You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN pada Tn.

S dengan Post OP BPH Hari ke 0

di ruang Dahlia Rumah Sakit dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Disusun Oleh:

1. Bekti Nurprisetyani :1411020105


2. Jajang Haryanto :1411020106
3. Wiwik Dwi Y. :1411020108
4. Catur Putri Irmawati :1411020110
5. Kiki Armansyah :1411020111

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan dengan pokok bahasan
asuahan keperawatan Benigna Prostat Hipertropi (BPH) . Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas praktek KD I dan KD II.
Kami berharap setelah membaca dan mempelajari makalah ini pembaca dan
pengguna mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, terutama tentang
pengertian,penyebab,gejala yang di timbulkan serta perawatan dan pengobatan dari BPH.
Mengingat dalam proses penyusunan makalah ini, kami merasa masih sangat jauh
dari sebuah kesempurnaan, baik itu dari segi pembahasan maupun penggunaan kata-
katanya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca khususnya dosen pembimbing sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 14 Mei 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di
inferior darikandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5
cm.Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh
diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan
berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra
eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya
pembesaran prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat meningkat, serta otot
destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan
destrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh
karenaitu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur
diagnostik dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum :
Dalam penulisan karya tulis ini bermaksud untuk menyelesaikan tugas praktek KD I
dan KD II
b. Tujuan Khusus :
1) Mampu mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyakitnya.
2) Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada kliendengan BPH secara komprehensif
3) Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH . Mampu
menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien BPH. Mampu
melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan
yang timbul pada klien BPH. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan pada klien BPH
4) Agar semua mahasiswa, khususnya para pembaca mengetahui bahwa apa
sebenarnya yang dimaksud dengan BPH, apa saja yang menjadi penyebab
terjadinya, gejala yang ditimbulkan dan bagaimana proses perawatan dan
pengobatannya.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Hiperplasia prostat jinak juga dikenal sebagai Benign Prostatic Hypertrophy (BPH)
adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi dari elemen seluler prostat.
Akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar timbul dari proliferasi epitel dan stroma,
gangguan diprogram kematian sel (apoptosis), atau keduanya. (Detters, 2011).
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar
prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Dafid Arifiyanto, 2008).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo,
2000, hal 74).

Kesimpulannya BPH adalah pembesaran kelenjar prostat.


B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam
hjsehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby, 1994 : 38).

C. Tanda & Gejala


Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan pada saluran kemih bagian
bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan
gejala obstruktif.

Gejala iritatif meliputi:

o (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
o (nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari

o (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
o (disuria).nyeri pada saat miksI.

Gejala obstruktif meliputi:

o rasa tidak lampias sehabis miksi.


o (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan dalam uretra prostatika.

o (straining) harus mengejan

o (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena


ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai
tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli
urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat
pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya
dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah,
perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.

3. Gejala di luar saluran kemih Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh
adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).

4. Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.

Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4)
derajat gradiasi sebagai berikut :

Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine


I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba. < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah50 – 100 ml
III dicapai. > 100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urine total

5. Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda
dan gejala :
1. Hemorogi

1. Hematuri
2. Peningkatan nadi

3. Tekanan darah menurun

4. Gelisah

5. Kulit lembab

6. Temperatur dingin

2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat

3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:

7. bingung
8. agitasi

9. kulit lembab

10. anoreksia

11. mual

12. muntah

D. Anatomi & Fisiologi

a. Anatomi
1. Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses
miksi.Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra
diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan
uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya
karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter
uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan
seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan
kencing.Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra
wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah
yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.

Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan
disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir
dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan
verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus
yang tersebar di uretra prostatika.

Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus
uretra eksterna.Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang
berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma
urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar
parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.

2. Kelenjar Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di
belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi
uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari
vas deferen. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi
dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter
dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970) Asinus setiap kelenjar
mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu
berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel
memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan
semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil
sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi
oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari
arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan
ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.

Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.

Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan
rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-
laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring
pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami
pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit
uretra sehingga mengganggu perkemihan.
E. Pathofisiologi

Ada 2 prasyarat yang diperlukan pada BPH yaitu usia 50 tahun atau lebih dan adanya
fistes. Laki-laki yang di kebiri sebelum masa pubertas tidak mengembangkan BPH.
Androgen yang menengai pertumbuhan prostat pada semua usia adalah
dihidrotestosteron, yang terbentuk di dalam prostat dari testosterone. Meskipun tingkat
endogren menurun pada penuaan pria, penuaan prostat muncul menjadi lebih sensitive
terhadap DHT. Estrogen di produksi dalam jumlah sedikit pada pria tampaknya menjadi
sensitive pada kelenjar prostat itu merupakan efek dari DHT. Meningkatnya kadar
estrogen terkait dengan penuaan/peningkatan relative estrogen berhubungan dengan kadar
tertosteron dapat terkontribusi pada BPH. BPH berawal dari nodul kecil pada zona
transisi prostat yang terletak setelah uretra. Nodul, kelenjar, dari masa utama dari jaringan
hiperplastik. Perluasan jaringan kompresi pada sekitar jaringan, penyempitan uretra. BPH
menekan uretra dan menyebabkan gejala bergantung pada kekuatan kapsul prostat. Jika
kapsul kuat, kelenjar kurang mengembang dan uretra rusak. Penyempitan pada prostat
uretra menyebabkan gejala-gejala BPH seperti di tamping dalam kotak. Hipertropi otot
detrusor pada kompensasi meningkatkan resistensi aliran urin. Bagaimanapun akhirnya
penurunan kepatuhan kandung kemih dan kestabilan kandung kemih hasil dari gejala.
Nokturia (Buang air kecil yang berlebihan pada malam hari) sering di kaitkan dengan
gejala awal BPH. Jika tidak di obati peningkatan tekanan pada kandung kemih
menyebabkan refluxs pada urin ke ureter di namakan vesiko uretral refluxs.

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa ± 20gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya
Basuki (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Basuki, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Basuki (2000)
menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron,
yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubahmenjadi dehidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang
secaralangsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnyadisebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatankontraksi detrusor. Secara garis besar,
detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat
oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan
terjadiresistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor
akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor
menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi
akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat
menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase
kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan
miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksiwalaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor
(frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter danginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis
urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinariamenjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluksmenyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

F. Penatalaksanaan Umum & Medis


Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada
stadium-stadium dari gambaran klinis
a. StadiumI
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

c. StadiumIII
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan
melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d. StadiumIV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:

a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi
kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok
dubur.

b. Medikamentosa
 Mengharnbat adrenoreseptor α
 Obat anti androgen
 Penghambat enzim α -2 reduktase
 Fisioterapi

c. Terapibedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada
kandung kemih.
3. Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung
kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula
seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada
abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung
kemih pada kanker prostat.
d. Terapi Invasif Minimal
1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3. Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

G. Penatalaksanaan Keperawatan (Fokus Intervensi)


1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan :

 Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil:

a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang

b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi:

a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.

b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan


tekanan darah dan denyut nadi.

c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah

d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)

e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan
aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi
sekunder.

Tujuan :

 Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin

Kriteria :

 Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi :

a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril

b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup

c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab,


takikardi, dispnea)

d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah


menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan

e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua
post operasi)

f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari,
jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam
selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi,


hilangnya fungsi tubuh

Tujuan :

 Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi
seksualnya

Kriteria hasil :

 Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas
secara optimal.

Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan
perubahannya

b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat

c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek


prostatektomi dalam fungsi seksual

d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual

e. Beri penjelasan penting tentang:

a. Impoten terjadi pada prosedur radikal

b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal

c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual


selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme


melalui kateterisasi

Tujuan :

 Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi

Kriteria hasil:

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal

b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri

c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Intervensi:

a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.

b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,


kebocoran)

c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage

d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing

e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)


5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya
Tujuan :
 Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
 Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan
perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit,
perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
 Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
 Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

You might also like