Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan
oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup
lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001). Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi
ginjal yang bersifat persisten dan inrevesibel. (Arif Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk
memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner
& Suddart, 2001). Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen
yang berada dalam darah). (Nursalam, 2008).
2.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya,
dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat
beberapa penyebab gagal ginjal kronik.
b. Glomerulonefritis
a) Gomerulonefritis Akut
b) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price,
2005. 924)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap
dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang
paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya
mengenai beberapa glomerulus yang tersebar. (Price, 2005:925)
d. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi
ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937)
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri
dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui infeksi
hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan
biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks
vesikoureter. (Price, 2005: 938)
f. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30%
hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal
dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang
terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati
diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
2.3 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada
ginjal, sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah nefron
mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal maka hasil
metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi ginjal
mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai dengan
pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak mampuan ginjal
sebagai penyaring Nitrogen menumpuk dalam darah. Akibatnya ginjal tidak dapat
melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar serum dan kadar
nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat dalam tubuh dan menyebabkan
terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
satu dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan
BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan
fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR. Stadium dua dinamakan
insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan
GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal
gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih
pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali.
Pengeluaran urine normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan
yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya
hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit.
Penderita biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena
kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
2.4 Manifestasi Klinis
1. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
2. Sistem Pulmoner
a. Krekel
b. Nafas dangkal
c. Kusmaull
3. Sistem gastrointestinal
b. Perdarahan saluran GI
4. Sistem musculoskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
5. Sistem Integumen
b. Pruritis
d. Ekimosis
6. Sistem Reproduksi
a. Amenore
b. Atrofi testis
1. Laboratorium :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
2. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya
suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan
ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. EKG
2.6 Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD
maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan
medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana
tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis
selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau
dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL
500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis
mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejala.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya
cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam
folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan
makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis
tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
2.7 Komplikasi
1. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di
dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan
serius.
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
6. Dehidrasi
8. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau nafas
menyerupai urin
9. Endokrin
- Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas
sperma
2.8 Pencegahan
Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan mengurangi
resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips berikut ini :
2. Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk
penggunaan yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis yang terlalu
tinggi dan berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika mempunyai sejarah keturunan
berpenyakit ginjal, konsultasikan pada dokter tentang obat apa yang sesuai.
5. Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui
kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.
2.9 Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa
yang digunakan. Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
( ureum ), dan gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji penurunan output urine, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau
ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit
hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub
yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada
dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder
dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot
ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system
rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3. Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses
berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
5. Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium
pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya
kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer
dari hipertensi.
• PH = 7,35 -7,45
• Saturasi O2 = > 95 %
• HCO3 = 22-26mEq/L
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles,
dan wheezing
Kolaboratif :
9. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant.
2. Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena
peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi
atau adanya mukus pada jalan nafas
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis
muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya
hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah
vasokontriksi.
Kriteria Hasil :
Intervensi
Tujuan :
Kriteria Hasil :
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD: 120/80;
T: 36,5-37,5 0C)
Intervensi
Mandiri :
HE :
Kolaborasi :
Observasi :
Rasional
b. Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan
masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
- BB meningkat
Intervensi
Mandiri :
HE :
c. Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang
disukai
Kolaborasi :
Observasi :
c. Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan
klien
d. Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC