Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun
2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal
sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk
mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat
untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut dapat
terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria
yang disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas
ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa
cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia,
sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau
Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia
Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui
nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia
sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan
pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban,
sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat ditemukan di daerah-daerah rural.
(riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat
pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin,
baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari
hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di
231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survay
laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti
sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko
tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularannya tersebar luas.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik sebuah rumusan masalah antara lain sebagai berikut :
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah di atas, yaitu
sebagai berikut :
D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyrakat dapat mengetahui segala sesuatu tentang
filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan, pengobatan, serta pengendalian vektor
filariasis. Dengan demikian, diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif
sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengeertian
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh
parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah
penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening,
menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening,
edema dan gejala kronik berupa elefantiasis. Filariasis ialah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah
bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan
maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009)
B. Epidemiologi
Di Indonesia Filariasis tersebar luas daerah endemi terdapat dibnayak pulau diseluruh
Nusantara seperti di Sumatera, Jawa, Klaimantan Sulawesi, NTT, Irian Jaya dan
Maluku.Pemberantasan Filariasis sudah dilakukan oleh Departe men Kesehatan sejak tahun
1970 dengan pemberiian DEC dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu).
Survei prevalensi filiriasis yanng dilakukan oleh Departemen kesehatan menunjukkan bahwa
prevalensi infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%-19,46% (P2M & PLP , 1999)9. Prevalensi infeksi
dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya
kemajuan dalam pembangunan yang menyebabka perubahan lingkunagan Untuk dapat memahami
epidemiologi filariasis perl diperhatikan faktor-faktor seperti hospes , hospes reservoar, vektor dan
keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
C. Klasifikasi
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dapat
dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
1. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai
diangkat.
2. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat.
3. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat,
kulit menjadi tebal.
4. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis).
(T.Pohan,Herdiman,2009)
D. Etiologi
1. Hsopes
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumver infeksi bagi orang lain yang rentan.
Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan
lebih menderita dari penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi,
karena lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk mendapat infeksi. Juga gejala penyakit lebih
nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisisk lenih berat.
2. Hospes Reservoar
Tipe B. Malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk manusia. Hewan
yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan kera terutama
jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi.
3. Vektor
Bnyak spesies nyamuk ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada cacing filarianya. W.
Bancrofti yang terdapat didaerah perkotaan ditularkan oleh Cx. Quinquefasciatus yang tempat
perindukannya air kotor dan tercemar.
a. W. Bancrofti didaerah pedesaan dapat ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian
JayaW.Bancrofti ditularka terutama oleh An. Farautiyang dapat menggunakan bekas jejak kaki
binatang (footprint) untuk tempat perindukannya. Selain itu ditemukan juga sebagai
vektor. An.Koliensis, An. Punctulatus, Cx. Annulirostris dan Ae.Konchi W.Bancrofti didaerah lain
dapat ditularkan spesis lain seperti An.Subpictus didaerah pantai di NTT. Selain nyamuk Culex ,
Aedes pernah juga ditemukan sebagai vektor.
b. B. Malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan oleh berbagai
spesies Mansonia seperti Ma.Uniformis, Ma.Bonneae, Ma. Dives dan lain-lain, yang berkembang
biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan lain-lain. B. Malayi yang periodik di
tularkan oleh An. Barbirostris yang memaki sawah sebagai tempat perindukannya, seperti didaerah
Sulawesi.
c. B.Timori, spesies yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya ditemukan
didaerah NTT dan Timor Timur, di tularkan olehAn.Barbirostris yang berkembangbiak didaerah
sawah, baik dekat pantai maupun daerah pedalaman.
4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes reservoar dan vektor,
merupakan hal yang sangat penting untuk epidemiologi filariasis.Jenis filariasis yang ada di suatu
daerah endemi dapat diperkiran dengan melihat keadaan lingkungannya. Pencegahan filariasis,
hanya dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk. Untuk mendapatkan infeksi diperlukan gigitan
nyamuk ynag banyak sekali. Pengobatan masal dengan DEC dapat menurunkan angka filariasis
dengan jelas. Pencegahan dengan obat masih dalam taraf penelitian.
E. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh limfa
dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi parasit dewasa.
Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh
limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran
retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema. (Witagama,dedi.2009)
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit mengaktifkan sel T
terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α. Sitokin - sitokin ini akan
menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator
proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi
IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi
sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan
menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit
yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan
meninggalkan pembuluh limfe yang dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan
kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan
menyebabkan perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik dengan
konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas dengan gejala
klinis yang disebut occult filariasis. Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan
limfangitis dan limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari
sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya,
tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang memerlukan
waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah endemik yang menjadi
mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala
klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik
ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang biasanya
berkisar antara 8-16 bulan.
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise. Kelenjar
yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan
pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan
terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.
(Witagama,dedi.2009) Filariasis bancrofti Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti
pembuluh limfe alat kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis.
Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya
sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam
menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
2. Diagnosis Parasitologik
3. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal penderita akan
memberikan gambaran cacing yangbergerak-gerak. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan
menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya
abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
4. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan
gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara
immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
H. Penatalaksanaan
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak
dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa
nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan
pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik
nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok
beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif
tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan
obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada
pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan
relatif murah. Untuk filariasis akibat Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat
badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis
yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam,
menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan
oleh Brugia malayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk
pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang
lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol
400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida
DEC. Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari
golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini
hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi
suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika,
khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka
tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa
kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan
dengan jalan operasi.
BAB III
A. PENGKAJIAN
DATA DEMOGRAFI
Struktur keluarga
Nama KK :
Umur :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku/bangsa :
L P Sehat Sakit
DATA SOSEK
( ) Rp 500.000 – 1.000.000
( ) Ya, ( ) Tidak
Perumahan
Halaman Rumah
Pembuangan Kotoran
Sumber air
Sumber air bersih untuk minum dan memasak( ) PDAM, ( ) sumur pompa,
( ) lain-lain sebutkan__________.
Bila ya, berapa kali dalam seminggu ( ) 1 kali, ( ) 2 kali, ( ) 3 kali, ( ) lebih 3 kali.
Kondisi airnya : ( ) berbau, ( ) berwarna, ( ) berasa, ( ) tidak berbau, tidak berasa dan tidak
berwarna.
Pembuangan sampah dan limbah
Jarak tempat penampungan sampah dengan rumah ( ) kurang dari 5 meter ,( ) lebih dari 5 meter
( ) penampungan/resapan
Hewan ternak
1. Sarana kesehatan
c. Kebiasaan sebelum berobat ( )beli obat bebas, ( )Minum jamu, ( ) tidak ada
( ) umum/sendiri, ( ) gratis/JPS
g. Kapan waktu yang baik menurut bapak/ibu untuk memberikan penyuluhan tersebut : ( ) pagi,
( ) siang, ( ) sore, ( ) malam
2. Masalah kesakitan
b. Bila ya sebutkan:
( ) Lain-lain sebutkan___________________
3. Kematian
( ) ya, ( ) tidak
4. KIA / KB
a. PUS
b. Bumil
Trimester II .....kali
10. Bila tidak alasannya: ( ) dilarang suami, ( ) agama, ( ) tidak tahu , ( ) biaya, ( ) lain-lain
sebutkan. _______________-
11. Adakah penyakit / keluhan yang dirasakan bumil : ( ) kaki bengkak, ( ) mual dan muntah
lebih 3 bulan, ( ) kurang darah, ( ) tekanan darah tinggi, ( ) tekanan darah rendah, ( ) tidak ada
keluhan ( ) lain-lain sebutkan _____________
c. Persalinan
( ) ya, ( )tidak.
d. Buteki
( ) tidak lengkap
10. Bila tidak alasanya : ( ) jauh dari posyandu, ( ) tidak punya waktu,
11. Status gizi balita : ( ) berada digaris hijau, ( ) diatas hijau kuning,
f. Remaja
g. Usia lanjut
Bila ya sebutkan:
( ) Asma, ( ) TBC, ( ) Hypertensi, ( ) Kencing manis,( ) Reumatik
( ) lain-lain sebutkan______________
A. ISPA
Adakah balita yang menderita batu pilek dalam 1 tahun terakhir : ( ) ya, ( ) tidak
Jika ya, berapa kali dalam 1 tahun terakhir : ( ) < 3 kali, ( ) 3 – 6 kali, ( ) > 6 kali
( ) nafas cepat (> 50 kali/menit), ( ) sesak nafas, ( ) bernafas mengik, ( ) bernafas ngorok, ( )
diare/muntah, ( ) kejang
Apa yang bapak/ibu lakukan dirumah jika balita menderita batuk pilek :
( ) memberikan obat dari tenaga kesehatan secara teratur, ( ) memberi banyak minum,
( ) jika demam memberi kompres/pakaian tipis, ( ) membersihkan ingus dengan kain bersih, ( )
memantau anak apakah semakin memburuk.
Kalau ya, apa yang sudah bapak/ibu dapatkan : ( ) memberikan makanan bergizi,
( ) menghindari anak dari penderita ISPA, ( ) menciptakan sirkulasi udara yang baik dalam rumah.
B. DIARE
1. Apakah balita bapak/ibu memiliki faktor resiko diare berikut ini : ( ) kurang gizi,
( ) baru dikenalkan susu formula, ( ) anak tidak mendapatkan ASI s/d usia 1 tahun,
2. Apakah yang bapak/ibu lakukan dirumah jika anak menderita diare : ( ) memberikan minum
lebih banyak dari biasanya, ( ) memberikan makanan seperti biasa, ( ) membawa ke petugas
kesehatan jika kondisi semakin memburuk, ( ) lain-lain sebutkan.
3. Apa yang bapak/ibu ketahui jika anak menderita diare : ( ) larutan oralit, ( ) air putih yang
matang, ( ) larutan gula garam, ( ) cairan kuah sayur/sup, ( ) air tajin.
( ) ya, ( ) tidak.
5. Jika ya, apa yang bapak/ibu ketahui : ( ) menigkatkan pemberian ASI, ( ) penggunaan air bersih,
( ) membiasakan sebelum makan dan sesudah BAB, ( ) membuang kototan secara tepat di jamban,
( ) memelihara kebrsihan jamban, ( ) immunisasi campak
A. TBC
1. Apakah dalam keluarga saat ini ada yang menderita sakit dengan keluhan : batuk lebih dari 3
minggu tidak sembuh: ( ) ya, ( ) tidak
4. Bila belum berobat/tidak berobat alasannya: ( ) tidak ada biaya, ( ) yan kes jauh,
5. Apakah dalam keluarga sudah pernah mendapat pengobatan ( oabat anti TBC) :
( ) ya, ( ) tidak
6. Bila pernah mendapat pengobatan dan saat ini menggunakan obat lagi, alasan:
7. Apa yang keluarga lakukan untuk merawat anggota keluarga yang saat ini sakit batuk tidak
mebuh lebih dari 3 minggu : ( ) menjalankan pengobatan hingga tuntas, ( ) memberikan nutrisi yang
baik, ( ) istirahat yang cukup, ( ) lain-lain....
8. Apa yang keluarga ketahui tentang upaya pencegahan penularan TBC : ( ) menutup mulut pada
saat batuk/bersin, ( ) menyediakan tenpat tertutup untuk menampung dahak,
( ) immunisasi bayi, ( ) memberikan nutrisi yang bergizi, ( ) menyediakan alat makan terpisah untuk
penderita TBC, ( ) meemur alat-alat tidur secara teratur, ( menggunakan desinfektan saat mengepel
lantai
Pengetahuan tentang pencegahan : ( ) baik > 5 upaya, ( ) cukup3 – 5, ( ) kurang<3
B. KUSTA
i. Bila ya, lakukan pemeriksaan fisik : Kulit : ( ) ada bercak, ( ) gelap, ( ) putih
sekali,
( ) tidak ada rasa, ( ) tidak ada bercak, ( ) lebih pucat, ( ) tidak hilang rasa,
iii. Mata : ( ) dapat menutup dengan spontan, ( ) tidak ada menutup dengan
spontan,
( ) mata merah
3. Jika ya (hasil pemeriksaan fisik) apa yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasinya :
5. Apakah klien dan keluarga tahu mengenai penyakit kusta : ( ) ya, ( ) tidak
6. Bila ya, sejauh mana klien dan keluarga mengerti tentang kusta : ( ) gejalanya,
( ) penatalaksanaannya, ( ) penularannya
7. Bagaimana pandangan keluarga dan lingkungan mengenai penyakit kusta : ( ) kusta yaitu
penyakit kutukan, ( ) dapat disembuhkan, ( ) tidak dapat disembuhkan, ( ) kusta harus diisolasi, ( )
penyakit menular.
C. FILARIASIS
1. Adakah anggota keluarga yang mengalami demam berulang selama kurun waktu 3 bulan :
( ) ya, ( ) tidak
( ) malaise, ( ) sakit kepala, ( ) nyeri tekan pada kelenjar getah bening kearah ujung,
( ) kaki gajah.
3. Apakah keluarga tahu bagaimana cara mencegah penyebarab penyakit filariasi :
D. FLU BURUNG
E. HIV?AIDS
F. dll
C. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit
D. Intervensi
Diagnosa Perencanaan
NO Tujuan
Keperawatan Intervensi Rasional
Kolaborasi :
· Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian analgesik sesuai
indikasi.
· Dapat membantu
mengurangi
demam,penggunaan air
es/aklhokol
mungkinmenyebabkan
· Anjurkan klien memakai
kedinginan,peningkatan
pakaian tipis dan mudah
suhu secara actual.
menyerap keringat.
Kolaborasi:
· Di gunakan untuk
1. Kolaborasi dengan dokter
mengurangi demam
atau tim kesehatan lainya
umumnya lebih besar dari
untuk pemberian antipiretik,
39,5°csampai 40°c pada
Misal nya aspirin
waktu terjadi kerusakan
asetaminofen
/gannguan pada otak.
· mperhatikan
mobilisasi dan fungsi sendi
/posisi normal ekstermitas
dan menurunkan ter
jadinya vena yang statis.
· Keterlibatan pasien
dalam perencanaan dalam
kegiatan adalah sangat
penting dalam
meningkatkan kerjasama
pasien untukkeberhasilan
dari suatu program
tersebut. Dapat
menghilangkan rasa nyeri
sehingga mempermudah
klien untuk melakukan
aktivitas secara mandiri
Kolaborasi
· Adanya anoreksia
dapat menurunkan
tahanan tubuh terhadap
prosese infeksi dan
menganggu proses
penyembuhan.
1.
Pemberian obat
dietilkarbamazine (dec)
dapat membunuh parasit
yang terdapat pada
kalenjar limpe dan
menurunkan resiko
terjadinya penularan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat
pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin,
baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Dari uraian diatas dapat
kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apa tidak ditangani secara cepat
akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia. Oleh karena itu kita perlu
mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta
inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis ini dan
sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi. (riyanto, harun.2005)