Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
MUTHMAINNA LAKIBU
1804028
1. Definisi
a. Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi
karena adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan
tekanan tersebut dan disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya
(Brunner dan Suddrat).
b. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh cedera (Masjoer 2000)
c. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bias
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan dll) dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki laki dewasa. Patah pada daerah ini menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak menyebabkan penderitaan (FKUI,1995 :
543)
2. Etiologi
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
b. Akibat kelelahan atau tekanan.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu
kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
c. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot,
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
f. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.
g. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
h. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al,
1993).
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
5. Klasifikasi fraktur Femur
a. Fraktur collum femur:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun
disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai
persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna
akibat cedera atau tindakan pembedahan.
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden
period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
Ada bebearapa prinsipnya yaitu :
c. OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan
cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and
external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang
baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi
fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa
penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka
dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi,
pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa
latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan
utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan
tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik
organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara
fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan
gerakan).
d. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal
fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and
internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila
dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa
dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-artikuler,
pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat,
bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and external
fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan
lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada
politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada
daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan infeksi atau
pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang disertai
defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan
malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang
digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin,
Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk
fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar
uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame), dan
fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi
yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan
irigasi dapat dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu,
memungkinkan pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status
neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur.
Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi
fraktur saat melepas fiksator, dan kurang baik dari segi
estetikPenanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan
pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan
radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi
antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur
pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi
protein untuk menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan
setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan nekrotik yang
dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up
ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis
pada tibia sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan
osteotomi. Untuk pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan imobilisasi untuk
menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan
radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan
12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain
itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin.
e. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
f. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status
neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting
otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai
batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan
mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas
dan beban berat badan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. L.L DENGAN
FRAKTUR FEMUR (S) POST ORIF MALUNION
DI RUANG IRINA A BAWAH RSUP
Prof. Dr. R.D KANDOU MANADO
A. IDENTIFIKASI
I. KLIEN
Nama : Tn. L.L
Tempat/tgl Lahir : Lembean, 09-01-2001 (18 tahun)
Jenis kelamin : laki –laki
Status perkawinan : belum menikah
Agama : Kristen Protestan
Bahasa : Indonesia/bahasa daerah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : mahasiswa
Alamat rumah : Kel.Sagerat ling.III, Kota Bitung
B. DATA MEDIK
I. Di kirim oleh ; UGD
II. Diagnosa Medik
- Saat masuk : Fraktur femur sinistra post orif malunion
- Saat penggkajian : Fraktur femur sinistra post orif malunion
C. KEADAAN UMUM
II.Tanda-tanda vital
a. Kesadaran
- Kualitatif : Compos mentis
- Kuantitatif :
Respon Bicara 5 15
GENOGRAM
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan, pasien juga tidak
pernah menderita penyakit hepatitis, TBC, dan lain-lain. Pasien tidak pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya.
a. Pasien peduli dan sadar akan kesehatan dirinya sendiri dan segera pergi
memeriksakan dirinya ke dokter jika merasakan gejala-gejala sakit.
b. Pasien sadar akan sakit yang dideritanya saat ini, pasien cukup mengetahui
tentang penyakitnya, bahwa dia menjelaskan apa itu fraktur, dan
etiologinya.
c. Pasien melakukan pemeriksaan terhadap kondisi frakturnya secara berkala
dan melakukan perawatan luka post operasi dengan perawat home-care di
rumahnya secara berkala. Asupan makanan pasien juga adekuat untuk
kesembuhan lukanya.
d. Bila pasien merasakan nyeri pada daerah post operasi frakturnya, pasien
meluruskan kakinya dan tidak banyak bergerak
e. Pasien tidak meminum obat-obatan/jamu, tidak meminum alkohol dan tidak
merokok. Pasien sebelum sakit rutin berolahraga namun saat sakit pasien
tidak pernah berolahraga karena kondisinya.
b. Data Objektif
o Observasi
- Klien terlihat lemah
Pemeriksaan Fisik
-
Keadaan rambut : berminyak
-
Hidrasi kulit : lembap
-
Hidung : normal
-
Rongga mulut : normal
3. POLA ELIMINASI
Keadaan sebelum sakit : klien mengatakan pola eliminasi klien normal
Keadaan Saat Sakit : Dalam memenuhi kebutuhan BAK nya, pasien akan BAK
jika sudah terasa sangat mendesak dikarenakan pergerakannya yang terbatas dan
susah, namun warna, bau dan jumlahnya normal. Pasien tidak mengalami nyeri
saat BAK maupun kesulitan posisi saat BAK.
Aktivitas harian :
Makan : mandiri
Keadaan setelah sakit : klien mengatakan sering terganggu tidurnya karena nyeri
post-op yang dirasakan. Saat dikaji, klien tiap harinya tidur selama 6-7 jam,
klien tidak terbiasa tidur siang. Klien tidak mengalami gangguan tidur dan klien
merasa nyaman saat bangun.
TERAPI PENGOBATAN
NAMA OBAT DOSIS
Ranitidin 50 mg
Ceprofloxacn 400 mg
Cetorolac 30 mg
Nacl 0,9% 500 ml
E. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
Data subyektif :
- Klien mengatakan
terasa nyeri di paha
Fraktur femur
1. kiri Nyeri
Pergeseran fragmen tulang
Nyeri
Data obyektif
- Skala nyeri 2
Data subyektif
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d pergeserann fagmen tulang
Diagnosa
No Keperawatan Tujuan Dan Criteria Hasil Intervensi
P Lanjutkan intervensi