You are on page 1of 7

CERITA FIKSI

 Cerita Jenaka

“PAK LEBAI MALANG”


Pak Lebai adalah seorang guru agama yang tinggal ditepian sebuah sungai
didaerah Sumatra Barat. Suatu hari, ia mendapat undangan pesta dari dua orang yang
sama-sama kaya. Pak Lebai bingung, yang mana yang hendak didatanginya karena
pesta itu berlangsung di waktu yang sama, di tempat berjauhan.Jika ia datang ke
undangan yang pertama, yakni di hulu sungai, tuan rumah akan memberinya 2 ekor
kepala kerbau. Namun, masakan di sanan konon tidak enak. Lagipula, ia tak terlalu
kenal dengan tuan rumah tersebut. Jika ia datang ke undangan kedua, ia akan menerima
satu saja kepala kerbau. Namun masakannya enak. Di sana ia juga akan mendapatkan
tambahan kue-kue. Lagipula, ia kenal baik dengan tuan rumah tersebut.Pak Lebai mulai
mengayuh perahunya. Namun, ia masih belum juga bisa membuat keputusan, undangan
mana yang dipilihnya. Dengan ragu ia mulai mengayuh perahunya menuju hulu sungai.
Di tengah perjalanan, ia mengubah rencananya, lalu berbalik menuju hilir sungai.
Ketika hilir sungai sudah makin dekat, beberapa tamu terlihat sedang mengayuh perahu
menuju arah yang berlawanan. Mereka memberitahukan pada Pak Lebai.

“Kerbau yang disembelih di hilir sangat kurus, Pak Lebai!”

Pak Lebai kemudian berbalik lagi ke hulu, mengikuti orang-orang itu. Sesampai di hulu,
ah…. pesta ternyata sudah usai. Para tamu sudah tak ada. Makanan sudah habis. Pak
Lebai lalu segera mengayuh perahunya lagi menuju hilir. Di sana pun sama, pesta juga
baru saja usai. Sudah sepi, tak ada satu pun undangan yang terlihat. Pak Lebai pun
lemas, juga karena kelelahan mendayung ke hulu dan hilir. Ia mulai merasakan lapar,
lalu memutuskan untuk melakukan dua hal, yakni memancing dan berburu.
Ia lalu kembali ke rumahnya sebab untuk berburu ia perlu mengajak anjingnya. Ia juga
membawa bekal sebungkus nasi. Mulailah ia memancing. Setelah menunggu beberapa
lama, ia merasakan kailnya dimakan ikan. Pak Lebai merasa lega. Namun ketika ditarik,
pancing itu susah untuk diangkat ke atas. Pak Lebai berpikir, kail itu pasti tersangkut
batu atau karang di dasar sungai. Kemudian ia terjun ke sungai untuk mengambil ikan
itu. Berhasil. Ia keluarkan pancing dan ikannya dari lekukan batu. Namun, ups! Begitu
ia selesai melakukan hal itu, ikannya malah terlepas. Pak Lebai merasa kecewa sekali.
Ia lalu naik ke atas sungai. Sesampainya di atas air Pak Lebai merasa lapar dan ingin
memakan nasi bungkus yang dibawanya dari rumah. Oh, ia juga mendapati nasinya
sudah dimakan oleh anjignya! Benar-benar malang nasib Pak Lebai. Kemalangan demi
kemalangan didapatinya. Sejak saat itu, ia mendapat julukan dari orang-orang
sekitarnya Pak Lebai Malang.
 Cerita sage

SANGKURIANG

Pada zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang
Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat
gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang
tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.Pada suatu hari Tumang tidak
mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam
hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main
marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul
kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa
dan pergi mengembara.Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu
berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan
selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang
akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah
total. Di sana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh
kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan,
Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.

Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi
untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di
kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama
diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat
ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia
mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum.
Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai
itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.Malam itu Sangkuriang
melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu
menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu
pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra
merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang
mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena
itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi. Dengan kekuatannya, ia
menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian
menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung
yang bernama “Tangkuban Perahu.”
 Cerita mite

“ DEWI NAWANG WULAN ”


Alkisah di suatu desa, hiduplah seorang perempuan yang biasa dipanggil Nyi Randa
Tarub, dia mempenyai anak angkat bernama jaka tarub yang telah tumbuh menjadi
seorang pemuda dewasa yang tampan dan sangat senang berburu. Suatu hari ketika dia
berburu seperti biasanya, dia mendengar suara wanita yang kurang jelas karena ditelan
dedauanan, karena penasaran jaka tarub akhirnya menuju ke sumber suara secara
mengendap-endap. Jaka tarub melihat 4 orang gadis cantik yang sedang mandi di telaga,
hampir bersamaan dengan itu, dia juga melihat beberapa lembar selendang yang
tergeletak dipinggir telaga, ada bisikan dari dalam diri Jaka Tarub untuk mengambilnya,
dan secara mengendap-endap dia mengambil salah satunya. Ketika para gadis yang
ternyata bidadari itu hendak kembali ke kahyangan, salah satu dari mereka panik karena
tidak menemukan selendangnya, tapi ketiga bidadari lain tidak dapat berbuat apa-apa.

Melihat hal tersebut jaka tarub mendekati sang bidadari yang tertinggal bernama
Nawang Wulan itu, Nawang Wulan terpaksa harus menceritakan semuanya, Dewi
Nawang Wulan tidak punya pilihan lain, akhirnya dia ikut ke rumah Jaka Tarub

Hari berganti hari, mereka menikah dan mempunyai anak. Bagaimanapun Dewi
Nawang Wulan adalah seorang bidadari sehingga dia mempunyai kelebihan, salah
satunya adalah dapat membuat sebakul nasi hanya dari satu biji padi, asalkan tidak ada
yang mengetahui hal itu, itulah sebabnya Dewi Nawang Wulan melarang suaminya
untuk membuka tanakan nasinya, namun Jaka Tarub tidak sanggup menahan rasa
penasarannya, dia membuka tanakan nasi itu dan sangat terkejut karena hanya ada satu
biji padi di dalamnya. Jaka Tarub menanyakan perihal itu ke isterinya, seketika itu pula
Dewi Nawang Wulan kehilangan kesaktian. Karena telah sepenuhnya menjadi manusia
biasa, Dewi Nawang Wulan pun harus bersusah payah untuk membuat kebutuhan
sehari-hari, harus bersusah-susah menumbuk padi, dan mengambil padi dilumbung.
Semakin lama, padi dilumbung semakin berkurang. Sampai suatu hari, ketika Dewi
Nawang Wulan ingin mengambil padi, dia menemukan selendangnya terselip diantara
butir-butir padi. Dewi Nawang Wulan merasa sedih sekaligus gembira, dia senang
karena mengatahui dia akan segera berkumpul bersama teman-temannya, dia sedih
karena harus berpisah dengan keluarganya, tapi tak ada pilihan lain, dia harus
meninggalkan Jaka Tarub yang sedari tadi ternyata melihat ia telah berubah menjadi
bidadari lagi. Dewi Nawang Wulan hanya berpesan agar suaminya membuat sebuah
danau di dekat pondoknya sesaat sebelum kembali ke kahyangan.
 Cerita fabel

BABI DAN DOMBA


Pada suatu desa yang cukup jauh dari kota, ada beberapa keluarga yang tinggal
di dalamnya. Tepatnya ada di suatu lembah hijau disertai dengan pepohonan yang
sangat rimbun. Keluarga yang tinggal tersebut mempunyai peliharaan babi dan juga
domba yang snagat terkenal. Mereka mempekerjakan beberapa pekerja yang tinggal di
sekitar lembah untuk memberi makan babi dan domba.Selain memberi makan, mereka
juga harus membersihkan keduanya. Jika bulu dombanya sudah lebat, maka para
pekerja harus memotongnya dan menjual bulu tersebut ke pasar. Begitu pula dengan
babi, jika beratnya sudah cukup para pekerja harus menjualnya ke kota. Jumlah dari
domba dan babi di sana cukup banyak sehingga itu menarik minat para pembeli.
Dan konon katanya, pada masa itu binatang bisa berbicara satu sama lain yang tidak
dimengerti oleh bahasa manusia. Kebetulan babi dan domba tersebut letak kandangnya
berdekatan sehingga mereka bisa berbicara satu sama lain.Sehari-hari, kadang suara
babi dan domba ribut dan itu tidak diketahui oleh manusia bahwa mereka sedang
berbicara. Saat hari jualan babi tiba, biasanya babi dengan ukuran yang besar ditimbang
dan diserahkan kepada para pembeli.Suatu hari, seekor babi yang masih muda dan
ukurannya cukup besar akan dijual. Namun ia sulit saat hendak ditangkap. Namun, para
pekerja akhirnya berhasil menangkap dan mengikat dua pasang kaki babi tersebut.
Babi muda tersebut berteriak dan meronta. Melihat hal itu, kawanan domba pun
berteriak.“Dasar penakut”Kemudian salah satu dari kawanan domba menambahkan
“mengapa kamu menangis dan teriak denga gaduh. Padahal temanmu yang lain jarang
melakukan sesuatu yang sama. Mereka pasrah dengan nasib sekalipun harus
disembelih”Mendengar hal tersebut, salah satu babi dewasa berkata “Hai domba sok
bijak, kamu bisa berkata begitu karena tidak mengalami apa yang kami alami. Kamu
hanya dicukur bulunya tanpa harus disembelih. Namun lihat kami, kami diambil dan tak
lama lagi nyawa kami hilang. Hidup kami tentulah tidak senikmat hidup kalian. Begitu
tegakah engkau mengejek anak babi yang sedang diujung kematian?”
Sejak saat itu, kandang domba menjadi sunyi dan senyap. Mereka merenungkan apa
yang sudah disampaikan oleh salah satu babi tersebut. Dan akhirnya merekapun sadar
bahwa mereka lebih beruntung dari pada babi. Lalu merekapun meminta maaf kepada
babi dewasa yang tadi.
 Cerita legenda

MALIN KUNDANG, SI ANAK DURHAKA


Pada zaman dahulu di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis di daerah
Padang, Sumatera Barat hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah bersama
seorang anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang. Mande Rubayah amat
menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. Malin adalah seorang anak yang rajin
dan penurut Mande Rubayah sudah tua, ia hanya mampu bekerja sebagai penjual kue
untuk mencupi kebutuhan ia dan anak tunggalnya. Suatu hari, Malin jatuh-sakit. Sakit
yang amat keras, nyawanya hampir melayang namun akhirnya ia dapat diseiamatkan-
berkat usaha keras ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya ia semakin disayang. Mereka
adalah ibu dan anak yang saling menyayangi. Kini, Malin sudah dewasa ia meminta izin
kepada ibunya untuk pergi merantau ke kota, karena saat itu sedang ada kapal besar
merapat di Pantai Air Manis. “Jangan Malin, ibu takut terjadi sesuatu denganmu di
tanah rantau sana. Menetaplah saja di sini, temani ibu,” ucap ibunya sedih setelah
mendengar keinginan Malin yang ingin merantau. “Ibu tenanglah, tidak akan terjadi
apa-apa denganku,” kata Malin sambil menggenggam tangan ibunya. “Ini kesempatan
Bu, kerena belum tentu setahun sekali ada kapal besar merapat di pantai ini. Aku ingin
mengubah nasib kita Bu, izinkanlah” pinta Malin memohon.“Baiklah, ibu izinkan.
Cepatlah kembali, ibu akan selalu menunggumu Nak,” kata ibunya sambil menangis.
Meski dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah mengizinkan anaknya pergi.
Kemudian Malin dibekali dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus,
“Untuk bekalmu di perjalanan,” katanya sambil menyerahkannya pada Malin. Setelah
itu berangkatiah Malin Kundang ke tanah rantau meninggalkan ibunya sendirian.

Hari-hari terus berlalu, hari yang terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap
pagi dan sore Mande Rubayah memandang ke laut, “Sudah sampai manakah kamu
berlayar Nak?” tanyanya dalam hati sambil terus memandang laut. la selalu mendo’akan
anaknya agar selalu selamat dan cepat kembali.Beberapa waktu kemudian jika ada kapal
yang datang merapat ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya. “Apakah kalian
melihat anakku, Malin? Apakah dia baik-baik saja? Kapan ia pulang?” tanyanya.
Namun setiap ia bertanya pada awak kapal atau nahkoda tidak pernah mendapatkan
jawaban. Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada
ibunya.Bertahun-tahun Mande Rubayah terus bertanya namun tak pernah ada jawaban
hingga tubuhnya semakin tua, kini ia jalannya mulai terbungkuk-bungkuk. Pada suatu
hari Mande Rubayah mendapat kabar dari nakhoda dulu membawa Malin, nahkoda itu
memberi kabar bahagia pada Mande Rubayah.“Mande, tahukah kau, anakmu kini telah
menikah dengan gadis cantik, putri seorang bangsawan yang sangat kaya raya,”
ucapnya saat itu.“Malin cepatlah pulang kemari Nak, ibu sudah tua Malin, kapan kau
pulang…,” rintihnya pilu setiap malam. Ia yakin anaknya pasti datang. Benar saja tak
berapa lama kemudian di suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah kapal yang
megah nan indah berlayar menuju pantai.Orang kampung berkumpul, mereka mengira
kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan
gembira.Mande Rubayah amat gembira mendengar hal itu, ia selalu berdoa agar
anaknya selamat dan segera kembali menjenguknya, sinar keceriaan mulai
mengampirinya kembali. Namun hingga berbulan-bulan semenjak ia menerima kabar
Malin dari nahkoda itu, Malin tak kunjung kembali untuk menengoknya.

Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di anjungan.
Pakaian mereka berkiiauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum
karena bahagia disambut dengan meriah.Mande Rubayah juga ikut berdesakan
mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras saat melihat lelaki muda yang berada di
kapal itu, ia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anaknya, Malin Kundang.
Belum sempat para sesepuh kampung menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu
menghampiri Malin. la langsung memeluknya erat, ia takut kehilangan anaknya
lagi.“Malin, anakku. Kau benar anakku kan?” katanya menahan isak tangis karena
gembira, “Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?”Malin terkejut karena
dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang—camping itu. Ia tak percaya bahwa
wanita itu adalah ibunya. Sebelum dia sempat berpikir berbicara, istrinya yang cantik itu
meludah sambil berkata, “Wanita jelek inikah ibumu? Mengapa dahulu kau bohong
padaku!” ucapnya sinis, “Bukankah dulu kau katakan bahwa ibumu adalah seorang
bangsawan yang sederajat denganku?!”Mendengar kata-kata pedas istrinya, Malin
Kundang langsung mendorong ibunya hingga terguling ke pasir, “Wanita gila! Aku
bukan anakmu!” ucapnya kasar.
Mande Rubayah tidak percaya akan perilaku anaknya, ia jatuh terduduk sambil berkata,
“Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini Nak?!” Malin
Kundang tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia tidak akan mengakui ibunya. la
malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin
menendangnya sambil berkata, “Hai, wanita gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat
dan kotor!” Wanita tua itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati.Orang-orang yang
meilhatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Mande
Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi.
Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Ia tak menyangka Malin yang dulu disayangi
tega berbuat demikian.

Hatinya perih dan sakit, lalu tangannya ditengadahkannya ke langit. Ia kemudian


berdoa dengan hatinya yang pilu, “Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku
maafhan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku yang bernama Malin
Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!” ucapnya pilu sambil menangis. Tak
lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi
gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya.Tiba-tiba datanglah badai besar,
menghantam kapal Malin Kundang. Laiu sambaran petir yang menggelegar. Saat itu
juga kapal hancur berkeping- keping. Kemudian terbawa ombak hingga ke
pantai.Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di kaki bukit
terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang! Tampak
sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia.Itulah tubuh Malin Kundang anak
durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu karena telah durhaka. Disela-sela batu itu
berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari
serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.Sampai sekarang jika ada
ombak besar menghantam batu-batu yang mirip kapal dan manusia itu, terdengar bunyi
seperti lolongan jeritan manusia, terkadang bunyinya seperti orang meratap menyesali
diri, “Ampun, Bu…! Ampuun!” konon itulah suara si Malin Kundang, anak yang
durhaka pada ibunya.

You might also like