You are on page 1of 18

CYSTITIS

Penyusun :
Azzahra Afifah
04011181419011

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2016
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...........................................................................................................1

Pendahuluan .............................................................................................................2

Definisi ..................................................................................................................... 2
Etiologi ..................................................................................................................... 2
Epidemiologi ............................................................................................................4
Patogenesis ...............................................................................................................5
Patofisiologi ...........................................................................................................11
Diagnosis ................................................................................................................ 13
Differential Diagnosis ............................................................................................ 14
Tatalaksana.............................................................................................................15
Prognosis ................................................................................................................ 15
Komplikasi .............................................................................................................16
Preventif ................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

1
1. PENDAHULUAN

Cystitis adalah inflamasi pada vesika urinaria. Inflamasi vesika urinaria ini bisa
menimbulkan rasa sakit dan rasa tidak nyaman. Cystitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,
dan bila infeksinya menyebar sampai ke ginjal, akan menyebabkan masalah kesehatan yang
serius (Mayo Clinic, 2012).

Karena gejala dan komplikasi yang mungkin terjadi, maka penting untuk mengetahui
gejala-gejala yang terjadi agar dapat diberikan terapi sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
komplikasi.

2. DEFINISI

Cystitis adalah inflamasi yang terjadi pada vesika urinaria. Cystitis bisa disebabkan oleh
infeksi bakteri dan juga oleh faktor non infeksi seperti obat-obatan, iritan, atau radiologi (Mayo
Clinic, 2012).

3. ETIOLOGI

Obstruksi, apapun penyebabnya (seperti kateterisasi, bedah urologi), merupakan faktor


risiko utama berkembangnya ISK.

Pada laki-laki yang berusia lebih dari 50 tahun, hipertrofi prostat dengan obstruksi parsial
menjadi penyebab utama risiko terjadinya peningkatan ISK. Faktor risiko yang lebih sering
diperhatikan pada pria berusia lanjut meliputi gangguan kognitif, inkontinensia tinja atau urin ,
dan penggunaan kateter.

Faktor risiko primer pemasangan kateter yang dapat menyebabkan bakteriuria adalah :

 jenis kelamin perempuan


 kondisi komorbiditas yang signifikan ( terutama diabetes mellitus )
 usia yang lebih tua dari 50 tahun
 kurangnya antibiotik sistemik
 kadar serum kreatinin yang lebih dari 2mg/dL

2
Sedangkan faktor risiko sekunder pemasangan kateter yang dapat menyebabkan
bakteriuria adalah :

 jenis kelamin laki-laki


 usia yang lebih tua
 ada penyakit urologi yang mendasari
 ISK disebabkan oleh Serratia marcescens
 Indwelling kateter

Gambar 1. Faktor Resiko UTI (Tilak et al)

Pada pria muda, faktor risiko sistitis akut termasuk perilaku homoseksual dengan
berhubungan seks melalui anal, berhubungan dengan perempuan yang terinfeksi atau
terkolonisasi dengan uropathogen, tidak melakukan sirkumsisi, dan human immunodeficiency
virus ( HIV) dengan jumlah CD4 200/μL atau kurang.

Bakteri yang paling sering menyebabkan sistitis antara lain E coli, Klebsiella,
Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, Serratia, Enterococcus, dan Staphylococcus spesies.

3
Beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan cystitis, yaitu (Andrologi, 2014) :

 Intersitial Cystitis, yaitu cystitis yang idopatik. Intersitial cystitis dianggap sebagai cedera
pada kandung kemih yang mengakibatkan iritasi konstan dan jarang melibatkan infeksi.
Kondisi ini sulit untuk didiagnosis dan diterapi.
 Obat-obat tertentu dapat menyebabkan cystitis, terutama obat kemoterapi seperti
siklofosfamide dan ifofosfamid
 Sinar radiasi pada daerah pelvis juga dapat menyebabkan cystitis karena dapat
menyebabkan inflamasi pada jaringan kandung kemih. Biasanya muncul 6 bulan sampai
20 tahun setelah terapi radiasi.
 Bahan kimia. Karena beberapa orang mungkin hipersensitive terhadap bahan-bahan
kimia yang terdapat dalam produk tertentu seperti sabun mandi, cairan pembersih daerah
kewanitaan atau jeli spermatisida, dimana hal tersebut akan menyebabkan terjadinya
reaksi alergi pada kandung kemih sehingga dapat terjadi keradangan.
Cystitis juga bisa disebabkan karena fistula vesikulovaginal dan fistula vesikuloenterik
(fistula yang menghubungkan vesika urinaria dengan usus). Fistula vesikuloenterik dapat
menyebabkan bakteri pembentuk gas dapat masuk ke dalam vesika urinaria dan tumbuh di sana.
Hal ini akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung udara di dalam urine (pneumaturia)

4. EPIDEMIOLOGI

Secara epidemioligi kejadian ISK pada wanita selama masa remaja dan usia subur jauh
lebih tinggi dibandingkan laki – laki, dimana wanita dewasa berisiko 30 kali lebih tinggi
dibanding pria untuk mengalami ISK. Kejadian ISK pada pria mendekati perempuan pada pria
yang berusia lebih dari 60 tahun. Pada pria berusia 65 tahun atau lebih, 10 % telah ditemukan
memiliki bakteriuria, dibandingkan dengan 20 % perempuan dalam kelompok usia ini .

Secara internasional, perbandingan serupa banyak ditemukan di negara-negara maju.


Namun di negara-negara berkembang di mana laki-laki memiliki masa hidup yang lebih pendek ,
kejadian ISK akibat hipertrofi prostat lebih rendah.

Remaja laki – laki jarang terkena ISK dan prevalensi bacteruria hanya 0,1 % atau kurang.
Pada neonatus, ISK lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan (dengan

4
rasio laki – laki : perempuan = 1,5 : 1) dan ini sering menjadi bagian dari sindrom sepsis gram
negatif. Insiden kumulatif gejala ISK ( termasuk pielonefritis ) anak laki-laki selama 10 tahun
pertama kehidupan telah dilaporkan di 1,1-1,6 %.

Kejadian ISK murni pada pria dewasa muda yang berumur kurang dari 50 tahun (sekitar
5-8 per tahun per 10.000). Dalam populasi ini, gejala disuria atau frekuensi kencing biasanya
karena penyakit infeksi menular seksual yang berhubungan dengan uretra (misalnya , gonokokal
uretritis dan nongonococcal) dan prostat .

Pada pria yang lebih tua dari 50 tahun, kejadian ISK meningkat secara drastis (sekitar 20-
50 % prevalensi) hal ini dikarenakan karena pembesaran prostat, kelemahan , dan instrumentasi
dari saluran kemih . Spektrum agen penyebab juga agak lebih luas di kalangan lanjut usia .

5. PATOGENESIS (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)

Patogenesis bakteriuri asimptomatik dapat menjadi bakteriuri simptomatik tergantung


dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri (host).

a) Peranan Patogenitas Bakteri


Bakteri usus yang paling sering menyebabkan ISK adalah E.coli, dimana
patogenitasnya ini berhubungan dengan bagian permukaan sel polisakarida dan
lipopolisakarida (LPS). E.coli juga memiliki faktor virulensi yang dikenal sebagai
virulence determinalis yaitu :

Tabel 1. Faktor Virulensi E.Coli (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)


Penentu virulensi Alur
Fimbrae Adesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Lipopolisakarida side chain (antigen O) Resistensi terhadap fagositosis
Lipid A (endotoksin) Inhibisi peristaltic usus

5
Pro-inflamasi
Membrane protein lainnya Resistensi antibiotic
Kemungkinan perlengketan
Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besi
Sedangkan untuk bakteri pathogen yang berasal dari urin (urinary pathogen) dapat
menyebabkan sign & symptom ISK tergantung dari perlengketan mukosa oleh bakteri,
faktor virulensi dan variasi fase faktor virulensi.
Peranan bacterial attachment of the mucosa. Fimbrae (proteinaceous hair like
projection from the bacterial surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas
yang memiliki kemampuan untuk melekat pada mukosa saluran kemih.
Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenitas E.coli yang lain adalah toksin.
Beberapa toxinnya adalah α-hemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron
uptake system (aerobactin dan enterobactin). Beberapa peneliti mengatakan
mikroorganisme yang uropatogenik ditandai dengan ekspresi faktor virulensi ganda.
Beberapa sifat uropatogenik mikroorganisme adalah resistensi serum, sekuestrasi besi,
pembentukan hidroksat dan antigen K yang biasanya muncul mendahului sign &
symptom ISK. Gen virulensi tersebut dipengaruhi oleh faktor luar seperti suhu, ion besi,
osmolaritas, pH dan tekanan oksigen. Penelitian Johnson mengungkapkan bahwa
virulensi yang menjadi penyebab dari ISK terdiri dari fimbriae type 1 (58%), P-fimbrae
(24%), aerobactin (38%), haemolysin (20%), antigen K(22%), resistensi serum (25%)
dan antigen O (28%).
Variase fase faktor virulensi. Virulensi suatu bakteri ditandai dengan kemampuan untuk
mengalami suatu perubahan sesuai dengan respon terhadap faktor luar. Variasi fase
virulensi ini menunjukkan bahwa beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu
dan lokasi saluran kemih.
b) Peranan Faktor Host
Faktor predisposisi pencetus ISK. Faktor bakteri dan keadaan saluran kemih pasien
mempunyai peranan yang penting dalam kolonisasi bakteri di saluran kemih. Hal ini
didukung dari hasil penelitian epidemiologi. Kolonisasi bakteri sering mengalami
eksaserbasi apabila terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Contohnya adalah

6
dilatasi dari saluran kemih tanpa obstruksi dapat menyebabkan gangguan klirens urin dan
meningkatkan kepekaan terhadap terjadinya infeksi.
Status immunologis pasien. Dari penelitian laboratorium didapatkan bahwa golongan
darah dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas
immunoglobulin) mempunyai kontribusi terhadap kepekaan terhadap terjadinya ISK.
Prevalensi ISK juga meningkat pada golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap
suatu tipe fimbrae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. Pada pasien
dengan struktur anatomis yang normal, kepekaan ISK rekurennya lebih besar pada pasien
dengan antigen darah non sekretorik daripada sekretorik.

Tabel 2. Faktor-faktor yang Meningkatkan Kepekaan Terhadap Infeksi Saluran Kemih


(ISK) (Sudoyo, Setiyohadi et al, 2009)
Genetik Biologis Perilaku Lainnya
Status nonsekretorik Kelainan congenital Senggama Operasi urogenital
Antigen golongan Urinary tract Penggunaan Terapi estrogen
darah ABO obstruction kondom, spermisida
Riwayat infeksi
saluran kemih
sebelumnya
Diabetes
Inkontinensia

7
Gambar 2. Patogenesis ISK (Tilak et al)

Gambar 3. Patogenesis Cystitis

8
Gambar 4. Patogenesis Uropathogenic E. Coli menyebabkan terjadinya Cystitis

(Seed, 2013)

Gambar 4 menunjukkan proses pathogenesis dari Uropathogenic E.Coli. Pertama-tama


terjadi adhesi bakteri E.coli di sel epitel superficial dari vesika urinaria, kemudian
menginvasinya dan akhirnya memperbanyak diri di sana dan membentuk massa yang berisi
bakteri. Massa ini disebut intracellular bacterial communities (IBC). Tiga langkah pertama dari
pathogenesis pada gambar 4 bergantung pada struktur adhesi yang disebut pili tipe 1. Setelah
terbentuk IBC, akan berpencar dan meninggalkan sel yang terinfeksi tersebut untuk mencari sel
epitel lain untuk di adhesi dan diinvasi lagi (Seed, 2013).

9
Gambar 5. Interaksi antara permukaan mukosa dan pathogen

(Svanborg, Lutay et al, 2011)

Setelah bakteri pathogen menempel pada permukaan sel, sel epitel tersebut akan
merespon dengan cara mengaktivkan innate immune system, dan, melalui sekresi mediator kimia
(seperti chemokine dan cytokine), akan terjadi respon immune innate maupun adaptive.
Chemokine akan mengaktivkan sel dendrite dan sel mast, dan juga merekrut sel inflammasi dari
aliran darah. PMN akan melewati epitel menuju urine, kemudian memfagosit dan membunuh
bakteri. Namun, bakteri yang pathogenic dapat menginvasi sel mukosa urothelial sehingga
terhindar dari pertahanan host. Bakteri yang virulent terlindungi dari kematian karena memiliki
beberapa faktor seperti kapsul polisakarida, metal-binding protein seperti iron-sequestering
molecule, atau dengan sekresi molekul-molekul yang dapat menginhibisi innate host response.

10
Pada asimptomatik bakteriuri, bakteri pathogen akan bersifat commensal-like, sehingga tidak ada
atau terjadi respon immune yang lemah. (Svanborg, Lutay et al, 2011).

6. PATOFISIOLOGI

Seperti halnya pada wanita, jalur inokulasi yang umum pada laki-laki adalah basil gram
negatif aerobik dari usus, dengan Escherichia coli sebagai organisme penyebab yang paling
sering. Riwayat baru masuk rumah sakit, pemasangan kateter urin, dan penggunaan
fluorokuinolon dalam 6 bulan terakhir merupakan faktor risiko independen untuk resistensi
fluorokuinolon pada demam ISK akibat E coli di masyarakat. Resistensi fluorokuinolon dapat
menjadi pertanda resistensi antibiotik yang lebih luas, termasuk extended-spectrum beta-
laktamase positif.

Pada host yang normal, ISK dapat terjadi karena infeksi bagian lain dari saluran
genitourinari, biasanya prostat. Laki-laki yang lebih tua dengan hipertrofi prostat memiliki
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, predisposisi mereka untuk ISK diakibatkan
atas dasar stasis urin. Namun, pada laki-laki berusia 3 bulan sampai 50 tahun, kejadian ISK
rendah; Oleh karena itu, kemungkinan kelainan anatomi harus dipertimbangkan dalam kelompok
usia ini

Masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar prostat hampir selalu terjadi melalui uretra;
dengan refluks urin intraprostatik, bakteri berpindah dari uretra atau kandung kemih melalui
saluran prostat. Kemungkinan lain termasuk masuk melalui rute hematogen, melalui limfatik dari
rektum, dan selama operasi prostat. Namun, banyak pasien yang masih tidak diketahui
pencetusnya.

Cairan prostat mengandung berbagai zat antibakteri, termasuk zinc dan antibodi, yang
kurang pada beberapa pasien dengan prostatitis bakteri kronis. Menariknya, prostatitis akut
biasanya tidak mengakibatkan prostatitis kronis, dan prostatitis bakteri kronis biasanya tidak
didahului oleh prostatitis akut. Orang dirujuk untuk prostatitis, kurang dari 10% memiliki baik
akut atau prostatitis bakteri kronis.

11
Gambar 6. Patofisiologi Nyeri bladder (Hanno, M, 2007)

Sistitis bakteri

Sistitis bakteri tanpa infeksi yang bersamaan di bagian lain dari saluran genitourinari
sangat jarang terjadi pada laki-laki. Permulaan awalnya terjadi gejala iritasi saat berkemih secara
tiba-tiba (misalnya, frekuensi, urgensi, nokturia, disuria) dan nyeri suprapubik secara klinis
diagnostik.

Kebanyakan kasus cystitis bakteri terjadi dengan mekanisme ascending. Sistitis bakteri
pada pria jarang terjadi tanpa adanya kelainan anatomi, defek mekanisme pengosongan kandung
kemih, atau kateterisasi uretra (misalnya, pengosongan kandung kemih yang buruk akibat

12
obstruksi prostat atau disfungsi dalam berkemih). Peningkatan sisa urin setelah berkemih
memungkinkan bakteri untuk berkembang biak ke tingkat yang tinggi lebih. Tekanan untuk
berkemih yang tinggi dan penyesuaian kandung kemih yang buruk dapat mengurangi pertahanan
alami uroepitelial terhadap infeksi.

7. DIAGNOSIS
a) Sign & Symptom
a. Symptom (Fauci, Braunwald, et al, 2008)
 Disuria
 Sering kencing (polakisuria)
 Urgensi
 Nyeri suprapubik
 Mual muntah
 Demam
 Nyeri costovertebral
 Stranguria (kencing pelan dan nyeri yang disebabkan karena spasme otot dari
urethra dan vesika urinaria) ( Sudoyo, Setiyohadi, et al, 2009)
b. Sign
 Urine berkabut dan berbau busuk
 Urine berdarah (pada hemorrhagic cystitis (Brusch, et al,2014))
 Nyeri tekan suprapubik
 Flank pain
b) Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis (Brusch, et al, 2014)
 Low grade proteinuria
 Tes Dipstick
 Pemeriksaan mirkoskopis : Pyuria
 Tes nitrate (untuk mendeteksi produk dari nitrate reduktase, suatu enzim yang
dihasilkan oleh banyak spesies bakteri). Sensivitas 22% dan spesifitas 94%-
100%
b. Kultur Urine (Brusch, et al, 2014)

13
 Berdasarkan Infectious Disease Society of America (IDSA) tahun 2010,
dikatakan cystitis bila didapatkan >1000 CFU/ml urine midstream
 Ditemukan uropathogen pada aspirasi suprapubik
c. CBC (Brusch, 2014)
 Leukositosis
d. Renal Imaging Procedure (Sudoyo, Setiyohadi, et al, 2009)
 USG
 Radiografi
 Foto polos perut
 Pielografi IV
 Micturating cystogram
 Isotop Scanning

Indikasi:
 ISK kambuh (relapsing infection)
 Pasien laki-laki
 Gejala urologic : kolik ginjal, piuria, hematuria
 Hematuria persisten
 Mikroorganisme jarang : Pseudomonas spp dan Proteus spp
 ISK berulang dengan interval ≤6 minggu

8. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Cystitis harus dibedakan dari kondisi infeksi inflamasi yang mana memiliki gejala
dysuria yang lebih menonjol, termasuk vaginitis, infeksi urethral yang disebabkan oleh sexually
transmitted pathogen, dan penyakit noninflammatory yang menimbulkan discomfort
urethra..Vaginitis dikarakteristikan dengan iritasi pengeluaran urine yang dihubungkan dengan
iritasi vaginal dan bersifat subakut. Biasanya vaginitis memiliki riwayat pengeluaran cairan
berwarna putih atau bau dari vagina dan memiliki banyak pasangan atau pasangan baru. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya discharge pada vagina, dan pada pemeriksaan cairan vagina

14
ditemukan adanya sel inflamasi. Differential diagnosis lainnya antara lain, virus herpes simplex,
gonorrhoea, chlamydia, trichomoniasis, jamur dan bakteri vaginosis. Uretheritis menyebabkan
dysuria yang biasanya onset nya subakut yang berhubungan dengan discharge dan memiliki
banyak pasangan atau pasangan baru. Umumnya urethritis disebabkan oleh gonorrhoea,
chlamydia, herpes simplex, dan trichomoniasis. Sehingga culture dan tes immunologi di
sarankan. Injury dari urethra dihubungkan dengan sexual intercourse, iritasi bahan kimia,
ataupun allergi yang dapat menyebabkan terjadinya dysuria (Tanagho & McAninch, 2006).

9. TATALAKSANA

Cystitis ringan dapat sembuh dalam 4-9 hari tanpa pengobatan. Tapi apabila terjadi
infeksi bakteri berat, maka dapat menimbulkan manifestasi seperti demam, dan nyeri perut, dan
kondisi ini memerlukan pengobatan dengan menggunakan antibiotic. Pemilihan antibiotic
sebaiknya berdasarkan hasil kultur urine (Andrologi, 2014).

Trimethaoprim/sulfamethaoxazole ( TMP/SMX, Bactrim, septra), sulfisoxazole


(gantrisin) dan nitrofurantoin sangat efektif untuk melawan hampir seluruh pathogen yang
menyebabkan cystitis. TPM-SMX dan nitrofurantion direkomendasikan untuk pengobatan pada
cystitis tanpa komplikasi. Bagaimana pun juga, diperkirakan adanya resisten TMP-SMX oleh E.
coli pada cystitis tanpa komplikasi sekitar 20%, dibandingkan dengan nitrofuantion yang hanya
sekitar <2%. Sehingga TMP-SMX lebih direkomendasikan pada area dengan prevalensi
resistensi E.coli terhadap TMP-SMX <20%.

Ada beberapa bukti bahwa membuat urin lebih asam basa (misalnya dengan asam
askorbat) atau lebih dapat menenangkan rasa sakit cystitis. Jus Cranberry mengandung tanin
kental, Mannose - D dan proanthocyanidins yang telah ditemukan menghambat aktivitas E. coli
dengan mencegah bakteri menempel ke permukaan lapisan mukosa kandung kemih dan usus.

10. PROGNOSIS
Kebanyakan kasus dari cystitis menimbulkan rasa tidak nyaman namun akan sembuh
tanpa komplikasi setelah pengobatan.

15
11. KOMPLIKASI

Jika cystitis diobati secara cepat dan tepat, sangat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada
kasus yang tidak di obati, dapat terjadi komplikasi serius seperti :

 Infeksi ginjal. Cystitis yang tidak diobati dapat menyebabkan infeksi ginjal yang disebut
pyelonephritis, infeksi ginjal dapat menyebabkan terjadinya kerusakan permanen dari
ginjal. Pada anak-anak dan dewasa muda lebih beresiko terjadi kerusakan di ginjal
dikarenakan gejalanya sering tidak terlihat.
 Darah pada urin. Pada cystitis, akan tampak sel darah merah di urine dengan penglihatan
dibawah microskop (microskopik hematuri) dan biasanya hilang dengan pengobatan.
Hematuri macros jarang pada cystitis bakteri.

12. PREVENTIF
 Minumlah banyak air putih.
 Jangan menunda buang air kecil
 Bersihkan daerah vagina dan anal dengan gerakan dari depan ke belakang pada saat
buang air besar, ini untuk mencegah bakteri di bagian anal masuk ke vagina dan urethra
 Kosongkan bladder setelah melakukan intercourse
 Hindari penggunaan deodorant spray atau pun produk feminine di area genital
dikarenakan dapat menyebabkan iritasi pada daerah urethra dan vagina

16
DAFTAR PUSTAKA

Brusch, John L, Bavaro, Mary F, et al2014, Cystitis in Females, Medscape. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/233101-overview

Fauci, Braunwald et al, 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th edition,
McGraw-Hill, United States

Hanno, M, 2007, Painful Bladder Syndrome/Interstitial Cystitis and Related Disorders,


Omnia Mea. Available at: http://med-stud.narod.ru/med/urology/pbs.html

Mayo Clinic. 2012. Disease and Condition : Cystitis. Available at:


http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cystitis/basics/prevention/con-20024076

MedlinePlus, 2014, Cystitis – Acute. Available at: http://www.mayoclinic.org/diseases-


conditions/cystitis/basics/prevention/con-20024076

Tanagho, Emil A, McAninch, Jack W. 2006. Smith’s General Urology, 17th edition.
United States: McGraw-Hill.

Seed, Patrick. 2013. Duke University Medical Center : Center for Microbial
Pathogenesis, Duke Bacteriology Research Unit. Available at:
http://mgm.duke.edu/microbial/bacteriology/seed/

Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Bambang, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi 5. Jakarta. InternaPublishing.

Svanborg, Catarina, Lutay, Nataliya et al. 2011. Genetic Innate Immunity and UTI
Susceptibility, Nature Publishing Group. Available at:
http://www.nature.com/nrurol/journal/v8/n8/fig_tab/nrurol.2011.100_F1.html

Tilak, Justin, Chaudry Sultan, Wong, Eric. Urinary Tract Infection (UTI), McMaster
Pathophysiology Review. Available at: http://www.pathophys.org/uti/

Wein, Alan J, Kavoussi, Louis R et al. 2007. Campbell-Walsh Urology, Ninth edition.
United States: McGraw-Hill.

17

You might also like