You are on page 1of 7

Tahapan Komunikasi Terapeutik Perawat-Pasien

Nurma Rizqiana, 1506690164, Mahasiswi FIK UI 2015


LTM 1 Praktikum 1

Komunikasi merupakan hal yang dilakukan oleh tiap individu. Melalui


komunikasi, seseorang akan dapat mengerti, mengetahui, dan memahami sesuatu
atau orang lain. Menurut Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni (2007) fungsi
komunikasi adalah untuk pertukaran informasi dan memengaruhi orang lain. Pada
dunia kesehatan, komunikasi yang diterapkan oleh tenaga kesehatan khususnya
perawat dengan pasien adalah komunikasi terapeutik. Melalui komunikasi
terapeutik, diharapakan perawat akan dapat lebih mengetahui kebutuhan pasien
yang menunjang proses penyembuhannya. LTM ini akan menguraikan tentang
komunikasi terapeutik yang berfokus kepada tahapannya.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi inter-personal antara
perawat dengan pasien yang berfokus kepada kebutuhan pasien agar tercapai
pertukaran informasi yang efektif untuk menunjang proses pemulihan (Videbeck,
2008). Tujuan dari komunikasi terapeutik dapat dicapai melalui eksplorasi
berbagai aspek pengalaman hidup pasien (Stuart, 2013). Hal yang perlu
diperhatikan pada komunikasi terapeutik adalah sikap dan kemampuan perawat
dalam melakukan komunikasi inter-personal. Menurut Potter & Perry (2013)
untuk melalukan komunikasi inter-personal, diperlukan kemampuan mengambil
inisiatif, memberikan respon yang tepat, membangun kepercayaan antara perawat-
pasien, dan menghargai setiap karakter individu.
Penerapan komunikasi terapeutik pada individu dilakukan dalam 4 tahap.
Menurut Stuart (2013) tahap komunikasi terapeutik antara lain:
1. Tahap pra-interaksi
Pada tahap ini, perawat berfokus kepada eksplorasi kemampuan diri
sendiri. Tahap ini terjadi sebelum perawat melakukan komunikasi dengan
pasien. Hal yang perlu dilakukan pada tahap pra-interaksi antara lain:
a. Evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri
seperti:
 Apakah saya memandang individu secara stereotip?
 Bagaimana pengalaman interaksi saya dengan pasien?
 Bagaimana saya menghadapi pasien yang sedang marah, sedih,
dan kecewa?
 Bagaimana respon saya selanjutnya jika menghadapi pasien
yang diam dan menolak berbicara?
b. Mengumpulkan data pasien untuk menemukan berbagai informasi
seperti kondisi maupun perkembangannya.
c. Rencana interaksi pertama dengan pasien. Pada tahap ini perawat perlu
mempersiapkan rencana percakapan, teknik komunikasi, dan teknik
observasi selama percakapan berlangsung (Keliat, Akemat, Helena &
Nurhaeni, 2007).
2. Tahap perkenalan atau orientasi
Tahap ini merupakan pertemuan pertama perawat dengan pasien. Pada
tahap ini perawat perlu menemukan hal yang menjadi permasalahan
pasien. Perawat juga berusaha membangun hubungan baik agar
tercipta rasa saling percaya. Menurut Keliat, Akemat, Helena &
Nurhaeni (2007), hal yang dilakukan pada tahap perkenalan atau
orientasi adalah memperkenalkan diri, mengevaluasi kondisi pasien,
dan menyepakati kontrak mengenai topik yang dibicarakan, tempat,
waktu, dan tujuan.
3. Tahap kerja
Pada tahap ini perawat membantu mengatasi kecemasan yang ada
dalam diri pasien dengan memberikan mekanisme koping. Selain itu,
perawat juga memberikan edukasi kepada pasien dengan
menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan.
4. Tahap terminasi
Tahap ini merupakan tahap akhir dalam komunikasi terapeutik. pada
tahap ini perawat mengevaluasi pencapaian tujuan secara objektif, dan
evaluasi terhadap hasil tindakan yang telah dilakukan. Menurut Keliat,
Akemat, Helena & Nurhaeni (2007) terminasi terbagi menjadi 2 yaitu
terminasi sementara dan terminasi akhir. Pada terminasi sementara,
perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah
disepakati dengan membuat rencana tidak lanjut dan kontrak waktu.
Namun, pada terminasi akhir, perawat dan pasien tidak menentukan
kembali waktu pertemuan karena pasien telah mampu menyelesaikan
masalahnya.
Komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat terhadap pasien sangat
menunjang proses penyembuhan atau pemulihan pasien. Hal ini dikarenakan pada
komunikasi terapeutik, perawat dapat mengetahui segala keluhan pasien dan
perawat juga mengedukasi pasien untuk menghadapi keluhan tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai proses komunikasi terapeutik untuk
dapat menerapkan hal tersebut dengan baik. Sehingga, tujuan yang akan di capai
oleh perawat dan pasien dapat terwujud.

Daftar Pustaka
Keliat, B., Akemat., Helena, N., & Nurhaeni, H. (2007). Keperawatan kesehatan
jiwa komunitas : Basic course. Jakarta : EGC
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2013). Fundamental of Nursing 8th Edition.
Singapore: Elsevier.
Stuart, G. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing 10th edition. St.
Louis: Mosby
Videbeck, S. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. (Terj. Ns. Pamilih Eko
Karyuni). Jakarta : EGC
Strategi Pelaksana Komunikasi Terapeutik pada Pasien Halusinasi

Kasus:
Ibu A berusia 35 tahun, dirawat di rumah sakit jiwa sejak 3 hari yang lalu. Ibu
A dulunya adalah seorang janda lalu, menikah dengan seorang duda yang
mempunyai 1 anak perempuan berusia 5 tahun. Lantaran anak tersebut nakal,
Ibu A sering melakukan perlakuan yang kasar hingga tanpa sengaja Ibu A
mendorong anaknya hingga jatuh dari tangga. Akibat perdarahan hebat, anak
tersebut meninggal. Sejak saat itu, Ibu A mengalami halusinasi karena
perasaan bersalah pada anaknya. Ia sering terlihat ketakutan, bingung, dan
berteriak karena ia mengaku melihat bayangan hitam yang diduga anaknya
yang telah meninggal ingin membalas dendam padanya. Dalam sehari,
terhitung 2-3 kali Ibu A melihat bayangan hitam tersebut.

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :
- Klien mengatakan melihat bayangan hitam
- Klien mengatakan bayangan tersebut adalah bayangan anaknya
yang ingin membalas dendam padanya
- Klien mengaku takut melihat bayangan tersebut
- Klien mengatakan melihat bayangan hitam dalam sehari 2-3
kali
DO:
- Klien tampak ketakutan, kebingungan, dan sering berteriak
- Beberapa kali klien menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan
3. Tujuan khusus:
- Menumbuhkan hubungan saling percaya antara perawat-klien
- Mendiskusikan waktu, frekuensi, dan kondisi yang menjadi
pemicu klien berhalusinasi
- Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi yang muncul
- Mengajarkan klien mengatasi dan menghilangkan
halusinasinya
4. Tindakan Keperawatan
a. Menumbuhkan hubungan saling percaya antara perawat-klien
Hubungan saling percaya dapat ditumbuhkan melalui komunikasi
terapeutik
b. Mendiskusikan waktu, frekuensi, dan kondisi yang menjadi pemicu
klien berhalusinasi
Melalui sikap dan teknik komunikasi yang tepat yaitu menunjukkan
sikap kepedulian perawat terhadap klien dan mengajukan pertanyaan
secara perlahan
c. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi yang muncul
Menanyakan kepada klien bagaimana perasaan dan apa yang
dilakukannya ketika halusinasinya muncul
d. Mengajarkan klien mengatasi dan menghilangkan halusinasinya
Mengajarkan klien untuk mengenali halusinasi dan mengontrol
halusinasi tersebut

B. Strategi Komunikasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi Ibu perkenalkan nama saya Nurma
atau dapat dipanggil Ners Nurma. Kalau nama Ibu siapa? Ibu senang
dipanggil dengan sapaan apa?”
b. Evaluasi
“Bagaimana kondisi ibu hari ini? Apakah ibu merasa baik-baik saja?
c. Kontrak topik, waktu, dan tempat
“Ibu, hari ini kita akan berbincang mengenai permasalahan yang Ibu
alami seperti rasa cemas dan ketakutan yang Ibu rasakan saat ini,
hanya sekitar 15 menit. Ibu nyaman kalau kita berbincang di sini? Atau
hendak pindah ke tempat lain?
d. Tujuan
“Tujuan kita mengobrol di sini agar kita dapat menghadapi masalah
yang sedang Ibu alami”

5. Fase Kerja
a. “Saya sering melihat ibu kebingungan dan ketakutan sambil berteriak
hingga menunjuk-nunjuk sekitar, apa yang Ibu lihat?”
b. “Ibu melihat bayangan itu berapa kali dalam sehari?”
c. “Pada saat apa Ibu melihat bayangan itu?”
d. “Saat melihat bayangan itu, apa yang Ibu rasakan?”
e. “Lalu apa yang Ibu lakukan untuk mengatasi bayangan itu?”
f. “Apakah cara yang Ibu lakukan dapat berhasil untuk menghilangkan
bayangan itu?”
g. “Apakah Ibu ingin tahu cara mengatasai bayangan itu? Mari saya ajarkan
caranya”
h. “Saya akan mengajarkan agar Ibu dapat menghilangkan bayangan itu “jika
ibu melihat bayangan itu, tutup kedua mata Ibu lalu katakan saja “Pergi
kamu! Kamu bayangan palsu dan tidak nyata! Kamu bukan anak saya!” di
ulangi terus sampai bayangan itu hilang di depan mata Ibu”
i. “Jika Ibu melihat bayangan itu lagi, ibu bisa lakukan apa yang saya
ajarkan”

6. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang dengan saya? Apakah
merasa lebih baik?”
b. Evaluasi Objektif
“Apakah Ibu dapat mengulang apa yang sudah saya ajarkan untuk
mengusir bayangan yang ibu lihat?”
“wah hebat sekali ibu dapat melakukan apa yang saya jelaskan”
c. Rencana tindak lanjut
“Ibu, sekian dulu perbincangan kita untuk hari ini. Ingat ya lakukan
apa yang tadi Ibu praktikkan kalau ibu melihat bayangan itu lagi. Oh
iya, bagaimana kalau kita membuat jadwal latihannya? Mau jam
berapa Ibu latihannya?”

d. Kontrak yang akan datang


“Baik Ibu, besok saya Ners Nurma akan mengunjungi ibu lagi untuk
melatih Ibu lagi mengatasi bayangan itu. Saya akan datang jam 11,
kalau di tempat ini lagi bagaimana Ibu? Oke baik besok kita bertemu
di sini lagi ya Ibu. Sampai bertemu esok hari”

Daftar Pustaka
Keliat, B. (2007). Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC

You might also like