perbesaran 100x

Perhitungan area dengan menentukan


Region of Interest (ROI), kemudian
dengan metode grid pada aplikasi
ImageJ menghitung % luas area yang
terwarnai dan intensitas pewarnaan

Data hasil perhitungan secara statistik


menggunakan aplikasi SPSS 22.0
diuji intra rater dengan ICC,
normalitas dengan Saphiro-Wilk, dan
analisis dengan Mann-Whitney

Universitas Indonesia
BAB 5

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian ini menggunakan bahan biologis tersimpan berupa sampel


preparat jaringan Macaca nemestrina berupa model defek tulang horizontal pada tulang
alveolar di sekitar gigi insisif lateral dan telah dipaparkan bahan regeneratif chitosan
atau RGD modified chitosan. Sampel diambil 4 minggu setelah pemaparan bahan
regeneratif.
Evaluasi dari kedua kelompok bahan regeneratif tersebut dilihat dari ekpresi
OPN dengan metode IHK. Hasil pewarnaan dilihat dengan mikroskop lalu dipotret
dengan kamera yang tersambung pada mikroskop Zeis Primo Star perbesaran 10 kali
dan software di komputernya. Setiap kelompok terdiri dari 3 preparat yang masing-
masing difoto sebanyak dua kali di bagian ROI yaitu crest dan bagian tepat di bawah
crest yang tidak terpotret sebelumnya. Foto yang telah diambil, lalu dimasukkan ke
ImageJ untuk menghitung area dengan grid berdasarkan intensitas warnanya. Hasil foto
terlihat pada gambar 5.1 serta 5.2.

A B
B
S D
D
S
LP

Gambar 5.1 Hasil foto kelompok chitosan (kiri) dan kontrol (kanan) dengan perbesaran 100
kali. (A) Crest kelompok chitosan, (B) kontrol negatif. D : Dentin, C : Cementum, PDL : Periodontal
ligament, FT : Fibrous tissue, AB : Alveolar bone, W : Weak, M : Moderate, S : Strong.

33 Universitas Indonesia
34

Gambar 5.2 Hasil foto kelompok RGD modified chitosan (kiri) dan kontrol (kanan) dengan perbesaran
100 kali. (A) Crest kelompok chitosan, (B) kontrol negatif. D : Dentin, C : Cementum, PDL : Periodontal
ligament, FT : Fibrous tissue, AB : Alveolar bone, W : Weak, M : Moderate, S : Strong.

Tahap selanjutnya setelah perhitungan grid di ImageJ dilakukan


pengamatan antara % area jaringan periodontal yang terwarnai dan tidak
terwarnai dari kelompok chitosan dan RGD modified chitosan dan hasilnya
terlihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil ada tidaknya pewarnaan di kelompok chitosan dan RGD modified chitosan

Bahan Ekspresi Median Minimum Maksimum


Regeneratif
Chitosan Pewarnaan 21,81% 3,53% 47,74%
positif

Pewarnaan 30,89% 21,28% 36,78%


negatif

RGD modified Pewarnaan 10,88% 3,76% 51,72%


chitosan positif

Pewarnaan 58,54% 10,83% 74,23%


negatif

Universitas Indonesia
35

Pewarnaan jaringan tulang alveolar dari kelompok chitosan dan RGD


modified chitosan tidak terdapat perbedaan bermakna melalui uji statistik
Kruskal-Wallis (p>0,05). Tabel 5.1 menunjukkan nilai median, minimum, dan
maksimum hasil perhitungan % area pewarnaan pada jaringan di preparat
sediaan pascaterapi regeneratif dengan chitosan dan RGD modified chitosan.
Pada kelompok chitosan, median dari pewarnaan positif adalah 21,81%. % area
pewarnaan minimumnya bernilai 3,53%, dan maksimamumnya bernilai 47,74%.
Untuk % area pewarnaan negatif pada kelompok chitosan median bernilai
30,89%, dengan nilai minimum 21,28%, dan maksimumnya 36,78%. Untuk
kelompok RGD modified chitosan median % area pewarnaan positif adalah
10,88%, dengan nilai minimum 3,76%, dan maksimum 51,72%. % area
pewarnaan negatifnya memiliki median 57,54%, dengan nilai minimum 10,84%,
dan maksimum 74,23%.
Selain pengamatan terhadap % area jaringan periodontal, penelitian ini
juga mengamati intensitas pewarnaan pada kelompok chitosan dan RGD
modified chitosan dan hasilnya terlihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi intensitas warna di kelompok Chitosan dan RGD Modified Chitosan

Bahan Intensitas Median Minimum Maksimum


Regeneratif Warna
Chitosan Lemah 18,64% 11,97% 28,09%

Sedang 27,72% 3,53% 42,91%

Kuat 21,81% 7,55% 47,74%

RGD Lemah 10,88% 6,24% 33,08%


modified
chitosan Sedang 14,03% 5,64% 24,23%

Kuat 9,84% 3,76% 51,72%

Universitas Indonesia
36

Pada pewarnaan positif intensitas pewarnaan dibagi menjadi weak


(lemah), moderate (sedang), dan strong (kuat) yang terlihat pada tabel 5.2. Pada
kelompok chitosan intensitas pewarnaan sedang paling tinggi dengan median
27,72%, nilai minimum 3,53%, dan nilai maksimum 42,91%. Dilanjutkan
dengan intensitas kuat dengan median 21,81%, nilai minimum 7,55%, dan nilai
maksimum 47,74%. Terakhir intensitas lemah dengan median 18,64%, nilai
minimum 11,97%, dan maksimum 28,09%. Pada kelompok RGD modified
chitosan intensitas pewarnaan sedang juga paling tinggi dengan median 14,03%,
nilai minimum 5,64%, dan maksimum 24,23%. Selanjutnya intensitas lemah
dengan 10,88%, nilai minimum 6,24%, dan nilai maksimum 33,08%. Terakhir
intensitas kuat dengan median 9,84%, nilai minimum 3,76%, dan maksimum
51,72%.
Dari kelompok chitosan dan RGD modified chitosan dilakukan uji
analisis untuk melihat perbandingannya yang terlihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney


Bahan Nilai Keterangan
Regeneratif Signifikansi (p)
Chitosan
Tidak terdapat
0,201 perbedaan
RGD modified
bermakna
chitosan

Data diuji normalitasnya menggunakan uji normalitas Saphiro-Wilk


menunjukkan data berdistribusi tidak normal dengan p<0,05. Sehingga, uji alisis
statistik menggunakan uji Mann-Whitney karena terdapat dua kelompok
penelitian. Hasil perhitungan uji Mann-Whitney menyatakan tidak terdapat
perbedaan bermakna antar kelompok chitosan dan RGD modified chitosan
dengan nilai pemaknaan p=0,201.

Universitas Indonesia
37

BAB 6

PEMBAHASAN

Sampel penelitian ini berupa preparat jaringan Macaca nemestrina yang


sebelumnya diteliti oleh Yuanithea dkk (2017) dengan membentuk suatu model
defek tulang horizontal pada tulang alveolar di sekitar gigi insisif lateral dan
telah dipaparkan bahan regeneratif chitosan atau RGD modified chitosan,
dibiopsi 4 minggu setelah pemaparan bahan regeneratif. Macaca nemestrina
dipilih karena kemiripan struktur jaringannya dengan manusia dan beberapa
penelitian yang menyatakan kecepatan penyembuhan Macaca nemestrina yang
dua kali lebih cepat, sehingga evaluasi dapat dilakukan lebih cepat.17 Regenerasi
jaringan periodontal merupakan fokus dari terapi periodontitis, sehingga
jaringan periodontal yang hilang dapat kembali. Terapi regenerasi yang telah
diketahui dapat menghasilkan regenerasi jaringan yang baik ada pada kerusakan
tulang vertikal belum pada horizontal. Terapi regenerasi untuk kerusakan
horizontal sulit untuk dilakukan karena vaskularisasi yang kurang.3
Hasil penelitian kedua kelompok chitosan dan RGD modified chitosan
terlihat pada tabel 5.1 dan 5.2. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ekspresi
protein OPN lebih tinggi pada kelompok chitosan dibandingkan kelompok RGD
modified chitosan. Ini membuktikkan chitosan merupakan scaffold yang baik
untuk regenerasi jaringan periodontal dan ini sesuai dengan karakteristik
chitosan yang viskositas tinggi, kemampuan untuk berikatan dengan air,
biokompatibel, dan biodgradable. Soeroso dkk.(2012) meneliti chitosan dengan
konsentrasi 0,25% menunjukkan potensi peningkatan PDL di sampel
periodontitis dan gigi yang sehat.45
Hasil penelitian ini pada kelompok RGD modified chitosan tidak sesuai
dengan penelitian Rahdewati (2017) yang melaporkan bahwa peningkatan
perlekatan jaringan periodontal kelompok RGD modified chitosan sebagai
signaling molecule lebih baik dibanding kelompok chitosan. Penelitian tersebut
juga didukung oleh Tjokrovonco (2017) yang melaporkan terdapat peningkatan
densitas tulang alveolar lebih baik pada kelompok RGD modified chitosan
dibanding kelompok chitosan. Hasil penelitian Rahdewati (2017) dan
Universitas Indonesia
38

Tjokrovonco (2017) sesuai karena RGD merupakan salah satu material yang
dapat ditambahkan pada chitosan untuk meningkatkan fungsi regeneratifnya.
Kombinasi chitosan dan RGD memperlihatkan peningkatan adhesi antar sel.11
Karakteristik RGD modified chitosan adalah jumlah dan ukuran pori-pori yang
lebih besar, serta daya serap yang lebih baik dibanding chitosan. Chan dkk.
(2008) melaporkan scaffold dengan jumlah pori-pori yang besar bisa lebih
banyak jumlah selnya karena sel bisa berpenetrasi ke dalam scaffold.12,13
Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian Rahdewati (2017) serta
Tjokrovonco (2017) dilakukan secara klinis dan radiologis dengan menilai
perlekatan jaringan periodontal serta densitas tulang alveolar, sedangkan
penelitian ini dilakukan secara histologis dengan sampel preparat yang potongan
jaringan biopsinya belum seragam antar satu preparat dan preparat lainnya.
Selain itu, fungsi penambahan RGD pada chitosan kurang optimal tanpa jumlah
sel yang memadai.46 Reseptor ligan yang berada pada permukaan sel dibutuhkan
RGD sebagai ligan untuk berikatan, jika jumlah sel tidak mencukupi maka
regenerasi kurang optimal. 34,46
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Rahdewati (2017)
menyatakan PDL cell sheet dengan chitosan memiliki peningkatan perlekatan
jaringan periodontal secara klinis 0,5mm lebih baik dibandingkan kelompok
chitosan dengan perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Penelitian Tjokrovonco
(2017) yang menyatakan terdapat peningkatan densitas tulang sebesar 19,34mm
dengan perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan penelitian penulis yang dibandingkan dengan data Puspadewi (belum
dipublikasi), dimana % area pewarnaan lebih tinggi pada kelompok PDL cell
sheet dengan chitosan sebesar 63,99% dibanding kelompok chitosan sebesar
21,81% dengan perbedaan tidak bermakna (p>0,05).
Selain perbandingan pada kelompok chitosan dengan kelompok RGD
modified chitosan, dan kelompok chitosan dengan kelompok PDL cell sheet
ditambahkan chitosan, penulis juga membandingkan kelompok RGD modified
chitosan dengan PDL cell sheet ditambahkan RGD modified chitosan.
Kelompok tersebut memiliki peningkatan perlekatan jaringan periodontal secara
klinis 0,875mm lebih baik dibandingkan dengan kelompok RGD modified

Universitas Indonesia
39

chitosan yang berbeda bermakna (p<0,05) dalam penelitian Rahdewati (2017).


Penelitian Rahdewati (2017) didukung oleh Tjokrovonco (2017) yang
menunjukan terdapat peningkatan densitas tulang sebesar 21,97mm dengan
perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Pada penelitian ini yang dibandingkan
dengan data Puspadewi (belum dipublikasi) % area pewarnaan pada kelompok
PDL cell sheet ditambahkan RGD modified chitosan lebih tinggi dibanding
kelompok RGD modified chitosan, yakni sebesar 74,81% berbanding 10,88%
dengan perbedaan tidak bermakna (p>0,05).
Kelemahan penelitian ini adalah evaluasi secara histologis yang sangat
bergantung pada sediaan sampel preparat. Variasi potongan jaringan pada
preparat sangat bervariasi dan mengakibatkan intensitas dan % area pewarnaan
ekspresi OPN berbeda-beda. Penelitian ini harus ditunjang dengan potongan
jaringan preparat yang lebih seragam dan antibodi primer lain yang dapat
menunjukkan ekspresi protein.

Universitas Indonesia
40

Universitas Indonesia
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
1. Terdapat ekspresi protein OPN sebagai marker regenerasi jaringan periodontal
setelah pemaparan bahan regeneratif.
2. Ekspresi protein OPN lebih rendah pada kelompok RGD modified chitosan
dibanding kelompok chitosan.
3. Ekspresi protein OPN pada pemberian bahan regeneratif tanpa RGD
memberikan hasil yang setara dengan bahan regeneratif RGD.
.
7.2 Saran
Dibutuhkan penelitian lanjutan mengenai efektivitas penambahan RGD
pada chitosan dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasilnya lebih
akurat serta signifikan dengan potongan jaringan yang relatif sama untuk
memastikan keefektifan bahan regeneratif tersebut dalam terapi regeneratif
untuk kerusakan tulang alveolar horizontal.

41 Universitas Indonesia
42

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Newman, Michael G; Takei, Henry H; Klokkevold PR. Carranza’s Clinical
Periodontology. 12th ed. Carranza FA, editor. Carranza’s Clinical
Periodontology. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.; 2015. 1776 p.
2. Natalina, Sunarto H. Penyembuhan Luka Setelah Perawatan Bedah Periodontal
(Studi Pustaka). J Kedokt Gigi Univ Indones. 2003;10:756–62.
3. Padial-Molina M, Rios HF. Stem Cells, Scaffolds and Gene Therapy for
Periodontal Engineering. Curr Oral Heal Reports [Internet]. 2014;1:16–25.
Available from: http://link.springer.com/10.1007/s40496-013-0002-7
4. Araújo MG, Silva CO, Misawa M, Sukekava F. Alveolar Socket Healing: What
Can We Learn? J Psychophysiol. 2015;68:122–34.
5. Chappuis V, Araújo MG, Buser D. Clinical Relevance of Dimensional Bone and
Soft Tissue Alterations Post-Extraction in Esthetic Sites. Periodontol 2000.
2017;73(1):73–83.
6. Philips D, Pandit N, Malik R. Tissue engineering: A new vista in periodontal
regeneration. J Indian Soc Periodontol [Internet]. 2011;15(4):328. Available
from: http://www.jisponline.com/text.asp?2011/15/4/328/92564
7. H. S, Sankari. Stem Cells in Periodontal Regeneration. J Dent Med Sci.
2014;12(2):59–63.
8. Arancibia R, Maturana C, Silva D, Tobar N, Tapia C, Salazar JC, et al. Effects of
chitosan particles in periodontal pathogens and gingival fibroblasts. J Dent Res.
2013;92(8):740–5.
9. Lafuente Martín FJ, Pascual Bellosta A, Abengochea Beisty JM, Fraca Cardiel C,
Sánchez Tirado JA, Urieta Solanas JA. Síndrome de Brugada y anestesia. A
propósito de un caso. Rev Esp Anestesiol Reanim. 1998;45(7):301–2.
10. Frantz C, Stewart KM, Weaver VM. The extracellular matrix at a glance. J Cell
Sci [Internet]. 2010 Dec 15 [cited 2018 Apr 5];4195–200. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21123617
11. Hansson A, Hashom N, Falson F, Rousselle P, Jordan O, Borchard G. In vitro
evaluation of an RGD-functionalized chitosan derivative for enhanced cell
adhesion. Carbohydr Polym. 2012;90(4):1494–500.
12. Mandacan MC, Yuniastuti M, Amir LR, Idrus E, Suniarti DF. Scanning Electron

43 Universitas Indonesia
44

Microscopy and Swelling Test of Shrimp Shell Chitosan and Chitosan-RGD Scaffolds.
J Phys Conf Ser. 2017;884(1).
13. Chan BP, Leong KW. Scaffolding in Tissue Engineering: General Approaches
and Tissue-specific Considerations. Eur Spine J [Internet]. 2008 [cited 2018 Nov
13];17(4):467–79. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2587658/pdf/586_2008_Article_
745.pdf
14. Struillou X, Boutigny H, Soueidan A, Layrolle P. Experimental animal models in
periodontology: a review. Open Dent J [Internet]. 2010;4:37–47. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2885595/pdf/TODENTJ-4-37.pdf
15. Bhardwaj A, Bhardwaj S V. Contribution of Animal Models in Periodontal
Research. Int J Agro Vet Med Sci [Internet]. 2012;6(3):150–7. Available from:
http://www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=17249
16. Oz HS, Puleo DA. Animal Models for Periodontal Disease. J Biomed Biotechnol
[Internet]. 2011;2011:8. Available from:
https://www.hindawi.com/journals/bmri/2011/754857/
17. Yamamoto M, Sato T, Beren J, Verthelyi D, Klinman DM. The Acceleration of
Wpund Healing in Primates by the Local Administration of Immunostimulatory
CpG Oligonucleotides. Biomaterials. 2011;32(18):4238–42.
18. Jankovska I, Pilmane M, Urtane I. Osteopontin and osteocalcin in maxilla tissue
of skeletal Class III patients. Stomatologija [Internet]. 2009;11(4):125–8.
Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&do
pt=Citation&list_uids=20179400
19. Dendhardt DT, Noda M, O’Regan AW, Pavlin D, Berman JS. Osteopontin as a
means to cope with environmental insults: regulation of inflammation, tissue
remodeling, and cell survival. 2001;107(9):1055–61.
20. Sodek J, Ganss B, McKee MD. Osteopontin. Crit Rev Oral Biol Med [Internet].
2000;11(3):279–303. Available from:
http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/10454411000110030101
21. Rangaswami H, Bulbule A, Kundu GC. Osteopontin: Role in cell signaling and
cancer progression. Trends Cell Biol. 2006;16(2):79–87.

Universitas Indonesia
45

22. Sase SP, Ganu J V., Nagane N. Osteopontin : A Novel Protein Molecule. Ind
Med Gaz. 2012;62–6.
23. Illueca FMA, Vera PB, Cabanilles P de G, Fernandez VF, Loscos FJG.
Periodontal regeneration in clinical practice. Med Oral Patol Oral Cir Bucal
[Internet]. 2006;11:E382-92. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16816809
24. Polimeni G, Xiropaidis A V., Wikesjö UME. Biology and principles of
periodontal wound healing/regeneration. Periodontol 2000. 2006;41(1):30–47.
25. Lindhe J, Lang NP, Karring T. Clinical Periodontology and Implant Dentistry
[Internet]. 5th ed. Blackwell Munksgaard; 2008. Available from:
https://books.google.co.id/books?id=adi0jgEACAAJ
26. Siaili M, Chatzopoulou D, Gillam DG. An overview of periodontal regeneratif
procedures for the general dental practitioner. Saudi Dent J [Internet].
2018;30(1):26–37. Available from: https://doi.org/10.1016/j.sdentj.2017.11.001
27. Saroch N. History of periodontal regeneratif therapy [Internet]. [cited 2018 Jun
9]. Available from: http://periobasics.com/history-of-periodontal-regeneratif-
therapy.html
28. Cahaya C, Masulili SLC. Perkembangan Terkini Membran Guided Tissue
Regeneration / Guided Bone Regeneration sebagai Terapi Regenerasi Jaringan
Periodontal. Maj Kedokt Gigi Indones. 2015;1(1):1–11.
29. Theocharis AD, Skandalis SS, Gialeli C, Karamanos NK. Extracellular Matrix
Structure. Adv Drug Deliv Rev [Internet]. 2015 [cited 2018 Apr 5]; Available
from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0169409X15002574?showall
%3Dtrue%26via%3Dihub
30. Fadli A, Ervina, Drastinawati, Huda F. Sintesis Kitosan Dari Cangkang Udang.
2016;
31. Islam M, Masum S, Rahman MM, Molla AI, Shaikh AA. Preparation of Chitosan
from Shrimp Shell and Investigation of Its Properties. Int J Basic Appl Sci.
2011;11:77–80.
32. Mohammadi R, Amini K. Guided Bone Regeneration of Mandibles Using
Chitosan Scaffold Seeded with Characterized Uncultured Omental Adipose–

Universitas Indonesia
46

Derived Stromal Vascular Fraction: An Animal Study. Int J Oral Maxillofac Implants
[Internet]. 2015;30(1):216–22. Available from:
http://quintpub.com/journals/omi/abstract.php?iss2_id=1276&article_id=15023&
article=28&title=Guided Bone Regeneration of Mandibles Using Chitosan
Scaffold Seeded with Characterized Uncultured Omental Adipose%96Derived
Stromal Vascular Fraction: An Animal
33. Ezoddini-Ardakani F, Navab Azam A, Yassaei S, Fatehi F, Rouhi G. Effects of
chitosan on dental bone repair. Health (Irvine Calif) [Internet]. 2011;03(04):200–
5. Available from:
http://www.scirp.org/journal/doi.aspx?DOI=10.4236/health.2011.34036
34. Schaffner P, Dard MM. Structure and function of RGD peptides involved in bone
biology. Cell Mol Life Sci. 2003;60:119–32.
35. Hsu S, Whu SW, Hsieh S-C, Tsai C-L, Chen DC, Tan T-S. Evaluation of
Chitosan-alginate-hyaluronate Complexes Modified by an RGD-containing
Protein as Tissue-engineering Scaffolds for Cartilage Regeneration. Int Cent
Artif Organs Transplant. 2004;28(8):693–703.
36. Rahdewati H. Potensi Kombinasi Kitosan Arginylglycylaspartic Acid dengan
Periodontal Ligament Cell Sheet pada Terapi Regenerasi Jaringan Periodontal
(Studi ex vivo pada Macaca nemestrina dengan Kerusakan Tulang Alveolar
Horizontal). Universitas Indonesia; 2017.
37. Yuanithea R (Universitas I. Kadar Periostin sebagai Indikator Regenerasi Tulang
Pascaaplikasi Arginylglycylaspartic Acid pada Chitosan-Periodontal Ligament
Cell Sheet (Studi Eksperimen Laboratorium pada Defek Tulang Alveolar Satu
Dinding Macaca nemestrina). Tesis. Universitas Indonesia; 2017.
38. Tjokrovonco AM. Evaluasi Radiografis Regenerasi Kerusakan Tulang Alveolar
Horizontal Menggunakan Kombinasi Kitosan Arginylglycylaspartic Acid dan
Periodontal Ligament Cell Sheet (Studi ex vivo pada Macaca nemestrina). 2017.
39. Mckee MD, Cole WG. Chapter 2 - Bone Matrix and Mineralization [Internet].
Second Edi. Pediatric Bone. Elsevier Inc.; 2012. 9-37 p. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-382040-2.10002-4
40. Noda M, Denhardt DT. Osteopontin. In: Principles of Bone Biology. 2008. p.
351–66.

Universitas Indonesia
47

41. Huang W, Carlsen B, Rudkin G, Berry M, Ishida K, Yamaguchi DT, et al.


Osteopontin is a negative regulator of proliferation and differentiation in
MC3T3-E1 pre-osteoblastic cells. Bone. 2004;34:799–808.
42. Saito K, Nakatomi M, Ida-Yonemochi H, Ohshima H. Osteopontin Is Essential
for Type i Collagen Secretion in Reparative Dentin. J Dent Res.
2016;95(9):1034–41.
43. Ramos-Vara JA. Technical Aspects of Immunohistochemistry. Vet Pathol.
2005;42(4):405–26.
44. Ramos-Vara JA, Miller MA. When Tissue Antigens and Antibodies Get Along:
Revisiting the Technical Aspects of Immunohistochemistry-The Red, Brown, and
Blue Technique. Vet Pathol. 2013;51(1):42–87.
45. Soeroso Y, Winiati Bachtiar E, Boy BM, Sulijaya B, Wuryan Prayitno S. The
Prospect of Chitosan on The Osteogenesis of Periodontal Ligament Stem Cells
[Internet]. Vol. 5, Journal of International Dental and Medical Research. 2012
[cited 2018 Nov 13]. Available from:
http://www.ektodermaldisplazi.com/journal.htm
46. Plow EF, Haas TA, Zhang L, Loftus J, Smith JW. Ligand Binding to Integrins. J
Biol Chem. 2000;275(29):21785–8.

Universitas Indonesia
48

LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian

Staining Jar dan Rak Humidified Chamber

Sarung Tangan dan Masker Tip

Preparat dan Wadahnya Kertas Saring dan Tisu

Universitas Indonesia
49

Label, Marker, dan PAP Pen Mikro Pipet

Pinset, Pipet Plastik, dan Tube Centrifuge

Lemari Asam Mikroskop Zeiss Primo Star


Universitas Indonesia
50

Vortex Oven

Timer Gelas Ukur, Gelas Piala, Corong

Kulkas Osteopontin DSHB Hybridoma


Universitas Indonesia Product MPIIIB10(1)
51

Super Picture™ HRP Polymer Conjugate Biogear DAB Kit

H2O2 30% Metanol 100%

Xylene Etanol 100%


Universitas Indonesia
52

Etanol 90% dan Etanol 70% PBS dan PBS+Tween20

Hematoksilin Ionize Water

Tween20 Cover Slip dan Entelan


Universitas Indonesia
53

Lampiran 2. Hasil Uji Inter Rater (ICC)

Intraclass Correlation Coefficient

95% Confidence Interval F Test with True Value 0

Intraclass Lower Upper


b
Correlation Bound Bound Value df1 df2 Sig

Single 498.72
.996a .995 .997 383 383 .000
Measures 8
Average 498.72
.998c .998 .998 383 383 .000
Measures 8

Two-way mixed effects model where people effects are random and measures effects are fixed.
a. The estimator is the same, whether the interaction effect is present or not.
b. Type A intraclass correlation coefficients using an absolute agreement definition.
c. This estimate is computed assuming the interaction effect is absent, because it is not estimable
otherwise.

Lampiran 3. Hasil Uji Intra Rater (ICC)

Intraclass Correlation Coefficient

95% Confidence Interval F Test with True Value 0

Intraclass Lower Upper


b
Correlation Bound Bound Value df1 df2 Sig

Single
.999a .999 .999 2429.401 191 191 .000
Measures
Average
1.000c .999 1.000 2429.401 191 191 .000
Measures

Two-way mixed effects model where people effects are random and measures effects are fixed.
a. The estimator is the same, whether the interaction effect is present or not.
b. Type A intraclass correlation coefficients using an absolute agreement definition.
c. This estimate is computed assuming the interaction effect is absent, because it is not estimable
otherwise.

Universitas Indonesia
54

Lampiran 4. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk


Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PerTotalE Kelompok
xam1 RGD
.269 24 .000 .795 24 .000
Modified
Chitosan

Kelompok
.078 24 .200* .987 24 .982
Chitosan
Kelompok
PDLCS- .201 24 .013 .911 24 .038
RGDMC

Kelompok
*
PDLCS- .131 24 .200 .941 24 .168
Chitosan
PerTotalE Kelompok
xam2 RGD
.250 24 .000 .800 24 .000
Modified
Chitosan

Kelompok
.069 24 .200* .989 24 .993
Chitosan
Kelompok
PDLCS- .242 24 .001 .898 24 .020
RGDMC

Kelompok
PDLCS- .118 24 .200* .942 24 .185
Chitosan
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Universitas Indonesia
55

Lampiran 5. Uji Analisis Kruskal-Wallis

Test Statisticsa,b

PerTotalExam1 PerTotalExam2

Chi-Square 1.483 1.504


df 3 3
Asymp. Sig. .686 .681

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Kelompok

Lampiran 6. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Kelompok RGD Modified Chitosan dan


Chitosan
a
Test Statistics

PerTotalExam1 PerTotalExam2

Mann-Whitney U 226.000 227.000


Wilcoxon W 526.000 527.000
Z -1.278 -1.258
Asymp. Sig. (2-tailed) .201 .208

a. Grouping Variable: Kelompok

Lampiran 7. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Kelompok RGD Modified Chitosan dan


Cell Sheet dengan RGD Modified Chitosan

Test Statisticsa

PerTotalExam1 PerTotalExam2

Mann-Whitney U 248.000 247.500


Wilcoxon W 548.000 547.500
Z -.825 -.835
Asymp. Sig. (2-tailed) .409 .404

a. Grouping Variable: Kelompok

Lampiran 8. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Kelompok Chitosan dan Cell Sheet


dengan Chitosan
a
Test Statistics

PerTotalExam1 PerTotalExam2

Mann-Whitney U 286.000 283.000


Wilcoxon W 586.000 583.000
Z -.041 -.103
Asymp. Sig. (2-tailed) .967 .918

a. Grouping Variable: Kelompok

Universitas Indonesia
56

Lampiran 9. Uji Post-Hoc Mann-Whitney Cell Sheet dengan RGD modified


Chitosan dan Cell Sheet dengan Chitosan

Test Statisticsa

PerTotalExam1 PerTotalExam2

Mann-Whitney U 266.000 263.000


Wilcoxon W 566.000 563.000
Z -.454 -.515
Asymp. Sig. (2-tailed) .650 .606

a. Grouping Variable: Kelompok

Universitas Indonesia

You might also like