You are on page 1of 2

LATAR BELAKANG

Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh spesies
jamur tertentu. Banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe. Salah
satu factor adalah aerasi (Hastuti, 2015).

Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia


maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar
tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang
tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya
tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005).

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh enzim
dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan pangan umumnya merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle, 2007). Selain
meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang
berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi
tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara
lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin
vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan
penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).

Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini ditandai
dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Jika proses
fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak
bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga
terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan
aromanya menjadi tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses
fermentasi adalah karbohidrat (Winarno, 1980).

Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium
kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan
karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah
menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).

Menurut Hidayat (2008), selain jenis tempe kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni
tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai
diantaranya adalah tempe benguk, tempe kecipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe
kacang hijau, tempe kacang merah, dan lain-lain. Sedangkan jenis tempe non leguminosa
diantaranya tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe ampas
tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, tempe tela, dan lain-lain.
Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan
kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Warna Putih
Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai.
b. Tekstur Tempe Kompak
Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium sehingga terlihat
berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya.
c. Aroma dan rasa khas tempe
Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi
komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.
Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada
permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak serta berasa berbau dan beraroma
khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah struktur
tidak kompak adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol serta beracun
(Astawan 2004).

DAFTAR RUJUKAN

Astawan, Made, 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Cetakan I. , Solo: Penerbit
Tiga Serangkai
Buckle, K. A., Edwards R, A., Fleet G. H., Wooton M. 2007. Food Science. International
Development Program of Australian University and Colleges. Hal. 90, 94, 294 dan
302.
Gramedia Pustaka Utama.
Hastuti, S. U. 2015. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: UMM Press.
Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta
Sarwono. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Cetakan 29. Jakarta : Penebar
Swadaya. hlm : 23-25, 53-55
Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:

You might also like