You are on page 1of 11

Caput Succedaneum

1. Pengertian

Caput succedaneum ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi
bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran
serum dari pembuluh darah. Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan
biasanya menghilang setelah 2-5 hari (Sarwono, 2002).

Caput Succedeneum adalah pembengkakan edematosa pada jaringan subkutan


jaringan fetus. Keadaan ini terjadi setelah terjadinya membrane pecah awal pada kala satu
persalinan karena tidak adanya kantong penyimpan air yang akan menahan tekanan cervix
yang berdilatasi terhadap kepala fetus (Verralls, 2003).

Caput succedaneum adalah pembengkakan kulit kepala setempat yangterbentuk dari


efusi serum. Tekanana pada lingkaran cervix menyebabkan obstruksi darah balik sehingga
kulit kepala yang terketak didalam cervix menjadi edematous. Caput terbentuk pada
persalinan dan setelah ketuban pecah. Caput tidak terbentuk apabila janin mati, his tidak
baik, atau cervix menempel dengan erat pada kepala (oxorn, 2010).

Letak caput succedaneum bermacam-macam tergantung pada posisi kepala bayi. Pada
posisi occipitoanterior (OA) caput terbentuk di vertex, yakni di sebelah kanan sutura
sagittalis pada occipitianterior kiri (LOA) dan sebelah kiri pada occipitiantori kanan (ROA).
Pada waktu fleksi menjadi lebih jelas dalam persalinan maka bagian belakang vertex menjadi
bagian terendah dan caput terbentuk pada daerah itu, sedikit disebelah kanan atau kiri dari
sebelumnya. Jadi kalau posisinya LOA maka caput terletak di bagian belakang os parietale
kanan, dan pada ROA di bagian belakang os parientale kiri (oxorn, 2010).

Besar kecilnya caput succedaneum merupakan beratnya tekanan yang dikenakan pada
kepala. Caput yang besar menunjukan adanya tekanan yang berat dari atas dan tahanan dari
bawah. Caput yang kecil dijumpai pada his yang lemah atau tahanan yang ringan. Caput
terbesar didapatkan pada panggul yang sempit setelah partus yang lama dan sukar. Pada
partus lama caput yang besar menunjukan kemungkinan adanya disproporsi kepala panggul
atau posisi occipititoposterior, sedang caput yang kecil kemungkinan terjadi adanya inertia
uteri (Oxorn, 2010).

Pada pemeriksaan vagina atau rectal pemeriksaan harus hati-hati dalam membedakan
antara turunnya kepala dengan caput. Caput yang membesar dan dapat dikira kepala yang
turun, padahal sebenarnya ada hambatan dalam penurunan kepala. Caput yang menjadi
semakin besar merupakan indikasi untuk penilaian kembali situasi. Caput terlihat pada waktu
lahir, mulai menghilang segera sesudahnya dan umumnya akan hilang sama sekali setelah 24
sampai 36 jam (Oxorn, 2010).
2. Penyebab

Caput suksedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada kepala padasaat
memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer dan limfe yangdisertai
dengan pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler. Keadaan ini bisaterjadi pada
partus lama atau persalinan dengan Vaccum ektrasi.

3. Faktor Predisposisi

Predisposisi terjadinya Caput succedaneum antara lain:

a. Makrosomia : Bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Berat neonatus pada
umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram.

b. disproporsi sefalopelvik : Panggul sempit

c. Distosia : Kesulitan Persalinan

d. Persalinan lama

e. Persalinan dengan sectio caesari

f. Kelahiran sungsang

g. Presentasi bokong

h. Persalinan yang diakhiri dengan alat (ekstraksi vakum dan forceps)


4. Patofisiologis

Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki
jalanlahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran
cairan tubuh ke jaringan extravasa. Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering
bercampur dengan sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya
tulangkepala di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi
untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage
iniditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage
iniumumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampaidua
hari.

5. Komplikasi
a) Infeksi : Infeksi pada caput succedaneum bisa terjadi karena kulit kepala terluka.
b) Ikterus : Pada bayi yang terkena caput succedanieum dapat menyebabkan ikterus
karenainkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah A, B, O antara ibu dan bayi.
c) Anemia : Anemia bisa terjadi pada bayi yang terkena caput succedanieum karena
pada benjolanterjadi perdarahan yang hebat atau perdarahan yang banyak.

6. Penatalaksanaan

Kelainan ini tidak memerlukan pengobatan khusus, biasanya menghilang dalam


beberapa hari setelah lahir (Nurvita, 2005). Caput Succedeneum tidak memerlukan
pengobatan , kecuali kalau ukuran nya berlebihan, tetapi sebaiknya bayi mendapatkan
penanganan manual (handling) sekecil mungkin paling tidak 24 jam dan diamati secara
seksama adanya iritasi pada otak (Verralls, 2003).

Penatalaksanaan Caput Succedaneum antara lain:

a. Perawatan bayi sama dengan perawatan bayi normal.


b. Pengawasan keadaan umum bayi.
c. Berikan lingkungan yang baik, adanya ventilasi dan sinar matahari yang cukup.
d. Pemberian ASI yang adekuat, ajarkan ibu cara menetekkan dengan tiduran untuk
mengurangi anak jangan sering diangkat, agar benjolan tidak meluas.
e. Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya infeksi pada benjolan.
f. Berikan konseling pada orang tua, tentang:
 Keadaan trauma yang dialami oleh bayi.
 Jelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan sendirinya setelah sampai 3
minggu tanpa pengobatan.
 Perawatan bayi sehari-hari.
 Manfaat dan teknik pemberian ASI.
Gambar Caput Succedaneum:
Cephal Hematoma

1. Pengertian

Cephal hematoma adalah perdarahan sub periosteal akibat kerusakan jaringan poriestum
karena tarikan atau tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah melampaui batas sutura garis
tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati
hampir 5% dari seluruh cephalhematoma). Tulang tengkorak yang sering terkena adalah
tulang temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. (Menurut
P.Sarwono.2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal ; Bagus Ida Gede Manuaba.
1998; Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan).

Cephal hematoma adalah pembengkakan pada daerah kepala yang disebabkan karena
adanya penumpukan darah akibat pendarahan pada subperiostinum. ( Vivian nanny lia dewi,
2010 ) ). Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat
menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik,
dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan. (Sarwono
Prawirohardjo,2007).

2. Etiologi
Hematoma dapat terjadi karena:
a. Persalinan lama
Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu
terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.
b. Tarikan vakum atau cunam
Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan
penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke
jaringan periosteum.
c. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
(Menurut: Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan).
3. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala cephal hematoma:
a) Adanya fluktuasi.
b) Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir.
c) Adanya cephal hematoma timbul di daerah tulang parietal. Berupa benjolan timbunan
kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai
umur 1-2 tahun. Tempatnya tetap.
d) Kepala tampak bengkak dan berwarna merah, karena perdaraahan subperiosteum.
e) Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang tengkorak
( tidak melewati sutura).
f) Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak, tetapi tidak leyok
pada tekanan dan berfluktuasi.
g) Benjolan tampak jelas lebih kurang 6 – 8 jam setelah lahir.
h) Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga, pembengkakan terbatas.
i) Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu.

4. Patofisiologi
a. Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang
kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada
persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini timbul timbunan darah di daerah sub
periosteal yang dari luar terlihat benjolan.
b. Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan
daerah yang perdarahan sub periosteum.(Menurut : FK. UNPAD. 1985. Obstetri
Fisiologi Bandung).

5. Komplikasi
a. Ikterus.
b. Anemia.
c. Infeksi.
d. Kalasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Jarang
menimbulkan perdarahan yang memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai
gangguan pembekuan Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di
bawahnya atau perdarahan intra kranial.

6. Penatalaksanaan
Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan
mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya
benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama
menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khususantara lain:
a. Cegah infeksi bila ada permukan yang mengalami luka maka jaga agar tetap kering
dan bersih.
b. Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma.
c. Pemberian vitamin K.
d. Pemeriksaan radiologi, bila ada indikasi gangguan nafas, benjolan terlalu besar
observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan.
e. Pantau hematocrit.
f. Rujuk, bila ada fraktur tulang tengkorak, cephal hematoma yang terlalu besar.
g. Bila tidak ada komplikasi, tanpa pengobatan khusus akan sembuh/ mengalami
resolusi dalam 2 - 8 minggu.
h. Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena
pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih (Menurut:
Manuaba. Ida Bagus Gede, 1998. Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan).

Trauma Flexus Brachialis

1. Pengertian
Trauma Flexus Brachialis ialah kelumpuhan pada flexus brachialis. Dimana,
flexus brachialis ialah Sebuah jaringan saraf tulang belakang yang berasal dari belakang
leher, meluas melalui aksila dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas. Flesus
brachialis dibentuk oleh penyatuan bagian dari kelima melalui saraf servikal kedelapan
dan saraf dada pertama, yang semuanya berasal dari sumsum tulang belakang.
Trauma flexsus brachialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini timbul
akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga terjadi
kerusakan pada fleksus brachialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak sunsang bila
dilakukan kontraksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi. Pada persalinan letak kepala,
kelainan ini dapat terjadi pada kasus distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang
dilakukan tarikan pada kepala yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan.
(Sarwono Prawirohardjo, 2013).
2. Penyebab
a. Faktor Bayi : Makrosomia, presentasi bokong, letak sunsang, distosia bahu,
malpresentasi dan bayi kurang bulan.
b. Faktor Ibu : Ibu sefalo pelvic disease (panggul ibu yang sempit), umur ibu
yang sudah tua, adanya penyulit saat persalinan.
c. Faktor penolong persalinan : Tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher
saat menolong kelahiran bahu pada presentasi kepala dan tarikan yang berlebihan
pada bahu pada presentasi bokong.
3. Tanda dan Gejala
a. Gangguan motoric dari lengan atas.
b. Lengan atas pada kedudukan ekstensi dan abduksi.
c. Jika anak diangkat, lengan akan tampak lemas dan menggantung.
d. Reflex morro negatif.
e. Hiperekstensi dan fleksi pada jari-jari.
f. Refleks meraih dengan tangan tidak ada.
g. Gejala sisa dapat berupa deformitas tulang yang progresi, atrofi otot, kontraktur sendi,
kemungkinan terganggunya pertumbuhan anggota gerak, dan kelemahan bahu.

4. Penanganan
a. Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada
pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk
memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau
latihan.
b. Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 90 derajat, siku
fleksi 90 derajat disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan
ekstensi.
c. Beri penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara
meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya yaitu dengan memasang
perban pada pergelangan tangan bayi, kemudian dipenitikan dengan bantal/ seprei di
samping kepalanya.
d. Rujuk ke rumah sakit jika tidak bisa ditangani.

5. Peran Bidan
a) Menjelaskan kepada ibunya dan keluarganya tentang keadaan bayinya saat ini agar
mengurangi kecemasan ibu.
b) Menjelaskan kepada ibu tentang penyebab, penanganan dan komplikasi yang
mungkin ditimbulkan dari bayi dengan fraktur brachialis.
c) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan awal atau pengobatan trauma
fleksus brachialis.
d) Melakukan penanganan awal untuk mencegah terjadinya komplikasi.
e) Menganjuran orang tua untuk sebisa mungkin menghindari menyentuh ekstremitas
yang terkena selama minggu pertama karena adanya rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Verralls, Sylvia. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan; Alih bahasa,
Hartono, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Fisiologi dan Patologi Persalinan
Editor Dr. Mohammad Hakimi, Ph. D. Jakarta: Yayasan Essentia Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo,(Online)http://www.qirtin.com/pengertian-caput-succedaneum-dan-
cephalhematoma/#ixzz1qtIbyfoZ. Diakses 25 september 2013.

Nur Muslihatun Wafi, 2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Yogyakarta.Fitramaya.

Tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/cephal-hematoma.html diunduh tgl 19 mei.2012, 10.40


PM.

Http://mdqyudh.blospot.com/2009/11/asuhankebidanandengancephalhematoma/ diunduh tgl 19


mei 2012, 11.10 PM.

You might also like