Professional Documents
Culture Documents
TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN I
PROSES LIPATAN PERMANEN PADA KAIN KAPAS,T/C DAN POLIESTER
Disusun oleh :
Kelompok 1
POLITEKNIK STTT
BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud dan Tujuan
MAKSUD :
1. Mempelajari prinsip – prinsip dasar proses penyempurnaan lipatan permanen
pada kain kapas, rayon, poliester kapas dan poliester rayon dengan variasi suhu
curing dengan evaluasi CRA.
2. Mengetahui pengaruh suhu curing pada proses penyempurnaan lipatan
permanen pada kain kapas, rayon, poliester kapas dan poliester rayon.
TUJUAN :
1. -Agar dapat melakukan proses penyempurnaan lipatan permanen pada kain
kapas, rayon, poliester kapas dan poliester rayon.
2. -Untuk dapat mengevaluasi hasil penyempurnaan lipatan permanen pada kain
kapas, rayon, poliester kapas dan poliester rayon dengan variasi suhu curing
dengan evaluasi CRA.
.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Serat Kapas
Bentuk serat kapas seperti tulang anjing apabila dilihat secara melintang dan apabila
dilihat membujur akan terlihat berpilin seperti pita.
Kekuatan serat kapas terutama dipengaruhi oleh kadar Selulosa dalam serat, Panjang rantai
dan orientasi. Kekuatan Serat kapas rata-rata adalah 96.700 pound/Inchi2 dengan minimum
70.000 dan maksimum 116.000. Kekuatan Serat pada umumnya menurun pada keadaan
basah. Serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air mempunyai
pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat kering bersifat kasar,
rapuh, dan kekuatan rendah. MR Serat kapas berfariasi dengan perubahan kelembaban
relative atmosfir sekelilingnya. MR Serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7-8,5%.
Mulur saat putus serat kapas sangat tinggi kira-kira 2x Mulur rami diantara serat-serat alam
hanya wol dan sutra yang mempunyai mulur lebih tinggi, mulur serat kapas berkisar antara
4 – 13%. Serat kapas pada umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan
dan pemakaian yang normal. Asam-asam menyebabkan hidrolisa ikatan-ikatan glukosa
dalam rantai selulosa membentuk hidroselulosa.pada larutan alkali memiliki sedikit
pengaruh pada kapas, kecuali alkali kuat dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan
penggelembungan yang besar pada serat seperti dalam proses merserisasi.
Serat kapas tersusun atas selulosa. Selulosa merupakan polimer linear yang tersusun
dari kondensasi molekul glukosa. Struktur molekul selulosa dapat dilihat pada gambar 3.2
dibawah ini.
H OH CH2OH H OH CH2OH
OH H H O OH H H O OH
O
H H H H H H
OH OH H OH OH H
H O H O
O H O H
CH2OH H OH CH2OH H OH
Pengertian
Penggunaan resin sintetik pertama kali diperkenalkan dalam industri tekstil sekitar tahun
1930 oleh Fould. Marsh dan Wood dari Tootal Broacihurst Lee Co.L,td, Manchester, Inggris
untuk rnemperbaiki ketahanan kusut bahan-bahan dari kapas, rayon, linen dan serat-serat
selulosa lainnya. Perkembangan selanjutnya, resin sintetik tidak hanya dapat digunakan
memperbaiki ketahan-an kusut tetapi juga memberikan stabilitas dimensi bahan, efek
kaku, rnenambah berat kain (sebagai pengisi), memperbaiki pegangan (handle),
memberikan efek tahan api, tolak air, anti statik, anti slip dan sebagainya.
Resin sintetik dapat digunakan secara luar (eksternal) atau secara dalam (internal ).
Penggunaan resin sintetik secara luar terutama untuk serat-serat alam digunakan sebagai
zat pembentuk lapisan film dan sebagai zat perekat dimana resin sintetik teradsorpsi pada
permukaan, sedangkan penggunaan secara dalam resin akan masuk ke dalam serat
sehingga memberikan sifat yang perrnanen.
Pembentukan resin terjadi diantara celah-celah dari bagian amorf serat selulosa selama
proses pemanas awetan. Monomer-monomer resin yang telah masuk akan bergabung
membentuk polimer-polimer yang mempunyai ikatan linier dan ikatan silang yang kuat
yang dapat menyebabkan kain menjadi lebih kaku sehingga mengurangi kecenderungan
kain dari kusut. Polimerisasi tersebut pada dasarnya disebabkan karena terbentuknya
ikatan metilen dan eter di antara gugus-gugus aktif ( gugus N-rnetilol ) yang disertai
dengan pembebasan air dan formaldehida. Reaksinya disajikan sebagai berikut :
1. Pembentukanjernbatan metilen
Pada saat terjadinya pembenrukan resin, senya.wa N-rnetiloi ini juga mengikat gugus-
gugus -OH dari rantai molekul selulosa yang berdekatan, sehingga terjadi ikatan siiang
antar rnolekul selulosa melalui jembatan resin, yang dapat digarnbarkan sebagai
berikut:
(serat) (resin)
Resin yang masuk kedalam serat berpolimer menghasilkan molekul resin kompleks
dengan membentuk ikatan silang sehingga resin tidak dapat bermigrasi kembali keluar
dari serat. Selain itu resin akan mengikat susunan bagian-bagian molekul serat menjadi
lebih terikat yang akan mencegah kecenderungan rantai molekul serat selulosa untuk
menggelincir akibat tekanan mekanik yang diberikan sehingga serat tidak berubah
bentuk dan tahan kusut.
Ditunjau dari fungsinya dibagi menjadi dua golongan , yaitu : resin self- crosslinking dan
reaktan, yang pada umumnya memiliki dua gugus hidroksil sehingga dapat membentuk
ikatan silang dengan selulosa.
Resin DMDI-DU termasuk ke dalam golongan resin siklik yang dikenal sebagai resin
reaktan, karena lebih banyak bereaksi dengan selulosa daripada dengan senyawanya
sendiri. Senyawa resin prakondensat tersebut mempunyai dua gugusan yang aktif yang
apabila dipanaskan dapat bereaksi dengan gugusan hidroksil dari senyawa selulosa dan
membentuk ikatan silang.
DMDHEU juga dikenal dengan nama dimetil glioksal monourea ( 1,3- dirnetilol -4, 5-
dihidroksi-2-imidazolidinon ). DMDHEU dapat diperoleh dengan mereaksikan
Ikatan cincinnya yang sangat stabil menyebabkan resin sukar pecah sehingga tidak
terbentuk resin permukaan dan hasil pengerjaannnya tidak kaku.
Ketahanan terhadap serangan klor lebih baik karena tidak meilgandung gugus -NH-
bebas.
Lebih ekonomis karena lebih banyak bereaksi dengan selulosa daripada antar molekui
itu sendiri.
Hasil pengerjaan tahan terhadap pencucian berulang
Kekurangan dari penggunaan resin reaktarr ini adalah tejadinya penurunan kekuatan serat
yang besar.
2.5 Larutan penyempurnaan resin
Pada umumnya resep-resep penyempurnaan hampir selalu terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Prakondensat.
Ikatan silang dapat terjadi antara gugus reaktif dari selulosa (-OH) dan gugus reaktif dari
resin. Gugus reaktif resin yang terbaik adalah N-rnetilol seperti urea formaldehida,
karena penggunaanya untuk selulosa lebih dari 98 %.Pengikat silang N-metilol mampu
rnenghasilkan sitat yang tidak menggembungkan serat, stabilitas dimensi, ketahanan
kusut dan kelenturan tetapi juga dapat menurunkan kekuatan tarik, kekuatan
sobek,tahan gosok dan daya jahitnya.
2. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi laju reaksi kirnia tanpa mengalami
perubahan reaksi kirnia dan pada umumnya berupa asam atau senyawa lain yang dapat
melepaskan asam pada suhu tinggi.
Pada saat berlangsungnya proses polimerisasi resin sintetik dalam bentuk prakondensat,
sangat dibutuhkan adanya suasana asam dan pemanasan. Suasana asam tersebut baru
boleh ada pada waktu proses curing, sedangkan sebelum proses tersebut suasana tidak
boleh asam karena akan merusak kestabilan larutan pra kondensat. Untuk itulah
digunakan katalis yaitu sebagai katalisator pada proses polimerisasi. Sifat tersebut baru
timbul setelah katalis menghasilkan suasana asam yaitu pada waktu curing.
Jadi secara jelas dapat diketahui fungsi katalis adalah untuk membantu terjadinya reaksi
ikatan silang dan pereaksi, dengan efek pendegradasian terhadap tekstil yang
minimum, misalnya pengurangan kekuatan serat karena hidrolisa ikatan rantai molekul,
pewarnaan dan lain-lain. Katalis sebenarnya merupakan donor proton untuk mendorong
terjadinya reaksi polimerisasi darnsenyawa N-metilol dengan gugus-gugus -OH dari
selulosa dengan tidak menurunkan stabilitas larutan prakondensat. Pemilihan katalis
tergantung macam serat atau kain yang akan disempurnakan, dan jenis dari pengikat
silang yang akan dipakai. Konsentrasi donor asam harus diatur sesui dengan jenis dan
jumlah pengikat silang serta kondisi proses, sehingga tercapai reaksi optimal dari
pengikat silang tanpa terjadinya hidrolisa dari selulosa.
Dalam penyempurnaan kapas dengan resin reaksi polikondensasi biasaanya terjadi pada
suhu tinggi srnsana asam. Maka katalisator yang diguna-kan biasanya katalisator asam
laten yang mempunyai sifat netral atau stabil dalam larutan pada suhu kamar, tetapi
dapat melepaskan atau membentuk asain pada suhu tinggi.
Biasanya kataiis yang digunakan clalam jumlah seperti yang tertera pada
Tabel berikut :
Merupakan garam-garam klorida, sulfat, nitrat, dan fosfat dimana ion ammonium akan
terdekomposisi dan membebaskan proton dalam suatu tahap reaksi tunggal. Mempunyai sifat
sangat efektif dan sangat cocok untuk mendapatkan kelenturan optimum yada kain kapas
Seperti etanol amina, penggunaan katalis ini sangat mudah karena lebih stabil danpada garam
asam.Biasanya digunakan sebagai katalis resin melamin dan resin urea. Kekurangan jenis ini
adalah tidak bisa digabungkan dengan tipe resin emulsi
Hidrat-hidrat dari magnesium klorida, seng nitrat, juga seng klorida, merupakan kompleks air,
atau asam air yang pada suhu tinggi, dengan terbentuknya hidrokso akan melepaskan proton
dalam jurnlah kecil yang diperlukan untuk reaksi asetilisasi dari senyawa-sen),awa N-metilol .
Sangat cocok untuk kain kapas, polyester kapas dan rayon.
Asam organik seperti asam asetat, asam maleat, dan lain-lain . Jenis ini Jarang digunakan secara
tunggal tetapi digabung dengan katalis lain. dan biasanya hanya membantu fiksasi katalis
Dengan demikian karakreristik garam katalis ditentukan oleh dua hal, antara lain:
Derajat penguraian garam menrpengaruhi kestabilan garam dan kondisi (suhu dan waktu)
penguraian. Garam-garam yang sukar mengurai akarr stabil dalam persediaan dan memerlukan
temperatur ],ang lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk proses penguraiannya,
sedangkan derajat ionisasi menentukan kemarnpuan kerja katalis dan mempengaruhi derafat
kerusakan serat kapas yang diproses. Asam-asam yang mudah terionisasi akan mempermudah
laju reaksi, tetapi mudah merusak serat.
Karena ikut menentukan sifat akhir bahan, katalis apapun yang digunakan, yang penting ialah
jumlah penggunaannya. Bila digunakan terlalu banyak resin akan dihidrolisa oleh kelebihan
asam, sedang apabila penggunaannya terlalu sedikit, kondensat tidak terbentuk menjadi resin
dengan semestinya.
Zat tambahan adalah senyawa yang dipakai sebagai zat penyempunlaan, sendiri ataupun
ditambahkan pada larutan penyempurnaan untuh mendapatkan kehalusan, kelembutan,
pegangan yang diinginkan atau modifikasi pegangan bahan, menghasilkan sifat fisik bahan
tertentu menutupi sebagian atau seluruh sifat-sifat negatif yang tidak diinginkan karena adanya
ikatan silang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penyempurnaan tahan kusut terhadap sifat-sifat fisik
serat.
1 . Konsentrasi Resin
Makin banyak jumlah resin yang ditambahkan dapat menyebabkan turunnya kekuatan tarik
kain karena poiimerisasi resin akan rnembentuk ikatan antara serat dengan resin yang sifatnya
kaku dan pendek sehingga menyebabkan serat mudah rapuh dan kekuatan tadk menjadi nrun.
Menaikkan ketahanan kusut karena ferjadi peningkatan elastisitas serat dan mengikat molekul
selulosa dalam serat sehingga kedudukan molekul serat lebih stabil sehingga serar mampu
untuk kembali ke bentukrrya semula setelah mengaiami kekusutan. Selain itu menambah berat
serat sehrngga terjadi ketrdakseimbangan dengan kekompakan serat, yang akan menyebabkan
turunnya kekakuan.
2. Konsentrasi Katalis
Apabila jumlah konsentrasi katalis yang ditambahkan berlebih maka kemungkinan dapat terjadi
hidrolisa resin yang dapat menurunkan ketahanan kusut. Jumlah katalis yang tinggi harus
diimbangi dengan jumlah resin yang tinggi pula sebab bila tidak maka tidak akan dapat
memperbaiki ketahanan kusut karena prakondensat tidak optimum terbentuk menjadi resin
Menyebabkan tururrya kekuatan tarik karena semakin banyak asam yang dilepaskan oleh
katalis terscbut sehingga mengakibatkan bukan hanya terjadinya suasana kondusif untuk
polimerisasi resin, tetapi juga efektif untuk menghidrolisa serat selulosa. Selain itu reaksi ikatan
silang terjadi serentak oleh pemakaian asam dari katalis yang berlebih pada waklu
pemanasawetan dan polimer yang terbentuk akan berperan sebagai pengikat fisik dari serat
satu sama lain.
3. Kondisi pemanasawetan.
Yang dimaksud, kondisi pemanasawetan disini adalah variable suhu maupun waktu untuk
tahapan dalam proses pemanasawetan . Waktu yang terlalu lama dengan suhu yang terlalu
tinggi akan menyebabkan terjadinya hidrolisa serat, tetapi bila waktu terlalu singkat dan
suhunya rendah tnaka kemungkinan pembentukan polimer resin yang belum sempurna.
1. Persiapan.
Hasil penyempurnaan resin tergantung pada distribusi resin yang merata pada seluruh
bagian serat, karena itu drperlukan daya serap yang sama pada seluruh bagian kain.
Sebeium kain dilakuhan pioses penyempurnaan resin, perlu di Iakukan pengerj aan-
pengerjaan pndahuluan.
2. lmpregnasi
Proses impregnasi dilakukan dengan melewatkan kain dalarn bak perendam dari
kemudian diperas dengan rol-rol pemeras pada mesin pad. Tekanan dari rol- rol
pemeras harus tetap dan sarna Tujuan dari pemerasan adalah untuk membuang larutan
resin yang berlebih, mencegah kekusutan dan memasukan larutar resin ke dalarn kain
dengan tekanan tetap dan tinggi.
3. Pengeringan pendahuluan
Tujuan dari proses pengeringan adalah untuk menguapkan air yang digunakan sebagai
pelarut resin. Proses pengeringan ini perlu diperhatikan suhu pengeringannya agar
distribusi resin di dalarn serat tidak terganggu dan kain tetap tidak kusut. Suhu
pengeringan yang terlalu tinggi dapat menurunran kekuatan kain, sedangkan kecepatan
aliran udara panas yang tinggi dapat menyebabkan migrasi resin dan mempengaruhi
pegangan kain.
4. Pemanasawetan
Proses pemanasawetan merupakan proses yang paling penting, karena dalam proses ini
monomer-monomer resin akan berpolmerisasi didalam serat sehingga menentukan
sifat akhir dari bahan. Selain itu pemanasawetan yang kurang akan menyebabkan tidak
tercapainya hasil yang optimum.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat :
Gelas kimia 500ml
Gelas ukur 100ml
Neraca digital
Bak
Mesin Padder
Mesin Stenter
Alat pengujian CRA
Bahan :
Kain kapas
Kain T/C
Kain poliester
Kain nilon
Katalis
Resin DMDHEU
Evaluasi
3.6 Resep
Resep Penyempurnaan Lipatan Permanen
Resep 1 2 3 4
Resin DMDHEU 40 60 80 100
Pembasah 1 ml/l
Katalis MgCl2 20 % dari resin
Air 200 ml
Pencucian Pencucian
Sabun 1 gr/l
Air 500 ml
3.7 Perhitungan
Data Percobaan
No Berat Bahan Awal Berat Bahan Akhir
1 6,20 gr 6,70 gr
2 6,15 gr 6,10 gr
3 6,09 gr 6,00 gr
4 6,32 gr 6,30 gr
Resin DMHEU
40 x 200 = 8 ml
1000
60 x 200 = 12 ml
1000
80 x 200 = 16 ml
1000
100 x 200 = 20 ml
1000
Katalis MgCl2
20 x 8 = 1,6 ml
100
20 x 12 = 2,4 ml
100
20 x 16 = 3,2 ml
100
20 x 20 = 4 ml
100
Pembasah
1 x 200 = 0,2 ml
1000
Sudut Lipatan
54 °
31 °
74 °
39 °
Δ Berat
N0 Kain Uji
BAB IV
DISKUSI
Pada praktikum kali ini yaitu proses penyempurnaan lipatan permanen pada
bahan kapas, T/C, rayon dan T/R ada beberapa hal yang harus didiskusikan, Proses
penyempurnaan ini bertujuan untuk memberikan lipatan pada bahan yang bersifat
permanen dimana bahan diberikan resin yang mampu menahan pola lipatan yang
sudah diberikan pada bahan. Metode penyempurnaan ini dilakukan dengan cara
padding dimana bahan dicelupkan pada larutan yang sudah mengandung resin dan
zat pembantu lainnya dan kemudian bahan di pad dan dikeringkan. Setelah bahan
dikeringkan, bahan diberikan pola lipatan lalu di proses curring menggunakan mesin
hot press dengan suhu 150-190oC. Dengan panas dan penekanan yang diberikan
oleh mesin hot press, maka diharapkan bahan akan memiliki sifat yang berlipat
seperti pola lipatan yang tahan lama.
Pada praktikum penyempurnaa lipatan permanen ini terjadi ikatan silang antara
resin dengan bahan, dimana resin berikatan dengan bagian amorf dari bahan yang di
proses. Monomer-monomer resin yang telah masuk akan bergabung membentuk
polimer-polimer yang mempunyai ikatan linier dan ikatan silang yang kuat yang
dapat menyebabkan kain menjadi lebih kaku sehingga mengurangi kecenderungan
kain dari kusut. Polimerisasi tersebut pada dasarnya disebabkan karena
terbentuknya ikatan metilen dan eter di antara gugus-gugus aktif ( gugus N-rnetilol )
yang disertai dengan pembebasan air dan formaldehida.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan :
- Sifat fisika bahan mempengaruhi hasil uji CRA
- Suhu curring mempengaruhi lipatan yang di dapat
- Proses pencucian mempengaruhi hasil proses
DAFTAR PUSTAKA