You are on page 1of 39

MODUL KEPERAWATAN JIWA II

TEHNIK TERAPI KOGNITIF ( CT ) DAN TERAPI PERILAKU ( BT )

Oleh:

NUR AISAH 14201.08.16032

NUR AINI 14201.08.16034

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY PESANTREN

ZAINUL HASAN PROBOLINGGO

2019
BIODATA MAHASISWA

Nama : Nur Aisah

Nim : 14201.08.16032

Prodi : S1 Keperawatan

BIODATA MAHASISWA

Nama : Nur Aini

Nim : 14201.08.16034

Prodi : S1 Keperawatan
DAFTAR ISI

Halaman cover

Biodata mahasiswa

Daftar isi

Kata pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

2.2 Tujuan

2.3 Manfaat

BAB II PEDOMAN PELAKSANAAN

2.1 Sesi 1
2.2 Sesi 2
2.3 Sesi 3
2.4 Sesi 4
2.5 Sesi 5

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

BAB II

PEDOMAN PELAKSANAAN
Pelaksanaan tehnik komunikasi peran keluarga terdiri dari 3 sesi. Setiap sesi

dilakukan 30 - 45 menit. Adapaun urutan tehnik komunikasi sebagai berikut:

2.1 Sesi 1: Mengidentifikasi pikiran negatif otomatis yang negatif dan penggunaan
tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif pertama
Pikiran negatif pertama kali dikembangkan oleh Beck, ia adalah seorang
psikiter yang dikenal dengan cognitive triad tentang pikiran negatif yaitu terhadap diri
sendiri, dunia dan masa depan. Pikiran negatif terhadap kemampuan diri sendiri
dipandang sebagai harga diri rendah, pikiran negatif terhadap dunia dipandang
sebagai ketidaberdayaan, dan pikiran negatif terhadap masa depan dipandang sebagai
keputusasaan.
Pikiran otomatis adalah respon yang terjadi dengan cepat terhadap situasi dan
tanpa analisis rasional. Pikiran otomatis tersebut biasanya sering bersifat negatif dan
berdasarkan logika yang keliru maka disebut dengan pikiran otomatis negatif
( Townsend, 2016). Respon yang cepat dan tidak dipikirkan berdasarkan skema yang
diketahui disebut sebagai pikiran otomatis. Pikiran otomatis yang muncul tersebut
sering tidak rasional dan membawa asumsi yang salah dan interpretasi yang salah
maka disebut dengan distorsi kognitif (Varcarolis & Halter, 2017). Pikiran negatif
terutama terjadi pada seseorang oleh karena situasinya sendiri, situasi yang
membosankan atau gagal dalam melakukan sesuatu. Pikiran otomatis negatif sering
terjadi pada individu yang tidak mengenal realita seperti pada klien depresi dan
ansietas (Beckham & Beckham, 2016).
Pikiran negatif pada depresi didefinisikan sebagai pikiran otomatis, persepsi,
dan keyakinan yang berpusat pada sikap negatif terhadap masa lalu, diri sendiri dan
masa depan. Pikiran negatif pada ansietas didefinisikan sebagai kognisi otomatis yang
berfokus terhadap adanya bahaya (Dekker, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan pikiran otomatis
negatif adalah pikiran yang muncul seketika dan langsung digunakan atau dipakai
tanpa dipikirkan terlebih dahulu secara rasional atau logika sehingga mempengaruhi
persepsinya terhadap sekitar atau kejadian yang dipikirkan yang dapat menyebabkan
hilangnya keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, kemampuan untuk menggapai
masa depan dan kemampuan untuk merubah dunia serta ketakutan dalam memulai
sesuatu.
1. Strategi pelaksanaan kegiatan sesi 1
A. Tujuan
1. Klien mampu mengungkapkan pikiran-pikiran otomatis yang negatif
2. Klien mampu memilih 1 pikiran otomatis negatif yang dirasakan paling utama
(mengganggu) untuk didiskusikan dalam pertemuan saat ini.
3. Klien mampu mengungkapkan alasan/sumber pikiran otomatis negatif
4. Klien mampu memberi tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif
pertama
5. Klien dapat menuliskan pikiran otomatis negatif dan tanggapan rasionalnya
6. Klien dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
B. Setting Tempat
Klien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman
C. Alat : Alat tulis, Buku kerja klien, Buku evaluasi
D. Metode : Sharing, Diskusi dan tanya jawab
E. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien
b. Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
2. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai papan nama)
2) Menanyakan nama dan panggilan klien
b. Evaluasi atau Validasi
1) Menanyakan perasaan klien pada saat ini
2) Menanyakan apa yang sudah dilakukan klien untuk mengatasi perasaannya
c. Kontrak
1) Menjelaskan pengertian dan tujuan terapi, yaitu meningkatkan kemampuan
klien mengenal pikiran otomatis dan hal yang mendasari pemikiran tersebut
2) Menjelaskan tentang proses pelaksanaan, tugas-tugas yang harus dikerjakan
klien di rumah, buku kerja yang akan digunakan klien dalam melaksanakan
tugas-tugasnya.
3) Menjelaskan jumlah pertemuan dan sesi-sesi dalam terapi.
4) Menjelaskan bahwa pertemuan pertama berlangsung selama kurang lebih
30 – 40 menit.
5) Menjelaskan peraturan terapi, yaitu klien duduk dengan terapis berhadapan
dari awal sampai selesai
3. Tahap Kerja
a. Terapis mengidentifikasi masalah yang dihadapi klien
b. Diskusikan sumber masalah, perasaan klien serta hal yang menjadi penyebab
timbulnya masalah.
c. Diskusikan pikiran-pikiran otomatis yang negatif tentang dirinya.
d. Minta klien untuk mencatat semua pikiran otomatis yang negatif pada lembar
pikiran otomatis negatif yang terdapat dalam buku catatan harian klien. Perawat
mengklasifikasikan bentuk distorsi kognitif dari pikiran otomatis negatif klien
dalam buku catatan perawat.
e. Bantu klien untuk memilih satu pikiran otomatis negatif yang paling
mengganggu klien dan ingin diselesaikan saat ini.
f. Diskusikan cara melawan pikiran otomatis negatif dengan memberi tanggapan
positif (rasional) berupa aspek-aspek positif yang dimiliki klien dan minta klien
mencatatnya dalam lembar tanggapan rasional.
g. Latih klien untuk menggunakan aspek-aspek positif klien untuk melawan
pikiran-pikiran otomatis yang negatif dengan cara
1) Minta klien untuk mengingat dan mengatakan pikiran otomatis negatif.
2) Minta klien untuk mengatakan aspek positif dalam (tentang) dirinya untuk
melawan pikiran otomatis negatif tersebut.
3) Lakukan kedua hal tersebut diatas minimal 3 kali
4) Evaluasi perasaan klien setelah melakukan latihan ini
5) Tanyakan tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi pikiran otomatis
negatif tersebut
6) Motivasi klien berlatih untuk pikiran otomatis yang lain
7) Memberikan pujian terhadap keberhasilan klien
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah menjalani terapi sesi pertama ini
2) Mengontrak waktu untuk bertemu kembali
2) Terapis memberikan pujian yang sesuai
b. Tindak Lanjut
1) Menganjurkan klien untuk berlatih di rumah tentang cara melawan pikiran
otomatis yang negatif dengan aspek positif yang dimiliki klien dan melakukan
tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi pikiran otomatis negatif
tersebut.
2) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi apakah pikiran otomatis negatif
yang telah didiskusikan masih muncul dalam pemikirannya dan catat waktu
atau situasi timbulnya pikiran negatif tersebut
3) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasikan pikiran-pikiran otomatis
negatif lainnya yang belum diidentifikasi dalam sesi pertama ini dan minta
klien untuk mencatatnya dalam buku catatan hariannya
4) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi aspek-aspek positif lainnya
dalam menanggapi pikiran otomatis negatif pertama yang belum diidentifikasi
dalam pertemuan pertama ini dan mencatatnya dalam buku catatan hariannya.
c. Kontrak akan datang
1) Menyepakati topik pertemuan yang akan datang (sesi kedua), yaitu
mengevaluasi kemampuan klien dalam melaksanakan tugastugasnya di rumah
dan berdiskusi untuk penyelesaian terhadap pikiran otomatis negatif yang
kedua
2) Menyepakati waktu dan tempat
5. Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
a. Ekspresi pasien pada saat terapi
b. Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
Evaluasi Sesi 1 Terapi Kognitif Identifikasi pikiran otomatis yang negatif dan
penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif pertama
No Aspek Yang di Nilai 1 2 3 4 5 6 7
1 Mengidentifikasi pikiran-
pikiran otomatis negatif
2 Memilih 1 pikiran
otomatis negatif yang
dirasakan paling utama
(mengganggu) untuk
didiskusikan negative
3 Mengungkapkan
alasan/sumber pikiran
otomatis
4 Mengungkapkan
tanggapan rasional yang
digunakan untuk pikiran
negatif pertama
5 Mengungkapkan hasil
atau manfaat setelah
menggunakan tanggapan
rasiona
6 Menulis pikiran negatif
dan tanggapan rasional
kedalam buku kerja klien
7 Membuat catatan harian
3. Dokumentasi
a. Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang dilakukan
b. Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah dirumuskan
PIKIRAN NEGATIFKU
Tanggal No Daftar Pikiran Alasan/sumber Pikiran Negatif (Yang
Negatif Pikiran negatif Dipilih/Mengganggu)

CARA AKU MELAWAN PIKIRAN NEGATIFKU


No
Pikiran Negatif
No Cara Aku Melawan Hasil

a. Sesi 2 : Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran negatif kedua


Terapi kognitif telah berkembang sejak tahun 1960 yang dilakukan oleh Aaron
Beck untuk mengatasi depresi. Terapi kognitif merupakan suatu psikoterapi yang
didasarkan pada konsep dari proses patologi jiwa dimana fokus tindakannya
berdasarkan modifikasi dari distorsi negatif dan perilaku maladaptif (Townsend,
2016). Terapi kognitif didasarkan pada rasional teoritis yang mendasari bahwa afek
dan perilaku seseorang ditentukan dari cara seseorang tersebut menilai kehidupan
dimana penilaian tersebut berdasarkan kognitif (baik gagasan verbal maupun non
verbal yang disadari), yang berdasarkan dari anggapan yang dikembangkan dari
pengalaman sebelumnya (Kaplan & Saddock, 2017).
Berdasarkan penjelasan konsep diatas dapat disimpulkan bahwa terapi kognitif
adalah psikoterapi individu yang membantu individu dalam merubah pikiran otomatis
yang negatif yang disebabkan oleh gangguan emosional sehingga individu mampu
mengkoreksi kesalahannya dengan menginterpretasikan dengan baik setiap kejadian
yang datang.
Tujuan terapi kognitif adalah memonitor pikiran otomatis yang negatif,
mengenali hubungan antara kognitif, afek dan perilaku, mengkoreksi penyebab dari
pikiran otomatis yang negatif, mengganti interpretasi ke arah yang lebih realita akibat
pemikiran yang salah, dan belajar untuk mengidentifikasi dan mengubah keyakinan
yang salah akibat pengalamannya yang negatif (Townsend, 2016).
Terapi kognitif juga bertujuan untuk mengajarkan individu menjadi individu
yang lebih objektif dalam mengevaluasi diri dan situasi kehidupan yang dialaminya
dengan berbagai alternatif dan respon yang mengajarkan individu keterampilan dalam
menyelesaikan masalah secara aktif atau mandiri, membangun harapan, menambah
kepercayaan diri, meningkatkan kemandirian, membuat hidup yang bermakna, dan
membantu individu menjadi lebih waspada hal yang dapat menyebabkan cidera serta
mempersiapkan individu untuk membuat suatu cara dalam melawan faktor presipitasi
yang menimbulkan pemikiran negatif (Wolman & Stricker, 2016).
Ada tiga komponen utama teknik dalam pelaksanaan terapi kognitif yaitu
1) Didactic atau aspek edukasi Salah satu prinsip dasar terapi kognitif adalah
mempersiapkan klien untuk dapat menjadi terapis bagi dirinya sendiri.
Terapis memberikan informasi kepada klien tentang terapi kognitif, cara
melakukannya, dan urutan dari proses kognitif. Menjelaskan tentang
harapan yang akan dicapai terapis dan klien. Terapis dapat menggunakan
sesi audiotape atau videotape untuk mengajarkan klien terapi kognitif.
Penjelasan menyeluruh tentang hubungan antara depresi (atau ansietas, atau
respon maladaptif klien terhadap pengalaman) dan pola pikiran yang keliru.
2) Teknik kognitif Strategi yang digunakan terapi kognitif dalam mengenali
dan memodifikasi fikiran otomatis negatif (cognitive error) dan mengenali
dan memodifikasi skema (core beliefs).
3) Intervensi perilaku Intervensi perilaku diyakini dalam terapi kognitif, ada
hubungan interaktif antara kognisi dan perilaku, maka dari itu dikatakan
bahwa kognisi mempengaruhi perilaku dan perilaku mempengaruhi kognisi.
Berdasarkan konsep ini, pokok utama intervensi diberikan untuk membantu
klien mengidentifikasi dan memodifikasi kognisi dan perilaku yang
maladaptif. Prosedur Intervensi perilaku dalam membantu klien belajar
strategi perilaku adaptif dapat berupa membuat daftar akitivitas, membuat
tingkatan tugas kewajiban-kewajiban, latihan perilaku, distraksi dan
gabungan dari beberapa teknik ( Townsend, 2016)
Menurut Amril (2007, dalam Kristyaningsih, 2009), Ada 3 konsep
fundamental dalam terapi kognitif yaitu
1) Collaborative empirisme, antara terapis dan klien dapat meninjau dan
menguji fakta-fakta yang menunjang dalam menolak pikiran yang keliru,
2)Socratic dialogue, menggunakan teknik bertanya untuk mengklarifikasi
dan menyimpulkan suatu persoalan, membantu mengidentifikasi pikiran,
images, dan asumsi dari pikiran maladaptif,
3) Guide discovery, terapis memandu klien dalam merubah keyakinan dan
asumsi yang maladaptif dengan mengikuti bersama setiap perkembangan
yang terjadi.
2.2 Strategi pelaksanaan kegiatan sesi 2
A. Tujuan
1. Evaluasi kemampuan klien dalam memberi tanggapan rasional dan
pembuatan catatan harian terhadap pikiran otomatis negatif pertama yang telah
didiskusikan dalam pertemuan sebelumnya (Sesi 1).
2. Klien mampu memilih pikiran otomatis negatif kedua yang akan
diselesaikan dalam pertemuan kedua ini.
3. Klien mampu memberikan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis
negatif kedua dan menuliskannya di lembar/buku catatan harian.
4. Klien mampu meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
terkait dengan pikiran otomatis yang timbul.
5. Klien mampu menuliskan kembali pembuatan catatan harian terkait dengan
penyelesaian masalah dalam mengatasi pikiran otomatis lainnya.
B. Setting tempat : Klien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan
nyaman
C. Alat :Alat tulis, Buku kerja klien, Buku evaluasi
D. Metode: Diskusi dan tanya jawab
E. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien
b. Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif.
2. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik : Salam dari terapis kepada klien
b. Evaluasi Validasi
1) Menanyakan perasaan dan kondisi klien pada saat ini.
2) Menanyakan apakah klien telah melakukan latihan secara
mandiri di rumah
3) Menanyakan apakah pikiran otomatis negatif pertama masih
muncul, waktu atau situasi munculnya pikiran otomatis
tersebut, pikiran otomatis negatif yang baru, dan tanggapan
rasional yang lainnya.
4) Menanyakan apakah klien telah mencoba berlatih mandiri
dalam menyelesaikan masalah dan membuat catatan harian di
rumah. Perawat melihat buku catatan harian klien.
5) Menanyakan apakah klien telah mengidentifikasi pikiran
otomatis kedua untuk didiskusikan dalam pertemuan ini.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan pertemuan kedua ini adalah meningkatkan
kemampuan klien dalam memberi tanggapan rasional terhadap pikiran
otomatis negatif yang kedua.
2) Menjelaskan lama kegiatan yaitu 30 – 45 menit.
3) Mengingatkan kembali peraturan terapi yaitu klien duduk dengan
terapis berhadapan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Evaluasi kemampuan dan hambatan klien dalam membuat catatan
harian di rumah
b. Diskusikan dengan klien untuk memilih satu pikiran otomatis negatif
kedua yang ingin diselesaikan dalam pertemuan kedua ini
c. Diskusikan cara melawan pikiran otomatis negatif kedua dengan cara
yang sama seperti dalam melawan pikiran otomatis negatif yang
pertama yaitu dengan memberi tanggapan positif (aspek-aspek positif
yang dimiliki klien) dan minta klien mencatatnya dalam lembar
tanggapan rasional.
d. Latih kembali klien menggunakan aspek-aspek positif dalam melawan
pikiran otomatis negatif kedua dengan cara yang sama seperti sesi
pertama. e. Tanyakan tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi
pikiran otomatis negatif keduanya tersebut.
f. Motivasi klien berlatih untuk pikiran otomatis yang lain g.
Memberikan pujian terhadap keberhasilan klien.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah menjalani terapi
2) Terapis memberikan pujian yang sesuai
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien untuk berlatih di rumah tentang cara melawan
pikiran otomatis negatif kedua dengan aspek positif yang dimiliki
pasien dan melakukan tindakan pasien yang direncanakan untuk
mengatasi pikiran otomatis negatif kedua tersebut.
2) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi di rumah apakah
pikiran otomatis negatif yang telah didiskusikan masih muncul dalam
pemikirannya dan catat waktu/situasi timbulnya pikiran negatif kedua
tersebut.
3) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasikan pikiran-pikiran
otomatis negatif lainnya yang belum diidentifikasi dalam sesi kedua ini
dan minta pasien untuk mencatatnya dalam buku catatan hariannya.
4) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi aspek-aspek positif
lainnya dalam menanggapi pikiran otomatis negatif kedua yang belum
diidentifikasi dalam pertemuan kedua ini dan mencatatnya dalam buku
catatan hariannya.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati topik pertemuan yang akan datang (sesi ketiga), yaitu
mengevaluasi kemampuan klien dalam melaksanakan tugasnya,
berdiskusi untuk penyelesaian terhadap pikiran otomatis negatif yang
ketiga
2) Menyepakati waktu dan tempat
2.2.2 Evaluasi dan Dokumentasi
A. Evaluasi
1. Ekspresi klien pada saat terapi
2. Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
B. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang dilakukan
2) Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah
dirumuskan
Evaluasi Sesi 2
Terapi Kognitif Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negative
yang kedua
No Aspek yang dinilai 1 2 3 4 5 6 7
1 Mengidentifikasi pikiran otomatis negatif
yang kedua
2 Mengungkapkan alasan/sumber pikiran
otomatis negative
3 Mengungkapkan tanggapan rasional
terhadap pikiran otomatis negatif kedua
4 Mengungkapkan hasil/manfaat setelah
menggunakan tanggapan rasional
5 Menulis pikiran negatif dan tanggapan
rasional kedalam buku kerja klien
6 Membuat catatan harian

PIKIRAN NEGATIFKU
Tanggal No Daftar Pikiran Alasan/sumber Pikiran Negatif (Yang
Negatif Pikiran negatif Dipilih/Mengganggu)

CARA AKU MELAWAN PIKIRAN NEGATIFKU


No
Pikiran Negatif
No Cara Aku Melawan Hasil

b. Sesi 3 : Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran negatif ketiga


Semakin sering dan rutin klien melatih mencounter pikiran negatifnya maka akan
semakin meningkat pula kemampuan klien untuk melakukan terapi kognitif secara mandiri.
Pada sesi ini klien dianjurkan untuk melatih kembali melawan pikiran negatif dengan harapan
klien semakin mampu dan mudah merubah pikiran negatif yang dialaminya
2.3.1 Strategi pelaksanaan kegiatan sesi 3
A. Tujuan
1. Evaluasi kemampuan klien dalam memberi tanggapan rasional dan
pembuatan catatan harian terhadap pikiran otomatis negatif pertamadan kedua
yang telah didiskusikan dalam pertemuan sebelumnya (Sesi 1 dan 2).
2. Klien mampu memilih pikiran otomatis negatif ketiga yang akan
diselesaikan dalam pertemuan ketiga ini.
3. Klien mampu memberikan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis
negatif ketiga dan menuliskannya di lembar/buku catatan harian.
4. Klien mampu meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
terkait dengan pikiran otomatis yang timbul.
5. Klien mampu menuliskan kembali pembuatan catatan harian terkait dengan
penyelesaian masalah dalam mengatasi pikiran otomatis lainnya.
B. Setting tempat : Klien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan
nyaman
C. Alat : Alat tulis, Buku kerja klien, Buku evaluasi
D. Metode: Diskusi dan tanya jawab
E. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien
b. Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif.
2. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik Salam dari terapis kepada klien
b. Evaluasi Validasi
1) Menanyakan perasaan dan kondisi klien pada saat ini.
2) Menanyakan apakah klien telah melakukan latihan secara
mandiri di rumah
3) Menanyakan apakah pikiran otomatis negatif pertama dan
kedua masih muncul, waktu atau situasi munculnya pikiran
otomatis tersebut, pikiran otomatis negatif yang baru, dan
tanggapan rasional yang lainnya.
4) Menanyakan apakah klien telah mencoba berlatih mandiri
dalam menyelesaikan masalah dan membuat catatan harian di
rumah. Perawat melihat buku catatan harian klien.
5) Menanyakan apakah klien telah mengidentifikasi pikiran
otomatis ketiga untuk didiskusikan dalam pertemuan ini.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan pertemuan kedua ini adalah meningkatkan
kemampuan klien dalam memberi tanggapan rasional terhadap pikiran
otomatis negatif yang ketiga.
2) Menjelaskan lama kegiatan yaitu 30 – 45 menit.
3) Mengingatkan kembali peraturan terapi yaitu pasien duduk dengan
terapis berhadapan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Evaluasi kemampuan dan hambatan klien dalam membuat catatan harian di
rumah
b. Diskusikan dengan klien untuk memilih satu pikiran otomatis negatif ketiga
yang ingin diselesaikan dalam pertemuan ketiga ini
c. Diskusikan cara melawan pikiran otomatis negatif kedua dengan cara yang
sama seperti dalam melawan pikiran otomatis negatif yang pertama dan kedua
yaitu dengan memberi tanggapan positif (aspek-aspek positif yang dimiliki
klien) dan minta klien mencatatnya dalam lembar tanggapan rasional.
d. Latih kembali klien untuk menggunakan aspek-aspek positif klien dalam
melawan pikiran otomatis negatif keduanya dengan cara yang sama seperti
sesi pertama dan kedua.
e. Tanyakan tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi pikiran
otomatis negatif keduanya tersebut.
f. Motivasi klien berlatih untuk pikiran otomatis yang lain g. Memberikan
pujian terhadap keberhasilan klien
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah menjalani terapi
2) Terapis memberikan pujian yang sesuai
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien untuk berlatih di rumah tentang cara melawan
pikiran otomatis negatif ketiga dengan aspek positif yang dimiliki klien
dan melakukan tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi
pikiran otomatis negatif ketiga tersebut.
2) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi di rumah apakah
pikiran otomatis negatif yang telah didiskusikan masih muncul dalam
pemikirannya dan catat waktu/situasi timbulnya pikiran negatif ketiga
tersebut.
3) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasikan pikiran-pikiran
otomatis negatif lainnya yang belum diidentifikasi dalam sesi kedua ini
dan minta klien untuk mencatatnya dalam buku catatan hariannya.
4) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi aspek-aspek positif
lainnya dalam menanggapi pikiran otomatis negatif ketiga yang belum
diidentifikasi dalam pertemuan kedua ini dan mencatatnya dalam buku
catatan hariannya.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati topik pertemuan yang akan datang (sesi 4), yaitu
mengevaluasi kemampuan klien dalam melaksanakan tugasnya,
berdiskusi untuk penyelesaian terhadap pikiran otomatis negatif yang
ketiga, dan berdiskusi manfaat hasil dalam mengikuti terapi kognitif.
2) Menyepakati waktu dan tempat
2.3.2 Evaluasi dan Dokumentasi
A. Evaluasi
1. Ekspresi klien pada saat terapi
2. Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
B. Dokumentasi
1) Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang dilakukan
2) Dokumentasikan rencana pasien sesuai dengan yang telah
dirumuskan
Evaluasi Sesi 3 Terapi Kognitif Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran
otomatis yang negatif ketiga
No Aspek yang dinilai 1 2 3 4 5 6 7
1 Mengidentifikasi pikiran otomatis negatif
yang ketiga
2 Mengungkapkan alasan/sumber pikiran
otomatis negative
3 Mengungkapkan tanggapan rasional
terhadap pikiran otomatis negatif kedua
4 Mengungkapkan hasil/manfaat setelah
menggunakan tanggapan rasional
5 Menulis pikiran negatif dan tanggapan
rasional kedalam buku kerja klien
6 Membuat catatan harian

PIKIRAN NEGATIFKU
Tanggal No Daftar Pikiran Alasan/sumber Pikiran Negatif (Yang
Negatif Pikiran negatif Dipilih/Mengganggu)

CARA AKU MELAWAN PIKIRAN NEGATIFKU


No
Pikiran Negatif
No Cara Aku Melawan Hasil

c. Sesi 4 : Manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif


(ungkapan hasil dalam mengikuti terapi kognitif).
Pada sesi empat ini kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan dengan klien
manfaat yang dirasakan klien setelah menggunkan tanggapan rasional yang diajarkan
terhadap pikiran otomatis negatif. Latihan yang dilakukan secara disiplin dan rutin
oleh klien dapat mendatangkan hasil yang sangat memuaskan bagi klien terhadap
perubahan pikiran negatif yang dialami klien
2.4.1 Strategi pelaksanaan kegiatan sesi empat
A. Tujuan
1. Evaluasi kemampuan klien dalam memberi tanggapan rasional dan
pembuatan catatan harian terhadap pikiran otomatis yang negatif pertama,
kedua dan ketiga tentang dirinya yang telah didiskusikan dalam pertemuan
sebelumnya.
2. Klien mampu memilih pikiran otomatis negatif ketiga yang akan
diselesaikan dalam pertemuan ini.
3. Klien mampu memberikan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis
negatif ketiga tentang dirinya dan menuliskannya di lembar tanggapan
rasional dalam buku catatan harian klien.
4. Klien mampu meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
terkait dengan pikiran otomatis yang timbul.
5. Klien mampu menuliskan kembali pembuatan catatan harian terkait
dengan penyelesaian masalah dalam mengatasi pikiran otomatis negatif
lainnya.
6. Klien dapat memberi tanggapan (perasaan) terhadap pelaksanaan terapi
kognitif di rumah
7. Klien dapat mengungkapkan hambatan yang ditemui dalam membuat
catatan harian.
8. Klien dapat mengungkapkan hasil dan manfaat dalam mengikuti terapi
kognitif
9. Klien dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
terkait dengan pikiran-pikiran otomatis negatif yang timbul.
B. Setting Tempat: Klien dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan
nyaman
C. Alat : Alat tulis, Buku kerja klien, Buku evaluasi
D. Metode : Diskusi dan tanya jawab
E. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien b. Mempersiapkan alat
dan tempat yang kondusif
2. Tahap Orientasi
a. Salam Terapeutik : Salam dari terapis kepada klien
b. Evaluasi Validasi
1) Menanyakan perasaan dan kondisi klien pada saat ini
2) Menanyakan apakah klien telah melakukan latihan secara
mandiri di rumah.
3) Menanyakan apakah pikiran otomatis negatif pertams, kedua
dan ketiga masih muncul, waktu atau situasi munculnya
pikiran-pikiran otomatis negatif tersebut, adakah pikiran
otomatis negatif yang baru, dan tanggapan rasional lainnya.
4) Menanyakan apakah klien telah mencoba berlatih mandiri
dalam menyelesaikan masalah dan membuat catatan harian di
rumah. Perawat melihat buku catatan harian klien
5) Menanyakan apakah klien telah mengidentifikasi pikiran
otomatis ketiga untuk didiskusikan dalam pertemuan ini.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan pertemuan dari sesi keempat ini, yaitu
meningkatkan kemampuan pasien dalam memberi tanggapan rasional
terhadap pikiran otomatis negatif yang ketiga dan mengungkapkan
hasil atau manfaat dalam mengikuti terapi.
2). Menjelaskan lama kegiatan yaitu 30 – 45 menit
3) Mengingatkan kembali peraturan terapi yaitu pasien duduk dengan
terapis berhadapan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Evaluasi kemampuan dan hambatan klien dalam membuat catatan harian di
rumah
b. Diskusikan pikiran otomatis negatif keempat yang ingin diselesaikan dalam
pertemuan ini
c. Diskusikan cara melawan pikiran otomatis negatif keempat dengan cara
yang sama seperti dalam melawan pikiran otomatis negatif yang pertama atau
kedua atau ketiga yaitu dengan memberi tanggapan positif (aspekaspek positif
yang dimiliki klien) dan minta klien mencatatnya dalam lembar tanggapan
rasional.
d. Latih kembali klien untuk menggunakan aspek-aspek positif klien dalam
melawan pikiran otomatis negatif keduanya dengan cara yang sama seperti
sesi pertama atau kedua atau ketiga.
e. Tanyakan tindakan klien yang direncanakan untuk mengatasi pikiran
otomatis negatif keempatnya tersebut.
f. Diskusikan perasaan klien setelah menggunakan tahapan-tahapan dalam
memberikan tanggapan rasional (melawan pikiran-pikiran otomatis yang
negatif) dan beri umpan balik.
g. Diskusikan manfaat tanggapan rasional yang dirasakan klien dalam
menyelesaikan pikiran otomatis yang timbul.
h. Tanyakan apakah cara tersebut dapat menyelesaikan masalah yang timbul
karena pikiran otomatisnya.
i. Tanyakan hambatan yang dialami klien dalam memberi tanggapan rasional
dan menyelesaikan masalahnya.
j. Diskusikan cara mengatasi hambatan.
k. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan hasil yang diperoleh selama
mengikuti pertemuan-pertemuan dalam terapi.
l. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah menjalani terapi
2) Terapis memberikan pujian yang sesuai
b. Tindak Lanjut
1) Menganjurkan klien untuk berlatih di rumah tentang cara melawan
pikiran otomatis negatif keempat dengan aspek positif yang dimiliki
pasien dan melakukan rencana tindakan untuk mengatasi pikiran
otomatis negatif ketiga tersebut.
2) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi di rumah apakah
pikiran otomatis negatif yang telah didiskusikan masih muncul dalam
pemikirannya dan catat waktu/situasi timbulnya pikiran negatif
keempat tersebut.
3) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasikan pikiran-pikiran
otomatis negatif lainnya yang belum diidentifikasi dalam sesi keempat
ini dan minta klien untuk mencatatnya dalam buku catatan hariannya.
4) Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi aspek-aspek positif
lainnya dalam menanggapi pikiran otomatis negatif keempat yang
belum diidentifikasi dalam pertemuan ini dan mencatatnya dalam buku
catatan hariannya.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati topik pertemuan yangakan datang (sesi kelima), yaitu
mengevaluasi kemampuan pasien dalam melaksanakan tugasnya, berdiskusi
bersama keluarga untuk mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan
terapi kognitif secara mandiri di rumah.
2) Menyepakati waktu dan tempat
2.4.2 Evaluasi dan Dokumentasi
A. Evaluasi
1. Ekspresi klien pada saat terapi
2. Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan terapi
B. Dokumentasi
1. Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang dilakukan
2. Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah dirumuskan

Evaluasi Sesi 4 Terapi Kognitif Manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran


otomatis yang negatif
otomatis yang negatif ketiga
No Aspek yang dinilai 1 2 3 4 5 6 7
1 Mengidentifikasi pikiran otomatis negatif
dan memilih pikiran negatif yang ingin
didiskusikan sebagai pikiran negatif
keempat yang ingin dihilangkan
2 Mengungkapkan alasan/sumber pikiran
otomatis negative
3 Mengungkapkan tanggapan rasional
terhadap pikiran negatif keempat
4 Mengungkapkan hasil atau manfaat setelah
menggunakan tanggapan rasional
5 Memberikan tanggapan terhadap terapi
kognitif
6 Mencatat pikiran negatif dan penggunaan
tanggapan rasional serta manfaat yang
dirasakan selama melakukan latihan terapi
kognitif
7 Membuat catatan harian

PIKIRAN NEGATIFKU
Tanggal No Daftar Pikiran Alasan/sumber Pikiran Negatif (Yang
Negatif Pikiran negatif Dipilih/Mengganggu)

CARA AKU MELAWAN PIKIRAN NEGATIFKU


No
Pikiran Negatif
No Cara Aku Melawan Hasil

CATATAN HARIANKU
Hari/Tgl/ Jam Pikiran Negatifku Cara Aku Melawan Hasil
Hasil

2.5 Sesi 5 : Support system Pada sesi 5 ini, terapis mendiskusikan dengan keluarga
tentang pikiran negatif yang dialami oleh klien dan cara mengubah pikiran negatif yag
dialami klien. Sehingga pada sesi ini keluarga memiliki pengetahuan tentang kondisi
klien dan dapat membantu klien dalam mengatasi pikiran negatif yang muncul.
Duval dan Logan (1986) menyatakan bahwa keluarga adalahsekumpulan orang
dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional,
serta social dari anggota keluarga.Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya (1989)
mengungkapkan bahwa keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Berdasarkan definisi diatas sangat jelas pengaruh dukungan keluarga sangat penting
agar efektifitas pemberian terapi yang diberikan pada klien dapat maksimal dirasakan
oleh klien.
Menurut Friedman (1998) terdapat lima fungsi dasar keluarga yaitu, fungsi:
1) afektif
2) sosialisasi
3) reproduksi
4) ekonomi
5) perawatan keluarga.Kelima fungsi tersebut dijalankan oleh keluarga sebagai suatu
unit, dengan uraian:
a. Fungsi Afektif Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga
yang merupakan basiskekuatan keluarga.Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial.Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang
gembira dan bahagia.Anggota mengembangkan citra diri yang positif, perasaan
dimiliki, perasaan berarti dan berharap yang merupakan sumber kasih sayang,
dukungan yang dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan di hubungan dalam
keluarga.
Aspek yang perlu dipengaruhi oleh keluarga untuk fungsi afektif adalah:
Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antara
anggota keluarga. Tiap anggota keluarga ayng mendapatkan kasih sayang dan
dukungan dari anggota keluarga yang lain akan memiliki peningkatan kemampuan
untuk memberikan hal yang sama kepada anggota keluarga yang lain, sehingga
terbina hubungan yang hangat dan saling mendukung (Friedman, 1998). Hubungan
erat dan saling mendukung dalam keluarga merupakan asset dasar untuk membina
hubungan dengan orang lain di luar keluarga.
Saling menghargai, dengan mempertahankan iklim positif dimana tiap anggota
di akui dan dihargai keberadaan dan haknya baik orang tua maupun anak, maka fungsi
afektif akan tercapai. Ikatan dan identifikasi, ikatan dimuali sejak pasangan sepakat
memulai hidup baru.Kemudian dikembangkan dengan kesesuaian pada berbagai
aspek kehidupan, keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya mempunyai
anak. Hubungan dikembangkan dengan hubungan orang tua dan anak, antara anak
dengan anak melalui proses identifikasi.
Proses identifikasi merupakan inti dari ikatan kasih sayang yang sangat
penting dibina, sehingga anak akan meniru perilaku orang tua melalui hubungan
interaksi mereka yang kondusif. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang
menentukan kebahagiaan keluarga.Gejala gangguan kesehatan jiwa yang sering kali
terjadi akibat dari fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
b. Fungsi Sosialisasi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan
yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam
lingkungan social. (Sosialisasi terjadi sepanjang kehidupan, dan keluarga merupakan
tempat individu melakukan sosialisasi.Dalam tiap tahap perkembangan keluarga dan
individu (anggota keluarga) dicapai melalui interaksi/ hubungan yang diwujudkan
dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma, budaya, perilaku
melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga yang selanjutnya memungkinkan
sebagai individu mempau berperan dilingkungan masyarakat.
c. Fungsi Reproduksi Keluarga mempunyai fungsi untuk meneruskan
keturunan dan menambah jumlah sumber daya manusia di dunia.Pengendalian jumlah
kelahiran perlu diikuti dengan peningkatan sumber daya manusia tersebut.Salah satu
upaya utamanya adalah dengan memfasilitasi keluarga untuk mempunyai kemampuan
menjalankan tugas dan fungsi keluarga.
d. Fungsi Ekonomi Pemenuhan kebutuhan keluarga yaitu makanan, pakaian,
rumah, membutuhkan sumber financial, sementara tidak semua keluarga dapat
memenuhinya untuk dapat, hidup layak, terutama bagi keluarga miskin.Oleh karena
itu, tenaga kesehatan, khususnya perawat bertanggung jawab membantu mencarikan
sumber yang tersedia di masyarakat agar dapat dimanfaatkan oleh keluarga sehingga
bisa meningkatkan kondisi kesehatan keluarga.
e. Fungsi Perawatan Keluarga Keluarga memberikan asuhan keperawatan
untuk mecegah terjadinya gangguan atau merawat anggota yang sakit.Keluarga pula
yang menentukan kapan anggota keluarga yang terganggu perlu meminta pertolongan
tenaga profesional.Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga dan kelaurga secara keseluruhan.
Keluarga perlu memiliki pemahaman yang baik tentang sehat sakit yang
mempengaruhi perilaku keluarga meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
kesehatan dalam keluarga, kemampuan keluarga melakukan perawatan atau
pemeliharaan kesehatan dapatdiketahui melalui kemampuan keluarga menjalankan
tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melakukan tugas
kesehatan keluarga dengan baik akan mampu menyelesaikan masalah kesehatan
keluarga. Tugas kesehatan keluarga meliputi lima tingkatan (Maglaya, 1978), yaitu:
1) mengenal masalah kesehatan
2) membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3) memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4) mempertahankan suasana rumah yang sehat; dan
5) menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Kondisi klien yang sedang mengalami penyakit fisik yang menimbulkan
perubahan rasa nyaman, kelelahan, mual, muntah, timbulnya nyeri yang hebat dan
sering, penurunan semangat dan gairah hidup membuat klien membutuhkan adanya
dukungan orang lain dalam melewati hari-hari yang diwarnai dengan perasaan dan
pikiran yang tidak menyenangkan. Dukungan keluarga, sebagai support system utama
klien sangat dibutuhkan untuk keberhasilan terapi. Keluarga dapat membantu klien
saat melatih melakukan counter pikiran sehingga pikiran negatif dapat diganti menjadi
pikiran positif.
2.5.1 Strategi pelaksanaan kegiatan sesi 5
A. Tujuan
1. Meningkatkan komunikasi perawat dengan klien dan keluarga
2. Klien mendapat dukungan (support system) dari keluarga
3. Keluarga dapat menjadi support sistem bagi klien
B. Setting tempat : Klien, keluarga dan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan
nyaman
C. Alat: Alat tulis, Buku kerja, Buku evaluasi
D. Metode: Diskusi dan tanya jawab
E. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan pasien dan keluarga
b. Mempersiapkan alat dan tempat yang kondusif
2. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik : Salam dari terapis kepada klien dan keluarga
b. Evaluasi / Validasi
1) Menanyakan perasaan pasien dan keluarga pada saat ini
2) Menanyakan apakah klien sudah membuat catatan harian
(kegiatan) dalam upaya untuk mengatasi pikiran otomatis dan
perasaannya.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan pertemuan kelima ini, yaitu keluarga
dapat memberikan dukungan bagi pasien dalam melakukan
terapi kognitif secara mandiri di rumah
2) Menjelaskan pengertian dan tujuan terapi kepada keluarga,
yaitu meningkatkan kemampuan pasien dalam mengatasi
pikiran-pikiran otomatis (negatif) dan cara penyelesaian
masalah yang timbul akibat pikiran otomatis tersebut. 3)
Menjelaskan lama kegiatan yaitu 45 – 60 menit
4) Menjelaskan peraturan terapi yaitu klien dan keluarga duduk
dengan terapis berhadapan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Jelaskan pada keluarga tentang pengertian, tujuan dan manfaat
terapi kognitif bagi klien
b. Jelaskan pada keluarga tentang pelaksanaan terapi kognitif yang
telah dilakukan pasien termasuk pembuatan catatan hariannya.
c. Minta klien untuk menjelaskan pada keluarga tentang pikiran-
pikiran negatif yang dirasakan, cara mengatasi atau melawan pikiran
tersebut, pembuatan catatan harian, dan manfaat hasil yang dirasakan
pasien dalam menjalani terapi kognitif.
d. Libatkan keluarga dalam mengidentifikasi perilaku klien sebelum,
selama dan sesudah mengikuti terapi kognitif.
e. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang telah dimiliki pasien
f. Anjurkan keluarga untuk siap mendengarkan masalah-masalah
(pikiranpikiran negatif) yang dialami klien
g. Libatkan keluarga dalam diskusi untuk membantu penyelesaian
masalah yang telah dilakukan klien
h. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien dan keluarga.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien dan keluarga setelah menjalani
terapi 2) Terapis memberikan pujian yang sesuai
b. Tindak Lanjut
1) Menganjurkan pada keluarga untuk dapat menerima dan merawat
klien di rumah
2) Menganjurkan keluarga untuk mengingatkan klien dalam
melaksanakan tugas-tugas mandiri yang telah dibuat bersama perawat
dalam pertemuan sebelumnya.
c. Kontrak yang akan datang
1) Membuat kesepakatan dengan keluarga untuk dapat menjadi support
system bagi klien
2) Menyepakati waktu dan tempat
2.5.2 Evaluasi dan Dokumentasi
A. Evaluasi Ekspresi klien dan keluarga pada saat terapi Evaluasi dilakukan
terhadap pencapaian tujuan terapi
B. Dokumentasi
1. Terapis mendokumentasikan pencapaian hasil terapi yang dilakukan
2. Dokumentasikan rencana klien sesuai dengan yang telah dirumuskan
Evaluasi
Evaluasi sesi 5
Terapi Kognitif Support system
A. Klien
No Aspek yang di nilai 1 2 3 4 5 6 7
1 Mengungkapkan pikiran
otomatis
2 Mengungkapkan alas an
3 Mengungkapkan
tanggapan rasional
4 Mengungkapkan
hasil/manfaat terapi
5 Membuat catatan harian
B. Keluarga
No Aspek yang di nilai 1 2 3 4 5 6 7
1 Mengungkapkan
dukungan untuk
membantu klien dalam
melakukan terapi kognitif
dirumah
2 Membantu klien dalam
pembuatan catatan harian
3 Memberi pujian terhadap
perilaku positif klien
CARA AKU MELAWAN PIKIRAN NEGATIFKU
No
Pikiran Negatif
No Cara Aku Melawan Hasil

CATATAN HARIANKU
Hari/Tgl/ Jam Pikiran Negatifku Cara Aku Melawan Hasil
Hasil
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan adalah tindakan menciderai orang lain, diri sendiri,
merusak harta benda (lingkungan), dan ancaman secara verbal (Keliat, 2003).
Perilaku kekerasan pada pasien gangguan jiwa merupakan situasi kegawatan psikiatri
yang memerlukan penanganan yang cepat agar tidak membahayakan pasien, orang
lain termasuk petugas kesehatan, dan lingkungannya. American Association
Psychiatric (2000) menyebutkan beberapa penelitian melaporkan bahwa kelompok
individu yang didiagnosa mengalami skizoprenia mempunyai insiden lebih tinggi
untuk mengalami perilaku kekerasan (APA, 2000 dalam Sadino, 2007). Dari survey
yang dilakukan oleh The National Institute of Mental Nursing Health‟s
Epidemiologic Catchment Area terhadap 10.000 orang yang pernah melakukan
perilaku kekerasan di temukan 37,7% berhubungan dengan penyalah gunaan zat,
24,6% alkoholik, 12,7 % skizoprenia, 11,7% gangguan depresi berat, 11% gangguan
bipolar dan 2,1% tanpa gangguan ( Kaplan & Saddock, 1995 dalam Keliat, 2003).
Menurut Dyah (2009) jumlah klien skizoprenia dengan perilaku kekerasan
berdasarkan riwayat kekerasan didapatkan bahwa klien yang memiliki riwayat
kekerasan baik sebagai pelaku, korban, atau saksi lebih banyak yaitu 62,5% dari 72
responden yang diteliti.
Perilaku kekerasan dapat disebabkan dan dicetuskan oleh faktor biologis,
psikologis dan sosiokultural. Adapun yang termasuk dalam faktor biologis adalah
struktur otak, dimana struktur otak yang berhubungan dengan perilaku agresif/
kekerasan adalah system limbik, lobus frontal, hypothalamus dan ketidakseimbangan
neurotransmitter Niehoff, 2002; Hoptman , 2003 dalam Stuart & Laraia, 2005;2009).
Menurut Stuart dan Laraia (2005;2009) yang termasuk dalam faktor psikologis
diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan
psikologi. Sedangkan faktor sosiokultural yang dapat menyebabkan terjadinya
perilaku kekerasan dapat dilihat dari karakteristik yang termasuk pada sosial budaya
seperti: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, peran sosial, latar belakang
budaya, agama dan kayakinan individu (Stuart & Laraia, 2005;2009), riwayat perilaku
kekerasan di masa lalu (American Psychiatric Assosiations, 2000; steinert, Wiebe, &
Gebhardt, 1999 dalam Fauziah, 2009). Sedangkan pendapat ahli lainnya menyatakan
faktor sosial adalah aspek yang dimiliki individu yang terdiri dari konsep diri,
hubungan interpersonal, peran budaya lingkungan dan keluarga sehingga dapat
menjalankan fungsinya dalam masyarakat (Rawlin & Beck, 1993).
Perilaku Kekerasan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan dapat berfluktuasi
dalam rentang adaptif sampai maladaptif (Keliat & Sinaga, 1991; Stuart, 2009). Perilaku
kekerasan termasuk ke dalam rentang yang maladaptif. Berdasarkan rentang respon
kemarahan tersebut maka dapat diketahui tanda dan gejala yang diketahui dari respon
kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial individu. Berikut ini dapat dilihat rentang
respon kemarahan yang dikelompokkan berdasarkan respon
yang ditunjukkan individu pada tabel dibawah ini :
Rentang Asertif Pasif Frustrasi Agresif Amuk /
Respon/ Perilaku
Respon Kekerasan
Kognitif Berfikir Mengenyam Berfikir Berfikir Kehilangan
rasional pingkan irrasional irrasional konrol diri
berbicara haknya karena dan
dengan jujur daripada memiliki kurang
dan jelas persepsinya tujuan yang percaya
terhadap hak kurang diri. menilai
orang lain. realistis dan
mengkritik
tingkah laku
orang lain

Afektif Tidak merasa Merasa Merasa Merasa Merasa


tersinggung tertekan gagal, marah, marah
dan bersalah merasa tidak merasa dan bersaing
bila ditolak bersemangat bersaing yang kuat.
dan kurang dan merasa
motivasi malu
Fisiologis Tidak ada Tidak ada Terjadi Peningkatan Peningkatan
perubahan perubahan perubahan Tekanan tekanan
pada pada fisiologis darah, darah,
fisiologis. fisiologis. namun frekuensi frekuensi
belum denyut denyut
mengganggu. jantung, jantung
dan dan
pernafasan. pernafasan,
wajah pupil
tegang, melebar,
tidak bisa frekuensi
diam, pengeluaran
mengepalkan urin
atau meningkat,
memukulkan wajah merah
tangan, dan tegang,
rahang serta rahang
mengencang, mengencang,
Perilaku Saat Menghindari Menghindar Tidak Bermusuhan,
berbicara masalah dan dari masalah menghargai perilaku
kontak mata menutupi hak mencederai
langsung tapi kemarahanya. orang lain, diri
tidak Bermusuhan sendiri,
mengganggu, perilaku orang
intonasi mengarah lain dan
suara dalam pada lingkungan
berbicara kekerasan
tidak verbal dan
mengancam. fisik
Sosial Klien dapat Menghindar Menghindar Hubungan Hubungan
berinteraksi dari orang dari orang interpersonal interpersonal
dengan baik lain lain berkurang berkurang
dan dan dan
menghargai cendrung cendrung
orang lain menyakiti menyakiti
orang orang
lain lain

Berdasarkan tanda dan gejala diatas dapat diketahui bahwa perilaku kekerasan
memiliki banyak tanda dan gejala yang lebih membahayakan baik diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Dengan demikian dibutuhkan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah
perilaku kekerasan.
Intervensi yang dilakukan pada pasien dengan perilaku agresif / perilaku kekerasan
bervariasi. Intervensi tersebut berada dalam rentang preventive strategies, Anticipatory
Strategies, dan Containment Strategies (Stuart and Laraia, 2005). Adapun yang dapat
dilakukan untuk setiap rentang intervensi tersebut adalah :
1. Strategi Penahanan (Containment Strategies)
Pada saat klien mengalami kemarahan yang dapat mengancam keselamatan diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (kegawatdaruratan psikiatri) yang tidak dapat
dikontrol dengan terapi psikofarmaka maka perlu dilakukan strategi penahanan
(Containment Strategies) yang meliputi manajemen krisis, pembatasan gerak, dan
pengekangan fisik.
2. Strategi Antisipasi (Anticipatory Strategies)
meliputi komunikasi, modifikasi lingkungan, perilaku dan psikofarmaka. Perawat
jiwa pada umumnya dapat mencegah situasi krisis dengan menggunakan intervensi
dini verbal dan non verbal. Setiap usaha yang dilakukan pada strategi ini harus
dilakukan pemonitoran klien yang memiliki risiko perilaku kekerasan dengan hati-hati
dan intervensi ditujukan untuk tanda peningkatan awal agitasi. Strategi ini juga
menekankan pemberian psikofarmaka untuk klien agar lebih efektif. Individu dengan
perilaku kekerasan membutuhkan terapi psikofarmaka yang tepat.
3. Strategi Pencegahan (Preventive Strategies),
meliputi kesadaran diri, psikoedukasi pada klien, dan latihan asertif. Pada strategi ini
kesadaran diri ditujukan kepada perawat agar dapat menggunakan dirinya sendiri
secara efektif dalam menghadapi klien dengan perilaku kekerasan terkait dengan
kemampuannya untuk melakukan komunikasi terapeutik. Pemberian pendidikan
kesehatan (psikoedukasi) pada klien perilaku kekerasan sangat penting pada tahap ini
karena akan mengajarkan klien tentang komunikasi dan cara yang tepat untuk
mengungkapkan rasa marahnya. Pada strategi ini psikoterapi dapat diberikan,
psikoterapi akan membantu klien untuk menghilangkan perilaku maladaptif dan
menggantinya dengan perilaku adaptif.
Banyak klien yang mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi perasaan, kebutuhan
dan keinginannya untuk diungkapkan kepada orang lain. Psikoterapi dapat diberikan untuk
membantu klien. Psikoterapi akan membantu klien untuk menghilangkan perilaku
maladaptif dan menggantinya dengan perilaku adaptif. Psikoterapi dapat diberikan pada
individu pada fase rehabilitasi dimana perilaku kekerasan sudah mereda dan klien sudah
mulai kooperatif serta sudah mulai mendapatkan tindakan keperawatan generalis yaitu
standar asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan (SAK PK). Beberapa
psikoterapi yang dapat diberikan kepada klien dengan perilaku kekerasan diantaranya
adalah Assertiveness Training, Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Terapi Musik dan
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) merupakan salah satu psikoterapi yang dapat diberikan pada klien dengan
perilaku kekerasan dengan tujuan umumnya adalah untuk mengurangi keyakinan
irrasional dan menguatkan keyakinan rasional yang dapat efektif pada anak dan dewasa
yang marah dan agresif melalui pembelajaran dan latihan kognitif, emosi dan perilaku.
Dengan demikian diharapkan klien dengan perilaku kekerasan yang mempunyai
keyakinan dan pikiran yang irrasional menjadi individu yang berkeyakinan dan berpikir
rasional sehingga akan memiliki emosi dan perilaku yang positif dan lebih sehat.
B. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini diharapkan perawat mampu:
1. Melakukan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) pada individu dengan
perilaku kekerasan.
2. Melakukan evaluasi hasil Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) pada
individu dengan perilaku kekerasan
BAB II
PEDOMAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT)
PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
REBT adalah suatu metoda terapi yang menggunakan pendekatan kognitif
dan perilaku untuk memahami dan mengatasi masalah emosi dan perilaku negatif
yang berasal dari keyakinan-keyakinan yang tidak rasional (irrasional). REBT
merupakan suatu pendekatan kognitif dan perilaku yang mengemukakan fakta-fakta
bahwa perilaku yang dihasilkan bukan berasal dari kejadian yang dialami namun dari
keyakinan – keyakinan yang tidak rasional.
B. Tujuan REBT
1. Tujuan Umum:
Membantu individu untuk dapat menolong diri sendiri dengan mengajarkan cara
mengubah keyakinan irrasionalnya menjadi lebih rasional melalui pembelajaran
dan latihan terhadap kognitif, emosi dan perilaku sehingga memungkinkan bagi
klien untuk melakukan koping dalam jangka waktu yang panjang di masa yang
akan datang.
2. Tujuan Khusus:
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya dengan terapis.
b. Klien mampu memahami rentang dari perasaan senang sampai marah yang
dirasakannya ( Termometer Perasaan).
c. Klien mampu membedakan antara kenyataan dengan opini/persepsi terhadap
suatu kondisi atau peristiwa
d. Klien mampu melakukan Analisis Diri secara Rasional (Rational Self-
Analysis) dengan menggunakan Model ACBs untuk mengontrol perilaku
kekerasannya.
C. Indikasi REBT :
REBT diberikan pada lingkup non klinis dan klinis. REBT lebih sering diberikan
secara individu namun belakangan ini berkembang sehingga diberikan dalam
kelompok, pasangan dan keluarga. REBT dapat diberikan pada anak-anak dan
dewasa.
1. Penerapan REBT pada non klinis REBT dapat diberikan pada anak dan dewasa
seperti pada pertumbuhan individu yang dapat digunakan untuk membantu
individu mengembangkan diri dan bertindak lebih fungsional dalam menjalani
filosofi hidupnya dan efektivitas disekolah maupun ditempat kerja. Dengan
demikian psikoterapi ini dapat diberikan pada individu dengan diagnosa
keperawatan Potensial pembentukan identitas diri, Potensial berkembangnya
konsep diri dan Potensial berkembangnya integritas diri.
2. Penerapan REBT di klinis
REBT dapat diberikan pada kondisi klinis seperti pada klien dengan depresi,
gangguan kecemasan (obsesif kompulsif, agoraphobia, agora spesifik, general
ansietas dan post traumatic), gangguan makan, adiksi, gangguan kontrol impuls,
manajemen marah, perilaku antisocial, gangguan personal, kekerasan seksual,
gangguan fisik atau gangguan mental, manajemen stress, manajemen nyeri dan
gangguan perilaku pada anak dan dewasa serta masalah hubungan dalam keluarga.
Berdasarkan kondisi klinis ini maka diagnosa keperawatan yang membutuhkan
psikoterapi REBT adalah risiko perilaku kekerasan, ansietas, harga diri rendah,
ketidakberdayaan, keputusaan dan sindroma pasca trauma.
D. Peran Terapis
Program terapi Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dirancang untuk
edukasi dan pendukung dalam upaya preventif (pencegahan) timbulnya masalah
kesehatan mental klien, untuk itu dibutuhkan seorang terapis yang dapat berperan
sebagai :
1. Terapis sebagai trainer, REBT adalah edukatif dan kolaboratif. Klien belajar
terapi dan belajar untuk menggunakannya secara sendiri. Terapis menyediakan
training dan klien yang mempelajarinya sendiri. Tidak ada penjelasan yang tidak
disampaikan pada klien dan terapis bersama klien merancang pekerjaan rumah
(latihan mandiri) yang akan dilakukan klien di rumah.
2. Terapis sebagai fasilitator, hubungan terapis dan klien sangat penting tetapi lebih
kepada memberikan dorongan. Terapi menunjukan sikap empati, penerimaan yang
tidak terkondisi,dan terapis harus berhati-hati agar aktivitas tidak menciptakan
ketergantungan pada klien.
E. Kriteria Terapis
1. Minimal lulus S2 Keperawatan Jiwa
2. Berpengalaman dalam praktek keperawatan jiwa
F. Tempat
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dapat dilakukan di sekolah untu
aplikasi non klinis dan di rumah sakit untuk aplikasi klinis. Rumah sakit umum dan
rumah sakit jiwa menjadi tempat pelaksanaan REBT bagi klien yang mempunyai
indikasi. Ruangan harus kondusif dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi klien.
G. Metode Terapi
Metode Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dapat dilakukan dengan
modifikasi beberapa tehnik dalam pelaksanaannya. Dalam beberapa kasus terapis
dapat memodifikasi REBT agar lebih dapat dipahami oleh klien. Adapun tehnik-
tehnik yang dapat digunakan adalah :
1. Tehnik Kognitif seperti Rational Analysis (Analisis Rasional), Double Standard
Dispute (Perdebatan Standar Ganda), Catastrophe Scale (Scala Bencana), Devil‟s
Advocad (Severse Role Playing), dan Reframing.
2. Imagery Techniques (Tehnik Perumpamaan) seperti Time Projection, dan The ”
Blow Up” Technique.
3. Behaviour Techniques (Tehnik Perilaku) seperti Exposure, Shame Attacking, Risk
Taking, Paradoxical Behaviour , Steping Out of Character dan Postponing
Gratification
4. Home Work ( Pekerjaan Rumah/ PR) Pekerjaan rumah (PR) adalah merupakan
strategi yang paling penting dalam REBT.
REBT yang akan diberikan kepada klien dengan perilaku kekerasan pada penelitian ini
menggunakan tehnik kognitif yaitu Rational Analysis (Analisis Rasional) dan Catastrophe
Scale (Scala Bencana). Rational Analysis (Analisis Rasional) yaitu analisis dari peristiwa
yang spesifik untuk mengajarkan klien bagaimana cara membuka dan memperdebatkan
keyakinan yang tidak rasional dan setelah klien mendapatkan idenya maka klien akan
membawanya sebagai pekerjaan rumah (latihan mandiri). Pada tehnik ini klien akan dilatih
secara mandiri mengenal keyakinannya yang tidak rasional dan merubahnya dengan
keyakinan yang rasional sehingga menurunkan gangguan emosi dan perilaku klien.
Catastrophe Scale (Scala Bencana) yaitu tehnik yang digunakan untuk mendapatkan
perspektif yang hebat. Pada papan tulis putih atau selembar kertas menggambarkan sebuah
garis yang menurun dengan menuliskan 100% pada bagian atas dan 0% pada bagian bawah
dan 10% interval diantaranya. Tanyakan pada klien pada tingkat berapa bencana yang
dirasakan dari masalah yang dihadapi kemudian masukkan item tersebut ke dalam gambar
pada tempat yang tepat kemudian isi tingkatan (level) yang lainnya dengan item yang sesuai
dengan pikiran klien. Pada akhirnya apakah klien secara progresif mengubah posisi item yang
ditakutkannya dalam scala, sampai ketakutan tersebut dalam perspektifnya dalam
hubungannnya dengan item lainnya . Pada tehnik ini klien akan dilatih untuk menempatkan
suatu peristiwa atau masalah dalam rentang perasaan senang sampai marah yang
dirasakannya. Agar kedua tehnik kognitif tersebut dapat dilakukan oleh klien dengan terampil
maka terapis juga menggunakan tehnik
Home Work (Pekerjaan Rumah) yaitu strategi latihan mandiri di rumah agar klien
menjadi terbiasa.
H. Alat Terapi
Alat yang dibutuhkan saat terapi disesuaikan dengan metode atau tehnik yang dipakai.
Pada REBT yang akan diberikan pada klien dengan perilaku kekerasan ini alat yang
dibutuhkan adalah alat tulis dan kertas, buku kerja untuk klien, dan lembar evaluasi
klien untuk terapis.
I. Strategi Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan REBT pada klien maka perlu diperhatikan komponen-komponen
utama dari Intervensi REBT tersebut yaitu :
1. Mempersiapkan klien untuk terapi
a. Membangun hubungan saling percaya
Melibatkan klien merupakan langkah awal untuk membangun hubungan
dengan klien. Hal ini dapat dicapai dengan adanya sikap empati, hangat
dan saling menghormati dengan menjelaskan tujuan terapi, mengkaji
motivasi klien untuk berubah, persetujuan dari klien untuk pelaksanaan
REBT dan membuat kesepakatan untuk kontrak selanjutnya. Adapun
aktivitas-aktivitas dapat yang digunakan pada pelaksanaan REBT adalah :
1) Menganalisis secara spesifik permasalahan yang terjadi, tentukan
keyakinan yang terlibat selanjutnya dirubah dan kembangkan PR.
Ini semua disebut dengan Analisis Rasional.
2) Mengembangkan pengkajian tentang perilaku untuk mengurangi
ketakutan atau memodifikasi cara bertindak.
3) Mempersiapkan strategi pengganti dan tehnik-tehnik yang tepat
seperti latihan relaksasi, latihan keterampilan interpersonal dll.
b. Menilai Masalah Individu dan Situasi Pengkajian yang dilakukan akan
bervariasi dari individu ke individu namun tetap mengikuti aturan-aturan
pada area yang telah ditetapkan dan akan dinilai sebagai bagian dari
intervensi REBT. Di mulai dari pandangan klien tentang masalah apa yang
ditemukan, mencek tentang “secondary disturbance”: bagaimana perasaan
klien tentang masalah yang dihadapi. Melakukan pengkajian secara umum
untuk menentukan adanya hubungan dengan gangguan klinikal,
menemukan riwayat personal dan sosial klien. Pengkajian tentang beratnya
masalah yang dirasakan, faktor personal yang relevan dan penyebab lain
yang bukan dari kondisi psikologis, riwayat pengobatan, ketergantungan
obat (Napza) dan faktor gaya hidup atau lingkungan.
2. Implementasi program terapi Pada saat implementasi, pelaksanaan terapi akan
dibagi atas 3 fase yang didalamnya terdapat 5 sesi .
a. Fase I disebut Fase Persiapan Kognitif yang terdiri atas 3 sesi yaitu :
1) Sesi 1 Persiapan kognitif : Bina hubungan saling percaya dan
harapan
2) Sesi 2 Persiapan kognitif : Memahami rentang perasaan senang
sampai marah yang dirasakan (Termometer Perasaan)
3) Sesi 3 Persiapan kognitif : Fakta lawan opini
b. Fase II yang disebut Fase Belajar Model Kognitif ACBs terdiri atas satu
sesi yaitu Sesi 4 Belajar model kognitif ACBs (Rational Self - Analysis)
c. Fase III yang disebut Fase Latihan Model Kognitif ACBs terdiri atas
satu sesi yaitu Sesi 5 Latihan model kognitif ACBs (Rational Self -
Analysis) Pada pelaksanaannya setiap sesi akan dilaksanakan setiap hari
dimana sesi 1-3 akan dilaksanakan masing-masingnya sekali sedangkan
sesi 4-5 akan dilaksanakan dua kali, hal ini bertujuan agar klien lebih
terlatih dalam menggunakan strategi model kognitif ACBs ( Rational Self -
Analysis). Setiap sesi akan dilaksanakan selama 20 sampai 30 menit untuk
setiap klien.
3. Mempersiapkan klien untuk terminasi Terapis mempersiapkan klien untuk
menghadapi terjadinya kemunduran dengan cara mengingatkan kemungkinan
terjadinya masalah emosi dan perilaku berulang, dengan demikian seorang terapis
harus memastikan bahwa klien sudah mengetahui cara yang dapat dilakukan
ketika gejala-gejala itu datang kembali.
J. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan pada Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) disesuaikan dengan tujuan setiap sesi. Hal yang diharapkan adalah klien
mampu membina hubungan saling percaya dengan terapi, memahami rentang dari
perasaan yang dirasakan, membedakan antara kenyataan dengan opini/persepsi
terhadap suatu kondisi atau peristiwa dan terakhir klien mampu melakukan Analisis
Diri secara Rasional (Rational Self- Analysis) dengan menggunakan Model ACBs
sehingga dapat memodifikasi cara berfikir, beremosi dan bertindak untuk mengontrol
perilaku kekerasannya. Pada akhir intervensi diharapkan terjadinya peningkatan
perubahan pada cara berpikir, beremosi dan berperilaku secara signifikan atau
peningkatan pada kondisi eksternal klien.
BAB III
PEDOMAN PELAKSANAAN TERAPI
RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT)
Berdasarkan teori dan konsep yang dijelaskan tentang Rational Emotive Behaviour Therapy
(REBT) maka psikoterapi yang akan diberikan pada klien dengan Perilaku Kekerasan pada
penelitian ini mempunyai 3 Fase yang didalamnya terdiri atas 5 sesi.
SESI I : Persiapan Kognitif : Bina hubungan dan harapan-harapan
A. Tujuan Sesi I : Klien mampu :
1. Membina hubungan saling percaya dengan terapis.
2. Menyampaikan keinginan dan harapannya selama mengikuti program REBT.
3. Menyampaikan kejadian / peristiwa yang terjadi dan bagaimana perasaannya terkait
dengan kejadian atau peristiwa tersebut.
B. Setting
Klien duduk bersama dengan terapis dalam suatu ruangan yang tenang dan nyaman
C. Alat Dan Bahan
Alat tulis, modul, buku kerja klien dan buku evaluasi klien
D. Metode
Curah pendapat, diskusi, dan tanya jawab.
E. Langkah – langkah :
1. Persiapan
a. Melakukan seleksi terhadap klien sesuai dengan masalah keperawatannya.
b. Mengingatkan klien sehari sebelum pelaksanaan terapi
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan yang kondusif
2. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik :
1) Memperkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai papan nama).
2) Menanyakan nama dan panggilan klien.
b. Evaluasi/Validasi :
1) Menanyakan bagaimana perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan apakah ada perasaan jengkel yang dirasakan mengganggu klien ?
Apa yang dilakukan klien sehubungan dengan perasaan tersebut?
c. Kontrak :
1) Menjelaskan pengertian REBT dan tujuan terapi yaitu membantu klien untuk
mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara mengubah keyakinan irrasionalnya menjadi
lebih rasional melalui pembelajaran dan latihan terhadap kognitif, emosi dan perilaku.
2) Menjelaskan tentang proses pelaksanaan, tugas yang harus dikerjakan klien dan buku kerja
yang akan digunakan klien dalam melaksanakan tugas dan latihannya. Proses pelaksanaan
dari REBT terdiri atas 5 sesi dan setiap klien akan melewati semua sesi. Didalam sesinya
klien akan dilatih cara berpikir, mengontrol emosi dan berperilaku. Pada setiap sesi klien
akan diminta untuk menuliskan tugas dan hasil latihan kedalam buku kerja yang disediakan
oleh terapis. Buku kerja akan diisi dan dipegang oleh klien. 3) Menjelaskan jumlah
pertemuan dan sesi-sesi dalam terapi REBT ini. Adapun sesi yang akan dilakukan terdiri atas
5 sesi, dan setiap sesinya dilakukan selama 20 – 30 menit. Pada pelaksanaannya setiap sesi
akan dilaksanakan setiap hari dimana sesi 1-3 akan dilaksanakan masing-masingnya sekali
sedangkan sesi 4-5 akan dilaksanakan dua kali sehingga jumlah pertemuan kita 7 kali
pertemuan. 4) Menjelaskan peraturan dalam terapi yaitu Klien diharapkan berpartisipasi dan
kerjasamanya dalam mengikuti kegiatan dari sesi awal sampai selesai semua sesinya.
5) Pada pertemuan sesi 1 ini disepakati tujuannya adalah untuk membina hubungan saling
percaya dan mengidentifikasi kejadian / peristiwa yang dialami klien. Sesi ini akan dilakukan
selama 20-30 menit pada tempat yang disepakati bersama klien.
3. Tahap Kerja
a. Terapis mendiskusikan bersama klien tentang
1) Keinginan dan harapan klien mengikuti REBT
2) Kejadian / peristiwa yang dialami klien pada saat ini
3) Perasaan klien terkait dengan kejadian/ peristiwa yang terjadi .
4) Hubungan kejadian/peristiwa yang dialami klien dengan perasaan yang
dirasakan oleh klien
b. Meminta klien menuliskan kejadian / peristiwa yang dialami, perasaan dan
hubungannya kedalam buku kerja
c. Memberikan reinforcement positif atas kemampuan klien
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi :
1) Menanyakan perasaan klien setelah selesai sesi I
2) Meminta klien untuk menyebutkan kembali kejadian / peristiwa yang
dialami, perasaannya dan hubungan kejadian / peristiwa dengan perasaan
yang dirasakan oleh klien
3) Memberikan reinforcement positif atas kerjasama dan kemampuan klien dalam
menyampaikan kejadian / peristiwa yang dialami dan perasaannya.
b. Tindak Lanjut :
Menganjurkan klien untuk mengidentifikasi kejadian / peristiwa lain yang dialami, perasaan
klien terkait dengan kejadian / peristiwa tersebut dan hubungan kejadian / peristiwa dengan
perasaan yang dirasakan klien serta menuliskannya ke dalam buku kerja.
c. Kontrak :
1) Menyepakati topik sesi 2 yaitu memahami rentang dari perasaan senang sampai marah
yang dirasakan ( Termometer Perasaan).
2) Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan sesi 2.
F. Evaluasi Dan Dokumentasi
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan klien,
keterlibatan klien dan proses pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan. Format Evaluasi
Sesi I REBT : Persiapan kognitif : bina hubungan saling percaya dan harapan - harapan
Klien : Tanggal :
Kegiatan Ya Tidak
Menyepakati
kontrak kegiatan
Menyampaikan
kejadian / peristiwa
yang terjadi
Menyampaikan
perasaan terkait
dengan kejadian /
peristiwa
yang terjadi
Mampu
mengidentifikasi
hubungan kejadian /
peristiwa
dengan perasaan
yang dirasakan
Aktif dalam diskusi
Keterangan :
Isilah Ya = jika klien melakukan, Tidak = jika klien tidak melakukan

PENUTUP
Terapi kognitif merupakan suatu psikoterapi yang mempunyai tujuan dasar
untuk merubah pikiran negatif melalui rasional sehingga diharapkan pikiran
negatif tersebut berubah menjadi pikiran positif yang menghasilkan perilaku yang
adapatif. Melalui terapi kognitif ini klien dapat menentukan sendiri cara mengatasi
pikiran-pikiran yang mengganggu yang menyebabkan klien berada dalam
keterpurukan alam perasaan dan emosional. Semua latihan yang dilakukan pada
masing-masing sesi dicatat kedalam buku kerja. Hal ini untuk membantu klien
mengingat pikiran-pikiran negatif yang mengganggu klien, dapat melihat
kemampuan klien melakukan kegiatan terapi yang harus dilakukan pada masing-
masing sesi serta dapat dijadikan pedoman bagi klien pada waktu pikiran negatif
muncul lagi.

You might also like