You are on page 1of 29

Tumor Paru

Pembimbing: dr. Marolop Pardede Sp. BTKV

Yohana Elviani Jemumu – 112016369

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kepaniteraan Klinik Stase Bedah RSUD Koja

Periode 22 Januari – 31 Maret 2018


PENDAHULUAN

Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada.
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya
tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak
sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari
jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan
dengan cara operasi. pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau
jinak (benign).1

Tumor paru merupakan salah satu tumor paling banyak ditemui di dunia. Tumor paru
terdiri dari tumor jinak dan ganas. Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya 2% dari seluruh
tumor paru, yang biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor
jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh sangat lambat. Tumor ganas (kanker) paru
merupakan tumor yang paling sering terjadi. Di dunia kanker paru menduduki peringkat
pertama pada laki-laki, sebanyak 34,2%, sedangkan pada perempuan,kanker paru berada
diperingkat ke-4 sebanyak 13,6% setelah kanker payudara, kolorektal, dan leher rahim.
Penentuan suatu Tumor benign atau suatu kanker ganas stadium awal adalah penting sekali
karena mempengaruhi prognosis atau kesembuhan dari penderitanya.2

Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur
dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke
tempat yang jauh (metastasis).1
Anatomi Paru

Sistem respirasi terdiri dari paru-paru, saluran napas, bagian dari sistem saraf pusat

yang berkaitan dengan kontrol otot-otot pernapasan, dan dinding dada. Dinding dada terdiri

dari otot pernapasan, seperti diafragma, muskulus intercostalis, dan muskulus abdominal, dan

tulang rusuk.3

Paru kanan terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus superior, medial, dan inferior. Fissura

oblique memisahkan lobus inferior dari dua lobus lainnya. Fissura horizontal memisahkan

lobus superior dengan lobus medial. Ukuran paru kanan sedikit lebih besar dari paru kiri. Paru

kiri terdiri dari dua lobus, yaitu lobus superior dan inferior, yang dipisahkan oleh fissure

oblique.
Setelah melewati hidung atau mulut, faring, laring dan (saluran napas atas), udara

masuk melalui trakea ke cabang trakeobronkial. Dimulai dari trakea, udara dapat melewati

sedikitnya 10 hingga 23 cabang saluran pernapasan, dalam perjalanan ke alveoli.3

Salah satu masalah terpenting pada seluruh bagian saluran pernapasan bawah adalah

menjaga saluran tetap terbuka agar udara dapat keluar dan masuk alveoli dengan mudah.

Untuk mempertahankan trakea agar tidak kolaps, terdapat cincin kartilago multipel yang

mengelilingi trakea pada kira-kira lima perenam panjang trakea. Pada dinding bronkus,

terdapat lempeng kartilago yang kecil dan melengkung, yang mempertahankan rigiditas

namun memungkinkan pergerakan yang cukup agar paru dapat mengembang dan mengempis.

Kartilago ini secara progresif menjadi semakin kecil pada generasi akhir bronkus dan tidak

dijumpai lagi dalam bronkiolus, yang biasanya memiliki diameter kurang dari 1,5 milimeter.

Bronkiolus dicegah agar tidak kolaps bukan melalui rigiditas dindingnya. Namun, bronkiolus

dilebarkan oleh tekanan transpulmonal yang sama yang mengembangkan alveoli. Dengan

demikian, bila alveoli melebar, bronkiolus juga melebar, tetapi tidak selebar alveoli.4

Di semua bagian trakea dan bronkus yang tidak terdapat tulang rawan (kartilago),

dindingnya terutama terbentuk oleh otot polos. Dinding bronkiolus juga hampir seluruhnya
merupakan otot polos, kecuali bronkiolus terminalis, yang disebut bronkiolus respiratorius,

yang terutama terdiri dari epitel paru, jaringan fibrosa, dan beberapa serabut otot polos.3

Unit alveolus-kapiler merupakan tempat pertukaran gas di dalam paru. Alveolus

diperkirakan berjumlah sekitar 300 juta pada orang dewasa, dan hampir seluruhnya dikelilingi

kapiler paru.3

Scanning electron micrograph of human lung parenchyma. A = alveolus; S = septum alveolus; D =

duktus alveolus; PK = pore of Kohn; PA = small branch of the pulmonary artery.3


Fisiologi Paru

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan

membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi

empat fungsi utama: ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir

dan alveoli paru; difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; pengangkutan

oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh; dan

pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.4

Paru-paru dapat dikembang kempiskan melalui dua cara, yaitu dengan gerakan naik

turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, serta dengan depresi

dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga

dada. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui metode

pertama, yaitu melalui gerakan diafragma.4

Paru-paru merupakan struktur elastik yang akan mengempis seperti balon dan

mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan

pengembangannya. Juga, tidak terdapat perlekatan antara paru-paru dan dinding rangka dada

kecuali pada bagian paru yang tergantung pada hilumnya dari mediastinum. Bahkan, paru-

paru sebetulnya ‘mengapung’ dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan

pleura menjadi pelumas bagi gerakan paru di dalam rongga. Selanjutnya cairan yang

berlebihan akan diisap terus menerus ke dalam saluran limfatik untuk menjaga agar terdapat

sedikit isapan antara permukaan viseral dari pleura paru dan permukaan parietal pleura dari

rongga toraks. Oleh karena itu, kedua paru menetap pada dinding toraks seolah-olah terlekat

padanya, kecuali ketika dada melakukan pengembangan dan berkontraksi, maka paru-paru

dapat bergeser secara bebas karena terlumas dengan baik.4

Jumlah tahanan terbesar untuk aliran udara tidak terjadi pada jalan udara kecil pada

bronkiolus terminalis, tetapi pada beberapa bronkiolus dan bronkus yang lebih besar di dekat
trakea. Penyebab tahanan yang besar ini adalah karena jumlah bronkus besar relatif sedikit

dibandingkan dengan sekitar 65.000 bronkiolus terminalis paralel yang setiap bronkiolus

hanya dilalui oleh sedikit udara.4

Namun, dalam keadaan sakit, bronkiolus yang lebih kecil seringkali mempunyai peran

yang lebih besar dalam menentukan resistensi aliran udara karena ukurannya yang kecil dan

karena bronkiolus mudah tersumbat akibat kontraksi otot pada dindingnya, terjadinya edema

pada dinding bronkiolus, atau pengumpulan mukus di dalam lumen bronkiolus.4

Cabang bronkus sangat terpapar dengan norepinefrin dan epinefrin, yang dilepaskan

ke dalam darah oleh perangsangan simpatis dari medulla kelenjar adrenal. Kedua hormon ini ,

terutama epinefrin, karena rangsangannya yang lebih besar pada reseptor beta adrenergik,

menyebabkan dilatasi cabang bronkus.4

Beberapa serabut saraf parasimpatis yang berasal dari nervus vagus menembus

parenkim paru. Saraf ini menyekresikan asetilkolin dan bila diaktivasi, akan menyebabkan

konstriksi ringan sampai sedang pada bronkiolus. Kadang-kadang, saraf parasimpatis

diaktivasi oleh refleks yang berasal dari paru. Sebagian besar diawali dengan iritasi pada

membran epitel dari jalan napas itu sendiri, yang dicetuskan oleh gas-gas beracun , debu, asap

rokok, atau infeksi bronkial.4

Permukaan alveolus terutama terdiri dari lapisan tipis tunggal sel epitel skuamosa,

yang disebut sel alveolus tipe I. Di antara sel-sel ini terdapat sel alveolus tipe II bentuk kuboid

yang lebih besar, menghasilkan lapisan cairan yang melapisi alveoli. Sel tipe I menutupi 90%

sampai 95% dari pemukaan alveolus, karena sel tipe I memiliki luas permukaan yang jauh

lebih besar dari sel tipe II. Jenis sel ketiga yaitu makrofag alveolus untuk fagositosis,

ditemukan dalam berbagai jumlah pada lapisan ekstraseluler dari permukaan alveolar. Sel-sel

ini menjaga di permukaan alveolus serta memfagosit partikel terinspirasi seperti bakteri.3
Makrofag alveolus yang mengandung partikel asing dapat bermigrasi dari permukaan

alveolus ke dalam interstitium septum, memasuki sistem limfatik. Fungsi makrofag telah

terbukti dihambat oleh asap rokok. Makrofag alveolus juga penting dalam respon imun dan

peradangan paru-paru. Makrofag mengeluarkan banyak enzim, metabolit asam arakidonat,

komponen respon imun, faktor pertumbuhan, sitokin, dan mediator lain yang memodulasi

fungsi sel lainnya, seperti limfosit.3

Epidemilogi

Secara keseluruhan dalam waktu 5 tahun hanya 30% dari laki-laki dan 50% dari
perempuan yang bertahan hidup dengan penyakit lokal dan 5% pada pasien dengan penyakit
yang sudah lanjut. Dari semua kanker, kanker paru merupakan kanker yang menyebabkan
angka kematian yang cukup tinggi (1,59 juta jiwa) dibandingkan jenis kanker lainnya. Di
Indonesia kanker paru juga menjadi peringkat pertama paling sering menyerang laki-laki.
Dari data Globocan / IARC, pada tahun 2012, di Indonesia terdapat 25.322 kasus kanker paru-
paru yang menimpa pria dan 9.374 kasus yang menimpa wanita.5

Menurut Kemenkes, lebih dari 30% kematian akibat kanker disebabkan oleh 5 faktor
pencetus, yaitu indeks massa tubuh tinggi, kurangnya aktifitas fisik, kurang mengonsumsi
buah dan sayur, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol berlebih. Faktor risiko lain juga
bisa disebabkan karena terpapar asap rokok (perokok pasif), jenis kelamin, umur, terpapar
asbestos dan beberapa bungkus rokok yang digunakan per tahunnya.7 Merokok merupakan
faktor pemicu terbesar yang menyebabkan kematian pada kanker didunia. Indonesia
merupakan salah satu negara pengguna rokok terbanyak didunia.6

Berdasarkan data riskesdas tahun 2007 sampai tahun 2013 menunjukkan sedikit
peningkatan proporsi masyarakat merokok setiap harinya dari 23,7% menjadi 24,3%.
Prevalensi konsumsi tembakau ditahun 2013 pada laki-laki lebih tinggi yaitu 66% dan
perempuan 6,7%. Karena banyaknya perokok di Indonesia inilah kemungkinan penyakit paru
lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit lain.6

Etiologi
Etiologi yang pasti dari tumor paru belum diketahui, namun diperkirakan inhalasi
jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan factor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku
bangsa, ras serta status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah
rokok yang memegang peranan penting, yaitu 85% dari seruh kasus.7

1. Pengaruh Rokok
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen
terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik
(CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok.
Kandungan zat yang bersifat karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat
mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.

Rokok yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang
berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada
pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin,
merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang
terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf.
Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk
mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin
yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar, mengandung zat kimia
sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami pembersih
paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran
bronchial. Tar dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya
adalah pembengkakan selaput mucus. Efek rokok bukan saja menyebabkan kanker
paru, tapi dapat juga menyebabkan kanker pada organ lain seperti mulut, laring,
esophagus.

2. Pengaruh paparan industry


Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti :
a) Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos dapat
meningkatkan risiko kanker 6-10 kali
b) Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium mempunyai
resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada populasi umum.
c) Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid

3. Pengaruh Genetik dan status imunologis


Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker
paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme.Teori
Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan
basanya, tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death) Pcrubahan
tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah
menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan yang otonom.

Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler


menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan terhadap
pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi umumnya tidak memberikan
tanggapan yang baik terhadap pengobatan lebih cepat meninggal.

4. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker
paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A
dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan
fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.

5. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain


Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru
melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari karsinoma
bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis. Data
dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari kasus karsinoma bronkogenik
berasal dari jaringan parut. Dari 1186 karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari
bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana
insiden tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di Indonesia 7
Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor.
Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang
merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan
berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agen biasanya bisa
berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah
struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan
yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini
berlangsung lama mingguan sampai tahunan.8

Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan. Empat
tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel
kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa
dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel
besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai
prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena
sel ini pertumbuhan lambat.8

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.8

Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya


metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur
terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.8

Klasifikasi
Klasifikasi Patologi
Klasifikasi patologi umumnya untuk menentukan terapi dan prognosis.9
a) Kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC)
Sekitar 20% dari tumor ganas paru adalah karena karsinoma sel kecil. Pada
presentasinya, karsinoma sel kecil hampir selalu bermetastasis ke nodul limfatikus
atau ke tempat yang jauh, oleh karena itu tatalaksana tumor jenis ini adalah
kemoterapi kombinasi
b) Kanker paru sel tidak kecil (non small cell lung cancer, NSCLC)
Karsinoma paru yang bukan merupakan karsinoma small cell dikelompokan
menjadi satu karena prognosis serta tatalaksana kanker jenis ini serupa. Ada tiga
tipe utama yaitu karsinoma paru sel skuamosa, adenokarsinoma, dan karsinoma
paru sel besar.

Klasifikasi Histologi

Kanker paru dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe histology. Klasifikasi


mempunyai dampak yang penting bagi manajemen klinis serta prognosis dari penyakit.
Kebanyakan tipe kanker paru adalah karsinoma (malignansi yang berasal dari sel-sel
epitel). Dua tipe histology yang paling sering ditemukan dari karsinoma paru
dikategorikan berdasarkan ukuran dan tampilan dari sel-sel malignan yang terlihat di
bawah mikroskop adalah karsinoma paru non small cell dan karsinoma paru small cell.
Tipe non small cell adalah jenis dengan prevalensi hingga saat ini.9

Frekuensi dari tipe histology kanker paru:

Berdasarkan Asal Jaringan

Lebih dari 90% kanker paru berasal dari bronkus, hingga kanker ini disebut
karsinoma bronkogenik yang terdiri dari:9
1. Karsinoma sel skuamos
2. Karsinoma sel kecil
3. Karsinoma sel besar
4. Adenokarsinoma paru

Karsinoma sel alveolar berasal dari alveoli di dalam paru-paru. Kanker ini bisa
merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di
paru-paru.
Tumor paru yang lebih jarang terjadi adalah:
1. Adenoma (bisa ganas, bisa jinak)
2. Hamartoma kondromatous (jinak)
3. Sarkoma (ganas)

Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-
paru atau merupakan penyebaran dari organ lain. Banyak kanker yang berasal daritempat
lain menyebar ke paru-paru. Biasa kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat,
ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang, dan kulit.

Pancoast tumor adalah suatu tumor ganas pada sulcus superior paru berupa massa
yang tumbuh pada dinding dada atau menyerang daerah apikal dari dinding dada.
Pancoast tumor lebih jarang terjadi dari pada tumor ganas paru lainnya. Pancoast tumor
berkisar 1-3% dari semua kasus tumor ganas paru.

Permasalahan utama pancoast tumor adalah keterlambatan dalam menegakan


diagnosis, karena dalam stadium awal tidak dapat terlihat kelainan pada foto toraks serta
mempunyai kemiripan gejala dengan penyakit otot dan saraf lainnya.

Lebih dari 95% pancoast tumor adalah jenis non small cell carcinoma, dimana jenis
yang paling sering terjadi adalah squamous cell carcinoma dan adenokarsinoma. Jenis
small cell carcinoma terjadi pada sekitar 5% dari kasus pancoast tumor.

Karsinoma sel skuamous


Disebut squamous cell carcinoma dalam bahasa Inggris atau SCC, jenis kanker ini
bisa terjadi di dalam saluran bronkus utama. Umumnya terjadi perkembangan keratin dan
mutiara keratin.

Adenokarsinoma paru
Adenokarsinoma paru tercatat terjadi sekitar 30%-45% dan nampaknya akan terus
mengalami peningkatan. Kasus adenokarsinoma paru biasanya terjadi pada organ paru
dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria, dengan kecendrungan metatasis
pada daerah awal di sekitar nodus limfa dan otak. Memperlihatkan susunan seluler seperti
kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Penderita adenokarsinoma paru biasanya
memiliki riwayat penyakit paru intertitial kronis, sperti skleroderma, penyakit reumatoid,
sarkoidosis, pneumonitis intertitial, tuberkulosis, infeksi paru berulang atau penyakit paru
yang disertai nekrosis. Hal ini menyebabkan adenokarsinoma sering disebut scar
carcinoma.

Adenokarsinoma bronkoalveolar
Sebuah subtipe adenokarsinoma paru dengan tingkat kejadian sekitar 2%-4% dari
total kejadian kanker paru, sering dikaitkan dengan beberapa penyakit paru yang
berakibat pada fibrosis paru, seperti pneumonia, fibrosis paru idiopatik, granulomata,
asbestosis, alveolitis dengan fibrosis, skleroderma, dan penyakit Hodgkin. Tempat
terjadinya kanker ini masih terjadi perdebatan. Namun, kemungkinan telah diperkecil
antara populasi sel Clara atau pneumosit tipe II yang merambat sepanjang alveolar septa.

Karsinoma sel besar


Kanker ini memiliki tingkat kejadian sekitar 9%. Tumor memiliki ciri sel yang cukup
besar dengan inti sel yang besar. Belum ditemukan diferensiasi grandular dan skuamus.
Cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif
dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

Karsinoma sel kecil


Seperti tipe sel skuamosa biasanya terletak di tengah dosekitar percabangan utama
bronki. Tidak seperti kanker paru lain, jenis tumor ini timbul dari sel-sel kulchitsky,
komponen normal epitel bronkus.
Gambaran mikroskopis menunjukan terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar 2 kali ukuran
limfosit) dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Sel-sel ini menyerupai
biji oat. Prognosis dari karsinoma ini yang paling buruk dibandingkan dengan yang lain
(sel kecil memiliki pembelahan yang tercepat).
Manifestasi Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukan gejala klinis. Bila sudah
menampakan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Manifestasi klinis karsinoma bronkogenik beraneka ragam, dapat dibagi atas:10
1. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal):
- Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum.
Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel
bronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma). Susah bernafas (dyspnea)
dan penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru
- Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus
- Nyeri dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi
tumor atau nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding dada
atau mediastinum
- Susah bernafas (dyspnea) dan penurunan berat badan juga sering dikeluhkan
oleh pasien kanker paru
- Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin terjadi karena
lesi obstruktif dalam saluran nafas
- Mengi unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial
obstruksi. Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat
2. Gejala intratorasik ekstrapulmoner
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan atau merusak struktur-struktur
di dalam mediastinum dengan akibat antara lain:
- n. phrenicus : parese/paralise diafragma
- n. Laringeus recurrens : menyebabkan suara serak dan paralisis pita suara kiri
- saraf simpatik superior : sindroma Horner
- kompresi esophagus : disfagia
- vena cava superior: akan menunjukkan suatu sindroma vena kava superior,
yaitu nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti,
pelebaran vena-vena dada
- Trakea/bronkus : sesak
- Jantung : gangguan fungsional, terjadi efusi pericardial
3. Gejala intratorasik non-metastatik
Dapat dibagi atas:
- Manifestasi neuromuskular, berupa neuropatia karsinomatosa terdiri dari
miopati, neuropati perifer, degenerasi serebellar subakut, ensefalomiopati, dan
mielopati nekrotik. Insiden ini terdapat pada 4-15% kasus.
- Manifestasi endokrin metabolik, dapat berupa sindrom Cushing, sindroma
karsinoid, hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, sekresi ADH dengan akibat
hiponatremi, sekresi insulin dengan akibat dapat terjadi hipoglikemia,
ginekomastia karena peningkatan sekresi gonadotropin, hiperpigmentasi kulit
karena sekresi MSH.
- Manifestasi jaringan ikat dan tulang, yang paling terkenal yaitu hypertropic
pulmonary osteoarthropathy, gejala ini dihubungkan dengan peningkatan
growth hormone yang imunoreaktif dalam plasma.
- Manifestasi vaskuler dan hematologik, tidak begitu sering didapatkan, sering
dalam bentuk migratory trombophlebitis, purpura, dan anemia.
4. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis
Karsinoma bronkogenik adalah satu-satunya tumor yang mampu
berhubungan langsung dengan sirkulasi arterial, sehingga kanker tersebut dapat
menyebar hampir pada semua organ, terutama otak, hati, dan tulang. Keterlibatan
organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local.
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan
sebelumnya) sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan metastasis
ke hepar sering mengeluhkan penurunan berat badan. Metastasis ke tulang dapat
terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan tulang iga, vertebra,
humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka akan terdapat
gejala-gejala neurologi, seperti confusion, perubahan kepribadian, dan kejang.
Kelenjar getah bening supraklavikular dan servikal anterior dapat terlibat pada
25% pasien dan sebaiknya dinilai secara rutin dalam mengevaluasi pasien kanker
paru.
5. Gejala sistemik
Anoreksia, berat badan menurun lebih dari 4 kg dalam kurun waktu 6 bulan, di
RSUD dr. Soetomo, gejala penurunan berat badan ini mencapai 53,1%.
Diagnosa

Deteksi dini
Sasaran penyaringan penderita dengan risiko kanker paru yang tinggi, yaitu:9
- Pria, survey epidemiologi kanker paru berdasarkan jenis kelamin pada umumnya
melaporkan bahwa perbandingan kasus pria dan wanita sebesar 5:1, di Surabaya
39:8.
- Umur > 40 tahun, survei epidemiologi kanker paru pada umumnya melaporkan
bahwa kurang lebih 90% kasus didapatkan pada penderita di atas usia 40 tahun. Di
AS 90% berusia diatas 40 tahun sedang angka di Surabaya 84,4%.
- Perokok, beberapa data epidemiologik perihal rokok yang sudah banyak
dilaporkan. Makin banyak merokok/hari (>20 batang/hari) dan makin lama
merokok (>10-20 tahun) serta kebiasaan inhalasi dalam, penyalaan kembali
puntung rokok, akan mempertinggi risiko terkena kanker paru sebanyak 4-120
kali.
- Bekerja atau berhubungan dengan asbestos (paparan asbestos akan meningkatkan
risiko 4-5 kali atau lebih banyak lagi hingga 100 kali jika individu yang terpapar
juga seorang perokok); uranium, arsenikum, nikel, coal, tar, petroleum oil, gas
mustard.
- Ada riwayat penyakit paru interstitial, penyakit paru kronis obstruktif
- Pasien dengan infeksi HIV dan memiliki riwayat merokok dapat terkena kanker
paru pada usia relatif muda (<50 tahun). Risiko terkena kanker paru pada pasien
ini meningkat 6,5 kali.
- Mempunyai gejala klinik yang berhubungan dengan kanker paru, batuk-batuk
darah, penurunan berat badan lebih dari 4 kg/6 bulan, stridor unilateral, batuk yang
hebat serta lama atau batuk “rokok” (smoker’s cough)
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat.
Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk
disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara
pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia
merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien
tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat
karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk
dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi
parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada paru
dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ
lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh
baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.
4. Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk
mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor,
kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat
hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas.
Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di
sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai
resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh
struktur normal yang berdekatan. Penilaian bentuk kelainan radiologi thoraks dikelompokkan
berdasarkan:
 Penilaian hilus, meliputi: Pembesaran hilus, Massa di hilus, Massa
perihilus
 Penilaian parenkim paru meliputi: Massa, Massa apical, Massa
multiple, Emfisema, Ateletaksis, Proses konsolidasi, Pneumonitis,
Kavitas
 Penilaian ekstrapulmoner intrakranial meliputi: pelebaran/massa di
mediastinum, dinding toraks termasuk otot dan tulangnya, efusi pleura,
peninggian diafragma

5. CT Scan Thoraks
CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat mendeteksi tumor
yang berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat dengan foto toraks, dapat
menentukan ukuran, bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh karena 3
dimensi. CT scan toraks juga dapat mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening
regional.
Tanda-tanda proses keganasan tergambar dengan baik, bahkan bila terdapat
penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang
tidak massif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa
gejala. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal
untuk dapat mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal.
.

6. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)


MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada keadaan
khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit diinterpretasikan
pada CT scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru (untuk mengevaluasi
keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke vertebra).

7. Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai
nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan
dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat
menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun
kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk
mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling
sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun
invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru
yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining
terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.

8. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi
untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan
mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging.
Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral.
Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.

9. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat
torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan
mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga
dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih
panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor yang
ada
Stadium Kanker Paru

Status Tumor Paru

Keterlibatan KGB Regional

Metastasis Jauh
Stadium Kanker Paru

Penatalaksanaan

1. Pembedahan.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <
25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari semua kasus )
yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada
lobektomi dan 6% pada pneumonektomi.11

Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara


total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada
kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0
M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLS.

Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor


di paru. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih
efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih
baik. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut
jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi.
Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk
lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas
sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis,
serta diperiksa secara patologis anatomis11

a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.

b. Pneumonektomi pengangkatan paru).


Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).


Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

d. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

e. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk
baji (potongan es).

f. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.11

3. Kemoterapi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi.11

Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil
(KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk
kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian
kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan
oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan
kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai penelitian telah
memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai upaya memperbaiki
prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama modiliti lain, yaitu
radioterapi dan atau pembedahan. Indikasi pemberian kemoterapai pada kanker paru
ialah:

a. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.

b. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel
(stage IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dikombinasi dengan radioterapi, secara
konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.

c. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.

d. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan beberapa
kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi
merupakan bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani


pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut

a. Diagnosis hispatologis telah dipastikan


Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu
diagnosis histologis perlu ditegakkan.

b. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama:


1) Leukosit > 4.000/mm3
2) Trombosit > 100.000/mm3
3) Hemoglobin> 10 g%.
Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian obat.
Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai di atas itu lebih
rendah maka beberapa obat masih dapat diberikan dengan penyesuaian dosis

c. Sebaiknya faal hati dalam batas normal.


d. Faal ginjal dalam batas normal (creatini clearence lebih dari 70 ml/menit)
Prognosis

Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk penyembuhan dan
tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-gejala, tipe kanker paru, dan
keadaan kesehatan secara keseluruhan dari pasien. SCLC mempunyai pertumbuhan yang
paling agresif dari semua kanker-kanker paru, dengan suatu waktu kelangsungan hidup
median (angka yang ditengah-tengah) dari hanya dua sampai empat bulan setelah didiagnosis
jika tidak dirawat. (Itu adalah pada dua sampai empat bulan separuh dari semua pasien-pasien
telah meninggal). Bagaimanapun, SCLC adalah juga tipe kanker paru yang paling responsif
pada terapi radiasi dan kemoterapi. Karena SCLC menyebar sangat cepat dan biasanya
berhamburan pada saat diagnosis, metode-metode seperti pengangkatan secara operasi atau
terapi radiasi lokal berkurang efektif dalam merawat tipe tumor ini. Bagaimanapun, ketika
kemoterapi digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan metode-metode lain, waktu
kelangsungan hidup dapat diperpanjang empat sampai lima kali. Dari semua pasien-pasien
dengan SCLC, hanya 5%-10% masih hidup lima tahun setelah diagnosis. Kebanyakan dari
mereka yang selamat (hidup lebih lama) mempunyai tingkat yang terbatas dari SCLC.11

Pada non-small cell lung cancer (NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar biasanya
keseluruhannya jelek namun kebanyakan kanker-kanker yang terlokalisir dapat diangkat
secara operasi. Bagaimanapun, pada tingkat I kanker-kanker yang dapat diangkat sepenuhnya,
angka kelangsungan hidup lima tahun dapat mendekati 75%. Terapi radiasi dapat
menghasilkan suatu penyembuhan pada suatu minoritas dari pasien-pasien dengan NSCLC
dan menjurus pada pembebasan gejala-gejala pada kebanyakan pasien-pasien. Pada penyakit
tingkat berlanjut, kemoterapi menawarkan perbaikan waktu kelangsungan hidup yang sedang,
meskipun angka-angka kelangsungan hidup keseluruhannya jelek.11

Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika dibandingkan dengan
beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka kelangsungan hidup untuk kanker paru umumnya
lebih rendah daripada yang untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan suatu angka
keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar 16% dibandingkan
dengan 65% untuk kanker usus besar, 89% untuk kanker payudara, dan lebih dari 99% untuk
kanker prostat.11

.
Kesimpulan

Tumor paru terdiri dari tumor jinak dan ganas. Tumor jinak paru jarang dijumpai,
hanya 2% dari seluruh tumor paru, yang biasanya ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh sangat lambat.
Tumor ganas (kanker) paru merupakan tumor yang paling sering terjadi. Di dunia kanker paru
menduduki peringkat pertama pada laki-laki, sebanyak 34,2%, sedangkan pada
perempuan,kanker paru berada diperingkat ke-4 sebanyak 13,6% setelah kanker payudara,
kolorektal, dan leher rahim. Salah satu etiologi tumor paru terbanyak adalah meroko,
beberapa zat yang terkandung dalam rokok besifat onkogenik. Untuk mencegah
perkembangan tumor paru, perlu dilakukan deteksi dini. Setelah melakukan deteksi dini dan
kita mendapatkan beberapa tanda yang mengarah ke tumor atau kanker paru, kita segera
melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesaui dengan standar
ketentuannya. Setelah terdiaknosis, segera lakukan penatalaksanaan secepat mungkin.
Daftar Pustaka

1. Brooker, C.. (2001). Kamus saku keperawatan. (edisi 31). Jakarta. EGC
2. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
3. Levitzky, Michael G. 2007. Pulmonary Physiology. 7nd ed. McGraw-Hill
4. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
5. Globocan. 2012. EstimatedCancer Incidence, Mortality,Prevalence and Disability-
adjusted life years (DALYs) Worldwide in 2008. IARC Cancer Base No. 11
6. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI
7. Alsagaff. H., Mukty, A., 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University
Press, Surabaya.
8. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
9. Davey, Patrick. 2005. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia. A,dkk. Jakarta:
Erlangga
10. Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Edisi 4 Jilid 2.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
11. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:EGC.

You might also like