You are on page 1of 41

ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR TULANG

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem organ dalam tubuh manusia ada beberapa macam, diantaranya adalah sistem
muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh, membantu
proses pergerakan, serta melindungi organ-organ tubuh yang lunak. Komponen utama dari
sistem muskuloskeletal merupakan jaringan ikat. Sistem ini terdiri atas tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur-struktur tersebut (Patofisiologi, 2002). Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang
bersifat lunak, ganas dan yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena
jaringan akibat cedera atau penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder.
Pada tumor tulang sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian
menjalar ke tulang dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini
merupakan kelompok tumor tulang yang ganas.

Dari berbagai macam jaringan yang menyusun sistem ini, bermacam-macam pula
gangguan yang dapat ditimbulkan. Salah satu gangguan itu yaitu Benigna Bone Tumor and
Maligna Bone Tumor. Tumor ini sering terjadi pada anak-anak, karena sifatnya yang jinak
tumor ini tidak berbahaya. Tumor-tumor jaringan lunak merupakan suatu golongan
heterogen kelainan-kelainan yang berasal dari jaringan asal mesodermal. Dalam jaringan
ini termasuk organ gerak, seperti otot-otot dan tendon, kapsula, sendi dan juga semua
struktur lemak dan jaringan ikat penyangga, yang berada diantara komponen-komponen
epitelial dan di sekitar organ-organ. Sering juga kelainan yang berasal dari struktur
mesenkimal, tetapi yang terletak dalam organ tertentu, dibicarakan dan ditangani sebagai
kelainan organ-organ itu dan tidak dimasukkan dalam golongan tumor jaringan lunak.
Tumor tulang Benigna dan Maligna memiliki prevalensi yang jarang (kurang dari
1% dari seluruh kasus tumor), namun tumor ini mengakibatkan dampak yang cukup fatal
bagi penderitanya. Penderita tumor tulang seringkali merasakan nyeri yang hebat bahkan
pasien tidak mampu menjalankan aktivitasnya. Selain itu penderita juga dapat berisiko
mengalami cidera akibat fraktur patologik.
Peran perawat dalam penyembuhan dan perawatan klien sangat dibutuhkan,
karena umumnya pada pasien tumor tulang ini pasien mengalami kesulitan bergerak.
Bahkan efek dari tindakan medis juga cukup mengganggu, misalnya pada kemoterapi dan
pembedahan. Oleh karena itu perawat juga harus mengetahui tumor tulang Benigna dan
Maligna secara menyeluruh. Hal ini ditujukan agar perawat mampu bertindak secara
profesional dalam asuhan keperawatan dan memberikan perawatan yang supportif pada
penderita tumor tulang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Tumor tulang?
2. Apa etiologi Tumor tulang Benigna dan Maligna?
3. Apa saja faktor resiko tumor tulang ?
4. Apa saja jenis-jenis tumor tulang Benigna & Maligna?
5. Bagaimana patofisiologi Tumor tulang Benigna dan Maligna?
6. Apa manifestasi Tumor tulang Benigna dan Maligna?
7. Sebutkan pemeriksaan penunjang Tumor Tulang Benigna & Maligna?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis Tumor tulang Benigna dan Maligna?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan klien dengan Tumor tulang Benigna dan Maligna?

C. Tujuan
1. Menjelaskan definisi Tumor tulang.
2. Menjelaskan etiologi Tumor tulang Benigna dan Maligna.
3. Menjelaskan Faktor resiko tumor tulang.
4. Menjelaskan Jenis-jenis tumor tulang Benigna & Maligna.
5. Menjelaskan patofisiologi Tumor tulang Benigna dan Maligna.
6. Menjelaskan manifestasi klinis Tumor tulang Benigna dan Maligna.
7. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang Tumor Tulang Benigna & Maligna.
8. Menjelaskan penatalaksanaan medis Tumor tulang Benigna dan Maligna.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Tumor tulang Benigna dan Maligna.

BAB II
KONSEP MEDIS

I. Definisi Tumor Tulang


Tumor tulang adalah pertumbuhan abnormal pada sel-sel (neoplasma) di dalam
tulang yang kemungkinannya benigna (non kanker) atau maligna (kanker). Neoplasma
adalah masa abnormal dari jaringan, yang pertumbuhannya pesat dan tidak terkoordinasi
dari pada jaringan normal dan berlangsung lama serta berlebihan setelah perhentian
stimulus yang menimbulkan perubahan tersebut (Robin 1999, 261, basic of pathology
disease).
Tumor tulang ini dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
1. Tumor tulang primer
 Tumor tulang primer merupakan tumor tulang yang berasal dari dalam tulang itu sendiri
(osteogenik).
Jinak : osteoid osteoma
Ganas : oesteosarkoma
 Tumor yang membentuk tulang rawan (kondrogenik)
Jinak : Kondroblastoma
Ganas : Kondrosarkoma
 Tumor jaringan ikat (fibrogenik)
Jinak : Non Ossifying Fibroma
Ganas : Fibrosarkoma
 Tumor sumsum tulang (myelogenik)
Ganas : multiple myeloma
2. Tumor tulang sekunder / metastasik
Tumor tulang sekunder merupakan tumor tulang yang berasal dari metastase tumor
yang berasal dari organ/bagian tubuh yang lain, misalnya pada tumor tulang yang terjadi
dari tumor payudara, prostase, paru-paru. Terutama sekali tumor yang berada pada akses
utama sistem vaskuler.

II. Etiologi Tumor Tulang Benigna dan maligna


1. Tumor Jinak (Benigna)
Tumor Tulang Jinak (Benigna Bone Tumor) adalah pertumbuhan abnormal pada sel-
sel di dalam tulang yang kemungkinannya benigna (non kanker) atau tumor jinak
(benigna) tidak menyerang dan menghancurkan tissue(sekumpulan sel terinterkoneksi
yang membentuk fungsi serupa dalam suatu organisme) yang berdekatan, tetapi mampu
tumbuh membesar secara lokal.Biasanya setelah dilakukan operasi pengangkatan (tumor
jinak), tumor jenis initidak akan muncul lagi.
2. Tumor Ganas (Maligna)
Tumor jenis ini lebih dikenal dengan istilah Kanker, yang memiliki potensi untuk
menyerang dan merusak tissue yang berdekatan, baik denganpertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) ataumenyebabkan terjadinya metastasis (migrasi sel
ke tempat yang jauh).

Etiologi Tumor Tulang Benigna


Penyebab dari tumor tulang tidak diketahui. Tumor tulang biasanya muncul pada
area yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat. Tetapi pada penelitian
biomolekuler lebih lanjut ditemukan beberapa mekanisme terjadinya neoplasma tulang,
yaitu melalui identifikasi mutasi genetik yang spesifik dan penyimpangan kromosom pada
tumor. Keabnormalan dari gen supresor tumor dan gen pencetus oncogen. Tumor
histogenik memiliki dua level tipe, yaitu:
1. benigna bone tumor;
2. maligna bone tumor.
Menurut penelitian juga disebutkan bahwa terjadinya mutasi cromosom P53 dan Rb
juga dapat menjadi penyebab terjadinya tumor (Robins 1999, 551, “Basic of Pathology
Disease”). Selain itu penyebabnya bisa karena adanya trauma dan infeksi yang berulang
misalnya Bone infarct, osteomyelitis chronic paget disease. Faktor lingkungan berupa
paparan radiasi dan zat karsinogenik (timbal, karbon dan bahan metal lain), serta gaya
hidup (perokok, alkoholik, dan sering terpapar stress) juga merupakan factor predisposisi
terjadinya tumor tulang ini.
Etiologi Tumor Tulang Maligna
Faktor penyebab tumor maligna jaringan lunak yaitu:
1. Faktor genetik atau keturunan dimana bisa diturunkan dari embrionik
mesoderm.
2. Virus, Virus dapat dianggap bisa menyatukan diri dalam sel sehingga mengganggu generasi
mendatang dari populasi sel.
3. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi berulang
atau ketika terapi radiasi digunakan untuk mengobati penyakit.
4. Agens hormonal, Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan
dalam keseimbangan hormon baik dalam pembentukan hormon tubuh sendiri (endogenus)
atau pemberian hormon eksogenus.
5. Kegagalan sistem imun, Kegagalan sisem imun untuk berespon dengan tepat terhadap sel-
sel maligna memungkinkan tumor tumbuh sampai pada ukuran yang terlalu besar untuk
diatasi oleh mekanisme imun normal.
6. Agens kimia, Kebanyakan zat kimia yang berbahaya menghasilkan efek-efek toksik dengan
menggunakan struktur DNA pada bagian-bagian tubuh (zat warna amino aromatik, anilin,
nikel, seng, polifinil chlorida).

III. Faktor Risiko Tumor Tulang


Beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya tumor tulang yaitu:
1. Kecepatan pertumbuhan tulang yang memacu timbulnya tumor tulang ganas selama
masa kanak-kanak terutama daerah metafise tulang panjang.
2. Beberapa kasus pada tumor tulang ganas disebabkan oleh kelainan DNA pada tulang
faktor genetik contohnya:
 Retinoblastoma kelainan pada gen 13q14
 Displasi tulang, penyakit paget, fibrous displasia, enchondromatosis, eksostosis herediter
multiple
 L1-Fraumenisyndrome (mutasi TP 53)
 Rothmund-thomson sindrom yaitu kelainan pada resesif autosomal yang berkaitan dengan
kelainan tulang kongenitaaaal, displasia rambut dan kulit, hipogonadism, dan katarak
 Gaya hidup yang tak sehat misalnya merokok, makanan dan minuman yang mengandung
karbon.

IV. Jenis-jenis Tumor Tulang Benigna dan Maligna


1. Benigna
a. OSTEOKONDROMA
Osteokondroma (Eksostosis Osteokartilaginous) merupakan tumor tulang jinak yang
paling sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10-20 tahun. Tumor ini tumbuh pada
permukaan tulang sebagai benjolan yang keras. Penderita dapat memiliki satu atau
beberapa benjolan, 10% dari penderita yang memiliki beberapa osteokondroma, akan
mengalami kelaganasan tulang yang disebut kondrosarkoma, tetapi penderita yang hanya
memiliki satu osterokondroma, tidak akan menderita kondrosarkoma.
b. KONDROMA JINAK
Kondroma Jinak biasanya terjadi pada usia 10-30 tahun, timbul dibagian tengah tulang.
Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tidak menimbulkan nyeri, tidak perlu
diangkat atau diobati. Untuk memantau perkembangannya, dilakukan foto rontgen. Jika
tumor tidak dapat di diagnosis melalui foto rontgen atau jika menyebabkan nyeri, mungkin
perlu dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor tersebut bisa berkembang
menjadi kanker atau tidak.
c. KONDROBLASTOMA
Kondroblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada ujung tulang.
Biasanya timbul pada usia 10-20 tahun. Tumor ini dapat menimbulkan nyeri, yang
merupakan petunjuk adanya penyakit ini. Pengobatan terdiri dari pengangkatan melalui
pembedahan; kadang setelah dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh kembali.
d. FIBROMA KONDROMIKSOID
Fibroma Kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi pada usia
kurang dari 30 tahun. Nyeri merupakan gejala yang biasa dikeluhkan. Tumor ini akan
memberikan gambaran yang khas pada foto rontgen. Pengobatannya adalah pengangkatan
melalui pembedahan.

e. OSTEOID OSTEOMA
Osteoid Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh dilengan atau
tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan menimbulkan nyeri yang
memburuk pada malam hari dan berkurang dengan pemberian aspirin dosis rendah.
Kadang otot di sekitar tumor akan mengecil (atrofi) dan keadaan ini akan membaik setelah
tumor diangkat. Skening tulang menggunakan pelacak radioaktif bisa membantu
menentukan lokasi yang tepat dari tumor tersebut. Kadang-kadang tumor sulit ditentukan
lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan tambahan seperti CT scan dan foto rontgen
dengan teknik yang khusus. Pengangkatan tumor melalui pembedahan merupakan
satusatunya cara untuk mengurangi nyeri secara permanen. Bila penderita enggan
menjalani pembedahan, untuk mengurangi nyeri bisa diberikan aspirin.
f. TUMOR SEL RAKSASA
Tumor Sel Raksasa biasanya terjadi pada usia 20 tahun dan 30 tahun. Tumor ini
umumnya tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan di sekitarnya, biasanya
menimbulkan nyeri. Pengobatan tergantung dari ukuran tumor. Tumor dapat diangkat
melalui pembedahan dan lubang yang terbentuk bisa diisi dengan cangkokan tulang atau
semen tulang buatan agar struktur tulang tetap terjaga. Pada tumor yang sangat luas
kadang perlu dilakukan pengangkatan satu segmen tulang yang terkena. Sekitar 10 %
tumor akan muncul kembali setelah pembedahan, walaupun jarang tumor ini bisa tumbuh
menjadi kanker.
2. Maligna
a. KONDROSARKOMA
Chondrosarcoma adalah tumor yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) yang
ganas, merupakan jenis tumor ganas kedua yang paling banyak didapati diderita.
Kebanyakan Chondrosarcoma tumbuh lambat atau merupakan tumor derajat rendah yang
sering dapat disembuhkan dengan pembedahan. Namun, ada juga tumor derajat tinggi
yang cenderung untuk menyebar. Biasanya untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan
biopsi. Tumor jenis ini harus diangkat seluruhnya melalui pembedahan karena tidak
bereaksi terhadap kemoterapi maupun terapi penyinaran. Amputasi tungkai atau lengan
jarang diperlukan. Jika tumor diangkat seluruhnya, lebih dari 75% penderita bertahan
hidup.
b. EWING’S SARCOMA
Ewing’s sarcoma ditemukan oleh Dr. James Ewing pada tahun 1921, dan sering
ditemukan muncul pada masa pubertas, dimana tulang tumbuh sangat cepat. Jenis tumor
ini jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 10tahun dan hamper tidak
pernah ditemukan pada anak-anak afro-amerika.Ewing’s sarcoma bisa tumbuh di bagian
tubuh manapun, namun paling seringditemukan pada tulang panjang anggota gerak,
panggul atau dada, bahkan jugabisa tumbuh di tulang tengkorak atau tulang pipih lainnya.
c. FIBROSARKOMA & HISTIOSITOMA FIBROSA MALIGN
Kanker ini biasanya berasal dari jaringan lunak (jaringan ikat selaintulang, yaitu
ligamen, tendo, lemak dan otot) dan jarang berawal dari tulang.Kanker ini biasanya
ditemukan pada usia lanjut dan usia pertengahan. Tulang yang paling sering terkena adalah
tulang pada tungkai, lengan dan rahang. Fibrosarkoma dan histiositoma fibrosa maligna
mirip dengan osteosarcoma dalam bentuk, lokasi dan gejala-gejalanya, pengobatannya juga
sama.
d. MIELOMA MULTIPEL
Mieloma multipel merupakan kanker tulang primer yang paling sering ditemukan, yang
berasal dari sel sumsum tulang yang menghasilkan sel darah, umumnya terjadi pada orang
dewasa. Tumor ini dapat mengenai satu atau lebih tulang sehingga nyeri dapat muncul
pada satu tempat atau lebih. Pengobatannya rumit, yaitu meliputi kemoterapi, terapi
penyinaran dan pembedahan.
e. OSTEOSARKOMA
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor tulang ganas, yang biasanya
berhubungan dengan periode kecepatan pertumbuhan pada masa remaja. Osteosarkoma
merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Rata-rata penyakit
ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki dan anak
perempuan adalah sama, tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak
ditemukan pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti tidak diketahui. bukti-bukti
mendukung bahwa osteosarcoma merupakan penyakit yang diturunkan.
Osteosarkoma cenderung tumbuh di tulang paha (ujung bawah), tulang lengan atas
(ujung atas) dan tulang kering (ujung atas). Ujung tulang-tulang tersebut merupakan
daerah dimana terjadi perubahan dan kecepatan pertumbuhan yang terbesar. Meskipun
demikian, osteosarkoma juga bias tumbuh di tulang lainnya. Gejala yang paling sering
ditemukan adalah nyeri. sejalan dengan pertumbuhan tumor, juga bisa terjadi
pembengkakan dan pergerakan yang terbatas. Tumor di tungkai menyebabkan penderita
berjalan timpang, sedangkan tumor di lengan menimbulkan nyeri ketika lengan dipakai
untuk mengangkat sesuatu benda. Pembengkakan pada tumor mungkin teraba hangat dan
agak memerah. Tanda awal dari penyakit ini bisa merupakan patah tulang karena tumor
bisa menyebabkan tulang menjadi lemah. patah tulang di tempat tumbuhnya tumor
disebut fraktur patologisdan seringkali terjadi setelah suatu gerakan rutin.
f. LIMFOMA TULANG MALIGNA
Limfoma Tulang Maligna (Sarkoma Sel Retikulum) biasanya timbul pada usia 40- 50
tahun. Bisa berasal dari tulang manapun atau berasal dari tempat lain di tubuh kemudian
menyebar ke tulang. Biasanya tumor ini menimbulkan nyeri dan pembengkakan, dan
tulang yang rusak lebih mudah patah. Pengobatan terdiri dari kombinasi kemoterapi dan
terapi penyinaran, yang sama efektifnya dengan pengangkatan tumor. Amputasi jarang
diperlukan.

V. Patofisiologi Tumor Tulang Benigna dan Maligna


Tumor ganas merupakan proses yang biasanya makan waktu lama sekali, bermula
ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal ini
membentuk klon dan mulai berfoliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur
pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut kemudian dicapai suatu tahap dimana
sel mendapatkan ciri-ciri invasif. Dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya sel-sel
tersebut menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-
pembuluh darah, melalui pembuluih darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain
dalam tubuh untuk membentuk metastase.
Penyebaran limfogen terjadi karena sel kanker menyusup ke saluran limfe
kemudian ikut aliran limfe menyebar dan menimbulkan metastasis di kelenjar limfe
regional. Pada umumnya kanker mula-mula menyebar dengan cara ini baru kemudian
menyebar hematogen, pada permulaan penyebaran hanya terjadi pada satu kelenjar limfe
saja tetapi selanjutnya terjadi pada kelenjar limfe regional lainnya. Setelah menginfiltrasi
kelenjar limfe sel kanker dapat menembus dinding struktur sekitar menimbulkan
perlekatan. Kelenjar limfe satu dengan yang lain sehingga membentuk paket kelenjar limfe.
Penyebaran hematogen terjadi akibat sel kanker menyusup ke kapiler darah kemudian
masuk ke pembuluh darah dan menyebar mengikuti aliran darah vena sampai organ lain.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel: osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I
dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang
disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas,
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfotase alkali
akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka keadaan fosfotase alkali di dalam
darah dapat menjadi indikator yang baik tentang pembentukan tulang setelah mengalami
patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang
dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi untuk tulang yang
padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas adalah
proses pengikisan tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon yaitu hormon kalsitonin, hormon
paratiroid dan vit D. Suatu peningkatan kadar hormone kalsitonin mempunyai efek
terjadinya peningkatan absorbsi ke dalam tulang sehingga mengakibatkan terjadinya
pengapuran tulang yang menjadikan tulang-tulang rawan menjadi keras. Jika terjadi
peningkatan hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung menyebabkan kalsium
dan fosfat diabsorbsi dan bergerak memasuki serum. Di samping itu peningkatan kadar
PTH secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas,
sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada
hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu ginjal. Vitamin D
mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar PTH yang
tinggi.

PATHWAY

Radiasi sinar radio keturunan virus onkogenik

Aktif agen kimia

Nyeri

Kerusakan gen

Poliferasi sel tulang menekan sel saraf


Secara abnormal

Neoplasma inflamasi lokal


Tumor tulang

Tindakan
medis Kerusakan struktur tulang
Cacat , kebotakan Kekuatan tulang Tulang lebih
rapuh
Gangguan citra
tubuh
Tubuh
Neoplasma tumbuh Keterbatasan Resiko fraktur

Resiko cedera

Ke dalam sendi Aktivitas

Hambatan
mobilitas fisik

Jaringan lunak di
Invasi sel tumor
Respon osteolitik &
Osteoblastik
Penimbunan periosteum disekitar lesi
Pertumbuhan tulang yang abnormal
Perubahan status kesehatan
Stressor
Anxietas

VI. Manifestasi Klinis Tumor Tulang Benigna dan Maligna


1. Manifestasi Klinis Tumor Tulang Benigna
Pasien umumnya memiliki riwayat nyeri berulang, memburuk pada malam hari dan
biasanya tidak sanggup beraktivitas. Massa dan pembengkakan mungkin dapat diketahui
dengan palpasi, tetapi gejala pokok (kehilangan berat badan, demam, berkeringat pada
malam hari, lemas) biasanya tidak ditemukan, kecuali pada kasus tumor metastase.
Lesi yang berdekatan bergabung dan dapat menyebabkan tumor tidak terkendali,
bernodul dan nyeri. Tumor jaringan lunak seringkali dirasakan kurang nyeri bahkan tidak
nyeri. Nyeri ini disebabkan tertekannya saraf-saraf nyeri oleh massa.

2. Manifestasi Klinis Tumor Tulang Maligna


 Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan, sekitar 75% pasien dengan
tumor tulang maligna merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung pada
predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul
akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Nyeri berlangsung lama dan memburuk
pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak menghilang, nyeri diperberat oleh adanya
fraktur patologis.
 Pembengkakan, Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
 Massa yang teraba-teraba yang diakibatkan penonjolan tulang.
 Frekuensi miksi meningkat
Manifestasi klinis ini ditemukan pada tumor tulang maligna di pelvis, namun
manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap tumor tulang maligna. Gejala yang
ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat
juga disertai nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat
dan biasanya disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan pembengkakan.

VII. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti
CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya
stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik.
Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala
hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria,
kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah
dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor., (Rasjad, 2003).

VIII. Penatalaksanaan Medis Tumor Tulang Benigna dan Maligna


1. Penatalaksanaan Medis Tumor Tulang Benigna
Penatalaksanaan tumor tulang benigna biasanya tidak terlalu sulit dibanding dengan
tumor tulang maligna. Pada tumor tulang benigna yang jelas, misalnya non-ossifying
fibrosa, osteokondroma yang kecil biasanya tidak diperlukan tindakan khusus. Apabila
jenis tumor diragukan maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi. Tujuan pengambilan
biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk pemeriksaan histologis, untuk
membantu menetapkan diagnosis serta staging tumor. Waktu pelaksanaan biopsi sangat
penting sebab dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologis yang dipergunakan pada
staging.

2. Penatalaksanaan Medis Tumor Tulang Maligna


Penatalaksanaan tumor tulang maligna merupakan bentuk kerja tim antara dokter
dengan profesional kesehatan lainnya. Para radiologist, diperlukan untuk melihat faktor-
faktor untuk evaluasi kecepatan perkembangan tumor, diagnosis spesifik, dan pembesaran
tumor. Perawat dan ahli gizi, terlibat menjelaskan kepada pasien efek samping dari
penanganan tumor tulang maligna dan memberikan dorongan kesehatan makanan untuk
membantu melawan efek samping tersebut.
Jenis terapi yang diberikan kepada pasien tergantung pada beberapa hal seperti:
 Ukuran dan lokasi dari kanker.
 Menyebar tidaknya sel kanker tersebut.
 Grade dari sel kanker tersebut.
 Keadaan kesehatan umum pasien.
Pasien dengan tumor tulang maligna memerlukan terapi kombinasi
pembedahan (surgery), kemoterapi dan radioterapi;
1. Surgery
Langkah utama penatalaksanaan tumor tulang maligna pembedahan karena tumor
tulang ini kurang berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi. Variasi
penatalaksanaan bedah dapat dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah,
eksisi radikal, bedah beku hingga amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi
besar yang rekuren penatalaksanaan paling tepat adalah amputasi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika kanker
telah menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini menggunakan obat anti kanker
(cytotoxic) untuk menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat memberikan
efek samping yang tidak menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol
dengan pemberian obat.
3. Radioterapi
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar berenergi
tinggi. Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor, baik makro maupun
mikroskopik. Radiasi diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-55 Gy
memberikan hasil bebas tumor.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik
2. Observasi adanya manifestasi tumor tulang:
 Nyeri lokal pada sisi yang sakit
 Nyeri mungkin hebat atau dangkal
 Sering hilang dengan posisi fleksi
 Seringkali menimbulkan perhatian bila anak pincang, membatasi aktivitas fisik sendiri dan
tidak mampu menahan objek berat
3. Periksa area yang sakit untuk status fungsional, tanda-tanda inflamasi, ukuran massa,
keterlibatan nodus limfe regional, dan adanya bukti keterlibatan sistemik.
4. Dapatkan riwayat kesehatan, terutama mengenal nyeri ( petunjuk untuk durasi dan
kecepatan pertumbuhan tumor )
5. Bantu dengan prosedur diagnostic dan tes misalnya : radiografi, tomografi, pemindaian
tulang radioisotop, atau biopsy tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnose
banding, aspirasi sumsum tulang (sarcoma Ewing).

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan kerusakan
muskuloskeletal .
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik dan penanganan
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status kesehatan
5. Resiko cedera berhubungan dengan tumor
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan

C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Pasien akan :  Catat dan kaji lokasi dan  Untuk mengetahui respon
 Meningkatkan kenyamanan intensitas nyeri (skala 0- dan sejauh mana tingkat
 Dapat mengendalikan nyeri 10). Selidiki perubahan nyeri pasien.
 Dapat melaporkan karakteristik nyeri  Mencegah pergeseran
karakteristik nyeri.  Berikan tindakan tulang dan penekanan
kenyamanan (contoh pada jaringan yang luka
ubah posisi sering, pijatan Peningkatan vena return,
lembut).
menurunkan edema, dan
 Berikan sokongan
mengurangi nyeri.
(support) pada ektremitas
 Agar pasien dapat
yang luka.
 Berikan lingkungan yang beristirahat dan
tenang. mencegah timbulnya
 Kolaborasi dengan dokter stress
tentang pemberian  Untuk mengurangi rasa
analgetik, kaji efektifitas sakit / nyeri.
dari tindakan penurunan
rasa nyeri.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan kerusakan


muskuloskeletal
Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
Pasien akan :  Berikan terapi latihan fisik Meningkatkan sirkulasi
 Menunjukkan mobilitas : ambulasi, keseimbangan, darah muskuloskeletal,
 Melakukan aktivitas mobilitas sendi. mempertahankan tonus
kehidupan sehari-hari  Bantu dan dorong otot, mempertahakan
secara mandiri. perawatan diri gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi
kalsium karena imobilisasi.
 Meningkatkan kemandirian
klien dalam perawatan diri
sesuai kondisi
keterbatasan klien.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik dan penanganan


tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
Pasien akan :  Bimbinngan antisipasi :  Dapat membantu pasien
 Menunjukkan adaptasi persiapkan pasien /orang terdekat memulai
dengan ketunadayaan terhadap kritis proses adaptasi pada
fisik, penyesuaian perkembangan atau kritis status baru dan
psikososial. situasional menyiapkan beberapa
 Menunjukkan citra
 Peningkatan citra tubuh : untuk efek samping.
tubuh positif dan harga tingkatkan persepsi sadar Membantu mengartikan
diri positif. dan tak sadar pasien serta masalah sehubungan
 Menunjukkan kepuasan sikap terhadap tubuh dengan pola hidup
terhadap penampilan pasien sebelumnya dan
dan fungsi tubuh.  Peningkatan koping : bantu membantu pemecahan
 Menunjukkan keinginan pasien beradaptasi masalah. Contohnya, takut
untuk menyentuh dengan persepsi stresor, kehilamngan kemandirian,
bagian tubuh yang perubahan atau ancaman kemampuan bekerja, dsb.
mengalami gangguan  Meningkatkan kemandirian
dan meningkatkan
perasaan harga diri.
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status kesehatan
Tujuan & kriteria Intervensi Rasional
hasil
Pasien akan :  Penurunan ansietas  Untuk
 Menunjukkan rasa  Teknik menenangkan diri Minimalkan kekhawatiran,
aman yang optimal ketakutan, prasangka, atau
perasaan tidak tenang yang
berhubungan dengan
sumber bahaya yang
diantisipasi dan tidak jelas
 Untuk meredakan
kecemasan pada pasien
yang mengalami distres
akut

5. Resiko cedera berhubungan dengan tumor


Tujuan & kriteria Intervensi Rasional
hasil
Pasien akan :  Menejemen lingkungan: Mencegah potensi cedera
 Pasien dan keluarga pantau lingkungan fisik dan memberikan
dapat memfasilitasi keamanan. keamanan lingkungan
mempersiapkan  Berikan bimbingan dan sekitar pasien terhadap
lingkungan yang pengalaman belajar tentang cedera.
aman. kesehatan individu yang  Untuk meningkatkan
 Pasien dan keluarga kondusif. pengetahuan kesehatan
dapat menghindari pasien dalam mencegah
cidera fisik.  Identifikasi faktor resiko faktor resiko cidera.
 Dapat memodofikasi potensial terjadinya cidera.
 Untuk mengetahui dan
gaya hidup untuk mencegah faktor resiko
mengurangi resiko potensial yg dapat
mengakibatkan cidera.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan


Tujuan & kriteria Intervensi Rasional
hasil
Pasien akan :  Pengendalian infeksi :  Mencegah terjadinya
 Terbebas dari tanda minimalkan penyebaran penyebaran agens yang
dan gejala infeksi dan penularan agens menyebabkan infeksi.
 Memperlihatkan infeksius  mengidentifikasi dini infeksi
higiene personal  Perlindungan infeksi : cegah dan mencegah infeksi
yang adekuat dan deteksi dini infeksi berlanjut
pada pasien yang beresiko  agar klien dan keluarga
 Ajarkan klien dan keluarga dapat secara mandiri
cara menghindar infeksi. meenghindari infeksi tanpa
bantuan perawat.
ASKEP FRAKTUR FEMUR
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi modern ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang banyak
mengakibatkan teruma atau cedera (Fraktur).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan
cedera jaringan lunak, kerusakan otot repture tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka
organ-organ tubuh. Biasanya terjadi karena disebabkan oleh pukulan langsung gayamajemuk,
gerakan memutar mendadak dan bahkan kontraksi eksterm meskipun tulang patah jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak perdarahan ke otot dan
sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Guna memperoleh pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio dan kultural pada Tn. M
melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.M dengan Sistem Muskuloskeletal: Fraktur Femor
Sinistra
b. Mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan Pada Tn.M dengan Sistem Muskuloskeletal:
Fraktur femor Sinistra
c. Mampu melaksanakan tindakan pada Tn.M dengan Sistem Muskuloskeletal: Fraktur femor
Sinistra
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mampu melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan pada Tn.M dengan Sistem
Muskuloskeletal: Fraktur femor Sinistra
f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan Terhadap Tn.M dengan Sistem
Muskuloskeletal: Fraktur femor Sinistra
g. Mampu membahsa kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasusu beserta pemecahannya.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan studi kasus ini adalah
metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Dilakukan dengan penulis mengajukan pertanyaan baik kepada pasien maupun keluarga dan
pihak-pihak terkait yang dinilai perlu untuk dimintakan kekurangan.
2. Observasi
Penulis mengadakan pemantauan langsung yaitu dengan mengkaji pasien tersebut meliputi
pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
3. Dokumentasi
Yaitu penelusuran data klien di Ruang E yang terdapat dalam status keperawatan klien.

D. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang, latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis, berisi tentang konsep dasar yang terdiri dari pengertian, anatomi, fisiologi,
patofisiologi, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi klinis, proses penyembuhan tulang,
komplikasi, pemeriksaan, penatalaksanaan, juga berisi tentang asuhan keperawatan yang
meliputi kajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi.
BABA III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan, berisi tentang dokumentasi Asuhan Keperawatan Pada Tn.M
dengan Sistem Muskuloskeletal: Fraktur femor Sinistra mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi
BAB IV : Penutup, yaitu berisi tentang kesimpulan dan saran, terhadap hasil penulisan laporan studi
kasus ini
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusanya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (R. Sjamsuhidayat & Wim De Jong, 1997: 1138).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner dan Suddart, 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan
cedera jaringan lunak, kerusakan otot rupture tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka
organ-organ tubuh (Sari Fatimah, 2003:73).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang fraktur diakibatkan oleh tekanan eksternal
yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Barbara Engram, Rencana Asuhan dan
Dokumentasi Diagnosa dan Masalah Kolaboratid 346).

2. Anatomi

Di bawah ini gambar anatomi system muskuloskeletal bagian cruis tibia dan fibura yang
berhubungan dengan fraktur
Gambar 1: Anatomi tulang cruis tibia dan fibur
Sumber: Drs. Syaifudin, 1997:29
Sistem muskuloskeletal secara umum berfungsi untuk menegakkan postur dan untuk
pergerakan yang terdiri dari komponen tulang, otot, cartilago, ligament, ktendon, fasia, burasa
dan sendi.
Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel yaitu Osteoblas, Osteosid
dan Osteoklas.
1. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen dan proteoglikan sebagai matrikc
tulang (Osteosid) melalui proses asifikasi.
2. Osteosid adalah sel tulang dewasa yang berperan sebagai lintasan pertukaran kimiawi melalui
tulang yang padat.
3. Osteoklas adalah sel-sel besar multinukleus yang memungkinkan mineral dan matrik tulang
dapat diabsorpsi.
Tulang juga merupakan jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat pada tubuh
setiap tulang memiliki karakteristik dan gambaran permukaan tertentu yang mengidentifikasi
fungsinya dalam hubungannya terhadap tulang lain otot dan fraktur tubuh lainnya secara
keseluruhan tulang dipersarafi oleh serabut saraf sympatik dan afferent.
Persendian merupakan suatu jaringan yang menghubungkan suatu tulang dengan
tulang lainnya fungsi utamanya adalah suatu pergerakan dan fleksibilitas tubuh. Struktur tulang
memberikan perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan perut.
a. Fungsi Tulang
1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada kerangka tubuh.
2) Melindungi organ-organ tubuh
3) Untuk pergerakan
4) Merupakan gudang penyimpanan mineral
5) Hematopoesa (tempat pembentukan sel darah merah dalam sum-sum tulang).
b. Bagian-bagian yang terdapat pada tulang terdiri atas:
1) Foramen, yaitu suatu lubang tempat melaluinya pembuluh darah, saraf dan ligamentum,
misalnya pada tulang kepala belakang yang disebut foramen oksipital.
2) Fosa, yaitu suatu lekukan di dalam atau pada permukaan tulang, misalnya pada scapula yang
disebut prosesus spinousus.
3) Prosesus, yaitu suatu tonjolan misalnya terdapat pada ruas tulang belakang yang disebut
prosesus.
4) Kondilus, yaitu taju yang bentuknya bundar merupakan benjolan.
5) Tuberkulum, yaitu tonjolan kecil.
6) Tuberositas merupakan tonjolan besar.
7) Trokanter, yaitu tonjolan besar pada umumnya tonjolan ini pada tulang paha (Femur).
8) Krista pinggir atau tepi tulang misalnya terdapat tulang ilium yang disebut krista iliaka.
9) Spina, yaitu tonjolan yang bentuknya agak runcing misalnya terdapat pada tulang iliaka yang
disebut spina iliaka.
10) Kaput, yaitu (kepala tulang/bagian ujung yang bentuknya bundar misalnya terdapat pada tulang
paha yang disebut femoris.

1. Etiologi
Fraktur bisa disebabkan oleh pukulan langsung gaya majemuk, gerakan memutar
mendadak dan bahkan kontraksi otot eksterm, meskipun tulang patah. Jaringan sekitarnya juga
akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendon kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah (Barbara
Engram : 2357).
2. Patofisiologi
Adanya trauma/Ruda paksa

Meningkatnya tekanan pada ekstremitas

Tahanan tulang lebih dan beban tekanan

Terputusnya kontinuitas tulang (fraktur)

Merusak jaringan lunak Tidak terjadi


 kerusakan/luka pada

Luka pada kulit, mukosa kulit, mukosa



Patah tulang

Fraktur terbuka Fraktur tertutup
(Elizabeth, J. Corwin: 2000)
3. Tanda dan Gejala
a. Deformitas: Perubahan struktur dan bentuk.
b. Pembengkakan atau penumpukan cairan atau darah karena kerusakan pembuluh darah.
c. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat oleh penekanan sisi-
sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
d. Spasme otot karena kontraksi involunter disekitar fraktur.
e. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal
f. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf di mana saraf ini dapat
terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
g. Kretitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakkan.
h. Pergerakan abdnormal.
i. Hasil foto rontgen yang abdnormal.
(Burnner and Suddart 2001:2358)
4. Klasifikasi
a. Klasifikasi menurut bentuk patah tulang/fraktur
1. Fraktur komplet, pemisahan komplet dari tulang menjadi dua fragment.
2. Fraktur in komplet, patah sebagian dan tanpa pemisahan.
3. Simple atau closed fraktur patah tulang tetapi kulit utuh.
4. Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit tulang terlihat.
5. Fraktur tanpa perubahan posisi tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
6. Fraktur dengan perubahan posisi tulang yang patah berjauhan dari tempat patah.
7. communited fraktur tulang patah menjadi beberapa fragmen.
8. Imfacted telescoped frakture, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang lain.
b. Klasifikasi menurut garis patah tulang
1. Green stick retak pada sebelah sisi dari tulang
(sering terjadi pada anak dengan tulang lembek)
2. Transverse patah menyilang
3. Obligue garis patah miring
4. spiral patah tulang melingkari tulang
5. comminuted patah tulang m,enjadi beberapa fragments

Green Stick Transverse Obligue Spiral Comminuted


5. Proses Penyembuhan Tulang
a. Hematomo Formation (pembukaan hematom) karena pebuluh darah cidera, maka terjadi
perdarahan pada daerah fraktur, darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang
patah.
b. Fibrin meskwork (pembentukan fibrin) hematoma, menjadi terorganisir karena fibrioblast masuk
lokasi cedera membentuk fibrin merkwork (gumpalan fibrin) berdinding sel darah putih pada
lokasi melokalisis radang
c. Inflamasi Osteoblast
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan tulang pembuluh
darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk membentuk kolagen (collagen) untalan kolagen
terus disatukan dengan kalsium.
d. Callus Formation
1) Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang
2) Osteoblast merusakan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
3) Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
e. Remodeling
Pada langkah terakhir ini callus yang berlebihan diabsorpsi dan tulang trabecular terbentuk
pada garis cedera.

6. Komplikasi
a. Komplikasi dini
1) Syok
2) Symdrom kompartemen
3) Sindrom embuli lemak
4) Iskemik
b. Komplikasi lanjutan
1) Malunion
2) Deloyed linion
3) Non union
4) Kekakuan sendi

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen
b. Scan tulang scan/MR I tomogram
c. Arteriogram
d. Hitung darah lengkap
e. Kreatinin
f. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi atau cedera hati.
(Marilyn Doengoes, 1999).

8. Penatalaksanaan
a. Rekognisi riwayat kecelakaan atau riwayat terjadinya fraktur harus diketahui dengan pasti, hal
ini untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
b. Reduksi merupakan upaya memanifulasi fragmen tulang agar dapat kembali seperti semula
seoptimal mungkin.
c. Retensi memelihara reduksi sampai penyembuhan
d. Rehabilitasi pencapaian kembali fungsi normalnya.

B. Proses Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data yang meluputi:
1) Biodata klien dan penanggung jawab klien
Terdiri dari nama, umum, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, tanggal masuk,
rumah sakit, No. Mederc dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada saat dikaji klien mengalami fraktur dan memobilisasikan alasannya yaitu mengeluh tidak
dapat melakukan pergerakan nyeri: lemah dan tidak dapat melakukan sebagian aktivitas sehari-
hari
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menceritakan kapan klien mengalami fraktur dimana dan bagaimana terjadinya sehingga
mengalami fraktur, klien yang mengalami fraktur akan mengeluh nyeri pada daerah tulang yang
luka sehingga dengan adanya nyeri klien tidak dapat menggerakan anggota badannya yang
terkena fraktur nyeri dirasakan bisa pada saat bergerak saja atau terus menerus akibat tidak
bisa bergerak yang disebabkan karena nyeri akan menyebabkan klien tidak dapat memenuhi
ADL-nya secara maksimal.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami sesuatu penyakit yang berat
atau penyakit tertentu yang memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan sekarang.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui untuki menentukan apakah dalam keluarga terdapat penyakit
keturunan/penyakit karena lingkungan yang kurangt sehat yang berdampak negatif pada
seluruh anggota keluarga termasuk pada klien sehingga memungkinkan untuk memperbesar
penyakitnya.
6) Riwayat Psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian
psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenal konsep diri (gambaran diri, ideal diri,
harga diri dan identitas diri) dan hubungan serta interaksi klien baik dengan anggota keluarga
maupun dengan lingkungan di mana ia berada.
7) Aktivitas Sehari – hari
Upaya mengetahui adanya perubahan pola yang berhubungan dengan
penyimpangan/terganggunya sistem tubuh tertentu serta dampaknya terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pada klien imobilisasi biasanya mengalami, kelemahan kebersihan diri kurang bentuk tubuh
kurus akibat penurunan berat badan kesadarannya kompementis.
2) Sistem Pernapasan
Dikaji ada tidaknya sekret, gerak dada saat bernapas auskultasi bunyi napas, ada tidaknya
nyeri tekan pada daerah dada serta frekuensi napas.
3) Kajian Nyeri
 Klien mengeluh nyeri pada kaki kiri
 Mengeluh kaki kirinya tidak bisa digerakkan
 Saat dikaji skala nyeri 1 – 10 klien mengatakan nyerinya berada di no. 3
2. Analisa Data

No Data Kemungkinan Penyebab Masalah


1. DS: Trauma Gangguan rasa
- Klien mengeluh sakit pada  nyaman nyeri
bagian kaki kiri Terputusnya kontinuitas jaringan
DO:

- Eskpresi wajah klien
Pengeluaran epineprin dan non
meringis kesakitan
- Skala nyeri 8 epineprin

Dihantarkan ke Hipotalamus

Nyeri
2. DS: Adanya/timbul rasa nyeri yang Kurangnya
- Klien mengeluh kaki kirinya bertambah bila digerakkan aktivitas/mobilitas
tidak bisa digerakkan  fisik
DO: Klien membatasi gerak tubuhnya
- Setiap tindakan dibantu oleh 
keluarga dan perawat Aktivitas yang dilakukan
- Klien tampak lemah terbatas/minimal
- Kaki klien di pasang gips
dan traxi

3. DS: Kurangnya pengetahuan klien Gangguan rasa


- Klien selalu menanyakan tentang keadaan dan prosedur aman cemas
tentang keadaannya yang dilakukan
DO: 
- Klien kelihatan bingung dan Stresor psikologi bagi klien
cemas 
cemas

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Kurangnya aktivitas/mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
c. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
4. Intervensi

No DX. keperawatan Intervensi Rasional


1. Gangguan rasa- Pertahankan imobilisasi- Menghilangkan nyeri dan
nyaman nyeri bagian yang sakit dengan mencegah kesalahan posisi
tirah baring tulang/tegangnya jaringan
yang cedera
- Meningkatkan aliran balik
- Tinggikan dan dukung vena menurunkan oedema dan
ekstremitas yang terkena menurunkan rasa nyeri
- Meningkatkan relaksasi otot
dan meringankan partisipasi
- Beri obat sebelum perawatan- Mempertahankan kekuatan
aktivitas mobilitas otot yang sakit dan
memudahkan resolusi
- Lakukan dan awasi rentang inflamasi pada jaringan yang
gerak aktif/pasif cedera.
- Menurunkan oedema/
pembentukan hematoma
menurunkan sensasi nyeri
- Lakukan kompres dingin/ es- Diberikan untuk menurunkan
24 – 48 jam pertama atau meng-hilangkan rasa
nyeri atau dan spasme otot
- Berikan obat sesuai indikasi
2. Kurangnya - Kaji derajat immobilitas yang- Pasien mungkin dibatasi oleh
aktivitas/mobilitas dihasilkan oleh pandangan diri tentang
fisik cedera/pengobatan dan dan keterbukaan fisik aktual
perhatian persepsi pasien memerlukan infor-
terhadap immo-bilisasi masi/intervensi untuk
meningkatkan kemajuan
- Bantu/dorong perawatan diri kesehatan
atau kebersihan seperti- Meningkatkan kekuatan otot
mandi. dan sirkulasi, meningkatkan
kesehatan diri langsung
- Awasi TD dengan- Hipotensi posteral atau
memikirkan aktifitas atau masalah umum menyertai
kebersihan seperti mandi tirah baring yang lemah dan
dapat memerlukan intervensi
khusus.
- Ubah posisi secara periode- Mencegah/menurunkan
dan dorong untuk latihan insiden komplikasi kulit/
bentuk napas dalam pernapasan (dekutibus)
- Dorong peningkatan
masukan cairan sampai 2000-- Mempertahankan hidrasi
3000 ml/hari termasuk air tubuh menurunkan resiko
asam infeksi urinarius, pem-
- Beri penjelasan pada bentukan batu dan konstepasi.
keluraga tentang kondisi klien

3. Gangguan rasa- Kaji tingkat kecemasan- Menggali tingkat kecemasan


aman cemas keluarga klien keluarga klien dapat diketahui
apakah keluarga berada dalam
tahap cemas, ringan, sedang,
dan berat.
- Penjelasan dapat menambah
- Beri penjelasan pada pengetahuan keluarga tentang
keluarga tentang kondisi klien kondisi klien.
- Dengan selalu berdoa akan
- Ajarkan pada kleuarga untuk mengurangi kecemasan bagi
selalu beradoa dan mesnuport keluarga klien
klien agar cepat sembuh
- Beri reinforcement positif- Reinforcement positif dapat
bila kelaura dapat memberikan motivasi dan
menjelaskan kembali tentang meningkatkan semangat
kondisi klien keluarga sehingga dapat
mengurangi cemas.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir (Driver)
Pendidikan : SMP
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Gol. Darah : A
Alamat : Jl. Jagapura (Gegesik)
Tgl. Masuk RS : 18 Juli 2006
Tgl. Pengkajian : 24 Juli 2006
Diagnosa Medis : Fraktur Fermor Sinistra
No. Medrek : 1336763

b. Identitas Penanggung jawab


Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jagapura (Gegesik)
Hub. Dengan Klien : Istri
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri di bagian kaki kiri

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Klien datang ke IGD di RSUD Arjawinangun pada tanggal 18 Juli 2006, jam 09.00 dengan
kondisi yang parah akibat kecelakaan mobil. Saat dikaji klien mengeluh sakit di kaki kiri, klien
mengatakan nyerinya seperti diremas-remas, klien mengeluh sakitnya saat beraktifitas, klien
lebih banyak diam di tempat tidur, saat dikaju skala nyeri dari 1 – 10 klien mengatakan nyerinyta
berada di No. 8
b. Riwayat Kesehatan yang lalu
Klien mengatakan belum pernah menderita penyakit seperti ini yaitu patah tulang karena
kecelakaan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti klien
dan keluarga klien juga tidak ada yang menderita penyakit menular

4. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran :
1. Eye movement : 4
2. Motorik : 5
3. Verbval : 6
15  Composmentis
b. Tanda-tanda vital
 Suhu : 36,5oC
 Nadi : 84 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
c. Penampilan umum
Klien tampak lemah dan tidak bisa bergerak/tidak bisa beraktifitas

5. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut
Distribusi merata, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, rambut pendek, tidak ada ketombe, tidak
rontok
b. Kepala
Bentuk simetris, ada lesi akibat jahitan di bagian frontalis akibat benturan keras, tidak ada
oedema.
c. Mata
Bentuk simetris, alis dapat digerakkan, konjungtiva, anemis, sclera ikterik, tidak ada lesi, tidak
ada nyeri tekan, fungsi penglihatan normal ditandai klien bisa mengenali perawat, orang-orang
disekitar.
d. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, fungsi pendengaran baik ditandai dengan
klien dapat menjawab pertanyaan perawat.
e. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, warna coklat.
f. Mulut
Bentuk bibir simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, lidah bersih.
g. Leher
Tidak ada pembengkakan vena jugularis, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi refleks, menelan,
simetris.
h. Dada
Tidak ada lesi, pola napas 20 x/menit, tidak oedema
i. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan di perut, tidak ada lesi
j. Ekstremitas
 Ekstremitas atas
Tangan kiri terpasang infus RC 20 tts/menit, kedua tangan dapat digerakkan
 Ekstremitas bawah
Kaki kiri tidak bisa digerakkan, tapi kaki kanan dapat digerakkan.
6. Aspek Psiko, Sosio, dan Spiritual
a. Aspek Psikologis
1. Konsep diri
 Body image
Klien tampak cemas dengan adanya fraktur di kaki kananya.
 Ideal diri
Harapan klien segera sembuh dan bisa bekerja lagi.
 Harga diri
Klien sangat diperhatikan oleh anggota keluarganya.
 Identitas diri
Klien mampu mengenali dirinya, keluarga dan orang di sekitarnya.
 Peran diri
Peran klien tergangu sebagai kepala rumah tangga karena dengan adanya sakit itu klien tidak
bisa menafkahi keluarganya.
b. Aspek Sosial
1. Hubungan sosial
 Klien mengatakan bahwa orang yang terdekat dengan dirinya orang yang memperhatikan
dirinya, yaitu istrinya.
 Klien mengatakan bahwa ia tidak pernah mengikuti organisasi apapun
2. Interaksi pada saat pengkajian
 Klien sangat kooperatif pada saat di ajak kerjasama pada saat pengkajian observasi.
c. Aspek Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa sakit yang dideritanya adalah sebuah ujian dan ia sabar menghadapi
kondisinya.
2. Kegiatan ibadah
Klien selalu melaksanakan ibadah/solat 5 waktu setiap hari
7. Aktivitas sehari-hari

No Jenis Aktivitas Saat sehat/di rumah Saat sakit/di RS


1. Nutrisi
 Frekuensi 3 x sehari 3 x sehari
 Jenis makanan Nasi + lauk pauk Nasi + lauk pauk
 Pola makan Tidak teratur Tidak teratur
 Porsi makan 1 porsi 1/2 porsi
 Nafus makan ada ada
 Pantangan Tidak ada Tidak ada
 Alergi Tidak ada Tidak ada
 Kesulitan/gangguan Tidak ada Tidak ada

2. Minuman
 Jenis air minum Air putih Air putih
 Frekuensi 2000 – 2500 cc 1500 – 2000 cc
 Jumlah - -
 Kesulitan/gangguan Tidak ada Tidak ada
3. Eliminasi
a. Eliminasi fasal
 Frekuensi 2 x sehari 1 x sehari
 Warna Kuning Kuning
 Konsistensi Lembek Lembek
 Kesulitan/gangguan Tidak ada Tidak ada
b. Eliminasi urine
 Frekuensi 3 x sehari 1 x sehari
 Apakah lampias Lampias Lampias
 Warna, bau urine Transparan, khas Transparan, khas
 Apakah terpasang kateter Tidak Tidak
 Kesulitan gangguan Tidak Kesulitan
4. Personal hygiene
 Mandi 3 x sehari 1 x sehari
 Oral hygiene 3 x sehari 1 x sehari
 Cusi rambut 2 x seminggu -
 Potong kuku 1 x seminggu -
 Ganti baju 3 x sehari 2 x sehari
5. Penggunaan waktu senggang
 Olah raga Kadang-kadang -
 Rekreasi Tidak pernah Tidak pernah
6. Istirahat
 Waktu tidur 20.00 – 21.00 19.00 – 20.00
 Durasi tidur 6 – 8 jam 7 – 9 jam
 Bangun malam hari - -
 Kualitas tidur nyenyak Tidak nyenyak
 Gangguan dalam tidur - -

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Lab. Darah : Hari rabu 19 juli 2006
Hemotologi
Hemotologi umum Normal
1. IDE : 50 mm/jam -15/-10 mm/jam
2. Gol. Darah :A
Imunologi/Serologi
I HB5A9  negatife (-) Negatif (-)
b. Program therapi
Infus RL
Th/ Ambasil 2x1
Xevolac 2x1
Novalgin
B. Analisa Data

Kemungkinan Penyebab/
No Data Masalah
Patofisiologi
1. DS: Trauma Gangguan rasa
- Klien mengeluh sakit pada  nyaman nyeri b.d
bagian kaki kiri Terputusnya kontinuitas jaringan terputusanya
DO:  kontinuitas
- Ekspresi wajah klien Pengeluaran epineprin dan non jaringan
meringis kesakitan epineprin
- Skala nyeri 8 
Dihantarkan ke Hipotalamus

Nyeri
2. DS: Adanya Timbul rasa nyeri yang Kurangnya
- Klien mengeluh tidak bisa bertambah bila bergerak aktivitas/mobilitas
beraktivitas sendiri  fisik b.d nyeri
DO: Klien membatasi gerak tubuhnya
- Setiap gerakan selalu 
dibantu Aktivitas yang dilakukan
- Adanya pemasangan traksi terbatas/minimal

Aktivitas terganggu
3. DS: Kurang pengetahuan klien Gangguan rasa
- Klien selalu menanyakan tentang keadaan dan prosedur aman cemas b.d
tentang keadaannya yang dilakukan kurang
DO:  pengetahuan
- Klien keihatan bingung dan Stressor psikologi bagi klien
cemas 
Cemas

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusanya kontinuitas jaringan
2. Kurangnya aktivitas/mobilitas fisik b.d nyeri
3. Gangguan rasa aman cemas b.d kurang pengetahuan
D. Intervensi

No. DX. keperawatan Tujuan Intervensi


Gangguan rasa nyaman b.d Tupan: - Pertahankan immobilisasi
terputusnya kontinuitas Menyatakan nyeri hilang/ bagian yang sakit dengan tirah
1. jaringan berkurang baring
DS: Tupen:
- Klien mengeluh sakit bagian Setelah dilakukan intervensi- Tinggikan dan dukung
kaki kiri 2x24 nyeri berkurang dengan ekstremitas yang terkena
DO: kriteria hasil
- Skala nyeri 8 - Ekspresi wajah pasien tidak- Beri obat sebelum perawatan
- Ekspresi wajah klien meringis meringis kesakitan aktivitas
ke sakitan - Lakukan dan awasi rentang
- Skala nyeri berkurang
gerak aktif/pasif
menjadi 5

- Lakukan kompres dingin/les


24-48 jam pertama

- Berikan obat sesuai indikasi

Kurangnya aktivitas mobilitas Tupan: - Kaji derajat immobilitas yang


fisik b.d nyeri Aktivitas/mobilitas fisik dihasilkan oleh cedera/
2. DS: terpenuhi pengobatan dan perhatian
- Klien mengeluh tidak bisa Tupen: persespi pasien terhadap
beraktifitas Setelah dilakukan tindakan immobilisasi
DO: selama 2x24 jam klien bisa
- Klien tampak selalu dibantu gerak/kakinya dapat bergeser.
jika beraktifitas
- Bantu/dorong perawatan diri
atau kebersihan seperti mandi.

- Awasi TD dengan memikirkan


aktivitas perhatian keluhan
pusing]

- Ubah posisi secara periode dan


dorong untuk latihan bentuk
napas dalam
- Dorong peningkatan masukan
cairan sampai 2000-3000
ml/hari termasuk air asam/jus
Gangguan rasa cemas b.d Tupan: - Kaji tingkat kecemasan
kurang pengetahuan Gangguan rasa aman cemas keluarga klien
3. DS: teratasi
- Klien selalu menanyakan Tupen:
tentang keduanya Kondisi klien berangsur baik
DO: setelah dilakukan tindakan- Beri penjelasan pada keluarga
- Klien kelihatan bingung dan keperawatan selama 2x24 jam tentang kondisi klien
cemas dengan kriteria: - Ajarkan pada kleuarga untuk
- Ekspresi wajah klien tampak selalu beradoa dan mesnuport
tenang klien agar cepat sembuh
- Keluarga mengerti menegani- Beri reinforcement positif bila
kondisi klien kelaura dapat menjelaskan
kembali tentang kondisi klien
E. Pelaksanaan

No Tindakan keperawatan Ttd & Nama


Hari/Tgl Jam
DX Respon/Hasil perawat
1 Senin 09.00T: Kaji skala nyeri
24 juli 2006 R: Klien kooperatif pada saat
pengkajian dan mengemukakan skala
nyerinya berada di no.8
11.30T: Pemberian injeksi
Ambasil 10 cc
Xevolae 5 cc
Nualgin
R: Obat dapat masuk
Selasa 08.00T: Observasi TTV
25 juli 2006 R: T : 120/80 mmHg
P : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,3o C
T: Mengganti balutan di kepala
R: Klien mau diajak kerjasama
2. Senin 08.20T: T: Observasi TTV
R: T : 120/80 mmHg
P : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,5o C
T: Berikan dorongan pada klien untuk
melakukan aktivitas sesuai
kemampuan
R: Klien dapat mendengarkan perawat,
dan ingin mencoba anjurkan
perawat.
T: Mengajarkan lab, aktif dan pasif
R: Klien tampak berusaha

Selasa 10.00T: Menganjurkan kepada klien/


keluarga untuk melakukan perawatan
diri
R: Klien mengatakan akan mencoba
anjurkan perawat.
T: Menganjurkan kembali cat. Aktif
dan pasif
R: Kaki klien tampoak bergeser, klien
tampak kesulitan
3. Senin 08.00T: T: T: Observasi TTV
R: T : 120/80 mmHg
P : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,5o C
08.30T: Kaji kecemasan klien
R: Klien kooperativ dan bercerita
kenapa klien cemas.
Selasa 11.00T: Memberikan support mental
R: Klien mau mendengarkan perawat
T: Tanyakan kembali tentang
kecemasan klien
R: Klien tampak lebih tenang

F. Evaluasi

No Ttd & nama


Hari/tgl Jam Evaluasi
DP perawat
1. Rabu 09.00S: Klien mengatakan nyerinya
22 Juli 2006 berkurang
O: Klien tampak tenang
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

No Ttd & nama


Hari/tgl Jam Evaluasi
DP perawat
2. Rabu 09.00S: Klien mengatakan bisa menggerakkan
26 Juli 2006 sedikit kakinya
O: Klien tampak tenang
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
3. Rabu 09.00 S: Klien mengatakan tidak cemas
26 Juli 2006 O: Klien tampak lebih tenang
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Dari hasil laporan studi kasus, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Yang melatarbelakangi penulisan dalam mengambil judul study kasus, karena fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang fraktur diakibatkan oleh tekanan ekstrernal yang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang yang jika tidak segera ditangani oleh tenaga medis akan berakibat
fatal.
2. Fraktur adalah trauma karena deformitas, pembengkakan/penumpukan cairan atau darah
karena kerusakan pembuluh darah, nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur
yang meningkat oleh penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur, spasme otot
karena kontraksi involunter disekitarnya fraktur, hilangnya atau berkurangnya fungsi normal,
kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan syarat dimana syarat ini dapat
terjadi atau terputus oleh fragmen tulang, kreatifusi yang dapat dirasakan/didengar bila fraktur
digerakkan, pergerakan abnormal hasil foto rontgen yang abnormal.
3. Diagnosa keperawatanyang menurut di kasus adalah gangguan rasa nyaman nyeri (tertasi
sebagian) , kurangnya aktivitas fisik/gangguan mobilisasi fisik (teratasi sebagian), gangguan
rasa aman cemas (teratasi).

B. Rekomendasi
Untuk instansi RS
 Medrek
Dalam menggali data yang akurat diharapkan medrek dapat menyediakan data-data
yang lebih rinci sehingga dapat mempermudah pengambilan data untuk pembuatan laporan
study kasus yang dibutuhkan oleh penulis khususnya dan mahasiswa pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

 Doenges, Marilynn., et.all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta

 Engram Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2, EGC Jakarta

 Suddarth Brunner, 2001, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, EGC Jakarta

 Wim de Jong, Sjamsuhidayat R 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Revisi, EGC, Jakarta

You might also like