Professional Documents
Culture Documents
CASE 1
Rhinosinusitis
(Sesi Pertama)
Judul kasus: Tn. Tommy
Tn. Tommy, 29 tahun, seorang manajer di perusahaan swasta, datang ke Puskesmas BPJS
dengan keluhan mengenai keluarnya cairan purulen dari hidung dan hidung buntu sejak 10
hari yang lalu.
RPS:
Ia juga mengeluhkan demam, tekanan pada wajahnya. Ia tidak mengeluhkan kehilangan
kemampuan penghidu maupun bersin. Gejalanya memburuk dalam 5 hari terakhir. Ia
mengeluhkan hidungnya buntu sepanjang hari.
RPD:
Ia dulu pernah mengalami penyakit yang sama. Tapi keluhannya biasanya membaik dalam
beberapa hari. Tidak ada riwayat trauma, hipertensi, diabetes mellitus, atau penyakit lainnya.
Tidak ada riwayat alergi apapun.
RK:
Tidak ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan yang sama. Tidak ada riwayat alergi.
RO:
Ia biasanya mengonsumsi obat flu yang dijual bebas ketika gejalanya muncul, tapi gejalanya
tidak membaik.
RS:
Ia adalah seorang pekerja keras yang sehat dan aktif. Ia seringkali selesai bekerja pada tengah
malam.
1. Apa masalah pasien?
❖ Tn. Tommy, seorang pekerja berusia 29 tahun.
❖ Keluhan utamanya tentang keluarnya cairan purulen dari hidung dan hidung buntu sejak
10 hari yang lalu.
❖ Keluhan lainnya: demam, tekanan pada wajah. Keluhannya berulang/repetitif.
❖ Ia adalah seorang pekerja keras yang sehat dan aktif, serta sering bekerja hingga tengah
malam.
Atap cavum nasi sempit dan tertinggi di daerah sentral/tengah dimana atap ini
dibentuk oleh lamina cribriformis dari os ethmoidale.
Anterior dari lamina cribriformis, atap melandai/menurun secara inferior menuju
nares dan dibentuk oleh:
o spina nasalis dari os frontale dan os nasale
o processus lateralis dari cartilago septi nasi dan cartilago alaris major dari nasus
externus.
Di posterior, atap tiap cavum melandai secara inferior menuju ke choanae dan
dibentuk oleh:
o permukaan anterior dari os sphenoidale
o ala vomer dan processus sphenoidalis dari os palatinum (yang ada di sebelah/dekat
ala vomer)
o processus vaginalis dari lamina medialis processus pterygoideus.
Di bawah mukosa, atap diperforasi dari superior oleh bukaan-bukaan dalam lamina
cribriformis, dan anterior dari bukaan ini oleh suatu foramen terpisah untuk n. dan
vasa ethmoidalis anterior. Bukaan antara sinus sphenoidalis dan recessus
sphenoethmoidalis terdapat pada landaian posterior dari atap.
❖ Nasus externus
Nasus externus memperpanjang cavum nasi ke depan wajah dan memosisikan nares
sehingga nares mengarah ke bawah. Bentuknya piramidal dengan apeksnya terletak di
anterior. Sudut atas dari hidung di antara bukaan dari orbita bersambungan dengan
dahi. Seperti di regio posterior, bagian anterior dari cavum nasi yang ditemukan dalam
hidung disangga terbuka oleh suatu kerangka skelet/tulang, yang terdiri sebagian dari
tulang dan terutama dari kartilago:
o bagian tulang merupakan bagian dimana hidung berhubungan dengan
cranium/tengkorak. Disini, os nasale dan bagian dari os maxillae dan os frontale
berfungsi sebagai penyangga
o di anterior, dan di tiap sisi, penyangga berasal dari processus lateralis dari cartilago
septi nasi, cartilago alaris major dan 3 atau 4 cartilagines alares minores, dan
sebuah cartilago septi nasi di garis tengah yang membentuk bagian anterior dari
septum nasi.
❖ Nares
Nares adalah apertura/lubang di bagian inferior dari nasus externus dan merupakan
bukaan anterior dari cavum nasi. Nares disangga agar tetap terbuka oleh cartilagines
alares dan cartilago septi nasi yang ada di sekitarnya, dan oleh spina nasalis inferior
dan margo maxillae yang terdapat di sebelahnya. Walaupun nares selalu terbuka,
nares dapat diperlebar dengan kerja dari otot-otot ekspresi wajah yang berkaitan (M.
nasalis, M. depressor septi nasi, dan M. levator labii superioris alaeque nasi).
❖ Choanae
Choanae adalah bukaan berbentuk oval di antara cavum nasi dan nasofaring. Tidak
seperti nares, yang memiliki batas fleksibel yang terbentuk dari kartilago dan jaringan
lunak, choanae merupakan bukaan kaku yang secara keseluruhan dikelilingi oleh
tulang, dan batasnya dibentuk:
o inferior, oleh batas posterior dari lamina horizontalis dari os palatinum
o lateral, oleh margo posterior dari lamina medialis dari processus
pterygoideus
o medial, oleh batas posterior dari vomer.
Atap choanae dibentuk:
o anterior oleh ala vomer dan processus vaginalis dari lamina medialis
processus pterygoideus
o posterior oleh corpus os sphenoidale.
Gambar 53-4 Ringkasan transduksi sinyal penghidu. Pengikatan zat berbau pada reseptor G-coupled
protein menyebabkan pengaktifan adenilat siklase, yang akan mengubah adenosin trifosfat (ATP)
menjadi adenosin monofosfat siklik (cAMP). cAMP kemudian mengaktifkan kanal natrium berpintu
yang akan meningkatkan masuknya natrium dan menyebabkan depolarisasi sel, merangsang neuron
olfaktorius dan menghantarkan potensial aksi ke susunan saraf pusat.
9. Dapatkah Anda menjelaskan beberapa faktor fisik yang memengaruhi derajat stimulasi?
❖ Selain melalui mekanisme kimiawi dasar yang menstimulasi sel-sel olfaktorius, beberapa
faktor-faktor fisik memengaruhi derajat stimulasi.
❖ Pertama, hanya substansi/zat volatil yang dapat dihirup melalui lubang hidung yang
dapat dicium.
❖ Kedua, substansi penstimulasi harus setidaknya sedikit larut air agar dapat menembus
mukus untuk mencapai cilia olfaktorius.
❖ Ketiga, sifat setidaknya sedikit larut lemak berguna bagi substansi, diperkirakan karena
konstituen lipid cilium merupakan suatu sawar/barrier lemah terhadap odoran (zat bau)
yang tidak larut lemak.
10. Dapatkah Anda menyebutkan pencarian sensasi primer/utama dari penghidu?
Di masa lalu, sebagian besar ahli fisiologi percaya bahwa banyak sensasi penghidu berasal
dari sejumlah kecil sensasi primer, dengan cara yang sama seperti pada penglihatan dan
pengecapan yang terdiri atas beberapa sensasi primer tertentu. Berdasarkan studi psikologis,
diusahakan untuk mengklasifikasikan sensasi-sensasi ini menjadi sebagai berikut:
1. Camphoraceous (bau kamper/kapur barus)
2. Musky (bau musk)
3. Floral (harum bunga-bungaan)
4. Pepperminty (bau peppermint)
5. Ethereal (bau yang sangat ringan/sangat halus)
6. Pungent (bau yang tajam/keras/menusuk)
7. Putrid (bau busuk)
Perlu diperhatikan bahwa daftar ini tidak benar-benar mewakili sensasi penghidu primer
yang sesungguhnya. Beberapa tahun terakhir ini, beberapa petunjuk termasuk penelitian
yang spesifik terhadap gen-gen yang mengkodekan protein-protein reseptor, menunjukkan
setidaknya 100 sensasi penghidu primer (perbedaan yang sangat mencolok bila dibandingkan
dengan hanya tiga sensasi warna primer yang dideteksi melalui penglihatan dan hanya lima
sensasi pengecapan primer yang dapat dideteksi oleh lidah). Beberapa penelitian berpendapat
mungkin ada paling sedikit 1.000 tipe reseptor bau. Hal-hal pendukung selanjutnya untuk
berbagai sensasi penghidu primer, adalah bahwa ada orang yang tidak peka terhadap bau
(odor blindness) dari satu zat tertentu; ketidakpekaan seperti ini sudah teridentifikasi untuk
lebih dari 50 zat yang berbeda. Diperkirakan ketidakpekaan bau untuk setiap zat
mencerminkan kurangnya protein reseptor yang cocok pada sel-sel olfaktorius untuk zat
tertentu.
(Sesi Kedua)
Dokter di Puskesmas melakukan pemeriksaan lokal pada hidung.
Hasil pemeriksaan lokal adalah:
Rhinoskopi anterior menunjukkan adanya edema pada mukosa kedua turbinate inferior. Juga
ada mukus kental dalam cavum nasi. Cairan purulen dalam kompleks ostiomeatal kanan.
Serosanguineous Neoplasia
10. Bagaimana manifestasi klinis dari ARS? (untuk membedakan ARS viral dan bakterial)
Patogenesis dari sinusitis bakterial dan infeksi saluran napas atas karena virus mirip,
manifestasi klinis dari kedua penyakit ini sangat tumpang tindih. Gejala nasal seperti
kongesti dan keluar sekret menonjol pada infeksi saluran napas atas karena virus. Sekret
nasal memiliki suatu pola yang dapat diprediksi dalam perkembangan/progresinya (dari
jernih dan encer, menjadi mukoid dan kental, dan akhirnya menjadi berwarna dan keruh
sebelum sembuh/hilang).
Presentasi klinis dari sinusitis bakterial akut yang didapat dari komunitas (community-
acquired) jatuh ke dalam tiga pola yang dapat diprediksi.
1. Gejala persisten, ditandai oleh sekret hidung atau batuk atau keduanya yang
berlangsung lebih dari 10 hari tanpa perbaikan. Karena gejala dari infeksi saluran napas
atas karena virus diharapkan membaik dalam 10 hari, jadi tidak adanya perbaikan
merupakan tanda dari proses bakterial akut. Kondisi yang menyertai gejala dapat meliputi
edema periorbital, napas berbau/malodorous (Halitosis/napas bau), atau demam ringan.
Ciri-ciri sekret nasal bisa bervariasi dari tipis/encer dan mukoid hingga kental dan
purulen.
2. Onset dari gejala berat. Demam menyertai sekret nasal purulen yang ada selama
periode 3 - 4 hari. Pasien-pasien ini seringkali tampak sakit.
3. Presentasi gejala yang memburuk. Pasien-pasiien mengalami regresi inisial dari gejala
batuk, sekret nasal, dan kongesti tapi lalu memburuk lagi dalam 10 hari sejak penyakit
muncul. Pemburukan dapat ditandai oleh demam onset baru, peningkatan sekret nasal,
kongesti, atau batuk siang hari/daytime cough.
Presentasi dari tiap pasien ditandai oleh sekret mukopurulen anterior atau posterior dan
obstruksi nasal.
Kegunaan pemeriksaan fisik terbatas dalam diagnosis ARS, terutama karena kemiripan dari
temuan/hasil pemeriksaan antara pasien dengan infeksi saluran napas atas karena virus
(viral URI) dan pasien dengan suatu proses bakterial.
Sekret mukopurulen dapat ditemukan pada mukosa nasal. Mukosa sendiri eritematosus
dan sedikit edema. Nyeri tekan pada wajah/facial tenderness pada area maksillaris dan
frontalis bisa ada, tapi hal ini merupakan temuan yang tidak dapat diandalkan. Edema
periorbital dan diskolorasi ringan dari kulit di bawah kelopak mata terkadang dapat
diamati.
Dokter :
SIP :
Alamat :
_________________________________________________________________________
29 Maret 2019