You are on page 1of 5

Miskin, Penyebab Sulit Mengakses Pendidikan

Pramono Pido
Warga Gorontalo

Tujuan saya, menguraikan masalah akses pendidikan bagi masyarakat di


Provinsi Gorontalo. Argumentasi kausal yang saya tawarkan: Kemiskinan
menjadi penyebab dominan, mengapa akses pendidikan baik pada
tingkatan paling rendah, sampai pada tingkatan pengguruan tinggi, di
Provinsi Gorontalo mengalami disparitas.

Tentu saya harus memulainya dengan mengelaborasi. Apa yang disebut


kemiskinan itu dan apa saja kriterianya. Kemudian, saya juga harus
memaparkan bahwa masyarakat dapat mengangkat tingkat kesejahtraanya
melalui akses pendidikan, sebagai kesimpulan akhir.

Badan Pusat Statistik (dikutip oleh Sherly 2015), memberi batasan


mengenai pengertian kemiskinan, “keadaan pengeluaran per kapita selama
satu bulan, defisit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”. Kebutuhan itu
digolongkan menjadi kebutuhan makanan dan non makanan. Makanan
merujuk pada sumber energi minimal seseorang per harinya, yakni: 2100
Kilo Kalori. Sementara non makanan, kebutuhan yang sifatnya pelindungan
diri dan keluarga: kebutuhan akan rumah yang layak huni; alat transportasi
guna mempermudah aktivitas keseharian; penerangan; dapat memenuhi
akses jasa penting, macam kesehatan serta pendidikan. Di lain pihak,
Bappenas (dikutip oleh Sherly 2015), Mendefiniskan kemiskinan, tidak jauh
berbeda dengan BPS. Yakni, “manusia baik secara individu maupun
berkelompok, tidak bisa memenuhi hak paling hakikatnya yaitu,
mempertahankan kehidupan dan mencapai kehidupan yang bermartabat”.
Data Badan Pusat Statistik (2019) menggambarkan, meski mengalami
penurunan, paling signifikan di antara semua Provinsi pada Presentase
Penduduk Miskin Menurut Provinsi September tahun 2018. Gorontalo
masih bertengger di posisi lima terparah, dengan presentase penduduk
miskin per September 2018 sejumlah, 15,83%. Setelah: Maluku (17,85%),
NTT (21,03%), Papua Barat (22,66%), Papua (27,43%).

Selanjutnya, data Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo (2018).


Mengenai kesejahteraan rakyat, Hanya 8.19% total masyarakat Gorontalo
yang mempunyai Ijazah Diploma/S1/S2/S3. Sementara 29, 78% tidak
mempunyai ijazah sama sekali. Angka itu dipatok dari umur 15 tahun ke
atas. Bila melihat deret angka-angka data statistik itu. Mudah memahami
tingkat kesenjangan pendidikan dan kemiskinan yang ada. Jelas sekali,
akses pendidikan begitu timpang, pun angka kemiskinan masih cukup
menonjol.

Pendidikan bagian dari hak paling elementer bagi warga negara. Emmanuel
(2010) mengajukan argumen, pendidikan merupakan hal yang sangat vital
bagi Indonesia, disadari sejak awal, hal ini terlihat jelas pada dalam bunyi
pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan”.

Pendidikan, merupakan jalan paling mujarab untuk menuntaskan


kemiskinan. Ahli pendidikan seperti, Paulo Freire (2011), melalui usaha
tekstualnya, terus mengingatkan usaha untuk memberantas buta huruf.
Secara praksis, Hal itu dilakukannya di tempat yang jauh dan di dalam
kurun waktu yang berbeda dengan sekarang. Pun, masih sangat cocok
dipakai sebagai dasar menilik kondisi umum maupun kondisi khusus pada
tempat di mana akses pendidikan itu, belum mengalami pemerataan. Inti
gagasan Freire adalah, lewat pendidikan manusia dapat membebaskan
dirinya dari belenggu, baik itu kepandirian maupun eksesnya yang paling
mayor, kemiskinan.
Sepikiran dengan Freire, sesepuh pendidikan Indonesia seperti, Ki Hadjar
Dewantara, bahkan sejak zaman kolonial. Sudah merajut gagasan-
gagasan besarnya, pada hak untuk memperoleh pendidikan yang merata
bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dicky (2009) mencatat, dunia internasional juga memusatkan perhatiannya


pada pokok persoalan yang sama, yang dideklarasikan pada periode 1997-
2006. Isu sensitif yang menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Dirangkumkan di dalam tema “pemberantasan kemiskinan
merupakan tugas etik, sosial, politik, dan ekonomi dari kemanusian yang
mendesak”. Niatan itu, coba diwujudkan dengan siasat pemberian banyak
beasiswa, baik oleh korporasi maupun lembaga donor, yang ada di negara-
negara dengan tingkat ekonomi lebih baik.

Pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bukan


tidak melakukan apa-apa untuk menangani persoalan ini. Berbagai
program sudah diluncurkan, dana juga tidak sedikit yang dikucurkan.
Namun, angka statistik masih menunjukkan ketimpangan kemiskinan dan
pendidikan sampai saat ini.

Penyebabnya bisa berbagai macam. Secara lugas, Gutomo et al (dikutip


oleh Sherly 2015) mengingatkan bahwa terabainya masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah pedalaman serta perhatian yang terpusat pada
kelompok masyarakat tertentu, Gutomo et al memberi istilah eksklusi sosial
bagi keadaan itu. Dapat menghambat pemerataan akses terhadap berbagai
macam peluang untuk mendapatkan kesempatan meningkatkan taraf
hidup, termasuk pendidikan yang sepatutnya dinikmati semua lapisan
masyarakat.
Tingkat pendidikan yang rendah, sangat mudah menjerumuskan perilaku
masyarakat menuju hal-hal yang bersinggungan dengan perilaku tak baik.
Misalnya, pencurian; penganiayaan; kurangnya pemahaman kepada hak
dan kewajiban sebagai warga negara.

Badan Pusat statistik (2018) merilis data statistik kriminal, untuk tingkat
risiko terkena kejahatan berdasarkan Polda tahun 2017, Gorontalo berada
pada posisi lima teratas yang mempunyai- risiko tertinggi setelah, Jambi,
Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi tengah.

Maudytia (2017) memberi simpulan, untuk memutus rantai kemiskinan


dapat dilakukan dengan akses pada pendidikan. Akses itu berperan
terhadap upaya mengentaskan kemiskinan.

Kita tidak bisa berharap, kemajuan apalagi peradaban akan bersemi di


suatu tempat, bila sebagian masyarakatnya masih berada di bawah garis
kemiskinan, dengan pendidikan yang sangat minimal. Hal ini akan
berpengaruh bagi pembangunan Provinsi Gorontalo ke depannya. Sebab
untuk membangun, selalu dibutuhkan perancang. Selain tentunya pekerja.
Kita tidak ingin hanya menyiapkan orang-orang berurat kawat untuk
merobohkan dinding beton, dan merekrut para ahli dari kejauhan,
menyilakan mereka duduk di ruangan dengan kursi empuk berpendingin,
sambil menggunakan isi kepala dan jari-jemarinya menggambar rancang
bangun.

Harapan saya sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di tempat para
leluhur ini, Provinsi Gorontalo tercinta. Persoalan ini tidak hanya menjadi
perhatian, namun juga terus dikaji, dipikirkan jalan keluar yang terbaik agar
seluruh masyarakat, dapat menikmati akses pendidikan yang merata, serta
tidak makin hidup melarat. Melalui pendidikan yang didapatkan itu, taraf
hidup masyarakat dapat diperbaiki.
Pada basis pendidikan dasar, mungkin telah menemukan cara paling
ampuh untuk menuntaskan buta huruf. Walaupun demikian, pendidikan
tinggi masih sulit dijangkau oleh masyarakat kebanyakan. Terutama,
disebabkan biaya untuk masuk perguruan tinggi yang tidak sedikit
jumlahnya.

Padahal, syarat mutlak untuk dapat mengakses pekerjaan yang baik,


adalah jenjang pendidikan. Bila punya pekerjaan yang baik. Berpenghasilan
relatif tinggi Maka sudah pasti tingkat kesejahteraan akan naik. Angka
kemiskinan, akan turun.

Daftar Pustaka

Freire, P. (2011). Pendidikan Yang Membebaskan. Yogyakarta: Melibas .


Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. (2018). Statistik Kesejahteraan
Rakyat Provinsi Gorontalo Tahun 2018. Gorontalo: Badan Pusat
Statistik Provinsi Gorontalo.
Jocom, S. G. (2015). Keterkaitan Antara Modal Sosial dan Kemiskinan
Menurut Tahapan Perkembangan Desa di Provinsi Gorontalo.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 12-13.
Prabowo, M. R. (2017). Dampak Pendidikan Terhadap Kemiskinan Kepala
Keluarga Di Indonesia . Skripsi Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, 42.
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Kriminal . Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2019). Berita Resmi Statistik 15 Januari 2019.
Jakarta: Badan Pusat Statistik .
Sujatmoko, E. (2010). Hak Warga Negara Dalam Memperoleh Pendidikan.
Jurnal Konstitusi, 183.
Ustama, D. D. (2009). Peranan Pendidikan Dalam Pengentasan
Kemiskinan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, 1-2.

You might also like