You are on page 1of 12

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Kafein
Kafein merupakan senyawa alkaloid golongan xantine (basa purin)

yang berbentuk kristal berwana putih. Tanaman yang diketahui

mengandung kafein yaitu kopi (Coffea sp), teh(Camllia sinensis),

cokelat(Theobroma cacao), dan kola(Cola acuminata).


Kafein memiliki Sifat fisik sebagai berikut:
Nama lain :1,3,7-trimethylxantine,theine,

methyltheobromine
Wujud : Serbuk Putih tidak berbau
Berat Molekul : 194,19 g/mol
Densitas : 1,23 g/cm3 , solid
Titik Leleh : 227-228 °C
Titik didih : 178 °C
Kelatutan dalam air : 2,17 g/100 ml (25 °C)
18,0 g/100 ml (80 °C)
g/100 ml (25 °C)
Rumus Molekul : C8H10N4O2

Gambar2.1 Struktur kimia kafein


(Mumin et al., 2006)
Kafein dengan struktur 1,3,7 trimetilsantin memiliki struktur yang

berkaitan dengan beberapa metabolit seperti adenin, guanin, santin dan

asam urat. Rumus molekulnya C8H10N4O2 dengan berat molekul

194,19 g/mol. Kafein merupakan serbuk hablur bentuk jarum halus,


6

mengkilat, tidak berwarna, rasa pahit, tidak berbau, jika dipanaskan

akan menyumblin tanpa penguraian pada suhu 178-180°C dan pada

tekanan 1 atm. Kafein akan larut dalam 50 bagian air, 6 bagian air suhu

80°C, 1.5 bagian air mendidih, 75 bagian alkohol, 25 bagian alkohol

suhu 60°C, 6 bagian kloroform dan 600 bagian eter. Berat molekul

194, 19 g/mol (Fatoni, 2015)


Secara kimia senyawa kafein dihasilkan dari reaksi metilasi antara

teofilin dengan beberapa larutan metil. Kafein bersifat basa

monoasidik lemah. Kafein mudah terurai dengan alkali panas

mambentuk kafeinidin Kafein termetabolisme di dalam hati menjadi

tiga metabolit utama yaitu paraxanthine (84%), theobromine (12%),

dan theophylline (4%). (Syahila, 2018). Kafein memiliki efek pada

sistem saraf pusat dan stimulan metabolik, digunakan baik sebagai

penenang, maupun untuk mengurangi kelelahan fisik. Kafein yang

dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan gangguan sensoris, otot

rangka menjadi tegang dan gemetar, menyebabkan takikardi dan

ekstrasistol (Winata, 2015)

2. Metabolisme Kafein
Mekanisme kerja utama kafein yaitu menghambat reseptor

adenosin. Adenosin merupakan neurotransmitter yang efeknya

mengurangkan aktivitas sel terutama sel saraf. Oleh sebab itu, apabila

reseptor adenosin berikatan dengan kafein, efek yang berlawanan

dihasilkan, lantas menjelaskan efek stimulans kafein (Allsbrook,

2008). Kafein mampu mempengaruhi kinerja otak melalui dua


7

mekanisme, yaitu menginduksi vasokontriksi pembuluh darah otak

yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke otak. Mekanisme

yang ke dua adalah meningkatkan konsumsi glukosa pada beberapa

daerah hipoperfusi yaitu pada sel monoamin di daerah substansia

nigra, raphe medialis dan dorsalis serta lokus sereleus.


Menurut (Langer, 2018) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi metabolisme kafein pada tubuh seseorang seperti:


a. Variasi Genetik
Variasi genetik dapat memengaruhi cara seseorang

memetabolisasikan kafein. Populasi dapat dibagi menjadi

metaboliser kafein 'lambat' dan 'cepat' oleh enzim spesifik.


b. Perokok
Merokok dapat merangsang dua kali lebih cepat metabolisme

kafein dalam tubuh. Populasi perokok mengonsumsi lebih

banyak kafein daripada bukan perokok. Studi menunjukkan

bahwa penggunaan kafein secara teratur dapat berpotensi

memperkuat efek nikotin (Winata, 2015)


c. Penyakit hati tertentu mampu mengurangi kejernihan kafein

plasma
d. Konsumsi alkohol dapat memperpanjang waktu tunggu dan

meningkatkan kafein.
e. Beberapa konsumsi makanan dapat mempengaruhi

metabolisme kafein, seperti konsumsi brokoli atau konsumsi

vitamin C dalam jumlah besar dapat meningkatkan

pembersihan kafein.
f. Penggunaan alat kontrasepsi oral mampu meningkatkan dua

kali efek kafein terutama saat siklus menstruasi terjadi pada

minggu ke dua.
8

Untuk efek yang ditimbulkan akibat konsumsi kafein tergantung

dari masing-masing individu. Namun terdapat pengelompokan

tingkat sensitivitas konsumsi kafein seseorang


a. Sensivitas tinggi terhadap kafein
Metabolisme yang lambat di dalam hati serta pengikatan pada

sistem saraf pusat. Bahkan sejumlah kecil kafein akan

menimbulkan efek stimulasi dan dosis yang lebih tinggi dapat

menyebabkan masalah tidur, seperti yang terlihat pada sebagian

kecil orang. (Langer,2018)


b. Sensitivitas yang wajar terhadap kafein
Keseimbangan antara inaktivasi kafein di hati dan pengikatan

dalam sistem saraf pusat berarti bahwa individu tersebut

biasanya dapat minum 2-5 cangkir kopi di siang hari tetapi

tanpa reaksi yang merugikan atau gangguan tidur. Kafein

biasanya tidak direkomendasikan di malam hari, tetapi

tergantung perbedaan individu seperti yang terlihat pada

kebanyakan orang (Langer, 2018)


c. Sensitivitas yang rendah terhadap kafein
Metaboliser cepat dari kafein. Asupan yang lebih tinggi dapat

dikonsumsi, (meskipun profesional kesehatan harus

menyarankan agar mereka tetap berada dalam pedoman EFSA

(European Food Safety Authority) tidak lebih dari 5 cangkir

kopi per hari. Minum kopi sebelum tidur biasanya tidak

mengganggu tidur (Langer,2018)

3. Ekstraksi
9

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu subtansi atau zat

dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi

adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu

campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai

separating agent. Menurut Coulson dan Richardson (1999) dalam

(Syahila, 2018) , ada empat faktor penting yang berpengaruh pada

proses ekstraksi, yakni ukuran partikel, pelarut, suhu dan pengadukan.


Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak

saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen

(rafinat) dan fase solven (ekstrak).


• Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
• Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven. Pemilihan solven

menjadi sangat penting, dipilih solven yang memiliki sifat antara lain:

• Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven

sedikit atau tidak melarutkan diluen;


• Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi;
• Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali;

• Tersedia dan tidak mahal.


Pada metode ekstraksi dengan pelarut organik yang umum dipilih

adalah pelarut dengan titik didih yang jauh lebih rendah dari titik didih

senyawa yang akan di ekstraksi, biasanya pelarut yang dipilih adalah

pelarut yang memiliki harga murah dan tidak mengandung senyawa

beracun (Pratita, 2018)

4. Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan

fotometer. Sprektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan

panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur


10

intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi relatif jika energi

tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi

panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi dan cara ini

diperoleh dengan pengurai seperti prisma, grating atau celah optis.

Fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi

melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Pudja, 2016).

Gambar 2.2

Spektrofotometer UV-Vis
Sumber: (Pratita, 2018)
Spektrofotometer merupakan suatu alat/instrumen yang dilengkapi

dengan sumber cahaya (gelombang elektromagnetik), baik cahaya UV

(ultra-violet) ataupun cahaya nampak (visible). Spektrofotometer

mampu membaca/mengukur kepekatan warna dari sampel tertentu

dengan panjang gelombang tertentu pula.Alat ini digunakan untuk

mengukur konsentrasi beberapa molekul seperti DNA/RNA (UV light,

260 nm), protein (UV, 280 nm), kultur sel bakteri, ragi/yeast, dan lain-

lain. Sinar UV digunakan untuk mengukur bahan (larutan) yang

terbaca dengan panjang gelombang di bawah 400 nano meter (nm).

Sedangkan visible light bisa digunkan untuk mengukur bahan dengan


11

panjang gelombang 400-700 nm. Spektrofotometer dibagi menjadi

dua jenis yaitu spektrofotometer single beam dan spektrofotometer

double-beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer ini hanya pada

pemberian cahaya, dimana pada single-beam, cahaya hanya melewati

satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dar

larutan yang dimasukan. Berbeda dengan single-beam, pada

spektrofotomeret double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur

bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses

yang sama. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum

tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan

sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan

absorbansi antara sampel dan blanko ataupun pembanding. Atas dasar

inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur konsentrasi yang

ada dalam suatu sampel, dimana molekul yang ada dalam sel sampel

disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu.

Ketika cahaya mengenai sampel, sebagian akan diserap, sebagian

akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada

spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang

mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat

diukur, yang dapat diukur adalah transmittansi atau absorbansi.

Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya

yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan

hukum lambert-beer atau Hukum Beer yang berbunyi, “jumlah radiasi


12

cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap

atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi

eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”. Secara kualitatif,

absorpsi cahaya dapat diperoleh dengan pertimbangan absorbsi cahaya

pada cahaya tampak. Kita melihat objek dengan pertolongan cahaya

yang diteruskan atau dipantulkan. Apabila cahaya polikromatis

(cahaya putih) yang mengandung seluruh spektrum panjang

gelombang melewati daerah tertentu dan menyerap panjang

gelombang tertentu, maka medium itu tampak berwarna. Karena

panjang gelombang yang diteruskan sampai ke mata, maka panjang

gelombang inilah yang menentukan warna medium. Warna ini disebut

warna yang komplementer terhadap warna yang diabsorpsi.

(Neldawati,dkk 2013)

5. Kopi
Kopi sudah

menjadi gaya hidup

masyarakat. Terutama untuk kalangan mahasiswa dan perkerja

kantoran yang sering mengerjakan tugas hingga larut malam. Kopi

merupakan salah satu minuman yang di golongkan sebagai

psikostimulant yang dapat menyebabkan orang tetap terjaga, untuk


13

mengurangi kelelahan, dan memberikan efekfisiologis yang berupa

peningkatan energi (Bhara L.A.M., 2005). Kopi mengandung kafein

yang diduga mempunyai efek yang kurang baik bagi kesehatan

Menurut Siahan (2008). Kafein yang terdapat pada kopi Arabika

sedikit lebih rendah jika dibandingkan kopi Robusta, selain itu jenis

arabika lebih banyak zat gula dan minyak atsiri (Oktadina et al., 2013)

Gambar 2.3 Biji Kopi


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kopi yang lebih banyak di budayakan di Indonesia adalah jenis

Robusta (Yulius Denis, 2018). Kopi robusta (Coffea canephora L.)

memiliki kandungan kafein yang tinggi dan lebih tinggi dibandingkan

dengan kopi dari jenis arabika (Coffea arabica) (Erdiansyah dan

Yusianto, 2012)

Konsumsi kopi pada masyarakat meningkat seiring

berkembangnya kedai kopi di kota surakarta. Pada tahun 2004 Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan surat keputusan

tentang ketentuan pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Dalam

keputusan ini disebutkan bahwa batas maksimum konsumsi kafein

adalah 150mg/hari hal ini sesuai dengan SNI 01-7152-2006. Jenis kopi

yang mereka konsumsi sangat beragam namun untuk saat ini kopi
14

diolah menjadi kopi susu merupakan minuman yang menjadi favorit

masyarakat. Komposisi utama yang digunakan dalam kopi susu tersebut

adalah hasil ekstraksi kopi atau yang familiar disebut dengan espresso.

Masing- masing kedai kopi memiliki karakter kopi yang berbeda, hal

ini dipengaruhi oleh komposisi houseblend yang terdiri dari biji kopi

jenis Robusta dan Arabika. Penelitian menunjukan bahwa kadar kafein

pada kopi r obusta lebih banyak daripada jenis arabika, namun pada

houseblend terdapat campuran keduanya. Hal ini yang menjadi

landasan peneliti untuk mengukur kadar kafein pada houseblend yang

dipakai oleh kedai kopi di Kota Surakarta, apakah memenuhi standar

konsumsi maksimum Kafein per hari yang terdapat dalam SNI 01-

7152-2006. Yang di ukur menggunakan metode Spektrofotometri UV-

Vis
15

B. Kerangka Pikir
Beberapa Kedai kopi
Yang menawarkan es kopi susu

Houseblend biji kopi


arabika dan robusta Perbandingan Kopi
Berat Kopi Yang di pakai
di ekstrak menjadi espresso
Tekanan
dilakukan Ekstraksi kafein
menggunakan aquadestSuhu
dengan pemanasan

ekstraksi menggunakan Kloroform

hasil ekstraksi
dilakukan pengukuran kadar kafein
menggunakan spektrofotoetri UV-Vis

Hasil dan Kesimpulan


Gambar 2 Kerangka Pikir

C. Hipotesis
Kadar kafein persaji pada Houseblend tidak melebihi batas maksimum

yang terdapat pada SNI 01-7152-2006


16

You might also like