You are on page 1of 20

BLOK THT-MATA

CASE 1
Rhinosinusitis
(Sesi Pertama)
Judul kasus: Tn. Tommy
Tn. Tommy, 29 tahun, seorang manajer di perusahaan swasta, datang ke Puskesmas BPJS
dengan keluhan mengenai keluarnya cairan purulen dari hidung dan hidung buntu sejak 10
hari yang lalu.
RPS:
Ia juga mengeluhkan demam, tekanan pada wajahnya. Ia tidak mengeluhkan kehilangan
kemampuan penghidu maupun bersin. Gejalanya memburuk dalam 5 hari terakhir. Ia
mengeluhkan hidungnya buntu sepanjang hari.
RPD:
Ia dulu pernah mengalami penyakit yang sama. Tapi keluhannya biasanya membaik dalam
beberapa hari. Tidak ada riwayat trauma, hipertensi, diabetes mellitus, atau penyakit lainnya.
Tidak ada riwayat alergi apapun.
RK:
Tidak ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan yang sama. Tidak ada riwayat alergi.
RO:
Ia biasanya mengonsumsi obat flu yang dijual bebas ketika gejalanya muncul, tapi gejalanya
tidak membaik.
RS:
Ia adalah seorang pekerja keras yang sehat dan aktif. Ia seringkali selesai bekerja pada tengah
malam.
1. Apa masalah pasien?
❖ Tn. Tommy, seorang pekerja berusia 29 tahun.
❖ Keluhan utamanya tentang keluarnya cairan purulen dari hidung dan hidung buntu sejak
10 hari yang lalu.
❖ Keluhan lainnya: demam, tekanan pada wajah. Keluhannya berulang/repetitif.
❖ Ia adalah seorang pekerja keras yang sehat dan aktif, serta sering bekerja hingga tengah
malam.

2. Apa hipotesis Anda?


❖ Rhinitis: alergika dan non-alergika
❖ Sinusitis
❖ Rhinosinusitis

3. Dapatkah Anda menjelaskan hipotesis Anda?


❖ Rhinitis:
Inflamasi pada membran mukosa hidung disebut rhinitis. Gejalanya meliputi bersin dan
hidung berair/meler, dan/atau hidung gatal, disebabkan oleh iritasi dan kongesti dalam
hidung. Terdapat 2 tipe: rhinitis alergika dan rhinitis non-alergi.
Rhinitis Alergika terjadi ketika sistem imun tubuh merespon partikel non-infeksius
tertentu seperti serbuk sari tanaman, tungau debu, bulu hewan, zat kimia industri
(termasuk asap tembakau), makanan, obat-obatan, dan racun serangga secara
berlebihan. Selama serangan alergi, antibodi, terutama IgE, melekat pada sel mast (sel
yang melepaskan histamin) di dalam paru, kulit, dan membran mukosa. Ketika IgE
berhubungan dengan sel mast, sejumlah zat kimiawi dilepaskan. Salah satu zat kimiawi
ini, histamin, membuka vasa darah dan mengakibatkan kemerahan pada kulit dan
pembengkakan membran. Ketika hal ini terjadi dalam hidung, hasilnya adalah bersin
dan kongesti/buntu.
Rhinitis Non-Alergi tidak bergantung pada keberadaan IgE dan tidak disebabkan oleh
suatu reaksi alergi. Gejala dapat dipicu oleh asap rokok dan polutan lainnya serta bau
kuat, minuman beralkohol, dan penggunaan obat yang berlebihan misalnya dekogestan.
Rhinitis non-alergi juga dapat dibagi menjadi non-infeksi dan infeksi (viral, bakterial,
dan fungal).
❖ Sinusitis dan Rhinosinusitis
Sinusitis secara harafiah berarti radang pada membran mukosa sinus.
Penelitian terbaru oleh spesialis THT dan bedah kepala dan leher telah mendefinisikan
hubungan antara rhinitis dan sinusitis dengan lebih baik. Mereka telah menyimpulkan
bahwa sinusitis seringkali didahului oleh rhinitis dan jarang terjadi tanpa bersama
dengan rhinitis. Gejala, obstruksi/sekret nasal, dan kehilangan indera penghidu,
terjadi pada kedua penyakit. Yang paling penting, temuan CT scan telah menegakkan
bahwa lapisan mukosa hidung dan sinus bersamaan terlibat dalam common cold
(sebelumnya, diduga hanya memengaruhi saluran nasal). Spesialis THT, mengakui
inter-relasi antara saluran nasal dan sinus, sekrang menyebut sinusitis sebagai
rhinosinusitis. Rhinosinusitis merupakan suatu istilah yang lebih akurat untuk kondisi
yang umumnya disebut sinusitis, karena membran mukosa hidung dan sinus
bersambungan dan dipengaruhi oleh proses-proses penyakit yang sama. Sinusitis tanpa
rhinitis jarang terjadi/langka.
Pemeriksaan Fisik
❖ Tanda vital:
KU: tampak cukup sakit
BP = 120/80 mmHg
RR = 20x/menit
PR = 80 bpm, reguler
T = 37.5°C
❖ Kepala dan leher: anemia (-), icterus (-), kemerahan pada konjungtiva (-), mata berair (-),
kongesti nasal (+)
❖ Jantung:
o Inspeksi: IC tidak tampak
o Palpasi: IC teraba pada ICS 5 MCL sinistra
o Perkusi: batas kanan = garis parasternal dextra
batas kiri = MCL sinistra
o Auskultasi: S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
❖ Paru:
o Inspeksi: simetris
o Palpasi: VF (N/N)
o Perkusi: sonor/sonor
o Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-)
❖ Abdomen
o Inspeksi: distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-)
o Auskultasi: suara perut (+) normal
o Palpasi: hepar = tidak terpalpasi; lien = tidak terpalpasi, traube space tympani
o Perkusi: tympani
❖ Ekstremitas: hangat (+/+), edema (-/-)

4. Sebutkan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik!


Suspek Rhinosinusitis.

5. Jelaskan anatomi dari hidung dan sinus paranasalis?


a. Anatomi cavum nasi
❖ Cavum nasi
Kedua cavum nasi merupakan bagian teratas dari traktus respiratorius dan
mengandung reseptor olfaktorius. Cavum nasi merupakan ruangan memanjang
berbentuk baji (trapesium/seperti lambung kapal yang terbalik) dengan basis inferior
yang besar dan apeks superior yang sempit dan ditahan terbuka oleh suatu kerangka
tulang/skelet yang terdiri terutama atas tulang dan kartilago. Regio anterior cavum
yang lebih kecil ditutupi oleh nasus externus, sedangkan regio posterior yang lebih
besar terletak lebih sentral di dalam tengkorak. Apertura anterior dari cavum nasi
adalah nares, yang membuka ke permukaan inferior dari hidung. Apertura posterior
adalah choanae, yang membuka ke dalam nasofaring.
Tiap cavum nasi terdiri atas 3 regio umum: vestibulum nasi, regio respiratoria, dan
regio olfaktoria.
Tulang-tulang yang berkontribusi terhadap kerangka skelet dari cavum nasi meliputi:
o tulang yang tidak berpasangan: os ethmoidale, os sphenoidale, os frontale, dan os
vomer
o tulang yang berpasangan: os nasale, os maxillae, os palatinum dan os lacrimale,
dan conchae inferior.
Cavum nasi dipisahkan:
o dari satu sama lain oleh suatu septum nasi yang berada di garis tengah
o dari cavum oris di bawahnya oleh palatum durum
o dari cavum cranii di atasnya oleh bagian-bagian dari os frontale, os ethmoidale, dan
os sphenoidale.
Lateral terhadap cavum nasi adalah orbita. Tiap cavum nasi memiliki sebuah
dasar/lantai, atap, dinding medial, dan dinding lateral. Dinding lateral dicirikan oleh 3
susun tulang yang melengkung (conchae), yang tersusun bertumpuk-tumpuk dan
terproyeksi ke medial dan inferior menyeberangi cavum nasi. Conchae membagi tiap
cavum nasi menjadi 4 saluran udara: meatus nasi inferior di antara concha inferior
dan dasar/lantai cavum nasi, meatus nasi media di antara concha nasi inferior dan
media, meatus nasi superior di antara concha nasi media dan superior, dan recessus
sphenoethmoidalis di antara concha nasi superior dan atap cavum nasi. Dinding
lateral dari tiap cavum nasi itu kompleks dan dibentuk oleh tulang, kartilago, dan
jaringan lunak.
Penyokong berupa tulang (bony support) untuk dinding lateral berasal dari:
o labirin dan processus uncinatus os ethmoidale
o lamina perpendicularis dari os palatinum
o lamina medialis dari processus pterygoideus os sphenoidale
o permukaan medial dari os lacrimale dan os maxillae
o concha inferior.
Dinding medial dari tiap cavum nasi adalah permukaan yang dilapisi mukosa dari
septum nasi yang tipis, yang berorientasi vertikal pada bidang sagittalis mediana dan
memisahkan cavum nasi dextra dan sinistra dari satu sama lain.
Septum nasi terdiri atas:
o Anterior: kartilago septum nasi
o Posterior: terutama vomer dan lamina perpendicularis os ethmoidale
o Kontribusi kecil dari os nasalis yang bertemu di garis tengah, dan spina nasalis
dari os frontale
o Kontribusi dari crista nasalis dari os maxilla dan os palatina, rostrum dari os
sphenoidale, dan crista incisiva maxillae.
Dasar/lantai dari tiap cavum nasi mulus, cekung, dan jauh lebih lebar daripada
atapnya. Terdiri atas:
o jaringan lunak dari nasus externus
o permukaan atas dari processus palatina dari maxilla, dan lamina horizontalis dari
os palatina, yang bersama-sama membentuk palatum durum.

Atap cavum nasi sempit dan tertinggi di daerah sentral/tengah dimana atap ini
dibentuk oleh lamina cribriformis dari os ethmoidale.
Anterior dari lamina cribriformis, atap melandai/menurun secara inferior menuju
nares dan dibentuk oleh:
o spina nasalis dari os frontale dan os nasale
o processus lateralis dari cartilago septi nasi dan cartilago alaris major dari nasus
externus.
Di posterior, atap tiap cavum melandai secara inferior menuju ke choanae dan
dibentuk oleh:
o permukaan anterior dari os sphenoidale
o ala vomer dan processus sphenoidalis dari os palatinum (yang ada di sebelah/dekat
ala vomer)
o processus vaginalis dari lamina medialis processus pterygoideus.
Di bawah mukosa, atap diperforasi dari superior oleh bukaan-bukaan dalam lamina
cribriformis, dan anterior dari bukaan ini oleh suatu foramen terpisah untuk n. dan
vasa ethmoidalis anterior. Bukaan antara sinus sphenoidalis dan recessus
sphenoethmoidalis terdapat pada landaian posterior dari atap.
❖ Nasus externus
Nasus externus memperpanjang cavum nasi ke depan wajah dan memosisikan nares
sehingga nares mengarah ke bawah. Bentuknya piramidal dengan apeksnya terletak di
anterior. Sudut atas dari hidung di antara bukaan dari orbita bersambungan dengan
dahi. Seperti di regio posterior, bagian anterior dari cavum nasi yang ditemukan dalam
hidung disangga terbuka oleh suatu kerangka skelet/tulang, yang terdiri sebagian dari
tulang dan terutama dari kartilago:
o bagian tulang merupakan bagian dimana hidung berhubungan dengan
cranium/tengkorak. Disini, os nasale dan bagian dari os maxillae dan os frontale
berfungsi sebagai penyangga
o di anterior, dan di tiap sisi, penyangga berasal dari processus lateralis dari cartilago
septi nasi, cartilago alaris major dan 3 atau 4 cartilagines alares minores, dan
sebuah cartilago septi nasi di garis tengah yang membentuk bagian anterior dari
septum nasi.

❖ Nares
Nares adalah apertura/lubang di bagian inferior dari nasus externus dan merupakan
bukaan anterior dari cavum nasi. Nares disangga agar tetap terbuka oleh cartilagines
alares dan cartilago septi nasi yang ada di sekitarnya, dan oleh spina nasalis inferior
dan margo maxillae yang terdapat di sebelahnya. Walaupun nares selalu terbuka,
nares dapat diperlebar dengan kerja dari otot-otot ekspresi wajah yang berkaitan (M.
nasalis, M. depressor septi nasi, dan M. levator labii superioris alaeque nasi).
❖ Choanae
Choanae adalah bukaan berbentuk oval di antara cavum nasi dan nasofaring. Tidak
seperti nares, yang memiliki batas fleksibel yang terbentuk dari kartilago dan jaringan
lunak, choanae merupakan bukaan kaku yang secara keseluruhan dikelilingi oleh
tulang, dan batasnya dibentuk:
o inferior, oleh batas posterior dari lamina horizontalis dari os palatinum
o lateral, oleh margo posterior dari lamina medialis dari processus
pterygoideus
o medial, oleh batas posterior dari vomer.
Atap choanae dibentuk:
o anterior oleh ala vomer dan processus vaginalis dari lamina medialis
processus pterygoideus
o posterior oleh corpus os sphenoidale.

b. Anatomi sinus paranasalis


Terdapat empat sinus udara paranasalis (sinus ethmoidalis, sphenoidalis, maxillaris, dan
frontalis). Masing-masing dinamakan berdasarkan tulang tempat sinus ditemukan. Sinus
paranasalis berkembang sebagai pertumbuhan ke luar (outgrowth) dari cavum nasi dan
mengikis ke dalam tulang yang mengelilinginya.
Semuanya:
o dilapisi oleh mukosa respiratorik yang bersilia dan menyekresi mukus
o membuka ke dalam cavum nasi
o diinervasi oleh cabang-cabang dari N. trigeminus (V).
❖ Sinus frontalis
Sinus frontalis, satu di tiap sisi wajah, memiliki ukuran yang bervariasi dan
merupakan sinus yang terletak paling superior. Masing-masing berbentuk segitiga dan
berada dalam bagian dari os frontale yang terdapat di bawah dahi. Basis/dasar dari
tiap sinus yang berbentuk segitiga berorientasi vertikal dalam tulang di garis tengah di
atas batang hidung dan apeksnya terletak di lateral sekitar 1/3 dari batas atas orbita.
Tiap sinus frontalis bermuara ke dinding lateral dari dari meatus media melalui ductus
frontonasalis, yang mempenetrasi labirin ethmoidalis dan berlanjut sebagai
infundibulum ethmoidalis di ujung depan dari hiatus semilunaris. Sinus frontalis
diinervasi oleh cabang-cabang dari N. supraorbitalis yang berasal dari N. ophthalmicus
(V1). Suplai darahnya berasal dari cabang-cabang A. ethmoidalis anterior.
❖ Sinus/sel ethmoidalis
Sel-sel ethmoidalis di tiap sisi mengisi labirin ethmoidalis. Tiap kluster sel dipisahkan
dari orbit oleh lempengan orbitalis tipis dari labirin ethmoidalis, dan dari cavum nasi
oleh dinding medial dari labirin ethmoidalis. Sel ethmoidalis dibentuk oleh sejumlah
ruang udara individual, yang terbagi menjadi sel ethmoidalis anterior, media, dan
posterior berdasarkan lokasi aperturanya pada dinding lateral cavum nasi:
o sel ethmoidalis anterior membuka ke dalam infundibulum ethmoidalis atau duktus
frontonasalis
o sel ethmoidalis media membuka ke bulla ethmoidalis, atau ke dinding lateral tepat
di atas struktur ini (bulla ethmoidalis)
o sel ethmoidalis posterior membuka ke dinding lateral dari meatus nasi superior.
Karena sel ethmoidalis seringkali mengikis ke dalam tulang melampaui batas labirin
ethmoidalis, dinding sel ethmoidalis dapat dilengkapi oleh os frontale, os maxillae, os
lacrimale, os sphenoidale, dan os palatinum.
Sel ethmoidalis diinervasi oleh cabang-cabang anterior dan posterior dari N.
nasociliaris yang berasal dari N. ophthalmicus (V1); dan N. maxillaris (V2) melalui Rr.
orbitalis dari ganglion pterygopalatinum. Sel ethmoidalis menerima suplai darahnya
melalui cabang-cabang dari A. ethmoidalis anterior dan posterior.
❖ Sinus maxillaris
Sinus maxillaris, satu di tiap sisi wajah, merupakan sinus paranasalis yang terbesar
dan sepenuhnya mengisi corpus os maxillae. Masing-masing berbentuk piramidal
dengan apeksnya mengarah ke lateral dan basisnya profundus terhadap dinding
lateral dari cavum nasi yang terdapat di sebelahnya. Dinding medial atau basis dari
sinus maxillaris dibentuk oleh maxilla, dan oleh bagian-bagian dari concha inferior
dan os palatinum yang terletak di atas hiatus maxillaris. Bukaan dari sinus maxillaris
terdapat di dekat puncak basis, di tengah dari hiatus semilunaris, yang membentuk
sulcus pada dinding lateral meatus nasi media.
Hubungan dari sinus maxillaris adalah sebagai berikut:
o permukaan superolateral (atap) berhubungan dengan orbita di atas
o permukaan anterolateral berhubungan dengan akar gigi molar atas dan premolar
dan di depan menuju wajah
o dinding posterior berhubungan dengan fossa infratemmporalis di belakang.
Sinus maxillaris diinervasi oleh cabang-cabang infraorbitalis dan alveolaris dari A.
maxillaris (V2), dan menerima darahnya melalui cabang-cabang dari R. infraorbitalis
dan R. alveolaris superior yang berasal dari A. maxillaris.
❖ Sinus sphenoidalis
Sinus sphenoidalis, satu di tiap sisi terdapat dalam corpus os sphenoidale, membuka
ke dalam atap dari cavum nasi melalui apertura pada dinding posterior dari recessus
sphenoethmoidalis.
Sinus sphenoidalis berhubungan:
o ke atas dengan cavum cranii, terutama kelenjar pituitaria dan chiasma opticum
o di lateral, dengan cavum cranii, terutama sinus cavernosus
o di bawah dan di depan, menuju ke cavum nasi
Inervasi os sphenoidale berasal dari R. ethmoidalis posterior yang berasal dari N.
ophthalmicus (V1), dan N. maxillaris (V2) melalui cabang-cabang orbital yang berasal
dari ganglion pterygopalatinum. Sinus sphenoidalis disuplai oleh cabang-cabang A.
pharyngea yang berasal dari A. maxillaris.

6. Dapatkah Anda menjelaskan tentang indera penghidu pada manusia?


Penghidu merupakan salah satu dari indera kita yang kurang dipahami, sebagian karena
indera penghidu merupakan suatu fenomena subjektif yang tidak dapat dipelajari dengan
mudah pada hewan tingkat rendah. Masalah lain yang mempersulit adalah bahwa indera
penghidu kurang berkembang pada manusia dibandingkan dengan indera penghidu pada
banyak hewan tingkat rendah.

7. Dapatkah Anda menjelaskan fisiologi dari sistem organ olfaktorius (penghidu)?


❖ Di setiap rongga hidung, membran olfaktorius mempunyai luas permukaan sekitar 2,4
cm2
❖ Sel -sel olfaktorius pada dasarnya merupakan sel saraf bipolar yang berasal dari sistem
saraf pusat itu sendiri. Terdapat sekitar 100 juta sel seperti ini pada epitel olfaktorius
yang tersebar di antara sel – sel sustentakular (sel penyangga)
❖ Ujung mukosa dan sel olfaktorius membentuk tonjol, yang dari tempat ini akan
dikeluarkan 4 hingga 25 rambut olfaktorius (juga disebut silia olfaktorius), yang
berdiameter 0,3 𝜇m dan panjangnya hingga 200 𝜇m, terproyeksi ke dalam mukus yang
melapisi permukaan dalam rongga hidung
❖ Silia olfaktorius yang terproyeksi ini akan membentuk alas yang padat pada mukus, dan
ini adalah silia yang akan bereaksi terhadap bau di udara. Pada membran olfaktorius, di
antara sel – sel olfaktorius tersebar banyak kelenjar Bowman yang kecil, yang menyekresi
mukus ke permukaan membran olfaktorius
8. Dapatkah Anda menjelaskan mekanisme eksitasi dari sel-sel olfaktorius?
❖ Bagian sel olfaktorius yang memberi respons terhadap rangsang kimia olfaktorius adalah
silia olfaktorius
❖ Zat yang berbau tercium pada saat kontak dengan permukaan membran olfaktorius
❖ Zat tersebut menyebar secara difus ke dalam mukus yang menutupi silia dengan
berikatan dengan protein reseptor di membran setiap silium
❖ Setiap protein reseptor sebenarnya merupakan molekul panjang yang di membran melipat
ke arah dalam dan ke arah luar kira-kira sebanyak 7 kali. Bau tersebut berikatan dengan
bagian protein reseptor yang melipat ke arah luar. Bagian dalam protein yang melipat
akan saling berpasangan untuk membentuk protein-G, yang merupakan kombinasi dari 3
subunit
❖ Pada perangsangan/eksitasi protein reseptor, subunit alfa akan memecahkan diri dari
protein-G dan segera mengaktivasi adenilat siklase, yang melekat pada sisi dalam
membran siliar di dekat badan sel reseptor
❖ Siklase yang teraktivasi kemudian mengubah banyak molekul adenosin trifosfat intrasel
menjadi adenosin monofosfat siklik (cAMP) yang akhirnya mengaktivasi protein membran
lain di dekatnya, yaitu gerbang kanal ion natrium, yang akan membuka “gerbang”, dan
memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir melewati membran ke dalam
sitoplasma sel reseptor
❖ Ion natrium akan meningkatkan potensial listrik ke arah positif di sisi dalam membran
sel, sehingga merangsang neuron olfaktorius dan menghantarkan potensial aksi ke sistem
saraf pusat melalui nervus olfaktorius
❖ Makna penting dari mekanisme ini pada aktivasi saraf-saraf olfaktorius adalah bahwa
mekanisme tersebut sangat melipatgandakan efek perangsangan, bahkan dari bau yang
paling lemah sekalipun
❖ Untuk ringkasnya:
1) aktivasi protein reseptor oleh substansi bau dapat mengaktivasi kompleks protein-G,
hal ini kemudian
2) mengaktivasi banyak molekul adenilat siklase di bagian dalam membran sel
olfaktorius, selanjutnya hal ini akan
3) menyebabkan pembentukan jumlah molekul cAMP menjadi berkali lipat lebih
banyak, akhirnya
4) cAMP tetap membuka kanal ion natrium yang jumlahnya semakin banyak
Oleh karena itu, bau tertentu dengan konsentrasi yang paling kecil, tetap dapat memulai
rangkaian efek yang akan membuka banyak sekali kanal natrium. Hal ini menimbulkan
sensitivitas yang sangat besar pada neuron – neuron olfaktorius, meskipun jumlah bau
itu sedikit sekali

Gambar 53-4 Ringkasan transduksi sinyal penghidu. Pengikatan zat berbau pada reseptor G-coupled
protein menyebabkan pengaktifan adenilat siklase, yang akan mengubah adenosin trifosfat (ATP)
menjadi adenosin monofosfat siklik (cAMP). cAMP kemudian mengaktifkan kanal natrium berpintu
yang akan meningkatkan masuknya natrium dan menyebabkan depolarisasi sel, merangsang neuron
olfaktorius dan menghantarkan potensial aksi ke susunan saraf pusat.

9. Dapatkah Anda menjelaskan beberapa faktor fisik yang memengaruhi derajat stimulasi?
❖ Selain melalui mekanisme kimiawi dasar yang menstimulasi sel-sel olfaktorius, beberapa
faktor-faktor fisik memengaruhi derajat stimulasi.
❖ Pertama, hanya substansi/zat volatil yang dapat dihirup melalui lubang hidung yang
dapat dicium.
❖ Kedua, substansi penstimulasi harus setidaknya sedikit larut air agar dapat menembus
mukus untuk mencapai cilia olfaktorius.
❖ Ketiga, sifat setidaknya sedikit larut lemak berguna bagi substansi, diperkirakan karena
konstituen lipid cilium merupakan suatu sawar/barrier lemah terhadap odoran (zat bau)
yang tidak larut lemak.
10. Dapatkah Anda menyebutkan pencarian sensasi primer/utama dari penghidu?
Di masa lalu, sebagian besar ahli fisiologi percaya bahwa banyak sensasi penghidu berasal
dari sejumlah kecil sensasi primer, dengan cara yang sama seperti pada penglihatan dan
pengecapan yang terdiri atas beberapa sensasi primer tertentu. Berdasarkan studi psikologis,
diusahakan untuk mengklasifikasikan sensasi-sensasi ini menjadi sebagai berikut:
1. Camphoraceous (bau kamper/kapur barus)
2. Musky (bau musk)
3. Floral (harum bunga-bungaan)
4. Pepperminty (bau peppermint)
5. Ethereal (bau yang sangat ringan/sangat halus)
6. Pungent (bau yang tajam/keras/menusuk)
7. Putrid (bau busuk)
Perlu diperhatikan bahwa daftar ini tidak benar-benar mewakili sensasi penghidu primer
yang sesungguhnya. Beberapa tahun terakhir ini, beberapa petunjuk termasuk penelitian
yang spesifik terhadap gen-gen yang mengkodekan protein-protein reseptor, menunjukkan
setidaknya 100 sensasi penghidu primer (perbedaan yang sangat mencolok bila dibandingkan
dengan hanya tiga sensasi warna primer yang dideteksi melalui penglihatan dan hanya lima
sensasi pengecapan primer yang dapat dideteksi oleh lidah). Beberapa penelitian berpendapat
mungkin ada paling sedikit 1.000 tipe reseptor bau. Hal-hal pendukung selanjutnya untuk
berbagai sensasi penghidu primer, adalah bahwa ada orang yang tidak peka terhadap bau
(odor blindness) dari satu zat tertentu; ketidakpekaan seperti ini sudah teridentifikasi untuk
lebih dari 50 zat yang berbeda. Diperkirakan ketidakpekaan bau untuk setiap zat
mencerminkan kurangnya protein reseptor yang cocok pada sel-sel olfaktorius untuk zat
tertentu.
(Sesi Kedua)
Dokter di Puskesmas melakukan pemeriksaan lokal pada hidung.
Hasil pemeriksaan lokal adalah:
Rhinoskopi anterior menunjukkan adanya edema pada mukosa kedua turbinate inferior. Juga
ada mukus kental dalam cavum nasi. Cairan purulen dalam kompleks ostiomeatal kanan.

1. Apa masalah pasien?


❖ Demam, hidung buntu, sekret hidung purulen, tekanan pada wajah.
❖ Membaik setelah 5 hari pertama.
❖ Memburuk pada beberapa hari terakhir.
❖ Pada pemeriksaan rhinoscopy anterior: turbinate edema dan sekret purulen dalam
kompleks ostiomeatal kanan.

2. Apa diagnosis pasien?


Rhinosinusitis akut.

3. Apa definisi dari Rhinosinusitis?


Sinusitis secara harafiah berarti inflamasi pada membran mukosa sinus. Spesialis THT,
mengakui hubungan antara saluran hidung dan sinus, sehingga sekarang menyebut
sinusitis sebagai rhinosinusitis. Rhinosinusitis merupakan istilah yang lebih tepat untuk
apa yang biasanya disebut sebagai sinusitis, karena membran mukosa hidung dan sinus
saling berkelanjutan dan dipengaruhi oleh proses-proses penyakit yang sama. Sinusitis tanpa
rhinitis itu langka.

4. Apa agen etiologi dari Rhinosinusitis akut?


Rhinosinusitis akut biasanya dipresipitasi oleh infeksi saluran napas yang telah lebih dulu
terjadi, umunya disebabkan oleh virus, sebagian besar disebabkan oleh Rhinovirus,
Coronavirus, dan Influenza virus. Sinusitis viral khasnya terjadi selama 7 - 10 hari,
sedangkan sinusitis bakterial lebih persisten/lama. Sekitar 0.5% - 2% sinusitis viral
berlanjut sebagai sinusitis bakterial. Dipercaya bahwa iritasi nasal yang disebabkan oleh
membuang ingus mengakibatkan infeksi bakterial sekunder.
Jika infeksi disebabkan oleh bakteri, 3 agen penyebab paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.

5. Bagaimana patofisiologi dari Rhinosinusitis akut (ARS)?


Patogenesis dari rhinosinusitis melibatkan 3 elemen penting: ostium sinus sempit, disfungsi
apparatus silia, dan sekret sinus yang kental.
1. Ostium sinus yang sempit membantu menyebabkan terjadinya obstruksi. Obstruksi
adalah suatu akibat dari pembengkakan mukosa. Infeksi saluran napas atas (URI)
karena virus dan inflamasi karena alergi merupakan penyebab tersering dan
terpenting. Selama episode rhinitis akut, hanya pada 20% terdapat ostium yang
sepenuhnya patent (terbuka dan tidak terobstruksi). Ketika terjadi obstruksi ostium
sinus, terdapat peningkatan sementara dari tekanan dalam cavum sinus. Seiring dengan
penurunan oksigen dalam ruangan tertutup ini, tekanan dalam sinus menjadi negatif
dibandingkan dengan tekanan atmosfer. Tekanan negatif ini dapat menyebabkan
masuknya bakteri hidung ke dalam sinus ketika mengendus atau membersitkan
hidung. Ketika obstruksi ostium sinus terjadi, sekresi mukus oleh mukosa terus terjadi,
mengakibatkan akumulasi cairan dalam sinus.
2. Disfungsi dari apparatus mukosiliaris juga berkontribusi terhadap patogenesis dari
sinusitis. Selama flu karena virus, struktur dan fungsi dari apparatus mukosiliaris
terganggu. Pada suatu penelitian terhadap anak-anak dengan infeksi saluran napas atas
(URI) karena virus, dilakukan biopsi mukosa nasal untuk memeriksa ultrastruktur silia.
Bentuk silia disformik yang melibatkan kelainan mikrotubular dapat diamati selama fase
akut dari penyakit (7 hari). Tampak kerusakan sel bersilia secara bertahap selama durasi
penyakit dalam pola petak-petak/patch.
3. Kualitas dan ciri-ciri sekresi sinus juga berperan dalam patogenesis sinusitis. Silia
hanya dapat bekerja/bergerak dalam media fluida. Lapisan mukus dalam saluran
napas terdiri atas 2 lapisan. Fase sol merupakan lapisan dengan viskositas rendah dan
tipis, yang membungkus batang silia dan menyebabkan silia dapat bergerak bebas.
Lapisan yang lebih kental/viscous, fase gel, berada di atas fase sol. Perubahan pada
lapisan mukus, yang terjadi dengan adanya debris inflamatorik, seperti pada sinus yang
terinfeksi, dapat makin mengganggu pergerakan silia.

6. Dapatkah Anda menjelaskan diagnostik untuk Rhinosinusitis akut?


Tanda dan gejala:
a. Kongesti nasal
Kongesti nasal atau "hidung buntu" terjadi ketika hidung dan jaringan sekitarnya dan
vasa darah membengkak karena cairan yang berlebihan, mengakibatkan perasaan
"buntu". Obstruksi hidung dapat merupakan gejala yang paling umum, dan bisa terjadi
akibat kelainan anatomis, gangguan dari membran mukosa yang melapisi, atau stimulasi
sistem saraf otonom.
b. Sekret hidung (hidung berair/meler, rhinorrhea)
Lapisan dalam dari hidung terdiri atas membran mukus yang mengandung kelenjar
penyekresi mukus. Pada kondisi tertentu, seperti inflamasi, produksi mukus meningkat
dan bermanifestasi dalam bentuuk hidung berair/meler. Mukus yang berlebihan dapat
menetes menuruni tenggorokan, mengakibatkaan iritasi dan seringkali melakukan
throat-clearing (berdeham). Kondisi ini disebut sebagai postnasal drip.
c. Bersin
Bersin seringkali menyertai rhinitis alergika dan infektif. Umumnya, pasien dengan
alergi terhadap debu dan tungau debu rumah bersin saat bangun tidur, karena matras
ranjang membentuk suatu reservoir besar dari alergen ini.
d. Tekanan pada wajah
Perasaan penuh pada wajah merupakan salah satu gejala sinus dan nasal yang umum.
Tekanan pada wajah, suatu sumber ketidaknyamanan, berbeda dari nyeri kepala dan
wajah. Tekanan umumnya terlokalisir di area yang terpengaruh. Misalnya, tekanan pada
wajah daerah infraorbital adalah salah satu tanda utama dari sinusitis maksillaris. Pasien
dengan sinusitis ethmoidalis kronik juga dapat mengalami tekanan tersebut. Tekanan ini
merupakan gejala diagnostik dari sinusitis akut. Pada kasus sinusitis akut yang klasik,
tekanan bisa unilateral dan memburuk ketika membungkuk.
e. Gangguan penghidu/pembauan
Anosmia, kehilangan indera penghidu total, langka. Hiposmia, penurunan kemampuan
penghidu, lebih umum. Cacosmia, yaitu suatu bau tidak menyenangkan yang terutama
dideteksi oleh orang lain, dapat disebabkan oleh sepsis nasalis kronik. Ozaena, bau
busuk, merupakan keluhan umum pada infeksi anaerobik yang tampak pada kasus-
kasus rhinitis atrofik, tapi keberadaan suatu badan asing dan tumor harus
disingkirkan.
7. Apa penyebab dari obstruksi nasal? Sebutkan beberapa!
Jenis Kondisi yang berkaitan

Anatomis Defleksi septal


Hipertrofi adenoid
Neoplasia
Atresia choana

Gangguan pelapis nasal Rinitis alergika dan infeksi


Polyp nasal

Sistem saraf otonom Rinitis vasomotor

8. Bagaimana ciri-ciri dari cairan/sekret nasal?


Ciri-ciri sekret Kondisi yang berkaitan

Berair/mucoid Rhinitis alergika, infektif (viral), dan vasomotor


Kebocoran CSF

Mukopurulen Rhinitis infektif (bakterial) dan sinusitis


Badan asing

Serosanguineous Neoplasia

Berdarah Trauma, neoplasia, diatesis hemoragika

9. Bagaimana klasifikasi dari Rhinosinusitis?


Klasifikasi dari sinusitis atau rhinosinusitis:
1) Rhinosinusitis akut: suatu infeksi baru yang dapat berlangsung hingga 4 minggu dan
dapat dibagi berdasarkan gejalanya menjadi berat dan tidak berat.
2) Rhinosinusitis akut yang rekurens/berulang: empat atau lebih episode sinusitis akut
terpisah yang terjadi dalam 1 tahun.
3) Rhinosinusitis sub-akut: suatu infeksi yang berlangsung antara 4 - 12 minggu, dan
menunjukkan suatu transisi antara infeksi akut dan kronis.
4) Rhinosinusitis kronik: ketika tanda dan gejala berlangsung lebih dari 12 minggu.
5) Eksaserbasi akut dari rhinosinusitis kronik: terjadi eksaserbasi, tapi kembali ke terapi
dasar
Semua tipe sinusitis ini memiliki gejala yang serupa, dan oleh karena itu sulit
dibedakan. Sinusitis akut sangat umum. Sekitar 90% orang dewasa pernah mengalami
sinusitis pada suatu masa kehidupannya.

10. Bagaimana manifestasi klinis dari ARS? (untuk membedakan ARS viral dan bakterial)
Patogenesis dari sinusitis bakterial dan infeksi saluran napas atas karena virus mirip,
manifestasi klinis dari kedua penyakit ini sangat tumpang tindih. Gejala nasal seperti
kongesti dan keluar sekret menonjol pada infeksi saluran napas atas karena virus. Sekret
nasal memiliki suatu pola yang dapat diprediksi dalam perkembangan/progresinya (dari
jernih dan encer, menjadi mukoid dan kental, dan akhirnya menjadi berwarna dan keruh
sebelum sembuh/hilang).
Presentasi klinis dari sinusitis bakterial akut yang didapat dari komunitas (community-
acquired) jatuh ke dalam tiga pola yang dapat diprediksi.
1. Gejala persisten, ditandai oleh sekret hidung atau batuk atau keduanya yang
berlangsung lebih dari 10 hari tanpa perbaikan. Karena gejala dari infeksi saluran napas
atas karena virus diharapkan membaik dalam 10 hari, jadi tidak adanya perbaikan
merupakan tanda dari proses bakterial akut. Kondisi yang menyertai gejala dapat meliputi
edema periorbital, napas berbau/malodorous (Halitosis/napas bau), atau demam ringan.
Ciri-ciri sekret nasal bisa bervariasi dari tipis/encer dan mukoid hingga kental dan
purulen.
2. Onset dari gejala berat. Demam menyertai sekret nasal purulen yang ada selama
periode 3 - 4 hari. Pasien-pasien ini seringkali tampak sakit.
3. Presentasi gejala yang memburuk. Pasien-pasiien mengalami regresi inisial dari gejala
batuk, sekret nasal, dan kongesti tapi lalu memburuk lagi dalam 10 hari sejak penyakit
muncul. Pemburukan dapat ditandai oleh demam onset baru, peningkatan sekret nasal,
kongesti, atau batuk siang hari/daytime cough.
Presentasi dari tiap pasien ditandai oleh sekret mukopurulen anterior atau posterior dan
obstruksi nasal.
Kegunaan pemeriksaan fisik terbatas dalam diagnosis ARS, terutama karena kemiripan dari
temuan/hasil pemeriksaan antara pasien dengan infeksi saluran napas atas karena virus
(viral URI) dan pasien dengan suatu proses bakterial.
Sekret mukopurulen dapat ditemukan pada mukosa nasal. Mukosa sendiri eritematosus
dan sedikit edema. Nyeri tekan pada wajah/facial tenderness pada area maksillaris dan
frontalis bisa ada, tapi hal ini merupakan temuan yang tidak dapat diandalkan. Edema
periorbital dan diskolorasi ringan dari kulit di bawah kelopak mata terkadang dapat
diamati.

11. Bagaimana kriteria diagnosis dari ARS?


1) Rhinosinusitis akut (ARS): keluar sekret hidung purulen (anterior, posterior, atau
keduanya) hingga 4 minggu yang disertai hidung buntu, nyeri/tekanan/rasa penuh pada
wajah, atau keduanya.
Sekret hidung purulen berarti keruh atau berwarna, berbeda dengan sekret jernih yang
biasanya menyertai infeksi saluran napas atas yang viral, dan dapat dilaporkan oleh
pasien atau dilihat pada pemeriksaan fisik.
Obstruksi nasal dapat dilaporkan oleh pasien sebagai obstruksi nasal, kongesti,
tersumbat, atau sesak, atau dapat diagnosis melalui pemeriksaan fisik.
Nyeri/tekanan/rasa penuh pada wajah dapat melibatkan wajah anterior, regio periorbital,
atau bermanifestasi dengan sakit kepala yang terlokalisir atau diffuse.
2) Rhinosinusitis viral (VRS): rhinosinusitis akut yang disebabkan oleh, atau dianggap
disebabkan oleh, infeksi virus.
Seorang dokter sebaiknya mendiagnosis VRS ketika: ada gejala atau tanda dari
rhinosinusitis akut selama < 10 hari dan gejalanya tidak memburuk.
3) Rhinosinositis bakterial akut (ABRS): rhinosinusitis akut yang disebabkan, atau
dianggap disebabkan oleh, infeksi bakteri.
Seorang dokter sebaiknya mendiagnosis ABRS ketika: gejala atau tanda dari
rhinosinusitis akut gagal membaik dalam waktu 10 hari atau lebih dari onset gejala
saluran napas atas, atau gejala atau tanda dari rhinosinusitis akut memburuk dalam
waktu 10 hari setelah membaik di awal (perbaikan inisial) (double worsening/memburuk
2x).
Nyeri/tekanan/rasa penuh pada wajah tanpa sekret hidung purulen tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis ARS.
(Sesi Ketiga)
Dokter BPJS memberikan pasien pengobatan umum, tapi setelah 3 hari penyakitnya memburuk,
suhu tubuhnya 39°C. Dokter BPJS meresepkan Cephalosporine generasi ke-3 dan NSAID.

1. Dapatkah Anda menjelaskan manajemen dari Rhinosinusitis akut?


❖ Terapi Antibiotik
Antibiotik dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan gejala atau tanda rhinosinusitis
akut yang tidak membaik dalam 7 hari atau memburuk kapan saja; pada mereka yang
mengalami nyeri sedang hingga berat atau suhu tubuh 101°F (38.3°C) atau lebih; dan
pada mereka yang immunocompromised.
Antibiotik pilihan lini pertama adalah Amoxicillin
Untuk pasien dengan hipersensitivitas terhadap penicillin, dapat digunakan Macrolide.
Jika dicurigai adanya bakteri yang memproduksi beta-lactamase, Amoxicillin +
Clavulanate merupakan pilihan alternatif lainnya. Pilihan antibiotik beta-lactam lainnya
antara lain Cefdinir, Cefpodoxime, dan Cefuroxime (Cephalosporine generasi ke-3)
Durasi terapi antibiotik yang disarankan adalah 10 hari, hal ini berdasarkan durasi
khas terapi yang digunakan dalam uji acak yang terkontrol (RCT/Randomized Controlled
Trial). Akan tetapi, durasi terapi yang lebih singkat, yaitu 3 - 5 hari juga bisa sama
efektifnya dan berkaitan dengan efek samping yang lebih sedikit.
❖ Kegagalan Terapi
Kegagalan terapi terjadi ketika gejala berkembang selama terapi atau tidak membaik
setelah 7 hari terapi. Harus dipertimbangkan adanya penyebab non-bakteri atau suatu
infeksi bakteri yang resisten terhadap obat. Jika gejala tidak membaik dengan terapi
Amoxicillin, atau jika gejala relaps/kambuh dalam 6 minggu, diperlukan suatu
antibiotik alternatif dengan spektrum yang lebih luas. Amoxicillin/Clavulanate dosis
tinggi (Augmentin) atau Fluoroquinolone respiratorik dapat dipertimbangkan. Pada
kasus-kasus refrakter, mungkin diperlukan rujukan ke dokter spesialis THT.
❖ Terapi Adjunctiva
Gejala non-berat/tidak berat (misalnya nyeri ringan, suhu tubuh < 101°F) yang
berlangsung < 7 hari dapat ditangani dengan perawatan suportif.
Terapi adjunctiva yang telah diteliti untuk meredakan gejala dari rhinosinusitis bakterial
akut meliputi analgesik, dekongestan, antihistamin, irigasi hidung dengan larutan
saline, mukolitik, dan kortikostreoid intranasal.

2. Dapatkah Anda menjelaskan komplikasi dari Rhinosinusitis akut?


Komplikasi rhinosinusitis bakterial akut diperkirakan terjadi pada 1 dari 1000 kasus. Orbit
merupakan struktur yang paling umum terlibat dalam sinusitis yang berkomplikasi dan
biasanya disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis. Beberapa komplikasi adalah trombosis
sinus kavernosus, abses orbitalis, selulitis orbitalis, abses subperiosteal. Komplikasi lainnya
meliputi: osteomyelitis dan komplikasi intrakranial seperti trombosis sinus kavernosus, abses
epidural, meningitis, dan abses intrakranial.

3. Bagaimana pencegahan dari Rhinosinusitis Viral?


❖ Hindari paparan terhadap virus
Seringlah menuci tangan dengan sabun dan air. Ketika Anda kontak langsung dengan
virus, akan sangat mungkin untuk terjadi infeksi kecuali Anda segera mencuci tangan.
Ketika Anda menyentuh sesuatu yang telah terpapar virus dan tidak mencuci tangan
Anda, Anda bisa secara tidak sengaja menyentuh wajah Anda dan lalu mentransmisikan
infeksi ke dalam sistem Anda. Untuk mencegah terjadinya hal ini, gunakan sabun dan air
hangat untuk mencuci tangan Anda setelah:
o Menyentuh ganggang pintu
o Menyentuh barang-barang yang umumnya dipakai banyak orang seperti remote atau
telepon
o Menyentuh handrail/susuran tangga dan barang publik yang banyak digunakan
o Jika tidak ada air hangat dan sabun yang tersedia, gunakan sanitizer, alkohol, atau
desinfektan lainnya untuk membersihkan tangan
❖ Hindari pemakaian bersama barang pribadi
Sebagai langkah pencegahan, coba untuk menghindari memakai barang-barang pribadi
bersama dengan orang lain, bahkan jika mereka tidak tampak sakit/terinfeksi. Hal ini
terutama penting jika sistem imun Anda lemah. Hal-hal yang jangan digunakan bersama
termasuk:
o Peralatan makan, gelas atau botol air, dan makanan
o Handuk
o Sikat gigi
❖ Batasi paparan terhadap orang-orang yang mungkin terinfeksi
Jika memiliki teman yang menderita infeksi saluran napas atas, telepon mereka untuk
mendoakan agar mereka cepat sembuh, daripada mengunjungi mereka secara langsung.
Seseorang yang sakit dapat dengan mudah menularkan virus ke orang yang sehat (pada
kasus ini adalah Anda), jadi ambil tindakan untuk menghindari menghabiskan waktu
dengan orang yang sakit jika bisa.
Jika Anda akhirnya tetap mengunjungi seseorang yang sakit, atau bekerja di institusi
kesehatan misalnya kantor dokter, pastikan untuk mencuci tangan Anda dengan air
hangat dan sabun segera setelah merawat/kontak dengan orang yang sakit. Anda juga
dapat mempertimbangkan menggunakan masker wajah untuk menghindari kontak
dengan virus.
❖ Batasi jumlah waktu yang dihabiskan di tempat-tempat yang terlalu ramai.
Ketika menghabiskan waktu di tempat-tempat yang ramai, lebih mudah untuk kontak
dengan seseorang yang terinfeksi. Tempat-tempat yang harus dihindari, khususnya
selama musim flu atau dingin, meliputi mal, taman, gedung konser, pertemuan
komunitas/masyarakat, gedung perkantoran yang besar, dan perkumpulan lokal.
Jika pekerjaan Anda melibatkan menghabiskan waktu dengan banyak orang,
pertimbangkan memakai masker wajah untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi
saluran napas atas.
❖ Berkumur air
Berkumur air dapat membantu mempertahankan agar mukosa oral tetap lembab, yang
dapat membantu mencegah perkembangan infeksi. Air juga dapat membantu membasuh
bakteri, virus, dan mikroorganisme yang mungkin telah tersangkut/tertanam dalam
lapisan tenggorokan.
Coba berkumur air 3x sehari. Anda juga dapat berkumur air garam hangat untuk
mendapat efek yang sama.
❖ Vaksin
Ada vaksin yang dapat digunakan untuk menurunkan kemungkinan memperoleh infeksi
saluran napas atas. Khususnya, vaksin flu banyak tersedia dan efektif. Vaksin ini
biasanya diberikan sebagai injeksi.
Biasanya Anda dapat mendapat vaksin flu di pusat kesehatan/puskesmas, apotek, dan di
klinik dokter.
❖ Perhatikan cuaca/iklim
Selama musim yang dingin, pertimbangkan meletakkan mesin pelembap (humidifier)
dingin di kamar. Humidifiers dapat membantu memelihara membran dalam hidung dan
tenggorokan tetap lembab, yang lalu bisa membantu mencegah terjadinya infeksi saluran
napas atas.
Ketika Anda pergi keluar saat suhu udara rendah/dingin, pastikan untuk berpakaian
secukupnya agar tetap hangat.
❖ Kenakan masker wajah ketika terpapar iritan.
Debu dapat membahayakan dan dapat menyebabkan infeksi jadi sebaiknya menghindari
tempat konstruksi jika memungkinkan. Jika tidak bisa, misalnya jika bekerja di bidang
konstruksi, pertimbangkan memakai masker untuk membatasi jumlah iritan yang
terpapar. Iritan lainnya yang perlu dihindari meliputi:
1. Asap tembakau, asap kayu, asap knalpot mobil, polen/serbuk sari, dan polusi
industri.
2. Cek untuk memastikan bahwa ventilasi dapur (alat penghisap asap) bekerja dengan
benar, karena asap dari memasak juga bisa menyebabkan iritasi yang lalu
mengakibatkan infeksi saluran napas atas.

4. Tolong menuliskan resep obat untuk pasien ini:


❖ Cefixime 200 mg, 2x1, 20 tablet
❖ Asam mefenamat 500 mg, 3x1, 15 tablet
❖ Nasal saline spray, 1 botol, 3x1 semprotan

Dokter :
SIP :
Alamat :
_________________________________________________________________________
29 Maret 2019

R/ Cefixime tab. 200 mg No. XX


S. 2 d.d. tab. I
_______________________________________________ (paraf)
R/ Asam Mefenamat tab. 500 mg No. XV
S. 3 d.d. tab. I
_______________________________________________ (paraf)
R/ Nasal saline spray No. I
S. 3 d.d. spray I
_______________________________________________ (paraf)

Pro : Tn. Tommy


Usia : 29 tahun
Alamat : Surabaya

You might also like