Professional Documents
Culture Documents
ANEMIA
A. Definisi
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah.
Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari
dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik
yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Anti anemia merupakan suatu senyawa baik sintesis maupun alamiah yang
bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam darah baik dengan
meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan proses
pembentukan SDM.
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi
gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat dan nilai
Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan umumnya melalui transfusi.
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml
darah (Price, 2006 : 256).
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin
(Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas
sel darah merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011)
B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan
untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya
merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik,
penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.
C. Patofiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang
dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik
atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk
dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1
mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa
makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan
oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ
penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika
kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah,
1998).
D. Pathway
Kadar Hb turun
Intoleransi Aktivitas
Ketidak seimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
E. Manifestasi Klinik
Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan gangguan fungsi
dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia
(badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada
anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada
bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Namun pada anemia berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan
jantung(Sjaifoellah, 1998).
F. Komplikasi
1. Daya tahan tubuh kurang
2. Mudah terkena infeksi
3. Serangan jantung
4. Mudah lelah
5. Gagal Ginjal Akut
G. Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe,
pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit,
Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta
sumber kehilangan darah kronis.
H. Penatalaksaan Medis
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.Obati
penyebab perdarahan abnormal bila ada.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
o Transplantasi sumsum tulang
o Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
o Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
o Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
o Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang
mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah,
sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
o Dicari penyebab defisiensi besi
o Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat
ferosus.
5. Anemia megaloblastik
o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik
dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan
selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang
tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan
asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
RENPRA ANEMIA
Emosional support
Berikan reinfortcemen
positip bila ps mengalami
kemajuan
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika
memungkinkan
Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien
makan.
Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu
klien makan.
Monitor adanya mual
muntah.
Kolaborasi untuk
pemberian terapi sesuai
order
Monitor adanya
gangguan dalam input
makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi
dan kalori.
Proteksi terhadap
infeksi
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
lokal.
Monitor hitung
granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
Inspeksi kulit dan
mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas.
Monitor perubahan
tingkat energi.
Dorong klien untuk
meningkatkan mobilitas
dan latihan.
Instruksikan klien untuk
minum antibiotik sesuai
program.
Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan
kecurigaan infeksi.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Patrick Davay, 2002, At A Glance Medicine, Jakarta, EMS
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.