Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Qisthinadia Hazhiyah Setiadi
H1A 013 053
Pembimbing Fakultas
dr. Lina Nurbaiti, M.Kes, FISPH, FISCM
dr. Wahyu Sulistya Affarah MPH
2
Menurut Data Indeks Keluarga Sehat di Tujuh Desa Puskesmas Narmada
tahun 2017, persentase penderita hipertensi yang berobat teratur sebesar 21,13%.
Persentase penderita hipertensi yang berobat teratur paling rendah terdapat di desa
Badrain, yaitu sebesar 12,35%. 5
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung atau heart failure adalah suatu sindroma klinis kompleks,
yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke
seluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural atau
fungsional dari jantung (Tabel 2.1.).1 Menurut ESC (2016), gagal jantung adalah
suatu sindroma klinis yang ditandai dengan gejala khas (seperti sesak nafas,
edema pergelangan kaki, dan kelelahan) yang dapat disertai dengan tanda-tanda
gagal jantung (peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru, and edema
perifer) yang disebabkan oleh abnormalitas struktural dan/atau fungsional
jantung, yang mengakibatkan penurunan curah jantung (cardiac output) dan/atau
peningkatan tekanan intrakardiak saat istirahat atau selama stres. Gagal jantung
kongestif adalah istilah yang kadang-kadang dipakai untuk menyebutkan gagal
jantung akut atau kronik yang disertai dengan bukti adanya kelebihan cairan
(volume overload).1,6
Tabel 2.1. Definisi Gagal Jantung1
Gagal jantung merupakan sindrom klinis pasien dengan tampilan seperti:
Gejala gagal jantung: Sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema
tungkai
dan
Tanda khas gagal jantung: Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali
dan
Bukti objektf gangguan struktural atau fungsional jantung saat istrahat:
Kardiomegali, suara jantung ketiga, bising jantung, abnormalitas dalam gambaran
4
ekokardiografi, peningkatan konsentrasi peptida natriuretik.
B. Etiologi
Etiologi gagal jantung berbeda-beda pada setiap wilayah di dunia. Saat ini
tidak terdapat sistem klasifikasi yang disetujui untuk penyebab gagal jantung.
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, perikard,
pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa
dan Amerika, disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit jantung
koroner, biasanya akibat infark miokard, yang merupakan penyebab paling sering
pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan, di
Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang
menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung
koroner dan katup.7
C. Klasifikasi
Klasifikasi yang digunakan untuk gagal jantung ada 2 jenis, yaitu
klasifikasi NYHA dan klasifikasi ACC/AHA (Tabel 2.2). Klasifikasi menurut
NYHA lebih banyak atau pada umumnya berdasarkan keluhan subjektif.1
Tabel 2.2 Klasifikasi Fungsional NYHA berdasarkan pada Beratnya Gejala
dan Aktivitas Fisik1
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
Kelas I
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
Kelas II istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak nafas.
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
Kelas III istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi
atau sesak nafas.
5
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala
Kelas IV
saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gagal jantung adalah hasil dari klinis yang rekuren dimana
CO tidak memadai dan aliran balik ke vena kurang efisien. Dispnu, batuk, dan
mengi merupakan hasil daripeningkatan tekanan di daerah kapiler paru karena aliran
dari ventrikel kiri menuju aliran depan tidak efektif. Edema ekstremitas bawah dan
asites terjadi ketika ventrikel kanan tidak mampu menampung aliran balik dari vena
sistemik. Kelelahan umum untuk gagal jantung terjadi oleh karena tidak dapat
mempertahankan kecukupan CO untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
dan mengalirkan darahke jantung dan otak. Mual dan penurunan nafsu makan
6
mungkin juga terjadi sebagai akibat adanya aliran darah yang bergeser dari saluran
pencernaan keorgan yang lebih penting. Palpitasi dapat terjadi bila jantung mencoba
untuk mengakomodasikan dengan peningkatan denyut jantung.8
Tabel 2.4 Tanda dan Gejala Gagal Jantung Ventrikel Kiri8
Gejala Tanda
Dyspnea on exertion Ronki basal
Paroxysmal nocturnal dyspnea Edema paru
Takikardi S3 gallop
Hemoptisis Efusi pleura
Pernafasan Cheyne-Stokes
E. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks,
elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, dan kateterisasi. Untuk menegakkan
diagnosis gagal jantung, harus memenuhi dua kriteria mayor atau paling sedikit satu
kriteria mayor dan dua kriteria minor dari kriteria Framingham di bawah ini:9
Kriteria mayor Kriteria minor
Paroxysmal nocturnal dyspnea Edema ekstremitas
Distensi vena leher Batuk malam hari
Peningkatan vena jugularis Dyspnea d’effort
7
Ronki paru Hepatomegali
Kardiomegali Efusi pleura
Edema paru akut Penurunan kapasitas vital paru
S3 gallop 1
/3 dari normal
Refluks hepatojugular positif Takikardia (>120 kali/menit)
2 Mayor atau 1 mayor + 2 minor
8
nilai prediktif kecil dalam diagnosis. Kelainan segmen ST berupa infark miokard
dengan elevasi segmen ST (STEMI) atau Non-STEMI. Adanya hipertrofi, bundle
branch block, disinkronitas elektrikal, interval QT yang memanjang, disritmia,
atau perimiokarditis harus diperhatikan. Gagal jantung dekompensasi dapat
terlihat gambaran sinus takikardia atau atrial tachycardia/atrial flutter/atrial
fibrillation pada EKG. 9,10
d. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam
melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik. Pemeriksaan ini dapat
menilai informasi yang rinci tentang fungsi dan struktur jantung, katup, dan
perikard dengan cepat. Diagnostik biasanya sensitif pada pasien dengan fraksi
ejeksi rendah. Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat ditemukan fraksi ejeksi
ventrikel kiri yang rendah (<35–40%) atau normal (>45–50%), kelainan katup
(stenosis mitral, regurgitasi mitral, stenosis trikuspid, atau regurgitasi trikuspid),
hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang-kadang ditemukan dilatasi
ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, perikarditis. 9,10
F. Tatalaksana
Penatalaksanaan Nonfarmakologi11
a. Edukasi gejala, tanda, dan pengobatan gagal jantung
b. Perubahan gaya hidup
Beberapa penelitian telah melaporkan beberapa cara utnuk mengurangi risiko
gagal jantung kongestif dengan gaya hidup sehat. Berat badan normal,
menghindari merokok, olahraga secara teratur, membatasi konsumsi alkohol,
dan diet yang sehat telah terbukti mengurangi faktor risiko gagal jantung
termasuk penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dan hipertensi.5
Manajemen diet, yaitu mengurangi jumlah garam, menurunkan berat
badan bila dibutuhkan, rendah kolesterol, rendah lemak, asupan kalori
adekuat
9
Latihan fisik. Penelitian menunjukkan bahwa pembatasan aktivitas
fisik yang berlebihan akan menurunkan fungsi kardiovaskular dan
muskuloskeletal. Latihan fisik yang sesuai akan memperbaiki
kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung
c. Dukungan keluarga untuk selalu memperhatikan dan merawat pasien gagal
jantung di usia tua sangat penting dan berpengaruh terhadap kualitas hidup
pasien
Penatalaksanaan Farmakologi
Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan gagal jantung adalah
sebagai berikut:7
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Indikasi: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala. Kecuali
kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung,
dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI kadang-kadang
menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik,
batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada pasien
dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Kontraindikasi: Riwayat angioedema, stenosis renal bilateral, kadar kalium
serum >5 mmol/l, serum kreatinin >2,5 mg/dl, stenosis aorta berat.
2. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
10
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB
mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40 %, sebagai pilihan
alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV
NYHA) yang intoleran ACE-I. ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal,
hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama seperti ACE-I, tetapi ARB tidak
menyebabkan batuk. Kontraindikasi pemberian ARB: Sama seperti ACE-I, kecuali
angioedema, pasien yang diterapi ACE-I dan antagonis aldosteron bersamaan.
Monitor fungsi ginjal dan elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACE-I.
3. Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA), dosis optimal penyekat
β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB).
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron: konsentrasi serum kalium >5
mmol/l, serum kreatinin >2,5 mg/dl, bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau
suplemen kalium, kombinasi ACEI dan ARB.
4. β-blocker (penyekat β)
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40 %. Penyekat β memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat β: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, gejala
ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA), ACEI/ARB (dan antagonis
11
aldosteron jika indikasi) sudahdiberikan, pasien stabil secara klinis (tidak ada
perubahan dosis diuretik,tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda
retensi cairan berat).
Kontraindikasi pemberian penyekat β: Asma, blok AV (atrioventrikular)
derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus
bradikardia (nadi <50x/menit).
Tabel 2.6.Dosis Obat Gagal Jantung7
Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
ACE-I
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 -100 (3x/hari)
Enalapril 2,5 (2 x/hari) 10 – 20 (2x/hari)
Lisinopril 2,5 – 5 (1 x/hari) 20 – 40 (1x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2x/hari)
Perindopril 2 (1x/hari) 8 (1x/hari)
ARB
Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)
Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)
Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1x/hari) 50 (1x/hari)
Spironolakton 25 (1x/hari) 25 – 50 (1x/hari)
Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1x/hari) 10 (1x/hari)
Carvedilol 3,125 (2x/hari) 25 – 50 (2x/hari)
Metoprolol 12,5/25 (1x/hari) 200 (1x/hari)
5. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti.
12
Tabel 2.7. Dosis Obat Diuretik pada Gagal Jantung7
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0,5 – 1,0 1–5
Torasemide 5 – 1,0 10 – 20
Tiazid
Hidrochlorotiazide 25 12,5 – 100
Metolazone 2,5 2,5 – 10
Indapamide 2,5 2,5 – 5
Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12,5 – 25 (+ACEI/ARB) 50
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100 – 200
13
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Kelamin : Laki-laki
Usia : 50 tahun
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
II. Anamnesis
Keluhan utama: Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Puskesmas Narmada dengan keluhan sesak napas
sejak 2 hari sebelumnya. Pasien sudah merasakan keluhan sesak sejak 6 bulan
yang lalu yang biasanya memberat jika melakukan aktivitas, namun sejak dua
hari terakhir pasien merasa sesak meskipun saat istirahat. Keluhan sesak
dirasakan sering memberat pada malam hari yang sering membuat pasien
terbangun dari tidur. Pasien merasa lebih nyaman ketika tidur setengah duduk
atau menggunakan 2-3 bantal. Pasien tidak mengeluhkan mual muntah (-),
demam (-), nyeri dada (-), nyeri ulu hari (-). Pasien juga mengeluhkan badan
14
yang lemas. Pasien mengaku BAK kurang dari biasanya dengan kencing
berwarna kekuningan. Pasien tidak mengeluhkan nyeri saat BAK. BAB dalam
batas normal, tidak berwarna kehitaman dan tidak disertai darah maupun
lendir. Tidak diketahui adanya penurunan berat badan, nafsu makan tidak
menurun.
15
Genogram Keluarga Pasien
Genogram Keluarga Pasien
As
37 th 34 th
27 th As
AS
8 th 15 bln
Keterangan:
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
: Persaudaraan
: Perkawinan
As : Asma
Riwayat Pengobatan
16
Sejak satu bulan terkahir pasien juga rutin meminum jamu 1 minggu sekali
yang dibelinya di penjual obat-obatan tradisional yang berkeliling. Selain itu, pasien
juga meminum obat yang diberikan dokternya, yaitu furosemide. Tapi obat ini tidak
rutin diminum, pasien meminumnya hanya jika pasien merasakan keluhan.
17
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Status Gizi : Normoweight
BB = 58 kg ; TB = 160 cm ; BMI = 22
Tanda Vital
- Tekanan darah : 160/100 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat.
- Frekuensi napas : 28 x/menit, reguler, torako-abdominal.
- Suhu aksila : 36,3 ºC
Status Lokalis
- Kepala
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Edema : (-)
Parese N. VII : (-)
Hiperpigmentasi : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
- Mata
Simetris
Alis normal
Exopthalmus : (-/-)
Ptosis : (-/-)
Nystagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
18
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)
Sclera : ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
Pupil : Refleks pupil +/+, isokor, bentuk bulat, Ø 3
mm, miosis (-/-), midriasis (-/-)
Kornea : normal
Lensa : pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
Pergerakan bola mata : normal ke segala arah
- Telinga
Bentuk : normal, simetris antara kiri dan kanan.
Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
Nyeri tekan tragus : (-/-)
Peradangan : (-/-)
Pendengaran : kesan normal
- Hidung
Simetris
Deviasi septum : (-/-)
Napas cuping hidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Penciuman : kesan normal
- Mulut
Simetris
Bibir : sianosis (-), pucat (-), stomatitis angularis (-),
ulkus (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah
berselaput (-),
19
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah
kotor (-).
Gigi geligi : normal
Mukosa : normal
- Leher
Simetris
Deviasi trakea : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran KGB : (-)
JVP : meningkat (5+6) cm
Otot SCM : aktif (+), hipertrofi (-)
Pembesaran tiroid : (-)
- Thorax
Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada normal simetris, barrel chest (-).
2) Pergerakan dinding dada simetris.
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus
cordis tak tampak.
4) Penggunaan otot bantu napas : otot SCM aktif, hipertrofi otot SCM (-
)
5) Tulang iga dan sela iga : pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-).
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cembung simetris, fossa
jugularis: deviasi trakea (-).
7) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 28 x/menit.
Palpasi :
1) Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS VI
linea aksilaris anterior sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
20
3) Pergerakan dinding dada simetris
4) Vocal fremitus
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
Perkusi :
1) Densitas
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
21
- Wheezing :
- -
- -
- -
- Abdomen
Inspeksi :
1) Distensi (-)
2) Umbilikus masuk merata
3) Permukaan kulit: ikterik (-), bercak luka yang mengering (-), scar (-),
massa(-), vena kolateral (-), caput medusa (-).
Auskultasi :
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
Perkusi :
1) Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)
3) Shifting dullness (-)
Palpasi :
1) Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Ekstremitas
22
Ekstremitas Atas
Akral hangat : +/+
Pucat : -/-
Deformitas : -/-
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Petekie : -/-
Bercak luka : -/-
Clubbing finger : -/-
Sendi : dbn
CRT : < 2 detik
Ekstremitas Bawah
Akral hangat : +/+
Pucat : -/-
Deformitas : -/-
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Petekie : -/-
Bercak luka : -/-
Clubbing finger : -/-
Sendi : dbn
23
V. Diagnosis
CHF NYHA IV
Hipertensi Stage II
VI. Penatalaksanaan
Managemen berdasarkan diagnosis pasien
- O2 2-4 L/mnt via nasal kanul
- Furosemide 2x40mg
- Captopril 2 x 25 mg
Tujuan Terapi
Menjaga tekanan darah agar terkontrol
Menghilangkan keluhan sesak napas
Mencegah komplikasi lebih lanjut
VII. Konseling
24
1. Penjelasan kepada keluarga pasien tentang penyakit hipertensi dan
gagal jantung, serta komplikasi lanjut yang dapat terjadi.
2. Edukasi untuk minum obat secara teratur.
3. Mulai membiasakan diri tidak memakan makanan tinggi garam dan
membatasi asupan air.
4. Tanda-tanda kegawatan segera bawa pasien ke rumah sakit.
5. Olahraga teratur selama minimal 15 menit sehari.
6. Kontrol setiap bulan ke puskesmas untuk memeriksa tekanan darah.
VIII. Denah Rumah Pasien
5m 2m
WC 2
2m DAPUR 2m
4m 3m
KAMAR TIDUR 3m
6m RUANG
TAMU 3m
3m
KAMAR TIDUR
3m
Keterangan:
Jendela
Ventilasi
25
Ruang Tamu
Dapur
26
Kamar Tidur
27
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN
BIOLOGIS
MELITUS
Usia pasien
(semakin tua usia, semakin
meningkatkan risiko gagal jantung.
Genetik
DIABETES
Riw keluarga yang meninggal
karena penyakit jantung dan
adanya MELITUS
riw hhipertensi.
PERILAKU LINGKUNGAN
DIABETES
Perilaku Hidup Bersih Kebiasan keluarga
MELITUS
dan Sehat yang memakan makanan
kurang, tinggi garam
CHF
Pengetahuan dan Kurangnya dukungan
pendidikan tergolong DIABETES
Hipertensi keluarga
rendah
MELITUS
Kesadaran akan
kesehatan yang
kurang
DIABETES
PELAYANAN
MELITUS
KESEHATAN
DIABETES
28
MELITUS
BAB V
PEMBAHASAN
29
sesak saat istirahat), pemeriksaan fisik (peningkatan JVP, kardiomegali, ronkhi
di basal paru), pemeriksaan penunjang (rontgen thoraks dengan gambaran
kardiomegali) dan riwayat penyakit sebelumnya.
Terapi pada pasien ditujukan untuk mengatasi sesak napas yang
dirasakan pasien, mengontrol tekanan darah pasien, dan meningkatkan kualitas
hidup pasien yang telah mengalami gagal jantung. Adapun pengobatan yang
diberikan meliputi O2 2-4 L/mnt via nasal kanul, Furosemide 2x40mg,
Captopril 2 x 25 mg.
30
ii. Faktor Perilaku
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang kurang
Pasien kerap mengonsumsi makanan tinggi garam sehari-harinya. Pasien
sebelum sakit rutin merokok hingga satu bungkus per hari dan kerap
meminum minuman beralkohol.
- Pengetahuan dan pendidikan tergolong rendah
Pasien tidak mengetahui bahwa dia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami hipertensi dan penyakit jantung dikarenakan adanya riwayat
keluarga dengan penyakit serupa Pasien juga tidak mengetahui apa saja
komplikasi yang dapat terjadi jika tidak melakukan pengobatan rutin untuk
mengatasi penyakit hipertensinya.
- Kesadaran akan kesehatan yang kurang
Pasien tidak pernah berobat rutin walaupun mengetahui menderita
hipertensi, karena pasien merasa tidak memiliki keluhan apapun. Walaupun
pasien telah mengalami komplikasi hipertensi berupa gagal jantung, pasien
tetap tidak mau berobat rutin dikarenakan merasa lebih baik jika meminum
obat tradisional dibandingkan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Pasien juga masih sulit merubah pola makannya.
31
memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, keluarga pasien juga merubah
pola hidup mereka yang tinggi mengonsumsi garam, sehingga menyebabkan
pasien juga sulit untuk merubah pola hidupnya.
32
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Jantung bertanggung jawab untuk menyuplai darah ke jaringan tubuh dan
organ-organ, termasuk ginjal, yang berfungsi dalam menjaga keseimbangan cairan
dan homeostasis garam dalam tubuh. Gagal jantung merupakan tahap akhir dari
semua penyakit jantung yang merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Kasus gagal jantung pada pasien ini tidak terlepas
dari adanya ketidakseimbangan dari empat determinan kesehatan yang meliputi faktor
biologis, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayanan kesehatan.
6.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus ini perlu kerjasama berbagai pihak.
Dalam hal ini, penulis memberikan saran untuk beberapa pihak agar dapat bermanfaat
bagi kemajuan bersama.
33
DAFTAR PUSTAKA
34