You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor
jinak yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut
fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid. Mioma uteri merupakan
tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya
lebih tinggi antara 20% – 25 % terjadi pada wanita diatas umur 35 tahun,
tepatnya pada usia produktif seorang wanita, menunjukkan adanya hubungan
mioma uteri dengan estrogen (Sjamsuhidajat, 2010).

Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab


dari angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22
kasus (1,95%) dan tahun 2011 sebanyak 21 kasus (2,04%). Di Indonesia kasus
mioma uteri ditemukan sebesar 2,39% -11,7% pada semua pasien kebidanan
yang di rawat. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita kulit hitam
dibandingkan wanita kulit putih. Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri
terjadi pada wanita yang tidak pernah hamil atau hamil hanya satu kali
(Handayani, 2013).

Berdasarkan otopsi novak didalam buku Winkjosastro, 2009


menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada
wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause hanya kira –
2 kira 10 % mioma yang masih bertumbuh. Bahaya mioma uteri ini apabila
tidak segera ditangani dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat
besi karena terjadinya perdarahan yang abnormal pada uterus dan selama usia
reproduksi dapat menyebabkan infertilitas (Anwar, 2011). Hasil data dari
rekam medis di RS. PKU Muhammadiyah Surakarta terdapat jumlah pasien

1
mioma uteri dalam satu terakhir ini pada tahun 2012 adalah sebanyak 104
kasus penderita mioma uteri, sedangkan dalam satu bulan terakhir yaitu pada
bulan April terdapat 10 kasus penderita mioma uteri

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana memahami pengertian mioma uteri ?
2. Bagaimana mmahami etiologi mioma uteri ?
3. Bagaimana memahami anatomi fisiologi mioma uteri ?
4. Bagaimana memahami patofisiologi dari mioma uteri ?
5. Bagaimana memahami manifestasi klinis dari mioma uteri ?
6. Bagaimana memahami pemeriksaan penunjang dari mioma uteri ?
7. Bagaimana memahami penatalksanaan dari mioma uteri ?
8. Bagaimana memahami komplikasi dari mioma uteri ?
9. Bagaimana membahas memahami asuhan keperawatan mioma uteri ?

C. TUJUAN
1. Untuk memahami pengertian mioma uteri
2. Untuk memahami etiologi mioma uteri
3. Untuk memahami anatomi fisiologi dari mioma uteri
4. Untuk memahami patofisiologi dari mioma uteri
5. Untuk memahami manifestasi klinis dari mioma uteri
6. Untuk memahami pemeriksaan penunjang dari mioma uteri
7. Untuk memahami pentatalaksanaan dari mioma uteri
8. Untuk memahami komplikasi dari mioma uteri
9. Untuk memahami asuhan keperawatan mioma uteri

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia

2
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri jarang
ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat
berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus
spontan, persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya. (Prawirohardjo,S. Ilmu Kandungan. 1999:
338)
Mioma merupakan jaringan pembentuk sebagai besar uterus, terdiri
dari kumpulan otot polos yang disebabkan jaringan ikat dengan banyak
serabut elastin di dalamnya ( cuningham, 2006 : H . 1031)

B. ETIOLOGI
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran
hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal
ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

3
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2
(2) kali

Faktor terbentuknya tomor:

1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan
kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak
serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena
sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan
terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak
dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10%
– 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh
faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet
dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau
korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

4
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali,
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan
dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada
saat menopouse dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.

b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu
mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu
HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil
dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.

C. ANATOMI FISIOLOGI

5
D. PATOFISIOLOGI

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam


miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium
mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua
mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi
mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga
menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya
jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil
hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya.

6
Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di
bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ
disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian
membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma
yang berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah
perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi
padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

PATHWAY

Herediter, pola
Mioma uteri
hidup, hurmonal

Mioma intramural Mioma submukosum Mioma subserosum


(dinding antara (tumbuh menjadi polip, (diantara
myometrium) dilahirkan melalui serviks) ligamentmluteum)
Tanda / gejala

Penurunan imun Resiko infeksi Pemebesaran uterus


tubuh
Hambatan Penekanan organ
mobilitas fisik sekitar
Perdarahan Tindakan pembedahan
pervagina (histerektomi)

Hb menurun Resiko kekurangan volume


cairan

Tak tertangani dgn


cepat Resiko syok

Perlukaan Kurangnya informasi


mengenai prognosis
penyakit dan terapi Penekanan syaraf
Kerusakan
integritas jaringan 7
Reproduksi
Hilangnya
kewanitaanuterus
Libido sexsual Menekan vesika urinaria
Estrogen
Disfungsi sexsual Ansietas
Pola eliminasi
Ristensi urin terganggu
ovarium
menurun
menurun & rektum
berkurang
Nyeri Akut
E. MANIFESTASI KLINIS

Separuh penderita mioma uteri tidak memperlihatkan gejala.


Konstipasi
Umumnya gejala yang ditemukan bergantung pada lokasi, ukuran dan
perubahan pada mioma tersebut seperti :
1. Perdarahan abnormal : hiperminore, menoragia, metrotagia. Sebabnya:
a) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endrometrium
b) Permukaan endrometrium yang lebih luas dari biasanya
c) Atrofi endrometrium di atas mioma submukosum
d) Miometrim tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma di antara serabut myometrium sehingga tidak
dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik
2. Nyri : dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan.
3. Gejala penekanan :penekanan pada vesika urinaria menyebabkan
poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebabinfertilitas masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri
menyalami infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat
menyebabkan ganguan kontraksi ritmik uterus yang sebenernya
dierlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat mentebbkan disfungsi
reproduksi. Ganguan ganguan implantasi embrio dapat terjadi pada
keberadaan mioma akibat perubahan histologi endrometrium dimana
terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.
Mekanisme ganguan reproduksi dengan mioma uteri
 Gangguan transportasi gamet dan embrio
 Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus

8
 Perubahan aliran darah vaskuler
 Perubahan histologi endrometrium.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan


endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
 Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
 Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
 Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
 Pap snear serviks
Selalu diindikasiuntuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
histerektomi
 Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
 Tes kehamilan.

G. PENATALAKSANAAN

Terapi medisinal (hormonal)


Saat ini pemakaian agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
Memberikan hasil untukmemperbaiki gejala gejala klinis yang ditimbulkan
oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi
ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Efek
maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan

9
berikutnya tidak terjadi pengurangn volume mioma secara bermakna.
Pemberian GnRH Agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala perdaraha uterus yang abnormal namun
tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.
Terapi pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Menurut American college og obstetricians and
gynecologists (ACOG) dan American society for reproductive medicine
(ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
2. Sangkaan adanya keganasan.
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba.
5. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
7. Anemia akibat perdarahan.

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun


histerektomi.

1. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya yang tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini
ada beberapa pilihan tindakan untuk melakukan miomektomi, berdasarkan
ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan
dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi.
2. Histerektomi
Tindakan pemebedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu dengan pendekatan abdominal ( laparotomi ), vaginal, dan
pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada
pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan
menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.

10
H. KOMPIKASI

1. Perdarahan sampai terjadi anemia.


2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan
a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITS

A. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama.
Kadang-kadang disertai gangguan haid
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu
dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan
durasi serta kualitas nyeri.

11
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
d. Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung,
penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat
penyakit mental.
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah
1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami
atrofi pada masa menopause.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah
yang besar.
f. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang
dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas
dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis
kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan
diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.
g. Pola Kebiasaan sehari-hari

12
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan
yang terjadi.
h. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.
i. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
j. Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak
4) Telinga : lihat kebersihan telinga.
5) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri

13
10) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor.
2. Defisit volume cairan b.d pendarahan
3. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (perdarahan)
5. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
6. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
7. Hambatan Mobilitas Fisik b.d Kelemahan

C. Rencana keperawatan

N Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
O.
1. Nyeri akut NOC: Setelah Manajemen Nyeri
berhubungan dengan dilakukan tindakan 1) Lakukan
nekrosis atau trauma keperawatan selama 1 x pengkajian nyeri

14
jaringan dan refleks 24 jam, pasien mioma komprehensip
spasme otot sekunder uteri mampu yang meliputi
akibat tumor mengontrol nyeri lokasi,
dibuktikan dengan karakteristik,
Definisi: kriteria hasil: onset/durasi,
Pengalaman sensori dan frekuensi, kualitas,
emosional tidak Mengontrol Nyeri intensitas atau
menyenangkan yang 1) Mengenali kapan beratnya nyeri dan
muncul akibat kerusakan nyeri terjadi faktor pencetus
2) Menggambarkan 2) Observasi adanya
jaringan aktual atau
faktor penyebab pentunjuk
potensial atau yang
nyeri nonverbal
digambarkan sebagai 3) Menggunakan
mengenai ketidak
kerusakan (International tindakan
nyamanan
Association for the pencegahan nyeri
terutama pada
Study of pain) awitan
4) Menggunakan mereka yang tidak
yang tiba-tiba atau
tindakan dapat
lambat dari intensitas
pengurangan berkomunikasi
ringan hingga berat
nyeri (nyeri) tanpa secara efektif
dengan akhir yang dapat
3) Pastikan
diantisipasi atau analgesik
perawatan
diprediksi. 5) Menggunakan analgesik bagi
analgesik pasien dilakukan
Batasan karakteristik: yang dengan
a)Bukti nyeri direkomendasikan pemantauan yang
dengan menggunakan
6) Melaporkan ketat
standar daftar periksa 4) Gunakan strategi
perubahan
nyeri untuk pasien yang komunikasi
terhadap gejala
tidak dapat terapeutik
nyeri pada
mengungkapannya untuk
b)Ekspresi wajah nyeri profesional
mengetahui

15
(misal: mata kurang kesehatan pengalaman
bercahaya, tampak nyeri dan
7) Melaporkan
kacau, gerakan mata sampaikan
gejalah yang
berpencar atau tetap penerimaan pasien
tidak terkontrol
pada satu fokus, terhadap nyeri
pada profesional
5) Gali pengetahuan
meringis)
kesehatan
c)Fokus menyempit dan kepercayaan
misal: 8) Menggunakan pasien mengenai
Persepsi waktu, proses
sumber daya nyeri
berpikir, interaksi 6) Pertimbangkan
yang tersedia
dengan orang dan pengaruh
untuk menangani
lingkungan) budaya terhadap
nyeri
d)Fokus pada diri sendiri
respon nyeri
e)Keluhan tentang
9) Mengenali apa 7) Tentukan akibat
intensitas menggunakan
yang terkait dari pengalaman
standars kala nyeri
dengan gejala nyeri terhadap
f) Keluhan tentang
nyeri kualitas hidup
karakteristik nyeri
pasien (misalnya,
dengan menggunakan 10) Melaporkan nyeri
tidur, nafsu makan,
standar instrumen nyeri yang terkontrol
g)Laporan tentang pengertian,
perilaku nyeri/ perasaan,
perubahan aktivitas performa kerja
h)Perubahan posisi
dan tanggung
untuk menghindari
jawab peran)
nyeri 8) Gali bersama
i) Putus asa
pasien faktor-
j) Sikap melindungi area
faktor yang dapat
nyeri
menurunkan atau
Faktor yang memperberat nyeri
9) Evaluasi
berhubungan:
pengalaman nyeri

16
a) Agens cidera biologis dimasa lalu yang
b) Agens cidera fisik
meliputi riwayat
Agens cidera kimiawi
nyeri kronik
individu atau
keluarga atau nyeri
yang
menyebabkan
disability/
ketidak
mampuan/kecatata
n, dengan tepat
10) Evaluasi
bersama pasien
dan tim
kesehatan lainnya,
mengenai
efektifitas,
pengontrolan nyeri
yang pernah
digunakan
sebelumnya
11) Bantu keluarga
dalam mencari
dan menyediakan
dukungan
12) Gunakan metode
penelitian yang
sesuai dengan
tahapan
perkembangan
yang

17
memungkinkan
untuk memonitor
perubahan nyeri
dan akan dapat
membantu
mengidentifikasi
faktor pencetus
aktual dan
potensial
(misalnya, catatan
perkembangan,
catatan harian)
13) Tentukan
kebutuhan
frekuensi untuk
melakukan
pengkajian ketidak
nyamanan pasien
dan
mengimplementasi
kan rencana
monitor
14) Berikan
informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan,
dan antisipasi dari
ketidak nyamanan

18
akibat prosedur
15) Kendalikan
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
dari
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan,
pencahayaan,
suara bising)
16) Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
17) Pertimbangkan
tipe dan sumber
nyeri ketika
memilih strategi
penurunan nyeri
18) Kolaborasi
dengan pasien,
orang terdekat dan
tim kesehatan
lainnya untuk
memilih
dan
mengimplementasi
kan tindakan
penurunan nyeri
nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan

19
19) Gunakan tindakan
pengontrolan
nyeri sebelum
nyeri bertambah
berat
20) Pastikan
pemberian
analgesik dan atau
strategi
nonfarmakologi
sebelum prosedur
yang
menimbulkan
nyeri
21) Periksa tingkat
ketidaknyamananb
ersama pasien,
catat perubahan
dalam cacatan
medis pasien,
informasikan
petugas kesehatan
lain yang merawat
pasien
22) Mulai dan
modifikasi
tindakan
pengontrolan nyeri
berdasarkan
respon pasien
23) Dukung

20
istirahat/tidur
yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri
24) Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
pengalaman
nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter
jika tindakan
tidak berhasil atau
keluhan pasien
saat ini berubah
signifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya
26) Gunakan
pendekatan multi
disiplin untuk
menajemen nyeri,
jika sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi,
karakteris,
kualitas dan
keparahan nyeri

21
sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah
pengobatan
meliputi obat,
dosis, dan frekuesi
obat analgesik
yang diresepkan
3) Cek adanya
riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik
atau kombinasi
analgesik sesuai
lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda
vital sebelum
dan setelah
memberikan
analgesik pada
pemberian dosis
pertama kali atau
jika ditemukan
tanda-tanda yang
tidak biasanya
6) Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi

22
penuruna nyeri
7) Berikan
analgesik sesuai
waktu paruhnya,
terutama pada
nyeri yang berat
8) Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan
adanya efek
samping
9) Lakukan
tindakan-tindakan
yang menurunkan
efek samping
analgesik
(misalnya,
konstipasi dan
iritasi lambung)
10) Kolaborasikan
dengan dokter
apakah obat, dosis,
rute, pemberian,
atau perubahan
interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi
khusus
bedasarkan prinsip
analgesik
2. Defisit Volume NOC: NIC :
· Pertahankan

23
Cairan § Fluid balance catatan intake dan
- Berhubungan § Hydration
output yang
§ Nutritional
dengan:
akurat
- Kehilangan Status : Food and
· Monitor status
volume cairan secara Fluid Intake
hidrasi
Setelah dilakukan
aktif
( kelembaban
- Kegagalan tindakan
membran
mekanisme keperawatan
mukosa, nadi
pengaturan selama….. defisit
DS : adekuat, tekanan
volume cairan
- Haus
darah ortostatik ),
DO: teratasi dengan
- Penurunan turgor jika diperlukan
kriteria hasil:
· Monitor hasil
kulit/lidah § Mempertahanka
- Membran lab yang sesuai
n urine output
mukosa/kulit kering dengan retensi
sesuai dengan
cairan (BUN ,
- Peningkatan denyut usia dan BB, BJ
Hmt , osmolalitas
nadi, penurunan tekanan urine normal,
§ Tekanan darah, urin, albumin,
nadi, suhu tubuh total protein )
· Monitor vital
dalam batas
sign setiap
normal
15menit – 1 jam
· Kolaborasi
pemberian cairan
IV
· Monitor status
nutrisi
· Berikan cairan
oral

· Berikan penggantian
3. Resiko syok NOC: Setelah Pencegahan Syok
berhubungan dengan dilakukan perawatan 1)Monitor adanya
perdarahan selama 1x24 jam respon konpensasi

24
Definisi: beresiko diharapkan tidak terhadap syok
terhadap ketidakcukupan terjadi syok (misalnya, tekanan
aliran darah kejaringan hipovolemik dengan darah normal,
tubuh, yang dapat kriteria: tekanan nadi
mengakibatkan disfungsi 1)Tanda vital dalam melemah,
seluler yang mengancam batas normal. perlambatan
2)Tugor kulit baik.
jiwa. pengisian kapiler,
3)Tidak ada sianosis.
Faktor resiko
4)Suhu kulit hangat. pucat/ dingin pada
1) Hipotensi.
5)Tidak ada diaporesis.
2) Hipovolemi kulit atau kulit
6)Membran mukosa
3) Hipoksemia
kemerahan, takipnea
4) Hipoksia kemerahan.
5) Infeksi ringan, mual dan
6) Sepsis
munta, peningkatan
7) Sindrom respon
rasa haus, dan
inflamasi sestemik
kelemahan)
2)Monitor adanya
tanda-tanda respon
sindroma inflamasi
sistemik (misalnya,
peningkatan suhu,
takikardi, takipnea,
hipokarbia,
leukositosis,
leukopenia)
3)Monitor terhadap
adanya tanda awal
reaksi alergi
(misalnya, rinitis,
mengi, stridor,
dipnea, gatal-gatal
disertai kemerahan,

25
gangguan saluran
pencernaan, nyeri
abdomen, cemas dan
gelisa)
4)Monitor terhadap
adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi
oksigen kejaringan
(misalnya,
peningkatan
stimulus, peningkatan
kecemasan,
perubahan status
mental, egitasi,
oliguria dan akral
teraba dingin dan
warna kulit tidak
merata)
5)Monitor suhu dan
status respirasi
6)Periksa urin terhadap
adanya darah dan
protein sesuai
kebutuhan
7)Monitor terhadap
tanda/gejalah asites
dan nyeri abdomen
atau punggung.
8)Lakukan skin-test
untuk mengetahui
agen yang

26
menyebabkan
anaphiylaxis atau
reaksi alergi sesuai
kebutuhan
9)Berikan saran
kepada pasien yang
beresiko untuk
memakai atau
membawa tanda
informasi kondisi
medis.
10) Anjurkan
pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala syok
yang mengancam
jiwa
11) Anjurkan
pasien dan
keluarga mengenai
langkah-langkah
timbulnya gejala
syok
4 Resiko Infeksi NOC: Setelah Manajemen Alat terapi
berhubungan dengan dilakukan tindakan per vaginam
penurunan imun tubuh keperawatan selama 1) Kaji ulang riwayat
sekunder akibat 1 x 24 jam, pasien kontraindikasih
gangguan hematologis mioma uteri pemasangan alat
(perdarahan) menunjukkan pasien pervaginam pada
mampu melakukan pasien (misalnya,
Definisi: pencegahan infeksi infeksi pelvis,

27
Mengalami peningkatan secara mandiri, laserasi, atau adanya
resiko terserang ditandai dengan massa sekitar vagina)
2) Diskusikan
organisme patogenik kriteria hasil:
mengenai aktivitas-
1) Kemerahan
aktivitas seksual yang
Faktor yang tidak ditemukan
sesuai sebelum
berhubungan: pada tubuh
memilih alat yang
a. Penyakit kronis 2) Vesikel yang
1) Diabetes melitus b. dimasukan
tidak mengeras
3) Lakukan pemeriksaan
Obesitas
permukaannya
b. Pengetahuan yang pelvis
3) Cairan tidak 4) Intruksikan pasien
tidak cukup untuk
berbauk busuk untuk melaporkan
menghindari
ketidaknyamanan,
pemanjanan patogen
c. Pertahanan tubuh 4) disuria, perubahan
primer yang tidak Piuria/nanah warna, konsistensi,
adekuat tidak ada dan frekuensi cairan
1) Gangguan
dalam urin 5) vagina
peritalsis 5) Berikan obat-obat
Demam
2) Kerusakan
berdasarkan resep
berkurang
integritas kulit
dokter untuk
(pemasangankatete 6) Nyeri mengurangi iritasi
r intravena, berkurang 6) Kaji kemampuan
prosedur invasif) pasien untuk
3) Perubahan sekresi 7) Nafsu makan melakukan perawatan
PH meningkat secara mandiri
4) Penurunan kerja
7) Observasi ada
siliaris
tidaknya cairan
5) Pecah ketuban dini
6) Pecah ketuban vagina yang tidak
lama normal dan berbau
7) Merokok 8) Infeksi adanya
8) Stasis cairan tubuh
lubang, laserasi,
9) Trauma
ulserasi pada vagina
jaringan (misalnya,

28
trauma destruksi Kontrol Infeksi
jaringan) 1) Bersihkan
d. Ketidak adekuatan
lingkungan dengan
jaringan sekunder
baik setelah digunakan
1) Penurunan
untuk setiap pasien
hemoglobin
2) Isolasi orang yang
2) Supresi respon
terkena penyakit
inflamasi
e. Vaksinasi tidak menular
3) Batasi jumlah
adekuat
f. pemajanan terhadap pengunjung
4) Anjurkan pasien
patogen lingkungan
untuk mencuci tangan
meningkat
g. prosedur invasif yang benar
h. malnutrisi 5) Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
pada saat memasuki
dan meninggalkan
ruangan pasien
6) Gunakan sabun
antimikroba untuk
cuci tangan yang
sesuai
7) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
8) Pakai sarung tangan
sebagaimana
dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan
universal
9) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan

29
untuk daerah
persiapan prosedur
invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik
perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke
nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan
yang sesuai
14) Dorong untuk
beristirahat
15) Berikan terapi anti
biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejalah
infeksi dan kapan
harus melaporkannya
kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana
menghindari infeksi
5 Retensi urine NOC: setelah Manajemen eliminasi
berhubungan dengan dilakukan tindakan urin:
penekanan oleh massa keperawatan 1x 24 1)Monitor eliminasi
jaringan neoplasma jam diharapkan urin termasuk
pada organ sekitarnya, eliminasi urin frekuensi, konsistensi,
gangguan sensorik kembali normal bau, volume dan warna

30
motorik. dengan kriteria hasil: urin sesuai kebutuhan.
2)Monitor tanda dan
1)Pola eliminasi
gejala retensio urin.
Definisi: pengosongan kembali normal
3)Ajarkan pasien tanda
2)Bau urin tidak ada
kantung kemih tidak
3)Jumlah urin dalam dan gejala infeksi
komplit
batas normal saluran kemih.
Batasan karakteristik: 4)Warna urin normal 4)Anjurkan pasien atau
5)Intake cairan dalam
1)Tidak ada keluaran urin keluarga untuk
2)Distensi kandung kemih batas normal
melaporkan urin uotput
3)Menetes 6)Nyeri saat kencing
4)Disuria sesuai kebutuhan.
tidak ditemukan
5)Sering berkemih 5)Anjurkan pasien untuk
6)Inkontinensia aliran
banyak minum saat
berlebih
makan dan waktu pagi
7)Residu urin
8)Sensasi kandung hari.
6)Bantu pasien dalam
kemih penuh
9)Berkemih sedikit mengembangkan
rutinitas toileting sesuai
Faktor yang
kebutuhan.
berhubungan 7)Anjurkan pasien
untuk memonitor
1) Sumbatan
2) Tekanan ureter tinggi tanda dan gejalah
3) Inhibishi arkus reflex infeksi saluran kemih.

Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat

31
(misalnya, perempuan
terlentang dengan kedua
kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
6)Anjurkan pasien untuk
banyak minum saat
makan dan waktu pagi
hari.
7)Bantu pasien dalam
mengembangkan
rutinitas toileting sesuai
kebutuhan.
8)Anjurkan pasien
untuk memonitor
tanda dan gejalah
infeksi saluran kemih.
Kateterisasi Urin
1)Jelaskan prosedur dan
alasan dilakukan
kateterisasi urin.
2)Pasang kateter sesuai
kebutuhan.
3)Pertahankan teknik
aseptik yang ketat.
4)Posisikan pasien
dengan tepat
(misalnya, perempuan

32
terlentang dengan kedua
kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian
panggul dan lutut).
5)Pastikan bahwa
kateter yang
dimasukan cukup
jauh kedalam
kandung kemih
untuk mencegah
trauma pada jaringan
uretra dengan inflasi
balon
6)Isi balon kateter untuk
menetapkan kateter,
berdasarkan usia dan
ukuran tubuh
sesuai
rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10
cc, anak 5 cc)
7)Amankan kateter pada
kulit dengan plester
yang sesuai.
8)Monitor intake dan
output.
9)Dokumentasikan
perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis,
dan pengisian bola
kateter
6. Konstipasi berhubungan NOC: setelah Manajemen saluran

33
dengan penekanan pada dilakukan perawatan cerna
rectum (prolaps rectum) selama 1 x 24 1) Monitor bising usus
2) Lapor peningkatan
Definisi: penurunan pada
jam pasien frekuensi dan bising
frekuensi normal
diharapkan usus bernada tinggi
defekasi yang disertai
konstipasi tidak 3) Lapor berkurangnya
oleh kesulitan atau
ada dengan kriteria bising usus
pengeluaran tidak 4) Monitor adanya
hasil:
lengkap feses atau tanda dan gejalah
1) Tidak ada irita
pengeluaran feses diare, konstipasi dan
bilitas
yang kering, keras, dan impaksi
5) Catat masalah BAB
banyak. 2) Mual tidak ada
yang sudah ada
Batasan karakteristik
3) Tekanan darah sebelumnya, BAB
1)Nyeri abdomen
2)Nyeri tekan abdomen dalam batas normal rutin, dan penggunaan
dengan teraba resistensi 4) Berkeringat laksatif
6) Masukan supositorial
otot
3)Nyeri tekan abdomen rektal, sesuai dengan
tanpa teraba resistensi kebutuhan
Keparahan 7) Intruksikan pasien
otot
4)Anoraksia Gejalah mengenai makanan
5)Penampilan tidak khas
tinggi serat, dengan
pada lansia 1) Intensitas
cara yang tepat
6)Darah merah pada feses gejalah 8) Evaluasi profil
7)Perubahan pola defekasi
8)Penurunan frekuensi medikasi terkait
9)Penurunan volume feses 2) Frekuensi
dengan efek samping
10) Distensia abdomen gejalah
11) Rasa rektal penuh gastrointestinal
12) Rasa tekanan
3) Terkait ketidak
rektal
nyamanan Manajemen
13) Keletihan umum
14) Feses keras dan konstipasi/inpaksi
4) Gangguan
berbentuk
15) Sakit kepala mobilitas fisik 1) Monitor tanda dan
16) Bising usus gejala konstipasi

34
hiperaktif 5) Tidur yang 2) Monitor tanda dan
17) Bising usus
kurang cukup gejala impaksi
hipoaktif 3) Monitor bising usus
18) Peningkatan 6) Kehilangan 4) Jelaskan penyebab
tekanan abdomen nafsu makan dari masalah dan
19) Tidak dapat
rasionalisasi
makan, mual
tindakan pada pasien
20) Rembesan feses
5) Dukung
cair
peningkatan asupan
21) Nyeri pada saat
cairan, jika tidak ada
defekasi
22) Massa abdomen kontraindikasi
6) Evaluasi
yang dapat diraba
pengobatan yang
memiliki efek
Faktor yang
samping pada
berhubungan
gastrointestinal
1) Funfsional
7) Intruksikan pada
a) Kelemahan otot
pasien dan atau
abdomen
b) Ketidak keluarga untuk
adekuatan mencatat warna,
toileting volume, frekuensi
c) Kurang aktifitas
dan konsistensi dari
fisik
feses
d) Kebiasaan
8) Intruksikan pasien
defekasi tidak
atau keluarga
teratur
mengenai hubungan
2) Psikologis
a) Defresi, stres, antara diet latihan
emosi dan asupan cairan
b) Konfusi mental
terhadap kejadian
3) Farmakologi
4) Mekanis konstipasi atau
5) fiologis
impaksi
9) Evaluasi catatan

35
asupan untuk apa
saja nutrisi yang
telah dikonsumsi
10) Berikan petunjuk
kepada pasien untuk
dapat berkonsultasi
dengan dokter jika
konstipasi atau
impaksi masih tetap
terjadi
11) Informasukan
kepada pasien
mengenai prosedur
untuk mengeluarkan
feses secara manual
jika di perlukan
12) ajarkan pasien atau
keluarga mengenai
proses pencernaan
normal
7. Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
Berhubungan dengan : § Joint Movement : Exercise therapy :
- Gangguan Active ambulation
metabolisme sel § Mobility Level § Monitoring vital sign
- Keterlembatan § Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan
perkembangan § Transfer dan lihat respon pasien
- Pengobatan performance saat latihan
- Kurang support Setelah dilakukan § Konsultasikan dengan
lingkungan tindakan terapi fisik tentang
- Keterbatasan ketahan keperawatan rencana ambulasi sesuai
kardiovaskuler selama….gangguan dengan kebutuhan

36
- Kehilangan integritas mobilitas fisik § Bantu klien untuk
struktur tulang teratasi dengan menggunakan tongkat
- Terapi pembatasan kriteria hasil: saat berjalan dan cegah
gerak § Klien meningkat terhadap cedera
- Kurang pengetahuan dalam aktivitas § Ajarkan pasien atau
tentang kegunaan fisik tenaga kesehatan lain
pergerakan fisik § Mengerti tujuan tentang teknik ambulasi
- Indeks massa tubuh dari peningkatan § Kaji kemampuan pasien
diatas 75 tahun mobilitas dalam mobilisasi
percentil sesuai dengan § Memverbalisasikan § Latih pasien dalam
usia perasaan dalam pemenuhan kebutuhan
- Kerusakan persepsi meningkatkan ADLs secara mandiri
sensori kekuatan dan sesuai kemampuan
- Tidak nyaman, nyeri kemampuan § Dampingi dan Bantu
- Kerusakan berpindah pasien saat mobilisasi
muskuloskeletal dan § Memperagakan dan bantu penuhi
neuromuskuler penggunaan alat kebutuhan ADLs ps.
- Intoleransi Bantu untuk § Berikan alat Bantu jika
aktivitas/penurunan mobilisasi (walker) klien memerlukan.
§ Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

37

You might also like