You are on page 1of 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLERA

A. Pendahuluan
Kolera adalah penyakit yang disebabkan oleh vibrio cholera dengan manifestasi diare
yang disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut. Bentuk manifestasi klinisnya yang khas adalah dehidrasi, berlanjut dengan
renjatan hipovolemik dan asidosis metabolik yang terjadi dalam waktu singkat akibat diare
sekretorik dan dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan adekuat.
B. Etiologi
Vibrio cholera adalah kuman aerob, gram negatif berukuran 0,2 – 0,4 mm x 1,5 – 0,4
mm, mudah dikenal dalam sediaan tinja kolera dengan pewarnaan gram sebagai batang-
batang pendek dan sedikit bengkok (koma), tersusun berkelompok seperti kawanan ikan
yang berenang, Vibrio cholera dibagi menjadi 2 biotipe, klasik dan EL tor yang dibagi
berdasarkan struktur biokiminya dan parameter laboratorium lainnya. Tiap biotipe dibagi
menjadi 2 serotipe: inaba dan ogawa.
Vibrio cholera tumbuh cepat dalam berbagai macam media selektif seprti agar garam
empedu, agar-gliserin-telurit-taurokolat, atau agar thiosulfate-citrate-bile salt-sucrose
(TCBS). Kelebihan dari medium TCBS adalah pemakainnya tidak memerlukan sterilaisasi
sebelumnya. Dalam medium ini koloni vibrio tampak berwarna kuning-suram. Identifikasi
vibrio cholera biotipe EL tor penting untuk tujuan epidemiologis. Sifat-sifat penting yang
membedakannya dengan biotipe kolera klasik adalah resistensi terhadap polimiksin B,
resistensi terhadap kolerafaga tipe IV (mukerjee) dan menyebabkan hemolisis pada
eritrosit kambing.
C. Transmisi
Pada daerah endemic (air sangat berperan dalam penularan kolera, namun pada daerah
epidemic yang berperan yaitu penularan melalui makanan
D. Patogenesis dan imunitas
Kolera ditularkan melalui jalur oral. Apabila vibrio cholera berhasil masuk dalam mulut
dan tertelan, bakteri ini akan cepat terbunuh dalam asam lambung yang tidak diencerkan.
Bila vibrio cholera dapat bertahan dalam asam lambung maka ia akan berkembang di
dalam usus halus. Susunan alkali di bagian usus halus merupakan media yang
menguntungkan bagi vibrio cholera untuk hidup dan memperbanyak diri. Jumlahnya bisa
mencapai sekitar 10 per ml cairan tinja. Langkah awal dari pathogenesis terjadinya kolera
yaitu menempelnya vibrio pada mukosa usus halus. Penempelan ini dapat terjadi karena
adanya membrane protein terluar dan adhesion flagella.
Vibrio cholera merupakan bakteri non invasif, patogenensis yang mendasari yaitu
terjadinya penyakit ini disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan oleh V. cholera yang
dapat menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit yang massif dan disebabkan oleh kerja
toksin pada sel epitel usus halus, terutama duodenum dan yeyenum.
Enterotoksin adalah suatu protein dengan BM 84.000 dalton, tahan panas dan tahan
asam, resistensi terhadap tripsin akan tetapi dirusak oleh protease. Toksin kolera
mengandung 2 subunit yaitu B (binding) dan A (active). Sub unit B mengandung 5
polipeptida dimana masing-masing molekul memiliki berat 11.500 dan terikat pada
gangliosid monosialosil yang spesifik, reseptor GMI yang terdapat pada sel epitel usus
halus. Sub unit A kemudian dapat masuk menembus membran sel epitel. Sub unit ini
memiliki aktivitas adenosine diphospate (ADP) ribosyltransferase dan menyebabkan
transfer ADP ribose dari nicotinamide-adenin dinucleotide (NAD) ke sebuah guanosine
triphospate (GTP) binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase. Hal ini
menyebabkan hilangnya air, NaCl, Kalium dan bikarbonat.
Toksin-toksin tambahan dan factor-faktor lain sekarang telah diketahui terlibat dalam
pathogenesis kolera. Zonula occludens toxin (Zot) meningkatkn permeabilitas mukosa
usus halus dengan mempengaruhi struktur tight junction intraseluler. Accessory cholera
ehotoxin (Ace) ditemukan pada tahun 1993 dan diketahui meningkatkan transport ion
transmembran. Imunitas terhadap toksin kolera dan antigen permukaan bakteri sama
dengan respon infeksi alami.
E. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jam. Gejala klinis dapat bervariasi
mulai dari asimptomatik sampai dengan gejala klinis berupa dehidrasi berat. Infeksi
terbanyak bersifat asimptomatik atau terjadi diare ringan dan umumnya pasien tidak
memerlukan perawatan.
Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan diare encer dan banyak tanpa didahului
oleh rasa mulas maupun tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang semula berwarna dan
berabu feses berubah menjadi cairan putih keruh (seperti cucian beras), tidak berbau busuk
maupun amis, tapi “manis” menusuk. Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila
diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih. Cairan ini akan keluar berkali-
kali dari anus pasien dalam jumlah besar. Muntah timbul kemudian setelah diare, dan
berlangsung tanpa didahului fasikulasi, maupun kejang klonik yang nyeri dan
mengganggu. Otot-otot yang sering terlibat adalah betis, biseps, triseps, pektoralis dan
dinding perut. Apabila terjadi teriakan ataupun rintihan pasien karena kejang yang nyeri itu
dapat disangka sebagai teriakan nyeri karena kolik. Kejang otot itu disebabkan karena
berkurangnya kalsium dan klorida pada sambungan neuromuscular.
Gejala dan tanda kolera terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit serta asidosis. Pasien
berada dalam keadaan lunglai, tak berdaya, namun kesadarannya relative baik
dibandingkan dengan berat penyakitnya. Tanda-tanda dehidrasi menjadi semakin jelas :
nadi cepat, nafas menjadi cepat, suara menjadi serak, turgor kulit menurun (kelopak mata
cekung memberi kesan hidung yang mancung dan tipis, tulang pipi yang menonjol), mulut
menyeringai karena bibir kering, perut cekung tanpa ada steifung maupun kontur usus,
suara peristaltic usus bila ada jarang sekali. Jari-jari tangan dan kaki tampak kurus dengan
lipatan-lipatan kulit, terutama ujung jari keriput, dieresis berangsur-angsur berkurang dan
berakhir dengan anuria. Diare akan bertahan hingga 5 hari pada pasien yang tidak diobati.
F. Diagnosis
Diagnosis kolera meliputi diagnosis klinis maupun bakteriologis. Kolera yang khas dan
berat dapat dikenali dengan gejala diare sering tanpa mulas diikuti dengan muntah tanpa
didahului rasa mual, cairan mirip dengan air cucian beras, suhu badan tetap normal namun
terkadang menurun, dan keadaan bertambah buruk secara cepat karena pasien mengalami
dehidrasi, renjatan sirkulasi dan asidosis.
Bila gambaran klinis menunjukkan dugaan yang kuat ke arah kolera, pengobatan harus
segera dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis. Diare sekretorik lain
dengan gambaran klinis mirip dengan kolera, dapat disebabkan oleh ETEC. Untuk
pemeriksaan biakan, cara pengambilan bahan pemeriksaan tinja yang tepat adalah apus
rekat yang diawetkan dalam media transport carry-blair atau pepton alkali, atau langsung
ditanam dalam agar TCBS, akan memberikan persentase hasil positif yang tinggi.
V.cholerae akan memberikan koloni yang oksidase positif yang berawarna kuning dan
dapat dikonfirmasi dengan slide aglutinasi spesifik dengan antiserum.
G. Penatalaksanaan
Tatalaksana mencakup penggantian kehilangan cairan tubuh dengan segera dan cermat,
koreksi gangguan elektrolit dan bikarbonat (baik kehilangan cairan melalui tinja,
muntahan, kemih, keringat), serta terapi antimicrobial.
Rehidrasi dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu terapi rehidrasi dan rumatan. Pada kedua
tahap ini perlu diperhitungkan kebutuhan harian akan cairan dan nutrisi, terutama bila
diare berlangsung lama dan pada pasien pediatric. Pada dehidrasi berat yang disertai
renjatan hipovolemik, muntah yang tida terkontrol, atau pasien dengan penyulit yang berat
dan dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, terapi rehidrasi harus diberikan secara
intravena. Pada kasus sedang dan ringan, rehidrasi dapat dilakukan secara per oral dengan
cairan rehidrasi oral atau oral rehydration solution (ORS). Sedangkan pada tahap
pemeliharaan dapat dilakukan sepenuhnya dengan cairan rehidrasi oral, baik pada kasus
dehidrasi berat, sedang, maupun berat.
H. Kriteria Derajat Dehidrasi
Untuk dapat memberikan penatalaksanaan pengobatan sebaiknya pada pasien diare akut
perlu dilakukan penentuan derajat dehidrasinya antara lain berdasarkan:
1. Penilaian klinis
Cara menentukan penilaian tingkat dehidrasi yang tepat secara klinis sulit didapatkan
karena pengaruh subyektifitas. Secara klinis derajat dehidrasi dibagi menurut tingkatan
dehidrasi ringan, sedang, dan berat sesuai kehilangan cairan 5%, 8%, dan 10% dari
berat badan. kriteria ini hanya dapat digunakan untuk pengobatan masal pada suatu
wabah dan dapat dilakukan oleh tenaga paramedik setelah dilatih.
Tabel 1. Petunjuk terapi rehidrasi kolera pada dewasa
Derajat Macam Jumlah cairan Jangka waktu
dehidrasi cairan pemberian
Ringan ORS 50 ml/kgBB 3 – 4 jam
Maks. 750 ml/jam
Sedang ORS 100 ml/kgBB 3 jam
Maks. 750 ml/jam
Berat Intravena 110 ml/kgBB 3 jam pertama guyur
(Ringer laktat) sampai nadi teraba kuat,
sisanya dibagi dalam 2
jam berikutnya
Tabel 2. Petunjuk Untuk Terapi Pemeliharaan
Jumlah Diare Macam Jumlah cairan Cara
Cairan Pemberia
n
Diare ringan: ORS 100 Oral di
Tidak lebih dari 1x mencret setiap ml/kgBB/hari rumah
2 jam atau lebih lama atau sampai diare
kurang adri 5 ml tinja/kgBB/jam berhenti
Diare sedang: ORS Ganti kehilangan Oral di
Lebih dari 1 x mencret setiap 2 volume tinja rumah/
jam atau lebih dari 5 ml dengan volume rumah
tinja/kgBB/jam cairan. Bila tidak sakit
terukur beri 10-
15 ml/kgBB/jam
Diare berat: Beri
Dengan tanda-tanda pengobatan
dehidrasi/renjatan untuk
dehidrasi
berat

2. Skor daldiyono
Modifikasi cara penilaian klinis dilakukan daldiyono dengan menilai derajat
dehidrasi inisial berdasarkan gambaran klinis. Kemudian penjumlahan skor tersebut
dibagi dengan nilai skor maksimal yaitu 15. Deficit cairan dihitung dengan
mengkali hasil perhitungan tersebut dengan deficit cairan pada dehidrasi berat yaitu
10% dari berat badan.
Defisit cairan (ml) = skor 1/5 x berat badan (Kg)x 0,1 x 1000

Tabel 3. Skor Daldiyono


Klinis Skor
Rasa haus atau muntah 1
Tekanan darah sistolik 60 – 90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekwensi nadi > 120 x/mnt 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnelen, spoor atau koma 2
Frekwensi nafas > 30 x/mnt 1
Fasies kolerika 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
“washer woman’s hand” tangan keriput seperti kena air. 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50 – 60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

3. Berat jenis plasma


Cara penilaian derajat dehidrasi yang lebih tepat untuk mengukur kebutuhan cairan
yang akan diberikan ialah dengan menentukan berat jenis plasma, dengan memakai
rumus:
Berat jenis plasma/0,001 (ml) = 1,025 x berat badan (kg) x 4 ml

4. Tekanan vena sentral


I. Pencegahan
Imunisasi dengan vaksin komersial standar yang mengandung 10 milyar vibrio mati per
ml, memberikan proteksi 60-80% untuk masa 3-6 bulan.
Table 4. Terapi antimikroba pada kolera
Terapi Lini pertama Alternatif
Dewasa Tetrasiklin 500 mg per Siprofloksasin 1000 mg per oral, dosis
oral 4 kali sehari selama 3 tunggal
hari Eritromisin 250 mg per oral 4 kali
Doksisiklin 300 mg per sehari selama 3 hari
oral dosis tunggal Trimetoprim-sulfametoksasole (5
mg/kg trimetoprime + 25 mg/kg
sulfametoksasole) per oral 2 kali
sehari selama 3 hari
Furozolidin 100 mg peroral 4 kali
seharai selama 3 hari
Anak Tetrasiklin 12,5 mg kg per Eritromisin 10 mg/kg per oral, 3 kali
oral, 4 kali sehari selama 3 sehari selama 3 hari
hari Trimetoprime-sulfametoksasol (5
Doksisiklin 6 mg/kg per mg/kg trimetoprime + 25 mg/kg
oral dosis tunggal sulfametoksasole) per oral 2 kali
sehari selama 3 hari
Furazolidin 1,25 mg/kg per oral 4 kali
sehari selama 3 hari

J. Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan (Tujuan keperawatan) (Intervensi keperawatan)
1. Diare b.d Setelah dilakukan tindakan Penatalaksanaan diare
Fisiologis keperawatan selama 4 x 24  kaji dan
 iritasi jam di RS pasien akan dokumentasikan:
menunjukkan eliminasi frekwensi, warna,
defekasi yang efektif konsistensi, dan jumlah
dengan kriteria hasil (ukuran) feses, turgor kulit
 nyeri kram tidak dan kondisi mulut sebagai
ada indikator dehidrasi
 kembung tidak ada  evaluasi catatan asupan
kandungan nutrisi
 pantau adanya iritasi
dan ulserasi kulit di area
perianal
 ajarakan pasien tentang
penggunaan obat antidiare
yang tepat
 lakukan tindakan untuk
mengistirahatkan usus
besar (mis: puasa atau diet
cair)
2. Defisit volume Setelah dilakukan tindakan Fluid management
cairan b.d keperawatan selama 4 x 24  monitor status hidrasi
kehilangan jam di RS pasien akan (kelembapan membran
volume cairan menunjukkan Fluid mukosa, nadi adekuat,
secara aktif balance dengan kriteria tekanan darah ortostatik)
hasil jika diperlukan
 tekanan darah,  monitor vital sign
nadi, suhu tubuh dalam  lakukan terapi IV
 monitor status nutrisi
batas normal
 berikan cairan IV pada
 tidak ada tanda-
suhu ruangan
tanda dehidrasi,
 dorong masukan oral
elastisitas turgor kulit  kolaborasi dokter jika
baik, membrane tanda cairan berlebih
mukosa lembab, tidak menucul memburuk
ada rasa haus yang
berlebihan
3. Pk. Perawat akan menangani Hipokalemia
Hipokalemia atau mengurangi episode  Pantau tanda dan gejala
ketidakseimbangan hipokalemis: kelemahan
elektrolit selama 1 x 24 atau paralisis flaksid,
jam, perawatan di RS refleks tendon dalam hilang
atau menurun,
hipoventilasi, perubahan
tingkat kesadaran, poliuria,
hipotensi, ileus paralitik,
perubahan EKG: ada
gelombang U, gelombang T
datar atau menurun
 Jika pengobatan kalium
diberikan secara parenteral,
pantau kadar kalium selama
terapi

4. Pk. Perawat akan menangani Hiponatremia


Hiponatremia atau mengurangi episode  Pantau tanda dan gejala
ketidakseimbangan hiponatremia: letargis
elektrolit selama 4 x 24 sampai koma, sakit kepala,
jam, perawatan di RS kelemahan, nyeri abdomen,
otot-otot mengalami
kedutan atau kejang, mual,
muntah, diare
 Beri cairan NaCl
melalui iv line dan jangan
diteruskan dengan
pemberian diuretik
(kolaborasi)
 Pantau masukan dan
haluaran cairan
 Pantau BB klien

K. REFERENSI
Bulecheck, M.G. (2012). Nursing interventions clasifications (NIC). USA : Elsevier.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA international nursing

diagnoses : Definitions & clasification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.


Moorhead, S. (2012). Nursing outcomes classification (NOC) : Measurement of health

outcomes. USA : Elsevier.

You might also like